ABOUT FEELINGS [END]

By papeda_

103K 5.8K 625

PART MASIH LENGKAP! JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ *** Auva Ileana, seorang gadis cantik yang mengagumi... More

00 - AF
01 - AF
02 - AF
03 - AF
04 - AF
05 - AF
06 - AF
07 - AF
08 - AF
09 - AF
10 - AF
11 - AF
12 - AF
13 - AF
14 - AF
15 - AF
16 - AF
17 - AF
18 - AF
19 - AF
20 - AF
21 - AF
22 - AF
23 - AF
24 - AF
25 - AF
26 - AF
27 - AF
28 - AF
29 - AF
30 - AF
31 - AF
32 - AF
33 - AF
34 - AF
35 - AF
36 - AF
37 - AF
38 - AF
40 - AF
41 - AF
42 - AF
43 - AF
44 - AF
45 - AF
46 - AF
47 - AF
48 - AF
49 - AF
50 - AF
51 - AF
52 - AF
53 - AF
54 - AF
55 - AF
ANNOUNCEMENT

39 - AF

1K 74 7
By papeda_

Aku terbangun di tempat sepi, udara dingin menusuk kulitku. Tempat ini kotor seperti gudang, membuatku termenung sejenak. Sadar bahwa aku berada di ruangan penuh dengan barang tak terpakai, bahkan beberapa alat, aku bangkit dan berlari menuju pintu, berharap tidak terkunci.

Ternyata, pintu itu tidak terkunci. Aku membukanya dan melangkah keluar, menemui pemandangan ruang terbuka yang sangat luas. Sepertinya rumah mewah ini kosong.

"Anjing!"

Suaranya memecah keheningan di lantai bawah, membuatku menyadari bahwa aku berada di lantai atas. Segera, aku menuruni tangga untuk mencari asal suara itu. Di lantai bawah, aku bingung melihat beberapa pintu. Aku mendekati pintu yang terdekat dengan tangga.

Dengan hati-hati, aku membuka pintu tersebut, dan kaget melihat ruangan dipenuhi senjata tajam. Aku mundur dan berusaha melarikan diri ke pintu kedua yang terlihat paling dekat bagiku. Sesampainya di sana, bau ruangan membuatku kaget, terutama dengan banyaknya kulkas di sekitar. Dengan rasa penasaran, aku membuka salah satu kulkas. Namun, terkejut hingga tak kuat menahan berat tubuhku. Aku jatuh saat melihat kepala seseorang di dalam kulkas.

Kepala itu berguling dan menyentuh kakiku, air mataku menetes ketika menyadari itu adalah kepala Naka. Rasa takut menyelubungi diriku, terutama ketika melihat rak khusus yang menyimpan bola mata dan organ tubuh lainnya.

"Naka ... ini enggak mungkin."

Sambil menangis, aku menyaksikan jasad Naka. Wajahnya memang sama, tetapi di mana tubuhnya? Apakah daging di sini benar-benar daging manusia?

"Katian, anjing!"

Teriakan Alvan memecah keheningan. Apakah Alvan telah jatuh ke tangan Katian? Jika iya, aku harus menyelamatkannya. Aku bergegas keluar dari ruangan itu, mencari sumber teriakan tadi. Memaksa membuka pintu berwarna hitam, aku menemukan Alvan terikat dengan Katian yang memegang cambuk.

Aku menangis melihat Alvan penuh luka akibat perlakuan Katian, berteriak memanggil namanya sekuat tenaga hingga keduanya menatapku. Meski dalam keadaan sulit, Alvan masih menatapku dengan tatapan sendu. Berbeda dengan Katian yang tersenyum sumringah.

"Udah bangun rupanya, gimana perasaan lo sekarang?" Dia sepenuhnya gila.

Alvan sangat lemah, ingin mendekatinya, tetapi anak buah Katian tiba-tiba mencekal kedua tanganku dengan kuat.

"Shutt ... diem di situ, cukup tangisi cowok lo ini," katanya sambil mendekati Alvan.

"Jangan, Katian!"

Aku berusaha melawan anak buah Katian. Namun, malah membuat lenganku semakin sakit. Meski begitu, aku tak peduli karena nyawa Alvan yang lebih penting.

"Hei, hei jangan menangis dulu," ujarnya sambil tersenyum ke arahku.

"Lepasin Alvan, Katian!"

Dia tertawa keras sambil mencengkram dagu Alvan dengan keras. "Al, lihat, cewek lo di sana nangis. Lo nggak mau peluk kayak biasanya? Enaknya gua apain ya cewek lo?"

Aku melihat Alvan menatap tajam Katian dari kejauhan, tangannya menggenggam erat. Aku masih berusaha melepaskan diri dari cengkraman anak buah Katian.

"Biarin gua mati, asal bebasin cewek gua!" Katian tertawa dengan keras.

"Oh, menyerahkan diri demi seorang gadis?" cibirnya.

Dia mulai menusukkan pisau lipat ke perut Alvan, aku hanya bisa menangis sambil menatapnya. "Kasih tahu gua, gimana rasanya dicintai oleh orang yang lo cinta?"

Kemudian, Katian mendorong tubuh Alvan sehingga tali terputus, dan Alvan jatuh tersungkur dengan pisau masih tertancap di perutnya.

"Alvan, aku mohon, bertahanlah!"

"Hahaha, meraunglah sekuat yang lo bisa, Auva!"

Aku mengigit tangan anak buah Katian dengan rasa marah, lalu mendekati Alvan. Meraih tubuhnya, kudekap erat. Alvan masih bisa menatapku dengan pandangan sayu.

"Al, harus kuat, ya? Ayo kita keluar dari sini."

Dia menggeleng pelan, "Enggak, Na, lo yang harus pergi dari sini sekarang," ujarnya sambil mengusap air mataku.

Kali ini, aku menggeleng cepat, mengelus pipinya yang penuh sayatan. "Gua... enggak apa-apa, cantiknya gua enggak boleh nangis. Ceweknya Alvan itu kuat, jadi enggak boleh nangis nanti cantiknya hilang. Pergi dari sini, ya? Sekalian pindah yang jauh dan hidup tanpa gua, bisakan sayang?" katanya.

Aku semakin menangis mendengar ucapan yang terdengar putus asa itu; tidak mungkin aku bisa meninggalkan dia sendirian di sini dalam kondisi seperti ini.

"Enggak! Kamu ngomong apa sih, Al? Ayo, kamu pasti bisa bertahan!"

Alvan tersenyum, senyum yang biasa dia tunjukkan kepadaku. "Janji sama gua, setelah ini, lo harus hidup bahagia tanpa gua. Lo enggak sendiri, masih ada Bradiz, bahkan ada Arjun yang bakal selalu ada buat lo, Na. Bilangin ke om Satrio, maaf gua gagal jagain putri kecilnya ini. Sampein maaf ke Bunda karena gua pasti gagal jadi mantu idamannya."

Aku menggeleng brutal, tidak setuju dengan ucapannya. "Enggak ... kamu pasti bisa bertahan, aku yakin pasti ada yang datang ke sini," kataku dengan suara parau.

Dia menggelengkan kepala sambil menggenggam tanganku dan tersenyum tulus. "Gua enggak bakal selamat, Na. Janji setelah ini harus kuat, oke? Cewek gua itu kuat," ucapnya sambil menangis.

Kulihat Katian datang sambil memegang pistol di tangannya, aku semakin menangis dan mendekap erat tubuh Alvan. "Lama, gua kirim aja kalian semua. Seharusnya lo berterima kasih sama gua, Al. Gua kirim lo berdua sama cewek kesayangan lo itu."

Katian tersenyum menyeringai, mengangkat pistol dan menodongkannya langsung ke arah kami. Aku hanya bisa berharap ada bantuan dari siapa pun.

"Bersiaplah, gua kirim kalian bersama."

Aku menatap Alvan yang terus tersenyum padaku, matanya menyelusuri tatapanku dengan begitu dalam, seakan itu benar-benar tatapan terakhirnya. Tak banyak yang bisa kulakukan untuknya dan diriku sendiri.

Dorr!

Aku terdiam dengan pandangan kosong, menatap tubuh Alvan yang terjatuh di atasku. Alvan melindungi aku? Aku bisa merasakan gelayaran hangat mengalir di perutku.

"Ana, gua sayang banget sama lo."

Alvan mulai memejamkan matanya, aku mendekap erat tubuhnya yang sudah melemah. Tubuhnya begitu dingin, membuat aku menggelengkan kepala, menangisi kepergiannya.

Akhirnya, aku memilih untuk memejamkan mata, menahan perasaan sesak yang memenuhi relung hatiku. Katian tertawa puas, tawanya menggema di ruangan ini. Aku masih menangisi kepergian Alvan, hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran dan tak tahu lagi apa yang terjadi.

"Va, Auva, hei! Bangun, Auva!"

Aku merasakan beberapa kali tepukan pada pipiku, membuat aku terusik dan perlahan membuka mata. Terkejut ketika menyadari bahwa Naka dan yang lainnya sudah ada di sana.

"Hei, lo kenapa tidur sambil nangis, hm?" tanyanya.

Aku masih mencerna ucapan darinya; bukankah Naka sudah dipenggal? Kenapa dia masih ada di sini? Tersadar bahwa aku masih berada di dalam kelas dengan posisi yang kurang nyaman.

"Hei, lo kenapa gua tanya?" tanya Naka sekali lagi.

"Va, lo enggak apa-apa 'kan? Soalnya dari tadi lo tidur sambil nangis," ujar Amel sambil menyodorkan sebuah tisu ke arahku.

"Gua baru kali ini lihat lo tidur di jam pelajaran sampe istirahat," imbuh Romi.

Aku menangis dalam tidur? Segera aku memegang pipiku; benar saja, pipiku terasa lembab. Mengusapnya dengan tisu yang diberikan oleh Amel, aku mencoba menyembunyikan rasa malu.

"Lo mimpi buruk, ya?" tanya Naka secara hati-hati, membuat aku mengangguk pelan.

Aku seperti orang yang kehilangan arah, menatap kedua tanganku sambil membolak-balikkannya. "Tadi ... ada darah, banyak ...." Berat rasanya mengingat semuanya, membuat aku berkaca-kaca tanpa sadar.

"Udah, udah, jangan diceritain lagi, oke?" Amel mendekat ke arahku lalu mengusap punggungku dengan perlahan.

"Panggilin Alvan, bilang Auva nangis," perintah Naka yang diangguki Romi.

Dari sini, aku bisa melihat bahwa tempat dudukku sudah dikelilingi oleh yang lain. Aku hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong, masing-masing kejadian terngiang jelas dalam pikiranku.

Tak lama kemudian, Alvan datang sambil berlari, Amel berpindah posisi, membuat Alvan yang kini sudah berada di samping kananku. Dia segera mengambil bangku lain, duduk, dan menatapku.

Merasa tubuhku tidak merespon, Alvan menarikku ke dalam pelukannya. Dia memelukku sambil mengusap punggungku, memberikan beberapa kata penenang. "Gua di sini, semuanya akan baik-baik saja, percaya sama gua."

"Aku takut, Al," ucapku dengan pelan.

"Takut kenapa, hm? Enggak usah takut, gua ada di sini, Na. Mau nangis? Enggak apa, nangis aja. Gua tungguin. Abis ini jangan begini lagi, ya?" Entah mengapa mendengar ucapan lembutnya membuat aku kembali menangis dipelukannya.

"Woi, air putih! Ka, Ka botol minum buat Ana." Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, yang jelas, aku menumpahkan semua tangisku ke Alvan—rasa takut, khawatir, semuanya aku tumpahkan detik itu juga.

"Loh, kok makin kencang? Kenapa, sayang? Udah ya, nanti sesak." Aku berusaha mengendalikan diri agar tenang, tetapi bayangan tadi terasa sangat nyata.

"Minum dulu, ya?" Aku mengangguk menerima botol minum itu lalu meminumnya dengan perlahan.

"Mau cerita sekarang?" tanyanya sambil merapikan rambutku lalu mengikatnya menjadi ekor kuda.

Aku menggelengkan kepala pelan, Alvan mengangguk paham. "Nanti cerita kalau siap, gua pasti selalu ada," katanya. Tanpa memperdulikan sekitar, Alvan membawaku pergi dari kelas, meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan tindakan Alvan tadi.

Sedikit terhibur dengan raut wajah mereka semua, setidaknya itu hanya mimpi. Bukti bahwa Alvan masih di sini dan akan selalu bersamaku. Semoga mimpi itu tidak pernah menjadi kenyataan.

Iya, semoga saja.

ー ABOUT FEELINGS ー

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 122K 56
Dari sekian banyaknya rasa sakit, kenapa dari keluarga yang paling mengesankan rasa sakitnya. *** #Highest Rank 3 in Brokenhome [26Sep2021] #Highest...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6.1M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
657K 25.8K 37
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
46.8K 1.6K 47
Kaira adalah seorang bad girl dengan rupa seorang gadis yang berwajah polos. Tapi, sifatnya tidak sepolos wajahnya. Kaira adalah seorang bucinlovers...