๐…๐ข๐ซ๐ฌ๐ญ ๐‹๐จ๐ฏ๐ž (๐๐ข๐ง๐ ...

De Shenshen_88

11.1K 1.4K 551

Ada satu kepercayaan dalam keluarga Zhang yang selalu dianggap takhayul oleh Zhang Qiling. Dikatakan bahwa di... Mais

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 (End)
Extra Chapter

Extra Chapter

294 21 26
De Shenshen_88

Your first love isn't always the first person you kiss, or the first person you date. Your first love is the person you will always compare everyone to.
The person that you will never truly get over, even when you've convinced yourself you have moved on.

💜💜💜

Rekahnya matahari dari balik danau sering kali menyeret Zhang Qiling pada bayangan mimpi indah di masa kecil. Dari permukaan air danau dan barisan cemara di sekitarnya, ia menikmati keindahan yang gemerlap seindah wajah kekasihnya. Pagi ini, pemandangan itu sama memukaunya dengan hari-hari sebelumnya. Tapi kali ini, ia tak sendiri.

Ketika cahaya matahari memenuhi ruangan, mengusik Zhang Qiling dari tidur nyenyak hingga terjaga, ia membuka mata dan masih tetap berbaring untuk waktu yang lama. Ini pagi yang indah di akhir musim gugur. Saat ia menoleh ke samping, pemandangan indah menyambutnya.

Wu Xie masih tertidur lelap dengan tubuh menghadapnya dan Zhang Qiling memiliki kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menikmati rona wajahnya selagi tidur. Wajah yang lembut, pucat, muda dan damai dalam mimpinya. Nafasnya hening namun teratur, dan rambutnya yang hitam berkilau nampak berantakan. Bagaimana seseorang bisa terlihat seindah ini?

Zhang Qiling menggelengkan kepala, terlalu banyak yang dipikirkan. Wajah Wu Xie adalah penjelmaan masa kecilnya. Saat memandangi dan menelusuri garis rahangnya, terlintas dalam benaknya betapa waktu melesat cepat. Seperti baru kemarin saat ia mengejar dan memeluk tubuh Wu Xie kecil di tengah jalan raya dan nyaris disambar truk yang melaju cepat. Kini rasa cintanya pada Wu Xie bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Melihat wajah dan senyumnya, ia merasa seolah melaju ke tempat yang tidak akan pernah melahirkan penyesalan, tanpa kenangan yang menyedihkan.

Zhang Qiling bisa saja menatapnya sepanjang hari tapi ia punya kebutuhan ke kamar mandi dan membuat kopi. Sambil menurunkan kaki dari tempat tidur, ia memungut kemeja putih di lantai dan mengenakannya. Ada kemeja lain yang tergeletak mengenaskan di lantai, ini adalah pemandangan biasa dari sisa malam panjang yang panas dalam kehidupan percintaan mereka yang baru saja memulai kisah baru dan segar.

Dia berjalan ke kamar mandi, keluar lima belas menit kemudian. Dia melihat bahwa Wu Xie masih tidur. Jadi ia memutus meninggalkannya tanpa diganggu. Merasa lapar, Zhang Qiling keluar kamar menuju dapur, menyiapkan dua cangkir kopi panas dan menggunakan bahan yang ada, ia membuat dua porsi sandwich dengan mentega, extra daging asap dan keju. Tidak spektakuler. Tapi aromanya menggiurkan, mengingatkan Zhang Qiling pada aroma di restoran klasik western.

Dia tersenyum pada hasil kerjanya, berjalan kembali ke kamar, ia melihat putri tidur masih tidur. Dia berpikir untuk menyiapkan sesuatu yang lain, yang mungkin akan menyenangkan. Tidak berniat membangunkan Wu Xie, ia bergegas keluar rumah dan berjalan dalam diam, menuju arah matahari terbit. Barisan pohon ada di kejauhan dengan matahari bersinar jingga di belakangnya, Zhang Qiling bisa melihat kilau samar permukaan danau di balik barisan pohon, dan ia bisa merasakan semangat kian meningkat dalam dirinya.

Di kamarnya yang hening dan bermandikan cahaya matahari, Wu Xie terjaga. Dia melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia berada di pondok peristirahatan milik Zhang Qiling. Betapa segar dan indah segala sesuatu tampak di sini. Dia menatap ke arah jendela, pada pucuk pepohonan yang bergoyang di luar sana. Dia memikirkan berapa banyak waktu yang dihabiskan Zhang Qiling di sini sendirian, melewati cuaca baik dan buruk, dan tentang apa yang dipikirkannya saat seperti itu.

Kekosongan yang aneh telah mendorongnya untuk bekerja keras dalam upaya mengelola bisnis keluarga, menyelimuti dirinya sepanjang waktu, terlebih saat ia terbangun dari tidur siang atau malam hari, dan untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, perasaan itu hilang. Takdir mengetahui apa yang dia butuhkan dan itu telah membimbingnya ke tempat ini, di mana perjumpaan seindah mimpi ini terjadi. Wu Xie tersenyum sendiri, kemudian bangun dan duduk menatap cahaya matahari.

"Xiao ge," ia memanggil, menduga bahwa Zhang Qiling mungkin berada di ruangan tengah.

"Xiao ge .... "

Berjalan menuju pintu, ia membuka dan menyembulkan kepala. Dia tidak menemukan Zhang Qiling dalam kamar, juga tidak di ruangan lain. Akan tetapi aroma sedap dari meja makan menunjukkan kehadiran pria itu sebelumnya di sini.

Wu Xie melihat secangkir kopi panas dan menu lain, tiba-tiba merasa lapar. Bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri, ia berharap Zhang Qiling segera kembali—kalau-kalau dia pergi ke suatu tempat—atau kalau tidak, ia akan sarapan sendirian. Tapi itu sama sekali tidak asyik, ralatnya kemudian. Dia sudah terlalu lama sarapan sendirian, sesekali ditemani Pangzi, dan meskipun si gendut melontarkan lelucon yang berbeda-beda setiap hari, ada tekanan dalam senyum dan tawanya sendiri. Dia tahu bahwa senyum dan tawanya palsu, bahwa ia tidak benar-benar merasa bahagia dengan segala yang ia miliki. Saat ini, memikirkan akan terus melewati setiap momen bersama Zhang Qiling, mengirimkan rasa hangat ke dalam hatinya.

Lima belas menit kemudian, dia duduk santai di kursi meja makan ketika akhirnya ia mendengar langkah kaki berderak di teras kayu dan suara pintu depan terbuka. Sosok tinggi tampan itu berjalan anggun menghampirinya dengan senyum tipis dan manis.
"Hai, kau sudah bangun." Kilau matanya nampak sedikit terkejut. Dia datang mendekat, mengelus kepala Wu Xie, dan mengejutkannya dengan mencium pipinya lembut.

"Kejutan," komentar Wu Xie, tersenyum. Perasaannya terasa lebih baru sekarang, bukan hanya kenangan lagi. "Sepagi ini, ke mana kau pergi?"

Zhang Qiling menarik kursi, duduk di depan Wu Xie, menghadapi kopinya yang hampir dingin.

"Aku menyiapkan hal lain untukmu," jawabnya misterius.

"Rupanya kau sibuk. Bahkan tidak ada selamat pagi untukku."

Zhang Qiling tertawa kecil, memandang Wu Xie lekat-lekat sementara tangannya bergerak mengambil cangkir.

"Sepertinya aku masih harus belajar membiasakan diri hidup bersama orang lain. Kesendirian yang terlalu lama membuat sikap seseorang menjadi kaku."

"Bahkan padaku?"

"Sebenarnya aku hanya sedikit gugup dan terlalu antusias."

Mereka memulai sarapannya. Wu Xie menggigit tepi sandwich, melirik Zhang Qiling sekilas dan tersenyum.

"Di mana kejutannya?" tanya Wu Xie.

Zhang Qiling berhenti menguyah, menatap Wu Xie lagi.

"Kau bilang menyiapkan sesuatu," Wu Xie menambahkan.

"Ah ya, aku akan membawamu ke suatu tempat. Terlebih di bawah langit jernih dan matahari yang hangat."

"Seberapa jauh?" Wu Xie meneguk kopinya sedikit sebelum melanjutkan makan.

"Sekitar setengah mil."

"Aku belum pernah ke sana sebelumnya?"

"Tentu saja belum. Lagipula, tidak cocok jika pergi ke sana sendirian."

"Tapi kau melakukannya, bukan?"

Zhang Qiling berhenti sejenak dan melamun. "Hmm, ya. Suatu hari di masa lalu, dan rasanya sungguh tidak menyenangkan."

"Aku jadi penasaran," cetus Wu Xie, menguyah lebih cepat, dia cukup bersemangat untuk melakukan hal-hal baru selagi bisa, sebelum kesibukan pekerjaan menjebaknya lagi.

"Habiskan sarapanmu dulu. Kuharap hari yang cerah akan berlangsung lama."

"Aku tidak peduli bahkan jika hari hujan."

"Kau yakin?" Zhang Qiling meliriknya, menahan senyum.

"Sangat." Wu Xie menoleh ke arah jendela, memperhatikan awan.
"Kita akan pergi secepatnya."

"Baiklah."

Menyelesaikan sarapan dengan cepat, mereka berjalan keluar rumah, bicara santai selama langkah demi langkah yang lambat, menebus waktu yang hilang. Sesekali Wu Xie merasakan ketegangan ketika mengungkit satu atau dua topik dari masa lalu yang mulai memudar. Terlebih tentang pertunangannya, dan perpisahan mereka. Ada perasaan bersalah saat pembicaraan menepi pada masalah itu hingga Wu Xie memutuskan untuk membicarakan tentang hal lain saja.

Menikmati udara yang masih murni, Wu Xie menutup matanya, membiarkan angin semilir mengusap rambut dan pipinya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menahannya sejenak, merasakan otot-otot di bahunya mengendur. Dirasakannya lengan Zhang Qiling melingkari bahunya, saat mereka berjalan berdampingan begitu rapat. Akhirnya Wu Xie membuka mata, menatap keindahan yang mengelilinginya.

"Kita menuju ke arah danau?" tanyanya begitu melihat kilau keperakan di permukaan danau biru.

"Ya, danau itu tidak terlalu luas. Aku sudah menyiapkan sebuah perahu untuk kita berlayar."

"Wah, ini akan menyenangkan." Wu Xie menatap pria di sampingnya dengan antusias. Yang ditatap membalasnya dengan senyuman.

Tuhan, dia terlihat selalu keren, bahkan setelah sekian lama, Wu Xie memenuhi batinnya dengan kekaguman.

Mereka tiba di dermaga di mana sebuah perahu tertambat. Ada beberapa orang pemancing di kejauhan, menghabiskan waktu santai menunggu ikan yang tak sungguh-sungguh mereka harapkan. Sepertinya bukan itu tujuan utama mereka, melainkan keindahan alam dan suasana tenang yang tak ternilai.

Wu Xie menginjak dermaga dan itu berderit di bawah kakinya. Memandang jauh ke tengah danau, sekali lagi Wu Xie merasa seperti berada di dunia lain. Dia selalu menyukai suasana seperti ini, saat aroma samar dedaunan musim gugur terbawa angin lembut. Dia menyukai pepohonan dan suara yang dihasilkannya. Mendengarkan suara alam membuatnya rileks.

"Di sini sangat damai," katanya, suaranya seperti mimpi.

"Aku tahu. Karena itu aku sering datang kemari hanya untuk dekat dengan air. Itu membuat suasana hati menjadi lebih baik. Namun ada kalanya justru memperburuk duka yang pernah ada." Di akhir kalimat, pikiran Zhang Qiling mengembara ke masa-masa itu dan ia merasa sedikit pusing.

"Lupakan masa itu," ujar Wu Xie, kembali dihinggapi perasaan bersalah.
"Aku di sini sekarang. Sangat dekat, hingga kita bisa merasakan kehangatan."

Zhang Qiling menarik tali yang menambat perahu, menoleh pada Wu Xie dan tersenyum.

"Ayo naik!"

Setelah melemparkan tasnya ke dalam perahu, Zhang Qiling dengan cepat memeriksa untuk memastikan bahwa dia tidak melewatkan apa pun, lalu menyelipkan perahunya ke air.

"Kau yakin perahu ini akan menahan beban kita?”

“Tentu, masuk saja.”

Setelah Wu Xie naik, dia mendorong perahu lebih jauh ke dalam air. Kemudian dia dengan anggun turun dari dermaga ke badan perahu, meletakkan kakinya dengan hati-hati agar tidak terbalik. Wu Xie terkesan dengan kelincahannya, mengetahui bahwa apa yang telah dia lakukan dengan begitu cepat dan mudah ternyata lebih sulit daripada yang terlihat.

Dia duduk di perahu, menghadap Zhang Qiling yang mulai mendayung.

"Apakah aku menghalangi pemandangan di depanmu?" tanya Wu Xie. Zhang Qiling menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa."

Dan itu benar. Dia bisa melihat semua yang benar-benar ingin dia lihat saat menatap wajah Wu Xie. Dialah yang ingin dia lihat, bukan pemandangan danau. Sebaliknya, Wu Xie bisa menatap kekasihnya yang telah lama ia rindukan.

T-shirt panjangnya berwarna hitam dan melekat pas di tubuhnya dan dia bisa melihat otot-otot dadanya melentur tiap melakukan gerakan mendayung. Lengan bajunya juga digulung, dan dia bisa melihat otot-otot yang kuat di lengannya.

Artistik, pikir Wu Xie. Ada sesuatu yang hampir artistik tentang dia. Sesuatu yang alami dan seksi, seolah-olah dia mewarisi gen yang diturunkan kepadanya dari keagungan yang tidak bisa dijelaskan. Dia tidak bisa memikirkan orang lain yang mirip dengannya. 

"Apa yang kau pikirkan?"

Dia merasa jantungnya nyaris melompat begitu saja ketika suara Zhang Qiling membawanya kembali ke masa sekarang. Dia menyadari dia tidak banyak bicara sejak perahu mereka mulai bergerak dan dia menikmati kesunyian yang diberikan pria itu padanya.

"Kau," jawabnya jujur, dan dia melihat kerlip bahagia di mata Zhang Qiling saat mendengar jawabannya.

“Berapa jauh lagi?” dia bertanya.

“Tidak lebih dari lima menit lagi.”

Ada jeda sejenak, kemudian Wu Xie berkata, "Katakan padaku, Xiao ge, apa yang paling kau ingat dari musim panas yang kita habiskan bersama?"

"Semuanya."

Dia menjawab dengan tenang. “Aku dapat mengingat setiap momen kita bersama, dan di setiap momen itu ada sesuatu yang indah."

Keheningan yang damai turun ke atas mereka. Seekor burung opsprey menangis di suatu tempat di kejauhan. Dayung bergerak berirama, menyebabkan riak yang menyebabkan sedikit guncangan pada perahu. Angin semilir telah berhenti, dan awan menjadi lebih tebal saat perahu terus bergerak maju.

Wu Xie memperhatikan semuanya, setiap suara, setiap pikiran. 
Perasaannya menjadi hidup, menyegarkannya, dan dia merasa puas bahwa dia telah datang, senang karena Zhang Qiling tidak pernah berubah. Dia telah melihat terlalu banyak pria dalam beberapa tahun terakhir yang dihancurkan oleh rasa frustasi, minuman, atau bahkan uang. Butuh kekuatan untuk mempertahankan gairah batin, dan Zhang Qiling telah melakukannya dengan sempurna.

Gairah akan memudar seiring waktu dan hal-hal seperti persahabatan dan kecocokan akan menggantikannya. 
Dia dan Pangzhi memiliki ini, dan Wu Xie mengira hanya itu yang dia butuhkan. Tetapi sekarang ia sadar betapa kosongnya hidupnya selama ini.

"Kita sudah sampai," kata Zhang Qiling sambil mengarahkan perahu menuju beberapa pohon di dekat tepi danau.

Wu Xie melihat sekeliling, tidak melihat apa-apa. "Di mana ini?"

Zhang Qiling memandu perahu di sekitar pohon yang merunduk ke permukaan air, dan mereka berdua harus menundukkan kepala agar tidak menabrak mereka.

"Tutup matamu," bisiknya, dan Wu Xie melakukannya, mendekatkan tangannya ke wajahnya. Dia merasakan gerakan perahu saat dia mendorongnya ke depan, menjauh dari tarikan air.

"Oke." Zhang Qiling akhirnya berkata setelah dia berhenti mengayuh. "Kau bisa membukanya sekarang."

Mereka berada di tengah danau kecil. Itu tidak besar, mungkin lebarnya seratus yard, dan dia terkejut melihat betapa tidak terlihatnya tempat itu beberapa saat sebelumnya.

Itu spektakuler. Ratusan angsa benar-benar mengelilingi mereka. 
Burung-burung mengambang begitu dekat di beberapa tempat sehingga dia nyaris tidak bisa melihat air. Dari kejauhan, kelompok angsa tampak hampir seperti buket bunga putih.

"Wah, Xiao ge ... ” akhirnya Wu Xie berkata dengan lembut, “ini indah sekali.”

Mereka duduk diam untuk waktu yang lama, mengamati burung-burung. Udara dipenuhi dengan kicauan saat Zhang Qiling menggerakkan sampan di air. Sebagian besar burung mengabaikan mereka. Satu-satunya yang tampak terganggu adalah mereka yang terpaksa bergerak ketika sampan mendekati mereka. Wu Xie mengulurkan tangan untuk menyentuh yang terdekat dan merasakan bulu-bulu mereka bergoyang-goyang di bawah jari-jarinya.

Zhang Qiling mengeluarkan roti yang dia bawa di tasnya dan menyerahkannya kepada Wu Xie. Dia menyebarkannya, tertawa dan tersenyum saat mereka berenang berputar-putar mencari makanan.

"Suasana yang sangat romantis," komentar Wu Xie lagi masih dengan tatapan takjub lantas melayangkan lirikan penuh curiga pada pria tampan di depannya.

"Kau tidak sedang bermain trik denganku, bukan?"

"Trik?" Zhang Qiling tidak mengerti.

"Yah, suasana romantis akan membawa seseorang pada tindakan sporadis yang didorong oleh emosi dan perasaan."

"Maksudmu?"

"Uh, itu. Kupikir kau akan mengajak bermesraan dalam suasana baru hingga harus repot-repot datang kemari."

Zhang Qiling terbengong-bengong. Awalnya tidak ada pikiran apa pun waktu ia memikirkan tempat ratusan angsa berenang secara tidak sengaja beberapa waktu lalu. Dia hanya ingin menunjukkan keindahan ini pada Wu Xie dan bagaimana alam selalu memberikan kejutan sederhana tapi tak terlupakan. Namun, dengan pemikiran ngawur Wu Xie, beberapa bayangan romantis berlalu lalang dalam kepalanya tanpa bisa dihindarkan.

"Tidak ada niat apa pun," sahutnya jujur, menatap bibir lembut Wu Xie yang selalu ia pikirkan.
"Tapi jika kau menginginkannya."

"Yang benar saja." Wu Xie tertawa gugup, meringis atas pikiran konyolnya yang tak tahu malu.

Dia terdiam dan memalingkan wajah ke arah lain, merasa lebih hangat saat dia melihat Zhang Qiling menatapnya dalam dan penuh arti. Perlahan ia mencondongkan wajah ke arah Wu Xie, merasakan panas dalam kulit yang saling menyentuh. Jemarinya menangkup wajah Wu Xie, membuatnya menghadap ke arahnya. Pandangan mereka bertemu. Rasanya sangat tepat berada di sini. Semuanya terasa benar. Air yang tenang, angsa, kesunyian. Suasana tidak mungkin lebih sempurna. Tampaknya tahun mereka terpisah tidak masalah lagi.

Mereka kemudian menyerah pada semua yang telah mereka lawan selama bertahun-tahun terakhir. Menyatukan bibir mereka dalam satu ciuman lembut. Semakin dalam dan hangat,  merasakan tahun-tahun perpisahan yang menyedihkan larut menjadi gairah.

Mereka tinggal sampai gumpalan awan perlahan berubah dari perak menjadi kelabu dan tiupan angin semakin dingin dan kencang. Mereka berdua tahu sudah waktunya untuk pergi. Zhang Qiling mengayuh perahu ke dermaga utama sementara Wu Xie masih terheran-heran dengan apa yang dilihatnya.

"Xiao ge, apa yang mereka lakukan di sini?"

"Aku tidak tahu. Aku tahu angsa dari utara bermigrasi setiap musim dingin, tapi kurasa mereka datang ke sini kali ini. Aku tidak tahu mengapa. Mungkin badai atau cuaca buruk ada hubungannya dengan itu. Namun, mereka akan menemukan jalan kembali. Mereka didorong oleh naluri, dan ini bukan tempat mereka. Beberapa angsa mungkin musim dingin di sini, tetapi angsa akan kembali ke tempat awal mereka.”

Zhang Qiling mendayung keras saat awan gelap bergulung tepat di atas kepala. Segera hujan mulai turun, rintik-rintik pada awalnya, kemudian secara bertahap lebih deras. Zhang Qiling mulai mendayung lebih keras, otot-ototnya menegang dengan setiap gerakan.

Wu Xie menyaksikan hujan turun dari langit saat mengikuti angin yang bersiul di atas pepohonan. Langit sedikit lebih gelap. Dia menyandarkan kepalanya ke belakang sejenak untuk membiarkannya mengenai wajahnya. Dia mengusap rambut, merasakan basahnya. Rasanya luar biasa. Bahkan di tengah hujan dia bisa mendengar napas Zhang Qiling terengah-engah, dan suara itu membangkitkan gairahnya dengan cara yang tidak pernah dia rasakan selama bertahun-tahun.

"Xiao ge," panggilnya, melihat ke atas dan tertawa, membuat Zhang Qiling merasa lebih baik. 
"Meskipun aku telah membuat keputusan untuk datang kemari, aku tak mengira akan terjebak dalam hujan angin seperti ini."
Zhang Qiling meringis, nampak manis dalam rambut basah kuyup.

Mereka sampai di dermaga beberapa menit kemudian, dan Zhang Qiling melompat dengan gesit. Dia membantu Wu Xie berdiri, lalu turun sendiri dan menyeret perahu ke tepi danau, mengikatnya ke dermaga. Meskipun hujan turun, mereka tidak terburu-buru menuju rumah, dan mereka membayangkan bagaimana rasanya menghabiskan malam bersama lagi.

💜💜💜

Next Chapter available soon 😍😄

Continue lendo

Vocรช tambรฉm vai gostar

1.4M 81.6K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž Homophobic? Nagajusey...
13.8K 981 11
siapa yang mengira bahwa Wei Wuxian adalah seorang dominan di dalam hubungannya bersama Lan Wangji? jangan salah lapak ya sayang. ini lapak XianWang...
8.4K 922 22
kumpulan drabbles xiyao bagi para fans xiyao yang kurang asupan kek saya