Iris menggunakan dress keduanya ketika malam tiba. Akan ada sebuah pesta dansa dan perjamuan untuk tamu-tamu yang hadir. Kebanyakan dari mereka adalah tamu yang hadir dari luar kerajaan.
Gadis itu sengaja mencari dress yang belahan dadanya cukup rendah. Dia ingin melihat bagaimana reaksi Hansen ketika melihat dirinya memakai dress yang cukup terbuka.
Lagi pula dress ini yang paling pas di tubuhnya. Jadi jika suaminya itu bertanya Iris memiliki alasan yang kuat.
"Berikan aku lip gloss. Aku tidak ingin terlalu berwarna cukup berkilau saja." ucap Iris pada Ari.
"Queen King sedang berjalan menuju kemari." bisik seorang maid.
Iris meremas gaunnya. Jika Hansen menemuinya sekarang dan pria itu menyuruhnya ganti dresd. Oh no! Ini tidak boleh sampai terjadi.
"Katakan padanya tunggu aku di luar."
"Tapi King pasti memaksa untuk masuk, Queen." Maid itu menunduk takut melihat tatapan tajam Iris.
Ah, ini tidak boleh dibiarkan. Batin Iris berpikir.
"Ari apakah sudah selesai? Aku harus segera keluar sebelum dia kemari." ucap Iris mulai panik. Sebenarnya tidak harus ada yang dipanikkan oleh gadis itu. Dia bisa melawan Hansen dengan kata-kata pedasnya.
Tapi karena rencana ini sudah disusun terbaik mungkin dan takut gagal. Jadi Iris tremor!
"Sudah Queen."
Iris sedikit berlari keluar dari ruangan itu dengan mengangkat gaunnya. Ari dan beberapa maid lainnya lantas menggelengkan kepalanya heran. Tidak ada anggun-anggunnya sama sekali ratu mereka itu. Bagaimana jika tersandung dress dan nyungsep.
Dan benar saja! Hansen melemparkan tatapan tidak suka melihat dress yang digunakan Iris. Tetapi Gadis itu dengan cepat mengamit lengan Hansen dan melemparkan senyuman manis. Dalam hati berharap semoga pria itu tidak membahas dress-nya. Ternyata cukup menjengkelkan punya suami posesif.
"Ayo berangkat. Para tamu pasti sudah menunggu kita." ucap Iris sedikit di manis-maniskan. Padahal itu hanya akting!
Hansen awalnya bingung tetapi gemas dengan Iris. Jadi pria itu melayangkan kecupan di pipi Iris. Di tambah dengan senyum yang mengembang di pipinya. Tumben sekali istrinya itu melunak.
"Jangan pikir aku tidak tahu jika kau sedang mengalihkan perhatianku." bisik Hansen di telinga Iris. Sontak Gadis itu meneguk ludahnya kasar.
Iris tertawa kecil, matanya bergerak ke segala arah asal tidak menatap Hansen. Mereka mulai berjalan beriringan di lorong itu menuju aula.
"Mengalihkan apa? Aku hanya tidak ingin membuat tamu kita menunggu." Dalam hati Iris ingin memukul kepalanya karena itu alasan yang terbodoh yang pernah dia ucapkan.
"Kau tidak menatapku ketika berbicara." ucap Hansen meraih dagu Iris. Gadis itu berpura-pura memasang wajah kesal.
"Lalu kau ingin aku seperti apa. Seperti ini!" Iris memelototkan matanya dengan pipi mengembung, "Atau seperti itu." Kemudian Gadis itu merubah ekspresinya. Wajah merengut dengan bibir melengkung ke bawah.
Karena tidak kuat melihat ekspresi menggemaskan yang dikeluarkan Iris. Sontak Hansen tertawa dan mencium bibir gadis itu dengan sedikit hisapan. Rasanya dia ingin membawa Gadis itu ke kamarnya. Bukan aula!
"Baiklah, kali ini Aku mengalah. Tapi lain kali aku akan membungkusmu. Jika kau berani menggunakan pakaian seperti ini lagi."
Iris terkekeh kecil, gadis itu tidak segan memeluk lengan Hansen. "Lagi pula punya tubuh bagus. Apa salahnya sedekah sedikit." canda Iris memancing Hansen.
"Queen jangan mulai." ucap Hansen penuh peringatan. Mata pria itu seperti laser yang siap membolongi tubuh seseorang.
"Iya, iya. Kau ini posesif sekali."
**********
"Queen!"
Iris mengalihkan pandangannya ketika merasa dirinya dipanggil. Gadis itu memicingkan matanya dan tersenyum ketika melihat Regil. Pria itu tampak tampan dalam balutan pakaian rapi.
Kaki Iris perlahan mulai melangkah. Tetapi sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Iris melihat siapa yang berani menahannya, Hansen.
"Kau mau kemana, Queen?" tanya Hansen dengan kening yang berkerut.
"Aku akan menemui seseorang. Kau mengobrol saja dengan mereka." ucap Iris tersenyum tipis. Untuk saat ini Gadis itu memerankan perannya sebagai ratu yang anggun.
Sebenarnya Hansen enggan jauh-jauh dari Iris. Tetapi pria itu juga tidak mungkin meninggalkan tamu. "Jangan terlalu lama dan cepat kembali."
Iris menganggukan kepalanya patuh. Kemudian Gadis itu berjalan mendekati Regil. Pria itu lantas menunduk hormat ketika Iris berada di hadapannya.
Gadis itu celinga celinguk karena merasa ada yang kurang. "Dimana Elgo?"
Regil tersenyum canggung. Sebenarnya dia merasa tidak enak untuk mengatakan ini. "Dia kembali kepada kehidupannya yang lama."
Iris menganggukan kepalanya. Dia sudah menduga itu akan terjadi sejak awal. Lagi pula dia juga tidak terlalu mengharapkan Elgo setia. Terlihat sekali Jika pemuda itu memang sedikit bad boy.
"Tetapi tenang saja, Queen. Dia tetap mendukungmu dari belakang."
"Lalu kenapa kau tidak ikut dengannya?"
Regil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku akan mengikuti langkahmu Queen. Karena sepertinya hidupku akan lebih menarik ketika aku terus berada di belakangmu."
Iris tidak cepat tersanjung dengan kata-kata Regil. Gadis itu melipat tangannya di depan dada dan mengetuk-ngetuk jarinya di lengan. "Aku akan memegang ucapanmu. Tapi aku sangat tidak menyukai penghianat. Kau mengerti?"
Regil tertawa kecil. "Tentu Queen." Lagi pula tidak ada orang yang menyukai penghianatan di dunia ini pikirnya.
"Nikmatilah pestanya, aku harus kembali."
Pria itu tersenyum maklum. Kemudian menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Namun ketika Iris berbalik. Ada dua orang wanita yang menghalangi langkahnya. Gadis itu lantas menaikkan sebelah alisnya dengan wajah bingung yang anggun.
"Kami kira Queen tidak terlalu akrab dengan orang lain. Tapi ternyata..." Salah seorang wanita itu melihat ke belakang Iris. Dimana Regil berada, "Dapat mengobrol dengan putra bangsawan yang terkenal dingin."
"Apa aku mengenal kalian?" tanya Iris heran. Kedua wanita itu mengatakan seakan begitu mengenal dirinya. Sok kenal sok dekat banget! Mana nggak ada hormatnya sama sekali sama ratu sendiri pikir Iris sebal.
"Ah, ya. Saya Mia istri tertua Robert. Mama almarhum selir Maria." Wanita itu menyodorkan tangannya. Tetapi Iris hanya melihatnya tanpa minat.
Sontak Mia menarik tangannya kembali dengan wajah malu. Jelas sekali dia tersinggung dengan sikap Iris. Sebelumnya tidak ada berani yang seperti itu kepadanya.
"Saya Rosella, istri dari tetua Afen. Sekaligus Mama dari selir Fiona." ucap Rosella dengan senyum manis. Wanita itu menyodorkan tangannya. "Bukankah tidak sopan jika tidak membalas uluran tangan seseorang, Queen."
Iris tersenyum kecil tanpa rasa tersinggung. Mata Gadis itu terlihat tenang namun ada binaran malas didalamnya. "Moodku sedang buruk. Jadi daripada aku meremukkan tulang jari kalian. Akan lebih baik jika tidak membalas saja."
Rosella lantas menarik kembali uluran tangannya. Dalam hati wanita itu menggeram karena sedikit tersinggung mendengar perkataan Iris. Sombong sekali wanita ini pikirnya kesal. Tentu saja lebih baik putrinya yang berpendidikan tinggi dan dari bangsawan kelas atas.
"Queen begitu cantik. Dari wilayah manakah anda berasal?" tanya Rosella dengan sedikit menaikkan nada bicaranya. Memiliki berapa orang yang sedang ngobrol jadi melihat mereka.
"Kami dengar Queen ditemukan King dari hutan dalam." tambah Mia dengan wajah pura-pura kaget. "Apakah itu benar?"
Beberapa orang lantas berbisik-bisik mendengar berita yang diucapkan Mia. Mereka juga pernah mendengar itu tapi hanya bisa bertanya-tanya tanpa menemukan jawaban.
Iris mendecih sinis dalam hati. Kedua wanita ini sengaja memancing keributan. Dia akan meladeni jika mereka ingin bermain.
Baru saja Iris akan membuka suara. Seseorang lebih dulu bersuara lantang yang membuat semua orang menatapnya.
"Dia keponakanku!"
**********
Jangan lupa tinggalkan jejak komen ataupun kalau ada typo ☺️
Update kali ini dipersembahkan buat kalian yang banyak komen terima kasih banget 🥰