ABOUT FEELINGS [END]

By papeda_

103K 5.8K 625

PART MASIH LENGKAP! JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ *** Auva Ileana, seorang gadis cantik yang mengagumi... More

00 - AF
01 - AF
02 - AF
03 - AF
04 - AF
05 - AF
06 - AF
07 - AF
08 - AF
09 - AF
10 - AF
11 - AF
12 - AF
13 - AF
14 - AF
15 - AF
16 - AF
17 - AF
18 - AF
19 - AF
20 - AF
21 - AF
22 - AF
23 - AF
24 - AF
25 - AF
26 - AF
27 - AF
28 - AF
29 - AF
30 - AF
31 - AF
32 - AF
33 - AF
34 - AF
35 - AF
36 - AF
37 - AF
38 - AF
39 - AF
40 - AF
41 - AF
42 - AF
44 - AF
45 - AF
46 - AF
47 - AF
48 - AF
49 - AF
50 - AF
51 - AF
52 - AF
53 - AF
54 - AF
55 - AF
ANNOUNCEMENT

43 - AF

999 72 3
By papeda_

Malam ini, Arjun dan aku ditemani ayah dan bunda, berkumpul di ruang keluarga setelah pulang dari rumah sakit. Bunda dengan cepat memanggil tukang urut untuk meredakan ketegangan tubuh kami. Arjun diminta untuk menginap di sini, mengingat hari telah menjelang malam.

Setelah memberitahu ayah bahwa kami menjadi korban begal, padahal sebenarnya ulah anak buah Katian, ayah segera menjemput kami. Arjun mengalami terkilir di kaki dan tangan kirinya harus diperban karena luka. Sementara aku hanya mengalami luka di siku tangan kiri dan lecet di sekitar kaki.

Ketika sampai di rumah, Arjun dan aku sempat tertawa melihat keadaan masing-masing, dengan langkah pincang dan sikap kocak, sementara bunda dan ayah hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan tingkah laku kami yang tak terduga.

Tahukah kalian? Anggota Bradiz yang turut membantu kami akhirnya mendapatkan hadiah berupa makan malam dari ayah. Awalnya mereka menolak, tetapi ayah dengan tegas menyatakan bahwa mereka sudah dianggap sebagai anak sendiri. Dari situlah, mereka akhirnya mau menerima pemberian ayah.

Ketika ayah memulai obrolan, bertanya tentang kecelakaan Alvan, aku dan Arjun yang sedang asyik bermain ponsel langsung memfokuskan perhatian pada ayah.

"Iya, Ayah," jawabku, "Ana tadi dari sana lihat Alvan, pulangnya diantar Arjun malah ketemu mereka."

"Apa benar begal? Mengapa mereka melakukan serangan pada jam segitu dan menargetkan anak sekolah?" tanya ayah, menunjukkan kekhawatirannya.

Situasi ini membuat aku dan Arjun membeku, berusaha untuk tetap tenang dan mencari alasan yang kuat. Untuk sementara, kita sepakati untuk merahasiakan masalah ini dari ayah.

"Kemungkinan memang begitu, Mas," ujar bunda, mencoba memberikan penjelasan. "Sekarang ini banyak remaja yang terlibat dalam tindakan agresif dan menyerang orang lain."

Mendengar penjelasan bunda, ayah mengangguk mengerti sambil mengusap lembut pipi gembul Argan yang sedang tertidur di pangkuannya.

"Kalau kita menemui orang tersebut, aku tidak akan membiarkan dia selamat dengan mudah," tambah ayah dengan tegas, menunjukkan tekadnya untuk melindungi keluarga.

Aku dan Arjun saling menyenggol, kemudian bertatap muka dengan mata yang penuh kode dari ekspresi wajah.

"Serem juga bokap lo," goda Arjun, dan aku hanya bisa mengangguk setuju dengan komentarnya.

"Coba vidcall Alvan, Nak. Ayah ingin tahu keadaannya," kata ayah seraya memberikan petunjuk.

Aku segera mencari kontak Alvan, dan ternyata sudah ada beberapa pesan yang masuk dari dia. Tanpa ragu, aku memulai vidcall bersamanya. Panggilan itu segera diterima, dan aku melihat Alvan sedang terbaring di kasurnya. Sebuah senyuman muncul di wajahku melihatnya, terlihat seperti baru bangun tidur.

"Kenapa?" ucapnya dengan nada serak itu, sementara aku merasakan kebingungan dalam suaranya.

"Ayah ingin ngobrol sama kamu, Alvan," aku menjelaskan. Di seberang sana, Alvan mengangguk, memberikan izin untuk membuka saluran komunikasi.

Aku menyerahkan ponsel pada ayah, yang langsung disambut senyuman saat melihat wajah Alvan di layar.

"Alvan, om dengar kamu juga kecelakaan?" tanya ayah dengan nada keprihatinan yang terdengar dari suaranya.

"Iya om, tadi sore," jawab Alvan, menggambarkan situasi yang dia alami.

"Keadaan kamu gimana sekarang?" tanya ayah, terdengar kekhawatiran dalam suaranya.

"Gak apa-apa Om, cuman luka di kaki aja," jawab Alvan dengan suara yang tenang, "kebetulan waktu kecelakaan, saya pakai hodie jadi yang luka cuma di kaki."

"Syukurlah setidaknya tidak ada luka parah," ucap ayah sambil merelakan napas lega. "Ngomong-ngomong, kenapa bisa kecelakaan, Van?"

"Biasa om," jelas Alvan, "anak remaja usil nyenggol motor." Dia menggambarkan kejadian itu dengan nada santai, meskipun kejadian tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran.

Aku melihat ayah mengangguk, ekspresinya tersenyum ketika mendengar perkataan dari Alvan.

"Maaf ya om, Ana jadi ngalamin kecelakaan setelah nemuin Alvan," jelasnya dengan nada penyesalan.

"Loh, bukan salah kamu kok, Van," ujar ayah, mencoba menghibur.

"Maaf juga om, enggak bisa ke sana langsung," sambung Alvan, terdengar menyesal.

"Iya Nak, enggak apa. Justru kalau kamu ke sini dengan keadaan seperti itu, om bakal marah," kata ayah dengan nada lembut, memberikan pengertian.

Lalu, aku melihat bunda mendekati ayah. Aku dan Arjun hanya bisa menyaksikan mereka tengah berbincang, penasaran dengan pembicaraan yang sedang berlangsung di antara mereka.

"Va," panggil Arjun pelan, yang aku jawab dengan deheman.

"Kayaknya bokap lo udah nemuin calon mantu yang cocok deh," ujarnya, membuatku langsung mengalihkan pandangan pada Arjun. "Lihat akrab banget, sampai anak kandung dilupakan," tambahnya dengan nada suka cita. Aku hanya tertawa mendengarnya.

"Ya bagus dong kalau gitu, palingan abis ini lo yang ditanyain kapan nyusul?" ejekku padanya, mencoba menyelipkan humor.

"Asem!" umpat Arjun, dan aku hanya tertawa kecil mendengar reaksinya yang khas.

Lalu, ayah menyodorkan kembali ponsel milikku; ternyata, panggilan itu masih terhubung dengan Alvan. Setelahnya, ayah dan bunda pamit pergi ke kamar, meninggalkan aku dan Arjun di sini, dengan posisi aku yang menyandar pada bahunya.

"Lukanya udah diobatin?" tanya Alvan di sebrang sana, sementara aku mengangguk.

"Besok gua jemput pake mobil aja, ya?" tawar Alvan dengan perhatian.

"Gaya lo jemput pake mobil, emang punya?" goda Arjun, menciptakan atmosfer canda di antara kami.

Aku melihat Alvan menatap sengit ke arah Arjun. "Apa lo? Mau gua tumpangi juga?"

"Boleh, mumpung kaki gua lagi sakit," goda Arjun balik.

"Ntar gua tumpangi pake mobil ambulans khusus buat lo," seloroh Alvan.

Aku tertawa mendengar ucapan dari Alvan, sementara Arjun sudah memasang raut wajah masam.

"Gak gua kasih izin lo jalan sama Ana," protes Arjun dengan nada serius.

"Lah, sapa lo ngelarang? Bapaknya? Gak berlaku hak lo sama gua," balas Alvan dengan nada santai.

Arjun tiba-tiba mengambil ponselku, menatap kesal pada Alvan. "Cih, gua bikin reputasi lo jelek di mata ayah, mampus."

"Gak liat gua udah ngantongin restu sama om Satrio? Lo lupa gua udah lolos seleksinya," jawab Alvan dengan percaya diri.

"Anjing lo!" umpat Arjun dengan ekspresi kesal, lalu menyerahkan ponselnya padaku. Aku hanya bisa pasrah melihat mereka ribut; sudah menjadi hal biasa ketika Alvan dan Arjun bertemu.

"Nyadar gak sih kalian?" protesku.

"Apa?" tanya Alvan.

"Apa?" timpal Arjun.

Aku terkikik mendengar mereka berucap bersamaan.

"Kita jadi triple pincang, Alvan dikaki kanan. Lo, Njun dikaki kiri, lah gua dua-duanya," candaku, menciptakan situasi humor di antara kami.

"Buset jokesnya." Aku tertawa mendengar ucapan dari Arjun.

"Maafin gua ya? Bikin lo kaya gini," ungkap Alvan dengan raut wajah penuh penyesalan, sementara aku hanya bisa menggeleng.

"Apa sih, udah ah, ganti topik," ucapku mencoba meredakan suasana.

"Besok enggak usah sekolah lagi, ya?" tawar Arjun, mencoba memberikan opsi alternatif.

"Bolos aja bertiga di sini," sambung Alvan di seberang sana, Arjun pun mengangguk setuju dengan saran Alvan.

Aku mendelik tak suka pada mereka. Apa-apaan ini? Giliran masalah membolos, malah akur. Namun, jika bahasannya yang lain, tampaknya ceritanya akan berbeda.

"Emang lo mau berangkat sama sambel terus jalannya pincang begitu?" goda Arjun, menciptakan suasana humor di tengah percakapan serius.

"Sesekali bolos aja enggak papa," jawab Alvan dengan nada santai.

"Sisikili bilis iji inggik pipi. Halah, nanti aku tanya ayah," ucapku, mencoba mengejek Alvan.

"Bener kata Arjun, sudah kamu istirahat sehari aja dulu di sini," saran ayah yang tiba-tiba muncul di sekitar kami, membawa secangkir kopi, dan terlihat santai dengan mengenakan baju tidur. Kejutan tergambar di wajah kami, tak menyangka ayah turut menyapa kami di tengah obrolan yang cenderung kocak.

"Nanti ayah yang izinin ke sekolah kalian. Luka kalian masih basah, masih sakitkan?" tanya ayah dengan perhatian. Aku dan Arjun mengangguk, menyatakan bahwa luka kami masih terasa. "Ya sudah di rumah saja, ya? Nurut sama orang tua," lanjut ayah, memberikan saran bijak. Mau tak mau, akhirnya aku mengangguk, menerima saran tersebut.

"Nanti bunda ke sini bawain susu, diminum, ya? Salamin juga ke Alvan kalau mau main ke sini hati-hati," kata ayah lagi, menunjukkan perhatiannya terhadap keadaan kami.

"Iya om, nanti siang saya ke sana," jawabnya, berjanji untuk menjaga diri.

"Ya sudah, selamat malam."

"Malam Om."

"Malam Ayah," sambut kami berdua, mengakhiri percakapan dengan ayah yang penuh kepedulian.

Selepas peninggalan ayah, aku kembali bersandar pada bahu Arjun, masih dengan panggilan terhubung.

"Itu bahu kayanya minta gua pukul biar lebih empuk," goda Alvan, menyulut tawa di antara kami.

Mulai lagi.

"Nyindir kok di sosmed, nyindir di bahu bang," ucap Arjun sambil menepuk-nepuk pipiku, menciptakan momen keakraban.

"Anjing!" umpat Alvan, Arjun menanggapi itu dengan tawa.

Merasa gemas, akhirnya aku menggigit tangan Arjun dengan cepat, dia menarik tangannya, lalu mendorong kepalaku ke samping.

"Anjing lo, main gigit-gigit aja," kesalnya terdengar dari Arjun.

"Wle bodoamat," balasku dengan nada santai.

"Yaudah sana tidur, udah malam, enggak baik," usul Arjun dengan nada keprihatinan.

"Gitu kek nyadar," ejekku, menciptakan sentuhan humor dalam percakapan.

"Apa sih, sirik aja lo."

Sungguh lelah menghadapi mereka berdua, akhirnya aku memutuskan panggilan ini. Tak lama kemudian, bunda datang dengan dua gelas susu hangat.

"Bun, kita loh udah gede masih aja disuruh minum susu," keluh Arjun, menciptakan suasana humor.

Bunda yang mendengar perkataan Arjun hanya bisa tersenyum. "Kalian itu masih kecil, masih butuh pengawasan dan perhatian orang tua." Aku hanya diam, sambil meminum susu buatan bunda. Setelah itu, bunda pamit karena Argan menangis.

"Va, lo kenal Gisel?" tanya Arjun, memecah kesunyian di ruangan.

Mendadak aku berhenti meminum, lalu menatap Arjun yang sedang memegang gelas.

"Kenal, yang suka nemplokin orang?" Arjun mengangguk sembari meminum susu.

"Dia mantan gua waktu SMP."

Uhuk!

"Aduh perih," keluhku.

"Lagian pake kesedak segala." Arjun menaruh gelas kosong di atas meja, lalu menepuk pelan tengkukku dengan ekspresi meledek.

"Kaget gua, kok lo enggak pernah cerita?" timpalku, menciptakan nuansa humor di antara kami.

"Lah lo, enggak nanyain," jawabnya dengan nada santai.

"Idih, gak penting banget, gimana bisa pacaran woi?!" tanyaku dengan penasaran.

Lalu, Arjun menatap langit-langit sambil tersenyum tipis, mencoba mengingat kembali kilasan masa lalu.

"Bisa, dulu Gisel anaknya enggak begajulan kaya sekarang. Gua putus karena dia suka sama orang lain, bahkan orangnya gua kenal lagi," curhatnya dengan nada campur aduk antara nostalgia dan sedikit kecewa.

"Emang sapa orangnya?" tanyaku, ingin tahu lebih banyak.

"Teguh, lo enggak bakal kenal karena kita enggak satu sekolah. Intinya gua tau dia jalan sama Teguh, terus ya gitu."

"Gilaaa, ada ya cewek kek dia."

"Adalah noh bukti disekitar lo."

"Gak ngerti gua sama Gisel, kek dia cari apa sih? Nemplok sana sini?"

"Yo enggak tau kok tanya saya," jawab Arjun dengan santai.

Aku memukul bahunya. "Kan lo mantannya ege."

"Bodoamat, kagak ngurus juga. Bubar gua ngantuk pengen tidur," ucapnya sembari beranjak, menutup obrolan malam itu dengan nada santai.

Arjun berdiri dan perlahan berjalan dengan langkah tertatih-tatih menuju kamar tamu. Lalu, aku menyadari satu hal, bagaimana aku kembali ke dalam kamar? Kedua kakiku hampir mati rasa karena luka yang dibiarkan terbuka.

Tidak mungkin aku berteriak meminta tolong pada ayah. Mungkin dia sudah tidur setelah kerja seharian di kantor.

Ya, baiklah, mungkin aku bisa pakai cara mengesot di lantai? Akan tetapi siku kiriku sedang sakit. Aku mencoba untuk jalan, satu langkah, dua langkah, mungkin tidak masalah. Namun, setelah langkah kelima, ini terasa sangat sakit. Aku menyender pada pinggiran sofa, terpaksa memanggil kedua orang tuaku dengan hati yang berdegup kencang.

"Ayaaah," seruku memanggil ayah.

"Bunda," lanjutku sambil memanggil bunda.

"Auva minta tolong boleh?" teriakku, meski tak keras karena ini malam hari.

Lalu aku melihat ayah keluar kamar dan menghampiri aku, masih memakai kacamata kerjanya. Ayah tertawa kecil, "anak ayah lagi belajar jalan ya, Nak? Sini mau ayah bantu?" tanya ayah sambil tersenyum, memberikan bantuan dengan penuh kehangatan.

Aku mengangguk sambil tersenyum, lalu mengulurkan kedua tangan. "Gendong ayah hehe," ajakku dengan ringan.

Ayah tertawa, lalu menggendongku menuju kamar. Luka disiku kiriku sempat terkena lengan ayah, dan itu terasa sakit. Ayah meminta maaf karena tidak sengaja menyenggol siku kiriku.

Sampai di kamar, ayah langsung mengecek luka yang ternyata perbannya terbuka. Ayah mengobatinya dan tak lupa beliau bilang untuk dibuka saja dulu perbannya, besok pagi baru dipasang kembali. Setelah itu, ayah pamit keluar, dan aku mencoba untuk tidur, memejamkan mata, lalu menyelami alam bawah sadar.

Selamat malam dunia.

ー ABOUT FEELINGS ー

Continue Reading

You'll Also Like

548K 20.8K 34
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
46.6K 1.6K 47
Kaira adalah seorang bad girl dengan rupa seorang gadis yang berwajah polos. Tapi, sifatnya tidak sepolos wajahnya. Kaira adalah seorang bucinlovers...
1.6M 112K 46
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
1.1M 26.6K 17
(Belum revisi) Part yang hilang ada di karyakarsa : deynaraa Bantu follow yuk sebelum baca, hehe Kisah gadis cantik, Claire yang mengejar seorang la...