ASAVELLA [TERBIT] ✓

By jerukminii

9.2M 660K 52.2K

Aku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinteres... More

Asavella 🍁
Asavella 🍁2
Asavella 🍁3
Asavella 🍁4 +
Asavella 🍁5
Asavella 🍁6
Asavella 🍁7
Asavella 🍁8
Asavella 🍁9
Asavella 🍁10
Asavella 🍁11
Asavella 🍁12
Asavella 🍁13
Asavella 🍁14
Asavella 🍁15
Asavella 🍁16
Asavella 🍁17
Asavella 🍁18
Asavella 🍁19
Asavella 🍁20
Asavella 🍁21
Asavella 🍁22
Asavella 🍁23
Asavella 🍁24
Asavella 🍁25
Asavella 🍁26
Asavella 🍁27
Asavella 🍁28
Asavella 🍁29
Asavella 🍁30
Asavella 🍁31
Asavella 🍁32
Asavella 🍁33
Asavella 🍁34
Asavella 🍁35
Asavella 🍁36
Asavella 🍁37
Asavella 🍁38
Asavella 🍁39
Asavella 🍁40
Asavella 🍁41
Asavella 🍁42
Asavella 🍁43
Asavella 🍁45
Asavella 🍁46
Asavella 🍁 47
Asavella 🍁48
Asavella 🍁49
Asavella 🍁50
Asavella 🍁51
Asavella 🍁52
Asavella 🍁53
Asavella 🍁54
Asavella 🍁55
Asavella 🍁56
Asavella 🍁57
Asavella 🍁58
Asavella 🍁59
Asavella 🍁60
Asavella 🍁61
Asavella 🍁62
Asavella 🍁63
Asavella 🍁64
Asavella 🍁65
Asavella 🍁66
Asavella 🍁67
Asavella 🍁68 pt.1
Asavella 🍁 68 pt.2
Asavella 🍁69 pt.1
Asavella 🍁 69 pt.2
Asavella 🍁70 (A)
Asavella ending?
ENDING ASAVELLA
EPILOG
ARKHAN : AKU JUGA PERNAH BAHAGIA
VOTE COVER ASAVELLA
OPEN PRE ORDER ASAVELLA
ASAVELLA 2: BALLERINA BERDARAH

Asavella 🍁44

85.9K 7.8K 333
By jerukminii

Lampu kamar yang tidak menyala dari semalaman menjadi saksi bagaimana sosok gadis yang terduduk diam dan menjadikan dua kakinya sebagai rangkulan dan tumpuan dari kepala yang sudah tak bisa ia angkat tegak karena tempurung yang menompa banyak luka.

Mata sembab yang baru terpejam beberapa menit harus terbuka perlahan. Ketika sinar matahari berhasil masuk melalui sela-sela gorden kamarnya.

Bahkan, suara decitan pintu kamar juga mulai terdengar. Seakan, ada yang membuka. Dan benar saja firasat itu, ada dua bayangan perempuan yang mencoba masuk.

Langkah kecil dari pemilik bayangan itu mulai mendekat. Menghidupkan lampu kamar Asavella tanpa permisi dari pemiliknya. Betapa ia mulai terkejut—jikalau kamar dari gadis yang mereka kunjungi benar-benar berantakan melebihi kapal pecah yang hendak tenggelam di makan samudra.

Serpihan kaca dari cermin berserakan dan begitu membahayakan. Bagaimana medali dan piala yang begitu berharga dihancurkan tanpa sisa. Piagam non akademik dan akademik yang Asavella peroleh penuh perjuangan juga sudah tidak berbentuk utuh lagi untuk menghias dindingnya. Potongan rambut juga berada di mana-mana bersama dengan gunting besar.

Keheningan menyapa ketiganya dengan saling berkontak mata. Asavella menghela napas berat—beranjak berdiri sedikit goyah untuk mengambil sapu.

Membersihkan beberapa serpihan kaca dan potongan dari rambutnya, sebelum ia mendekati Mutiara serta Jysa dan bertatapan sangat dekat.

Ya. Dua gadis berseragam menghampiri sosok gadis di mana potongan acak rambut, mata bengkak, tatapan hampa membuat mereka membungkam sejenak. Hingga salah satu dari mereka membuka jalan berdialog.

“Kenapa harus rambut, Vel?” lirih Mutiara yang tidak bisa mengungkapkan lebih jauh bagaimana surai Asavella yang kemarin Mutiara lihat sudah melebihi pundak kini terpotong hingga begitu pendek.

“Lo potong rambut lo? Lagi?” Jysa mendekat—memberanikan diri lebih dekat dengan saudarinya.

"Gue masih potong rambut, kak. Seharusnya kakak bersyukur. Karena aku, enggak potong umur aku kemarin," lirihnya untuk menyadarkan saudarinya.

Mutiara juga mencoba meraih puncak kepala Asa—memegang rambut gadis itu dan memastikan ini bukan rambut asli Asavella. “Vel …, enggak gini. Brian bakalan sedih.”

Asavella menyingkirkan tangan Mutiara dari rambutnya. “Inget, Ra. Gue musuh lo dan inget sebenci apa lo sama gue di sekolah. Lo juga mau jadiin gue korban manipulatif lo setelah Harta kali ini?”

“Enggak, Vel. Enggak,” tanggap Mutiara seraya melambai tangan cepat.

“Ca, Brian bakalan kecewa sama lo kalo Brian lihat semua ini. Brian bakalan gagal jaga lo. Jangan egois,” peringat Jysa menatap dalam mata saudarinya.

“Rambut lo udah pendek, kenapa lo potong lagi, ha? Nggak sekalian botakin rambut lo! Seberapa banyak rambut yang lo potong!” tegun Jysa yang sedikit kesal. Asavella selalu tertangkap basah Jysa tidak sekali dua kali memotong rambut tiap setahun sekali ataupun dua kali.

Jysa menatap kecewa. “Asal lo tau. Selain lo kecewain Brian, lo juga ngecewain mamah, Ca.”

Asavella terbungkam. Bagaimana saudari tertuanya ini tengah menyadarkan kesalahan yang di mana Asavella tidak bisa menyebut jikalau ia memotong rambut sebagai suatu kutukan kesalahn terbesar.

“Gue juga kecewa dengan diri gue di level yang hancur ini.” monolog Asa yang menatap balik penuh dalam dua mata yang mirip dengannya—di mana kini menjadi lawan bicaranya.

"Tapi, gue bahagia. Gue cuma potong rambut dan enggak potong umur gue sendiri," tambahnya sembari tersenyum dan anggukan samar.

“DAN FAKTANYA LAGI, RAMBUT GUE, ENGGAK AKAN PERNAH PANJANG! PUAS?” oktaf yang rendah melambung tinggi dengan tatapan penuh amarah ke arah sang kakak.

“RAMBUT LO BISA PANJANG KALO LO BISA KENDALIIN DIRI LO!” gertak balik Jysa penuh amarah yang tidak ingin kalah.

"LO MANA TAU RASANYA DIHABISIN SAMA KELUARGA SENDIRI KARENA LO ANAK KESAYANGAN PAPAH SAMA MAMAH!"

"MAMAH SAYANG LO ASA!"

"MAMAH GAPERNAH SAYANG GUE! KALOPUN SAYANG! KENAPA PAS GUE BARU NGERASAIN DISAYANGI MAMAH PERGI TANPA AJAK GUE!!"

Bagaimana pagi-pagi bolong dua saudari itu mulai berdebat ego tanpa sadar.

Asa membuang muka sejenak. “Kenapa lo seakan peduli sama gue, hari ini? Kemana lo selama ini, kak! Kemana? Kemana diri lo kemarin malem waktu papah hajar gue habis-habisan! Lo selalu datang terlambat! Sekalinya dateng lo kasih kehidupan, di saat gue butuh lo, lo memberi kematian!”

“Gue benci lo, kak,” final Asavella dengan mata yang kembali berkaca-kaca—walaupun dirinya sudah tidak siap untuk menangis kembali.

Jysa melipat bibirnya kedalam—dan kemudian menggigit bibir bagian bawah. Hatinya serasa hancur di kala lawan bicaranya mengatakan kalimat tidak suka kepadanya. Seharusnya ia senang mendengar ini, bahkan kembali mengatakan kalimat sama kepada lawan bicaranya. Tapi berat.

“Lo tau nggak, kak?” Asa mendekat—mensejajarkan tubuhnya begitu dekat dengan Jysa. Mutiara hanya bisa diam dan melihat bagaimana kakak beradik itu saling kecewa walaupun tak terungkap secara lisan.

“Gue cemburu liat rambut lo selalu terurai panjang,” lirih Asa meraih puncak kepala Jysa. Mengusap rambut panjang Jysa dengan begitu lembut. Berharap suatu saat nanti, rambutnya juga secantik milik saudarinya.

“Gue hancur, tiap kali lihat rambut lo, kak.”

“Gue hancur tiap potong rambut gue, kak.”

“Ke-kenapa, gue enggak sekalian potong umur gue?” tanya Asa pada dirinya sendiri dan menjauhkan tangannya seusai mengusap tiap helai surai lebat milik Jysa.

Jysa menurunkan pandangannya. Mengepalkan tangan hingga urat nadinya terlihat jelas.

“Gue. Hancur. Kak,” ulang lawan bicaranya.

Ia pun menutup mata—membalik tubuh kasar dan pergi meninggalkan Asa dan Mutiara sendirian. Mereka yang masih diam, tidak tahu langkah Jysa akan membawanya kemana.

“Lo selalu pergi dikala gue ingin sebuah pelukan kecil dari lo, kak.”

Asavella menghela napas berat. Memilih berjalan tertatih kembali menuju lemari baju dan mengambil seragam sekolah. Di sisi lain Mutiara yang masih tetap dalam posisi memilih untuk mengekori Asavella dan berusaha untuk meraih pergelangan gadis yang di mana itu sudah menjadi saudari tirinya.

“Minggir! Dan jauuhin tangan lo.”

“Jangan sampai gue sakiti lo, Ra. Jaga baik-baik janin lo. Jangan sampai emosional gue meluap ke lo dan melukai janin yang enggak berdosa itu,” peringat Asavella yang seraya membanting keras tangannya untuk terlepas dari genggaman sosok gadis yang masih bersamanya.

“Sakiti gue, Vel. Kalo itu, alasan buat cara gue dapat maaf dari lo. Lo pikir gue suka hidup bersampingan sama bokap lo? Enggak, Sa,” sela Mutiara yang berhasil menghentikkan langkah Asavella.

Asa memejam sejenak. Menarik napas pelan dan membuangnya. “Gue bukannya gamau maafin kesalahan lo, Ra. Tapi, gue udah enggak respect sama lo."

"Gue tau itu. Lo dan mami lo, cuma ngincer kekayaan Bara. Bukan lain lagi. Tapi, lo juga dapet kasih sayang kecil yang gue sama sekali enggak pernah dapetin. Gue cemburu!”

“Lo cuma tau sisi dari apa yang Bara kasih ke gue, Vel. Lo enggak tau kalau Bara selalu tuntut gue jadi lo. Bahkan, Bara enggak berhenti banding-bandingin gue sama lo!”

“Gimana reaksi Bara, kalo tau gue hamil! Gue mungkin bakalan yang habis lebih dulu.”

“Kalau itu menjadi alasan lo buat masih benci gue, setidaknya dengerin musuh lo ini, Vel. Setidaknya sekali,” mohon Mutiara yang berjalan mendekati posisi titik Asavella berdiri.

Ia meraih dua bahu gadis itu dan membalikkan badan gadis itu. “Dengerin gue walaupun satu kali. Jangan, mandi atau ganti baju di kamar ini mulai saat ini, Vel.”

Asavella berdecak. “Lo gabisa ngatur gue mau mandi atau ganti baju di sini. Sekalipun gue mati di sini. Ini kamar gu—”

“—ada kamera kecil di sini.”

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Asavella sekali lagi merenung pada kursi panjang yang berada dilorong. Rambut pendeknya menjadi pusat perhatian beberapa siswa-siswi yang melihatnya. Masker hitam yang menjadi tempat persembunyian luka pada bibirnya. Kaca mata hitam menjadi penutup mata sebab. Serta topi putih yang dijadikan penutup rambut yang ia potong acak walaupun tidak keseluruhan menutupi.

“Dih, dia niat sekolah, atau gaya-gayaan?” komentar—bisikan siswi yang berlalu lalang melewati Asa.

“Sekolahan, mbak! Bukan tempat tongkrongan!!” sindir siswi lain yang juga melewati Asavella.

“Si yang paling seleb! Sasimo pula! Dih, manusia kek dia kenapa harus idup!”

"Iya anjing. Kok BISAAA! SEKOLAHAN SMA MERPATI SILA LIMA NAMPUNG CEWE NYELEB KEK DIAAA. SASIMO PULAK! PELAKOR! DIH!" sindiran yang dikeraskan volumenya.

“Leb seleb! Lo mau sekolah atau ke club! Item-item! Intel lo?? Bapak kau sasimo anaknya pun jadi.”

"Emang kenapa?" sahut siswa lain.

"Lo gak tau??? Bapaknya si ASA KAN NIKAH LAGI SAMA MAMIHNYA MUTIARA DAN SEKAEANG DEKET SAMA BUNDANYA TIO!"

"Dih, anak sama bapak sama aja. Mentang-mentang duit banyak kali."

Suara-suara itu tidak ada berhentinya. Bagaimana Asavella hanya menangkap dan menerima tiap dialog buruk yang menusuk jantung.

“Asavella.” Suara tegas itu menginterupsi—membuat Asa menaikkan kepala dan menemukan wajah dari sosok guru yang di mana sekarang menjadi wali kelas barunya.

“Kenapa enggak masuk kelas. Mau saya adukan ke orang tua kamu?”

Asa membuang muka. Memilih berdiri sejajar dengan sang guru. Menatap tajam mata lawan bicara dari kacamata hitamnya. “Ibu laporkan atau tidak. Itu tidak berpengaruh untuk saya.”

“Kalau ngomong sama guru, dilepas kacamatanya. Topi juga. Ini bukan tempat café ataupun mall. Ikuti aturan sekolah.”

“Gausah atur-atur saya. Saya di sini bayar. Atur idup lo,” tanggap Asavella memperingati balik.

"Iya yang paling banyak duit!!!!" teriak siswi yang kemudian lari sembari tertawa puas.

Deva menghela napas berat. Sebelum berkata.

“Lepas Asavella!! Ini sekolahan!” bentak Deva yang menjadi pusat perhatian beberapa siswa-siswi.

Asavella memutar jengah dua bola matanya.

“Gue juga tau ini sekolahan! Yang bilang ini pemakaman siapa! Gue enggak bakalan lepas apa yang gue pake.”

Deva—wali kelas Asavella hanya bisa menghela napas berat. “Kalau gitu. Masuk ke kelas atau saya hukum—”

“—semesta sudah menghukum saya. Jika ibu menghukum saya, itu enggak ada apa-apanya,” potongnya.

Deva terbungkam. Deva kembali menghela napas. Memperhatikan pakaian Asa yang benar-benar berantakan. Tidak tertata rapi seperti sebelum-sebelumnya. Sikapnya yang menjadi lebih dominan egois. Bahkan, berpakaian seperti anak nakal yang kehilangan arah.

“Kalau itu maumu baiklah. Tapi tolong kembalilah ke kelas dan ikuti mata pelajaran selanjutnya.”

“Lihat, sekarang ibu minta saya dengan nada begitu lembut. Padahal 1.22 detik tadi ibu membentak saya di hadapan siswi seolah saya pembuat masalah.”

“Kalau saya bilang enggak! Ya enggak!"

"Effort apa yang saya dapat jika saya mengikuti pembelajaran ini dan masih mendapatkan banyak luka jika saya pulang? Saya juga tidak akan fokus untuk belajar dan lebih banyak melamun.”

“Kenapa, Sa?” Suara laki-laki dengan kaos olahraga tiba-tiba datang dan merangkul pundak Asa.

Asa melepaskan rangkulan Brian secara kasar. Sikap Asa benar-benar membuat tanda tanya pada tempurung Brian.

"Brian, untung kamu di sini," monolog lega Deva yang melihat kehadiran Brian Claudius.

“Brian, ibu minta tolong bujuk Asavella untuk ikut pelajaran hari ini, ya.”

Asa tertawa sinis. “Sekalipun ibu suruh Brian. Saya tidak akan mau ikut proses pembelajaran hari ini.”

Brian menatap wajah Deva singkat dan kemudian memilih menurunkan pandangan untuk bisa menatap Asa. “Jangan egois,” lirih Brian yang justru mendapat gelengan kepala dari Asavella.

“Lawak bener lo! Minggir!” Asa merajut langkah kasar melewati laki-laki tersebut. Dan siapa sangka, Brian mencoba untuk sigap mengejar gadis itu yang berlari cepat berbelok—melewati lorong.

Brian sigap meraih pergelangan tangan Asavella. Tubuh gadis itu tertarik ke belakang—berputar dan masuk dalam dekapan Brian. Brian merasakan bagaimana gadis itu hanya diam dalam dekapannya tanpa membalas sedikitpun.

Hening menyelimuti keduanya pada lorong yang sepi itu.

“Apa gue harus bunuh Bara biar lo tenang, Sa?” spontanya laki-laki itu sembari mengusap-usap punggung Asavella.

“Gue bahkan berpikir tiap waktu ….”

“Langit gue, baik-baik aja atau enggak tiap pulang ke rumah.”

Asa yang mendengar merasakan sakit pada jantungnya. Ia memendarkan dekapan dan mundur dua langkah dari Brian. Tetapi, laki-laki itu meraih kembali pergelangan tangan Asavella. Meraih puncak kepala yang ditutupi topi putih polos dengan logo angka 9.

“Berhenti kasih perhatian lebih ke gue, Bi.”

“Gue bisa berhenti kasih perhatian lebih ini. Tapi lo gabisa jauhin gue dari lo. Begitupun kalo gue cabut ataupun lo yang cabut.”

“Kita sama-sama tersakiti.”

Asa mengernyit samar. "Inget satu hal, sebelum gue dihancurin soal cinta ataupun harapan. Gue udah dihabisin oleh keluarga gue sendiri. Jadi, gue enggak akan sakit kalopun lo cabut jauh."

"Gue enggak kaget. Dihabisi oleh keluarga kemudian dipatahkan oleh cinta yang enggak sepihak gak jelas."

“Gue butuh waktu sendiri, Bi.”

“Gue akan kasih itu tanpa lo minta. Tapi keadaan lo sekarang enggak memungkinkan buat sendiri, Langit.”

Brian tersenyum. Mengusap lembut puncak kepala Asa. "Potong rambut?"

Asa diam. Dan diamnya bagi Brian adalah jawaban tanpa ingin diungkapkan.

"Cantik."

"Cantiknya, sampai ingin dimiliki," ungkapnya sedikit membungkuk untuk bisa menatap dua bola mata Asavella yang tidak ingin menatap mata sabitnya.

Mendengar itu Asa memejam mata sekilas lalu berkata. "A-apa gue bakalan masih cantik di mata lo, kalo gue pangkas habis rambut gue?"

Brian paham. Bagaimana hancurnya ketika dihabisi oleh keluarga sendiri dan tidak bisa menerima dirinya sendiri untuk bahagia.

"Kamu cantik bagaimanapun dan akan tetap cantik di mata laki-laki yang tepat."

Asa tersenyum tipis. "Someday, gue ingin pangkas habis rambut gue. Biar papah enggak narik-narik rambut gue sampai kulit kepala gue berdarah."

Detak jantung Brian yang mendengar terasa tertusuk. Dengan anggukan cepat Brian menjawab. "Iyah. Nanti, aku temenin kamu. Kita pangkas rambut kamu. Kita wujudin itu."

Bagaimana sekarang Brian merai dua pipi Asavella. Membuat gadis itu menatap lebih dalam mata Brian sebelum ia mendapatkan kilas kecup di dahinya dari laki-laki tersebut.

Asa menggeleng samar. Menatap begitu sempurna wajah indah Brian yang justru menyakitkan jika terlalu masuk terlalu dalam ke sorot pandangnya.

“Jangan tatap gue seperti itu, Bi.”

“Gue makin hancur tiap lihat mata indah lo.”

Brian terbungkam. Ia menurunkan pandangannya. Melepas genggamannya pada tangan Asa. Dan kemudian berkata. “Gue juga hancur tiap melihat mata gue sendiri, Sa.”

"dihabisi oleh keluarga dipatahkan oleh cinta yang tidak jelas."

Lihat, gadis multitalenta pemilik harapan yang di mana sewaktu nanti ia bisa menutup kisahnya dengan happy ending. Kini, sudah hancur bersama jiwa dan raganya walaupun tidak perlu dikubur.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Next???

Hai, maaf aku baru update lagi. 1 bulan ini mental ku terganggu. Bahkan untuk potong umur aku hampir melakukannya. Tapi enggak apa-apa. Aku baik-baik aja. Aku bakalan proses penyembuhan dan tetap berkarya dan promosi kembali<3


Tolong cintai Asavella dan dukung aku. Mulai bulan depan bakalan sering update.❤️❤️❤️

Continue Reading

You'll Also Like

5K 1.6K 15
‼️BELUM REVISI‼️ "Bianca, kamu sempurna. Apa kamu tidak lelah akan kesempurnaan yang kamu miliki?" " Kak, aku tidak sempurna, bahkan aku jauh dari k...
564K 11.6K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
431K 33.1K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
7.6M 172K 26
[SUDAH DINOVELKAN DAN SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA SELURUH INDONESIA] [Complete story✔] [Highest rank : #5 in Teenfiction] ●●● "Gue tau gue bodoh, dan...