26. Legenda Yang Hilang✓

By Gita_Tara

719 96 1

Silahkan follow saya terlebih dahulu Serial Dewi Ular Tara Zagita 26 More

Legenda Yang Hilang 1
Legenda Yang Hilang 2
Legenda Yang Hilang 3
Legenda Yang Hilang 4
Legenda Yang Hilang 6
Legenda Yang Hilang 7

Legenda Yang Hilang 5

67 13 0
By Gita_Tara

MAHASISWI semester dua itu tidak berani tidur di kamarnya. Rasa takut yang menghantui membuat ia memaksakan diri tidur bersama kedua orangtuanya. Sang ayah terpaksa mengalah, menggelar tikar lipat di lantai dan tidur terpisah dari istrinya. Jika biasanya sang ayah yang memeluk istrinya, kini sang istri yang dipeluk anak gadisnya.

Duka hati Halimah ternyata tak bisa terobati dengan hanya tidur bersama orangtuanya. Duka hati Halimah membuat benaknya selalu dibayang-bayangi wajah Gito yang menurutnya cukup menawan. Sederhana, tapi punya daya tarik tersendiri bagi hati Halimah.

"Apa pun yang terjadi aku tetap ingin memilikimu, Halimah."

Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinga Halimah. Seolah-olah setiap satu tarikan napas Halimah mengandung gema dari kata-kata Gito itu. Saat makan, saat mandi, saat tidur dan saat apa saja, suara Gito seakan selalu berbisik di telinga Halimah, membuat cinta Halimah kepada Gito semakin membara.

"Bukan sekedar kecantikanmu saja yang membuatku terkagum-kagum padamu, tapi kejujuran dan kepolosan sikapmu telah membuatku tergila-gila padamu."

"Jangan merayu dengan sanjungan, Git. Aku bukan cewek yang gila sanjungan."

"Aku sekedar mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya," Gito mengusap lembut rambut Halimah yang terurai lepas. Mesra dan damai rasa hati Halimah kala itu. Tapi sangat di luar dugaan Halimah, ternyata Sesuatu yang sangat ajaib telah terjadi dengan sangat mengejutkan. Malam itu Halimah justru mendengar suara Gito berbisik di luar jendela kamar ayahnya. Semula suara tersebut tak diyakini sebagai suara Gito. Halimah sempat dicekam perasaan takut.

"Imah. Mah...?! Ini aku..., lto, Mah...!"

"Gito...?!" gumam hati Halimah dengan berdebar-debar.

"Hanya aku yang memanggilnya Ito. Hanya dia yang memanggilku Imah. Ooh... kalau begitu dia benar-benar Gito!" Halimah berdebar-debar. Dengan pelan pelan sekali ia turun dari ranjang. Ayahnya mendengkur dalam posisi telentang. Tampaknya lelap sekali. Ibunya pun kelihatan tidur dengan nyenyak. Langkah gadis itu semakin pelan saat harus melangkahi ayahnya untuk menuju ke pintu.

Akhirnya dengan sangat hati-hati Halimah berhasil keluar dari kamar orangtuanya. Ia buru-buru menuju ke kamarnya sendiri. Lampu tidur kamar itu dinyalakan. Suasana menjadi remang-remang. Halimah membuka jendela dengan tangan gemetar, namun berhasil tanpa suara.

"Ito...?!" sapanya dengan panggilan mesra yang khas.

"Ssst...! ini aku."

Seraut wajah tampan membiaskan senyum menawan di balik jendela itu. Wajah itu tak lain adalah wajah Gito yang dirindukan Halimah.

"Ito...?l oooh kau...?! Kau telah sembuh?!"

"Aku lari dari rumah sakit! Aku mengalami keajaiban lagi, Imah. Lihatlah... lihatlah tubuhku nggak ada luka sedikit pun!"

"Astaga...?! Benar-benar ajaib sekali?!" Halimah membelalakkan matanya yang bundar itu. Ia sangat terheran-heran melihat keadaan Gito yang bersih dari luka dan bahkan tak punya bekas luka sedikit pun.

"Ito... oohh...! Syukurlah kau selamat." Halimah memeluk Gito dengan tangis kebahagiaan. Ia segera menyuruh Gito lompat jendela dan masuk ke kamarnya. Jendela pun ditutupnya lagi. Halimah kembali memeluk Gito penuh ungkapan rasa bahagianya. Gito membalas dengan memberikan ciuman mesra di wajah Halimah.

"Aku takut kau tak tertolong. Kulihat lukamu begitu parah, itu...."

"Rasa cintaku padamu begitu besar, sehingga mampu membuat luka ini lenyap dengan sendirinya."

"Aku senang sekali.. oooh. Aku senang sekali, Ito...." Halimah kian memperat pelukannya.

Curahan rasa bahagia tak terlukiskan lagi. Malam yang sepi bukan lagi malam yang menakutkan. Halimah membiarkan wajahnya dihujani ciuman Gito.

Tawa mereka tak berani terlepas keras. takut membangunkan orangtua Halimah. Luapan kebahagiaan itu membuat Halimah seakan tak ingin lepas dari pelukan Gito. Mereka berguling-guling di ranjang sambil saling memagut bibirnya, melumat kehangatan yang tersaji di malam itu.

"Aku kangen sekali, Ito," rengek Halimah yang sudah lupa segala-galanya. "Aku kangen dengan kenakalanmu."

"Aku juga kangen sekali, Imah. Aku... aku ingin menikmati kebahagiaan yang pernah kita rasakan di belakang rumahku beberapa malam yang lalu itu."

"Idih, kamu gitu deh...." Halimah mencubit hidung Gito yang ada di atasnya.

"Kubilang juga apa, kamu pasti akan ketagihan kalau sudah merasakannya. Ternyata benar kan? Makanya waktu itu sebenarnya aku keberatan tapi, tapi,"

"Tapi kamu sendiri juga ingin mencobanya bukan?"

"Idih, nggak gitu deh!" Halimah cekikikan.

"Tak bolehkah aku menikmatinya kembali, Sayang?"

Halimah tak menjawab, hanya tersenyum malu sambil melengos. Tapi ketika bibir Gito menempel di pipinya, Halimah membiarkan saja. Bahkan wajah cantik itu kembali pada posisi semula sehingga bibirnya kembali terkena kecupan bibir Gito.

Ungkapan rasa bahagia berbaur dengan gairah yang menyala-nyala. Lumatan bibir Gito bukan saja menghangat di sekitar mulut Halimah, namun juga sudah merayap sampai ke dada. Halimah tak bisa menghindar karena ia terbuai oleh kenikmatan yang melambungkan jiwa mudanya.

Halimah hanya menggigit bibirnya sendiri ketika kancing gaunnya dilepas oleh Gito.

"Ito... uuuhk, kamu nakal sekali, Ito. Oouhh.... Itooo...!" Halimah meremas pundak Gito ketika tangan pemuda itu mulai bergerak nakal. Halimah semakin terbuai, jiwanya kian melambung tinggi dan tinggi sekali.

"Oouuhk...! Uuuhk...!" Halimah seperti orang merintih ketika Gito membawanya ke lautan cinta dengan perahu kehangatan. Halimah terengah-engah, demikian halnya dengan Gito. Gadis itu menggigit bibirnya berulang-ulang manakala kenikmatan itu dirasakan sangat berlebihan. Matanya terpejam kuat-kuat manakala kenikmatan itu mulai mencapai puncak kehangatannya.

"Oouiuhh...!" Halimah mengeluh panjang dengan tangan meremas lengan Gito.

Tetapi tiba-tiba ia terkejut setelah merasakan remasan tangannya terasa aneh. Ia seperti meremas sesuatu yang lebat. Padahal ia tadi melihat Gito tak mengenakan selembar benang pun.

"Uuhk. Ito sakiiit..." rintih Halimah pelan sekali. Matanya pun dibuka untuk menatap wajah kekasihnya.

Seketika itu Halimah terpekik keras-keras melihat Gito berbulu lebat dan berwajah menyeramkan.

"Aaaaaaaaa...!!"

"Grrhh...! Grraaaaow...! Ggrrhhhh...!"

Halimah menjerit lagi lebih keras sambil meronta-ronta, karena yang sedang merangkak di atasnya ternyata seekor kera besar bermata merah dan bergigi besar. Jeritan itu menjadi semakin histeris ketika rambutnya dijambak oleh kedua tangan gorila yang berkuku tajam itu. Binatang menyeramkan tersebut ternyata tak mau melepaskan pelukannya. Bahkan semakin bergairah mengayunkan perahu cintanya untuk mencapai puncak gairah. Halimah terguncang-guncang sambil tetap menjerit-jerit histeris.

"Aaooooww...! Lepaskaaaan.., Lepaskaaaan...! Oooouuhhh...! Toloooong, tolooong...! Aaaaaaaa...!"

Entah berapa lama Halimah menjerit-jerit dan entah seberapa keras jeritan itu. Yang jelas suara Halimah membangunkan ayah dan ibunya. Mereka berdua segera mengguncangguncang tubuh putrinya dengan tegang.

"Halimah...! Maah...! Bangun...! Hei, bangun...! Sadar, Halimah... sadar...."

Halimah menggeragap, napasnya terengah-engah saat duduk melonjor dengan mata terbelalak tegang sekali. Wajah ayah dan ibunya berada tepat di depannya. Halimah semakin kebingungan. Ia menatap ke sana-sini sambil masih terengah-engah dengan suara mengerang aneh.

"Ya, ampun mimpi apa kamu, Anakku? Mimpi apa sih kok sampai basah kuyup begini keringatmu?" ujar sang ibu sambil mengeringkan keringat Halimah di sekitar wajah.

"Ibu... aku... aku mimpi di... digauli oleh binatang itu, Bu. Ooohh, uhuk, uhuk, uhuk...!" Halimah menangis memeluk ibunya. Sang ayah segera tanggap maksud ucapan anaknya.

"Anakku mimpi diperkosa gorila itu?! Astaga...?! Kenapa sampai jadi begini ceritanya?!" gumam ayah Halimah dengan tertegun sedih.

"Tak apa-apa, itu cuma mimpi, Halimah. Jangan kau khayalkan sebagai kenyataan. itu cuma mimpi...," bujuk sang ibu.

"Cuma mimpi?! Benarkah cuma mimpi?!" tanya Halimah sendiri dalam hati. Ia sangat gengsi dengan pendapat ibunya itu, karena secara tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang mengalir di sekitar pahanya.

Cairan itu tak lain adalah darah kemesraan si gorila tadi. Halimah semakin bertambah tegang lagi. Ketika ia memandangi kedua tangannya, ternyata pada ujung-ujung jari tangannya terdapat bulu-bulu halus berwarna hitam. Bulu-bulu itu adalah bulu-bulu dari tubuh si gorila yang diremasnya saat dalam mimpi tadi.

"Aaaaaaaaa...!"

Halimah pun menjerit dengan mata melebar tegang memandangi bulu-bulu gorila yang terbawa di sela-sela kuku jarinya.

***

Ada satu pesan lagi dari Siluman Mimpi yang menurut Pandu seharusnya malam itu dicatatnya tapi Pandu hanya mencatat pesan tersebut dalam ingatannya.

"Adakah peristiwa penting yang terjadi sekitar lima belas hari yang lalu?" tanya Siluman Mimpi pada Kumala waktu itu.

"Ada banyak peristiwa penting yang kulewati dalam waktu lima belas hari ini. Tidak semuanya tercatat dalam ingatanku, Siluman Mimpi. Jadi peristiwa yang mana yang kau maksud penting itu?"

"Munculnya gerhana matahari pada siang hari."

"O, ya...," Kumala Dewi manggut-manggut. "Tapi itu bukan gerhana matahari total, bukan?"

"Memang. Dan perlu kau ingat, Dewi Ular... munculnya gerhana matahari merupakan pertanda musim birahi bagi Pangeran Arya Mahera."

"Musim birahi?!" Kumala berkerut dahi.

"Pangeran Arya Mahera mempunyai kesempatan mencari calon istrinya selama empat puluh hari setelah terjadi gerhana matahari, total atau bukan total. Maka selama empat puluh hari setelah terjadinya gerhana matahari itu, Arya Mahera pasti berkeliaran menjajaki setiap wanita yang menurut dugaannya sebagai titisan Betari Durgi. Beratus-ratus tahun lamanya tradisi 'mencobai' itu, sudah dilakukannya, tetapi sampai sekarang belum satu pun wanita yang ternyata adalah titisan Betari Durgi. Apakah di tahun ini Arya Mahera akan berhasil memperoleh titisan Betari Durgi? Kita lihat saja nanti, siapa wanita yang menjadi hamil setelah digauli di alam mimpi."

Itulah yang membuat Hindi akhirnya jatuh pingsan. Kata-kata itu pula yang membuat pandu selalu memperhatikan Hindi. Sejak peristiwa itu, Kumala memang menganjurkan agar Hindi tinggal di rumahnya yang lega dan punya beberapa kamar kosong itu. Hal tersebut dilakukan oleh Kumala agar ia dapat memantau setiap perubahan yang dialami Hindi.

"Kau yang harus menjaga kedua pasien kita itu, Delvin dan Hindi!" kata Kumala dengan tegas kepada Buron.

Tugas itu sengaja diberikan kepada Buron karena jika terjadi sesuatu yang di luar jangkauan manusia. Buron dapat mengatasinya dengan kekuatan gaibnya sebagai Jin Layon.

Maka ketika malam itu Kumala dan Sandhi sedang meluncur ke rumah sakit untuk menemui Gito, jin usil terpaksa tak bisa pergi ke mana-mana hanya menemani Hindi yang sejak tadi duduk melamun di serambi samping. Pada saat itu, Pandu masih sibuk dengan urusan pemotretannya terhadap salah seorang selebritis yang sedang merayakan ulang tahunnya
disebuah hotel berbintang.

"Jangan dibawa melamun terus. Nanti jiwamu akan semakin terguncang," kata Buron saat muncul sambil membawa segelas kopi untuk dirinya sendri.

"Aku diliputi kecemasan yang... yang memualkan perut. Sejak tadi rasa-rasanya ingin muntah saja."

"Wah, celaka kalau udah begitu?!" keluh Buron dalam hati, tapi di wajahnya ia masih kelihatan tenang tenang saja. Bahkan sempat tersenyum sambil meluncurkan candanya.

"Itu karena pikiranmu sering kosong. Sama halnya dengan perut kita. Kalau kosong, mudah masuk angin. Pikiran kosong pun bisa bikin orang masuk angin. Hawanya pengin muntah aja! Aku juga sering begitu kok, terutama kalau terlalu lama dekat Sandhi."

"Idih, jahat kamu deh...!" Hindi sempat tertawa walau tak dapat seceria biasanya.

"Sudah pukul sepuluh kurang. Kumala kok belum datang Sih?"

"Dia sedang dalam perjalanan pulang."

"Benar...?"

Buron mengangguk

"Aku melihat dari teropong gaibku."

"Apakah... apakah kau bisa melihat nasibku di hari mendatang melalui teropong gaibmu?"

Buron habis menyalakan rokok, ia memandang ke arah Hindi yang ada di sampingnya.

"Kalau bisa, kenapa?"

"Hmm, eeh... aku ingin tahu. Apa benar aku adalah perempuan titisan Betari Durgi?"

"Nggak usah berpikir begitu, nanti tersugesti."

"Tapi aku penasaran kalau belum tahu siapa diriku sebenarnya. Aku sangat tersiksa sejak mendengar penjelasan dari si tua Siluman Mimpi itu. Tolonglah, Buron! tolong lihatin apakah aku memang titisannya Betari Durgi atau Bukan?"

"Nggak usah, ah!"

"Idih kamu gitu deh." Hindi pindah k
tempat. Satu Sofa dengan Buron. Tangannya mengguncang-guncang Buron dengan lagak manjanya.

"Ayo dong.... Sebentar aja deh, Ron. Apaan..."

Buron tersenyum. Dalam hati berkata,
"Enak juga dimanjain sama cewek cantik kayak dia ini."

Buron sengaja menghindari bujukan itu, tapi Hindi bertambah penasaran. Tangannya mengusap-usap punggung Buron sebagai langkah bujukan berikutnya. Buron kian berdebar-debar kegirangan.

"Oke deh. Tapi jangan bilang-bilang Kumala, ya?"

"He eh...! Pokoknya cuma kita berdua yang tahu deh. Nggak usah takut akan kukatakan pada siapa pun."

"Tapi nggak bisa dilakukan di sini."

"Habis maunya di mana?"

"Di kamar aja, yuk?"

"Ayo deh...!"

Hindi dan Buron masuk kamar yang dipakai tidur Hindi. Kamar itu berseberangan dengan kamarnya Buron dan Sandhi. Di situ, Buron menyuruh Hindi duduk bersila berhadapan dengannya. Hindi melakukan apa perintah Buron.

"Tatap mataku dan jangan berkedip, ya?"

Hindi mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

"Kalau kusuruh pejamkan mata, pejamkan saja. Jangan tunggu perintah dua kali. Oke?"

"Oke...," jawabnya pelan.

"Bernapas dengan santai. Jangan ada yang tertahan."

Hindi melakukannya. Matanya memandang mata Buron tak berkedip. Pada saat bibir Buron tampak bergerak-gerak kecil membaca mantra saktinya. Sekitar setengah menit kemudian, Hindi seperti melihat genangan air bening yang menyegarkan di kedua mata Buron. Genangan air itu sangat meneduhkan hati, membuat hati terasa bagaikan ditaburi bunga-bunga indah.

"Pejamkan matamu...," perintah Buron pelan. Hindi pun memejamkan kedua matanya.

Dalam keadaan mata terpejam, ternyata pemandangan yang indah menyejukkan hati itu semakin terlihat nyata. Desir-desir di hati Hindi semakin nikmat untuk diresapi. Ia bagaikan sedang diayun-ayunkan oleh gelombang asmara yang luar biasa indahnya. Hindi tak tahu bahwa saat itu sebenarnya Buron melepaskan panah asmaranya yang dapat memikat hati lawan jenisnya.

Buron sendiri nyengir geli ketika Hindi memejamkan matanya. Ia bertanya dengan nada membisik,
"Apa yang kau inginkan saat ini. Hindi?"

"Aku .. aku ingin dapatkan sentuhan di bibir... oohh... sentuhlah bibirku, Buron... sentuhlah.."

Buron pun cekikikan sebentar, kemudian menyentuhkan bibirnya ke bibir Hindi. Begitu bibir Buron menyentuh, lidah Hindi menyambar dan melumatnya. Mata tetap terpejam dan tangan mulai memeluk Buron saat lidah Hindi semakin lekat melumat bibir Buron.

Tapi ketika Hindi membuka matanya, ia terkejut menyadari keadaannya.. Ia buru-buru menarik mundur kepalanya dan melepaskan pelukannya.

"Buron...? Ooh, kenapa jadi begini?!"

"Ak... aku aku sendiri tak tahu. Tapi... tapi kurasa ada Sesuatu yang tak beres di sekitar sini! Tunggu, aku akan memeriksanya dengan radar gaibku!" kata Buron terbata-bata. Malu sekali. Keusilannya nyaris diketahui kalau saja ia tidak segera berlagak tegang dan berlagak mencari kekuatan aneh di sekitarnya.

Buron berpura-pura lakukan semadi dengan duduk bersila dan kedua tangan merapat di dada. Tapi tiba-tiba ia benar-benar merasakan hawa panas mendekati dirinya. Buron segera benar-benar kerahkan kekuatan hawa gaibnya.

Tiba-tiba saja tubuh pemuda agak kurus itu berputar dalam keadaan duduk melayang.

Weess....! Wuuut..!

Buron menembus dinding kamarnya.

Bleess...!

Sepertinya bayangannya lenyap begitu saja. Tentu saja hal itu membuat Hindi menjerit ketakutan dan berlari menemui Mak Bariah di dapur.

"Ada apa, Neng?! Ada apa...?"

"Buron lenyap, Mak! Buron lenyap!"

"Dasar jin usil! Biarkan saja dia lenyap, Neng. Mudah-mudahan benar-benar ditelan setan deh!" ujar Mak Bariah yang menganggap Buron mulai bertingkah lagi dengan keusilannya.

Padahal waktu itu Buron benar-benar sedang mengejar Sekelebat bayangan yang ingin mendekati Hindi. Bayangan hitam itu berbentuk seperti seekor gorilla yang memancarkan cahaya biru pada tepian bentuk tubuhnya. Buron mengeluarkan hawa gaibnya, bayangan gorila itu terpental dan Segera dikejarnya dengan menembus tembok. Buron bernafsu Sekali untuk menangkap bayangan gorila tersebut.

***

Continue Reading

You'll Also Like

10.9K 593 17
Menceritakan tentang asal-usul balas dendam lampor. Bagaimana kisah awal-nya? Jangan lupa ikuti, vote dan berikan komentar, ya!
346K 25.9K 44
#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamka...
328K 28.3K 28
Warga sekitar menyebutnya Rumah Dukun. Rumah yang pernah ditinggali oleh Dukun terkenal desa ini. Rumah terkutuk yang kini aku tinggali.
25.2K 2.3K 30
[COMPLETED] Seri Cerita TUMBAL Bagian 2 Mengisahkan tentang perjalanan Yvanna yang selanjutnya, setelah selesai mengurus permasalahan Keluarga Adriat...