š…š¢š«š¬š­ š‹šØšÆšž (šš¢š§š ...

By Shenshen_88

11K 1.4K 551

Ada satu kepercayaan dalam keluarga Zhang yang selalu dianggap takhayul oleh Zhang Qiling. Dikatakan bahwa di... More

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 (End)
Extra Chapter
Extra Chapter

Chapter 16

249 40 7
By Shenshen_88

Ciuman terakhir kita ~ terasa seperti tembakau
Beraroma pahit dan menyakitkan

Besok, saat ini~

Di manakah kau akan berada?
Dan siapa yang akan kau pikirkan?

💜💜

Aku harus pergi Xiao ge, Pangzhi pasti sedang menungguku.

Ada pertemuan penting dengan rekanan bisnis.

Apa yang kau minta?

Kekuatan. Kekuatan untuk menjadi anak yang berbakti.

Bagaimana bisa aku cukup bodoh untuk tidak menyadari semua alasan itu?

Semuanya bohong.

Zhang Qiling tidak menyadari bahwa dia telah sampai di depan rumahnya yang sepi, duduk lesu di bangku taman tepat di dekat sebatang begonia. Angin senja membelai lembut sisi wajahnya yang muram.

Ada yang bilang~
Manusia termakan kebohongan karena satu alasan sederhana.
Kepercayaan bahwa orang lain tidak akan membohongi mereka.

Karena kepercayaan itu, aku memperlakukan Wu Xie dengan tulus..

Dia menghela nafas berat, menunduk pada rerumputan layu di kakinya. Dia tahu bahwa ia tidak baik-baik saja, meski seringkali ia berlindung di balik kata-kata itu. Namun saat ini ia tidak tahu harus berkata apa, dan berpikir apa. Saat ini, ia tidak yakin akan apa pun.

Ketika itu ponselnya berbunyi. Meski benci, ia berharap itu adalah Wu Xie. Sayangnya, dia terlalu naif karena mengharapkan itu. Yang menelepon adalah Liu Sang. Zhang Qiling merasa begitu sendirian dan putus asa hingga ia bersedia mengangkat panggilan itu dan bicara dengan lesu.

"Jangan khawatir, aku tidak apa-apa. Aku akan melupakannya dan beristirahat," ia berkata tanpa basa basi karena ia tahu bahwa Liu Sang akan bicara panjang lebar untuk menunjukkan perhatian.

"Xiao ge," suara Liu Sang terdengar yakin.

"Aku tahu kau tidak baik-baik saja. Saat kau sedih, ada yang bilang lebih baik menangis, dan jika terlalu berat, tidak perlu bertahan sendirian. Kau bisa membagi keluhanmu dengan orang lain."

Jeda sejenak.

"Misalnya-- denganku.."

Zhang Qiling sudah menduga apa kelanjutannya. Dia bergidik sekilas namun masih menghargai perhatian Liu Sang.

"Baiklah. Aku pasti bicara denganmu setelah tenang."

Itu hanya alasan sederhana agar ia bisa segera menutup sambungan telepon yang jelas tidak cukup penting saat ini.

"Relakan Wu Xie," Liu Sang masih bertahan di ujung sana.

"Kau akan makin tidak bahagia jika tetap bersamanya, sama seperti dia yang akan menderita jika terus bersamamu."

Astaga, kata siapa? Zhang Qiling semakin merasa buruk dengan segala provokasi sialan itu.

"Kita akan bicara lagi nanti."

Dia menutup telepon tanpa menunggu respon Liu Sang. Kemudian ia kembali pada keheningan senja dengan siulan angin dan burung layang-layang di kejauhan. Setidaknya, dia tidak sendirian. Ada bunga, kumbang, burung dan rerumputan.

Sejujurnya, dia memang tidak ingin sendirian. Bahkan ia ingin berbaur dengan keramaian agar ia bisa mengusir kesepian yang aneh dalam hatinya serta rasa sakit yang dingin akibat kecewa. Sepertinya, ia harus menghilang malam ini dan melepaskan semua beban pikiran.

Dia menatap hadiah mahal di tangannya, terasa menyakitkan kala teringat kembali bagaimana ia memilih dan mencarinya hanya demi menyenangkan hati Wu Xie. Tetapi, ia bahkan tidak memiliki keberanian lagi untuk memberikannya. Dia takut, kebohongan yang lain akan menghancurkan sedikit yang tersisa.

💜💜💜

Beberapa malam berikutnya, Wu Xie yang merasa bersalah mengumpulkan keberanian untuk mendatangi bar milik Zhang Qiling. Ini malam ketiga entah keempat kalinya dan ia selalu tidak bisa menemukan seseorang yang ia cari. Setidaknya masih ada waktu dua belas hari lagi sebelum ia berangkat kembali ke Amerika. Dia harus bisa menemui pria itu untuk menjelaskan beberapa hal.

"Apa aku bisa menemui Xiao ge?" Dengan terpaksa, lagi-lagi Wu Xie bertanya hal yang sama pada Liu Sang di belakang meja bar.

"Aku khawatir kau tak bisa," pemuda berkacamata menjawab dengan gaya acuh tak acuh seperti biasa. Dia melirik penuh kepuasan pada Wu Xie yang duduk lesu di meja bar.

"Kau tidak mencoba meneleponnya?" Ia iseng bertanya

"Dia tidak mau menjawab telepon dariku," sahut Wu Xie muram.

"Itu tidak terdengar bagus." Liu Sang menyembunyikan seringainya namun tidak berhasil.

Wu Xie mengangkat bahu, mengamati lokasi kursi di sudut yang paling gelap dan mabuk di ujung sana. Dia terlalu angkuh untuk duduk diam di depan Liu Sang dan membiarkan dirinya jadi objek olok-olok pemuda usil itu.

"Berikan anggurnya," ia berkata pada Liu Sang.

"Duduk menyendiri lagi?" Pemuda itu bertanya mengejek.

"Kenapa harus sendirian saat aku ada di sini dan kesepian," satu suara tenang dan kuat berderum dari sisi lain.

"Ah kau rupanya," Liu Sang melayangkan tatapan rumit mengetahui siapa yang datang bergabung. Pak tua itu sama usilnya dengan dirinya dan ia merasa akan selalu ada kejutan jika Zhang Rishan datang.

"Aku bisa menemanimu menggantikan Xiao ge," pria berjas abu itu menoleh pada Wu Xie dan memberikan anggukan santai.

Wu Xie tersenyum hambar, mengambil sebotol anggur yang disajikan Liu Sang dengan gelas kristalnya. "Tidak, terima kasih. Aku ingin sendiri."

Paman Rishan memperhatikannya berjalan pergi dan menyadari ketegangan yang dirasakannya.

"Ngomong-ngomong, kemana makcomblang itu pergi?" Ia memalingkan wajah pada Liu Sang yang sibuk mencibir pada Wu Xie karena sikap penolakan yang menyebalkan.

"Makcomblang? Siapa maksudmu?"

"Xiao ge. Siapa lagi," Paman Rishan menghela nafas.

"Oh, kukira dia sudah pensiun," Liu Sang mengangkat bahu.
"Sudah beberapa malam dia datang sebentar dan pergi keluar hingga pagi. Aku tidak tahu dimana ia menghabiskan sepanjang malam."

"Jadi dia menghindari pemuda tadi? Apa mereka bertengkar?"

"Apa peduliku?!"

"Iisshh .. pemuda payah," desis paman Rishan, bingung. Dia perlahan menggelengkan kepalanya, memikirkan sesuatu. Rasanya dia tahu akan pergi kemana Zhang Qiling di saat-saat seperti ini.

"Aku akan bicara pada pemuda itu," ia bersiap untuk berjalan menuju Wu Xie.

"Apa yang ingin kau bicarakan dengannya?" tanya Liu Sang curiga. Gerakan tangan meracik minuman untuk sesaat terhenti.

"Hal yang cukup penting," paman Rishan menyeringai.

"Kenapa kau ikut campur urusan mereka?"

"Apa pedulimu?!" Paman Rishan meleletkan lidah sambil berbalik dan pergi.

Sialan!

Liu Sang mendelik nanar di balik lensanya yang berkilau.

💜💜💜

Ellen's Bar

Zhang Qiling masih menghabiskan setengah jam lagi di bar sepi dan terisolasi itu sebelum jam menunjukkan pukul dua belas malam dan ia memutuskan untuk pulang dan berjalan terhuyung-huyung keluar ke jalanan. Dia bertahan dengan memegangi tiang lampu jalan, berpikir di mana ia memarkir kendaraannya. Kawasan ini lebih sepi daripada pusat hiburan dimana bar miliknya berada, dan tentunya banyak hal tidak bisa diprediksi. Tetapi dia tidak khawatir. Tak akan ada yang berminat untuk mengganggu seorang pria mabuk yang berjalan tanpa tujuan.

Sayangnya, ia keliru. Sewaktu ia berjuang menuju mobilnya di ujung jalan, dua orang pria tiba-tiba muncul dari arah tak terduga dan bersenggolan dengannya. Zhang Qiling terhuyung mundur, menyeimbangkan kakinya dan menatap ke depan.

Dua orang pria berwajah kasar dan licik dengan aura preman kampungan berdiri mencurigakan di hadapannya.

"Kau terlihat berkelas, tuan," salah satu dari mereka bersuara sember dan menjengkelkan.

"Apa mau kalian?" Zhang Qiling menyipitkan mata.

"Dompetmu pasti tebal," yang satu lagi menyela.

"Jam tanganmu juga keren," kawannya menimpali, kemudian keduanya terkekeh kecil.

"Aiishh, minggir!" Zhang Qiling mengibaskan tangannya dengan goyangan khas orang mabuk. Dia tidak peduli pada bajingan kecil ini dan mengabaikannya perkataan mereka yang ternyata-- serius.

"Tunggu tuan!"

Jalan itu sepi, menumbuhkan keberanian pada dua bajingan kelas teri yang mengadu keberuntungan. Salah satu dari mereka menarik kerah baju Zhang Qiling hingga ia limbung ke arah dua orang itu.

"Apa yang kau lakukan?!" sembur Zhang Qiling marah.

"Serahkan barang berharga milikmu!"

"Tidak!"

Mereka mulai menggulung lengan jaketnya, memasang sikap garang penuh ancaman.

"Kami tidak menghajar pria mabuk yang malang. Kami hanya butuh arlojimu."

Setelah mengatakan gertakan tak tahu malu itu, salah seorang dari mereka mulai mengulurkan tangan jahatnya ke arah Zhang Qiling, mencengkeram bahu dan menariknya ke arah mereka.

"Argh! Lepaskan!" Zhang Qiling mendengus jijik.

"Tentu saja! Kau juga lepaskan barang berhargamu!"

Satu pukulan melayang ke wajah Zhang Qiling. Ia menghindar dengan kacau, harusnya ia bisa mengelakan serangan asal-asalan itu, sayangnya dia mabuk dan lambat.

Ziighh!

Sruukk!

Kepalan tangan keras menyerempet rahangnya, menyentakkan wajah dan bahu Zhang Qiling ke belakang.

"Sial!" Ia menyentuh bagian yang terasa ngilu, mulai terpancing emosi akibat gangguan dua bajingan kecil ini. Dia tidak ingin mengumpat lebih banyak, hanya merefleksikan kemarahan dengan serangan balasan.

Perkelahian kacau balau terjadi di jalan yang sepi. Zhang Qiling menguasai seni dasar bela diri dan berhasil mendaratkan beberapa pukulan di wajah penyerang kelas teri itu. Tidak dipungkiri, dia sempat kena hajar pukulan mereka juga. Tetapi kondisinya yang mabuk menguntungkan dua pria asing itu. Jika tidak, mereka pasti sudah babak belur. Suara adu jotos kembali terdengar seiring dua pria itu terhuyung dan jatuh mencium tanah. Mereka mengumpat, bangkit dengan cepat dan menyerbu bersamaan ke arah Zhang Qiling. Tujuannya bukan lagi ingin merampas, melainkan ingin menghajar penuh kemarahan.

Zhang Qiling terdesak. Terjajar beberapa langkah dan membentur dinding penuh grafiti. Tanpa disadari, sebuah benda jatuh dari sakunya. Sesuatu yang berkilau, rentan dan mahal. Bunyi derak samar menandakan benda itu retak.

Oh tidak! Itu hadiahnya untuk Wu Xie!

"Brengsekk!!" Tiba-tiba dihantam badai kemarahan, ia memukul membabi-buta pada dua penyerangnya.

"Berhenti kalian!"

Sebuah suara muncul dari ujung jalan seiring satu sosok tinggi kurus berlari ke arah perkelahian. Melihat ada orang lain datang, dua preman rendahan itu terkejut dan memilih kabur alih-alih melanjutkan aksinya.

Di bawah temaram lampu jalan, Zhang Qiling melihat siapa yang datang. Seorang pemuda tampan dengan jubah panjang krem, seseorang yang tidak ia harapkan berada di sini dan menyaksikan kondisinya yang memalukan.

Wu Xie??

Seketika pusing, Zhang Qiling tiba-tiba nyaris jatuh ke tanah. Wu Xie berlari ke sisinya, berlutut untuk menahan pria itu ke dalam pelukannya. Dia melirik pada jam tangan keperakan di tanah dan memungutnya.

"Mengapa kau selalu menjatuhkan jam tanganmu? Ini Chopard.." dia menyerahkan benda itu pada Zhang Qiling yang menerimanya dengan tangan gemetar.

"Apakah kau terluka?" dia bertanya, dan membelai wajahnya sebelum ia bisa menjawab.

Tidak, tidak terluka. Dia adalah seorang pria kuat yang tahu bagaimana harus bertahan. Namun alih-alih bicara dengan jelas, ia mulai menggumamkan kata-kata samar yang tidak perlu Wu Xie dengar di antara kesadaran yang datang lebih lambat dan berlangsung lebih lama.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau tersesat di tempat semacam ini dan berurusan dengan orang-orang itu?" Wu Xie bertanya lagi, dan sorot matanya membuat Zhang Qiling semakin mabuk, jauh lebih memabukkan dan jauh lebih berkilau daripada sampanye impor Prancis yang biasa ia nikmati di bar.

"Lalu kau, kenapa kau di sini?" desis Zhang Qiling tidak jelas. Memalingkan wajah ke satu sisi untuk menghindari satu pemandangan membosankan yang hanya bisa dilihat olehnya. Cahaya dari benang merah yang terikat diantara mereka. Takhayul yang menipu.

"Aku mendapatkan informasi dari pamanmu, kau menyelinap pergi diam-diam dan selalu menyendiri."

Zhang Qiling mengeluarkan tawa serak dari tenggorokannya. "Jadi kau kemari untuk memastikan apakah aku sungguh-sungguh patah hati atau baik-baik saja?"

Wu Xie paham apa alasan di balik pertanyaan mengejek ini. Dia bahkan masih bisa mengingat bagaikan pucatnya ekspresi Zhang Qiling sewaktu menyaksikan pesta pertunangannya dengan Ann Yuexi.

"Mengapa kau masih bersikap naif? Tolong lepaskan aku," Zhang Qiling membebaskan diri dari pegangan Wu Xie, bersandar lemas pada dinding kelabu dingin dengan coretan grafiti.

"Aku datang untuk menjelaskan salah paham ini," ujar Wu Xie, merasa bersalah.

"Salah paham? Kau melakukannya dengan sadar dan tersenyum. Aku melihatmu menatapku pada pesta hari itu. Selama ini kau membohongiku!"

"Aku-- kau tidak bertanya lebih dulu apa alasan di balik tindakanku?"

"Apa kau harus menunggu pertanyaan dariku? Seharusnya kau mengatakan dengan jelas padaku sebelumnya."

"Aku tahu kau tidak akan setuju!"

"Tentu saja tidak!"

Astaga, yang benar saja. Dalam situasi rentan seperti ini, mereka sama-sama keras kepala. Wu Xie menghela nafas panjang.

"Xiao ge," ia mendekat lagi pada pria setengah sadar di hadapannya, menekan tubuhnya ke dinding.

"Tenangkan dirimu.."

Aroma anggur memancar kuat dari nafas Zhang Qiling. Harum memabukkan. Setidaknya anggur ini mahal. Bibirnya gemetar karena kemarahan yang ditelan dengan pahit. Dan naluri Wu Xie, seperti biasa, selalu ingin memulai sebuah ciuman. Bahkan dalam situasi tidak menyenangkan seperti sekarang.

Dia mulai mendaratkan ciuman di bibir pria tampan itu. Bibirnya terbuka tanpa pertahanan, di bawah ciumannya yang lembut, dalam, dan berkepanjangan. Dia tersentak karena lidah Wu Xie menyerang lidahnya. Untuk sesaat hanya ada kekacauan pikiran hingga Zhang Qiling berhasil melepaskan diri dari ciuman tak tahu malu itu.

"Tidak, Wu Xie," dia terengah-engah, menarik diri dan menatap dengan mata berapi-api, "Kupikir kau sudah dewasa sekarang. Tapi kau hanya anak kecil. Seharusnya kau tidak bisa membiarkan ini terjadi. Jika aku tahu, aku bersumpah  tidak akan pernah membiarkan ini terjadi, tidak denganku."

Kata-kata tak berguna mengalir deras yang ia habiskan dengan meremas rambut dengan satu tangan. Jari-jarinya tenggelam ke dalam ketebalan rambut hitamnya saat ia bergumam serak, "Aku ingin memberimu jam tangan perak untuk ulang tahunmu, tapi aku pikir itu sudah tidak penting lagi sekarang. Tidak setelah pesta tunangan sialan itu."

Wu Xie melirik sekilas jam tangan retak yang ia pungut di jalanan. Telapak tangan Zhang Qiling, bagaimana pun masih memegang benda itu.

"Kau sungguh percaya aku ingin melakukan ini?"

"Kau sudah tahu bahwa benang merah takdir terikat antara kita. Kau dan aku adalah pasangan. Bukankah aku sudah mengatakannya padamu? Kau bilang kau mempercayainya. Keputusan cerobohmu sama saja mengejek keyakinanku," untuk pertama kali selama hidupnya yang dilalui dalam kecemasan yang hening, Zhang Qiling memprotes seperti anak kecil.

"Ya, aku sudah tahu dan aku percaya, karena itulah aku mengambil keputusan ini." Wu Xie menjelaskan dalam nada rendah dan serius. Bulan menyinari matanya dan membuatnya bersinar bahkan saat dia kembali berkata, "Tidak, kau bodoh jika berpikir itu adalah nyata," matanya berbicara secara berbeda.

Dengan mata nanar, Zhang Qiling menatapnya, meminta penjelasan.

"Dua tahun terakhir, ayahku sakit keras," Wu Xie menghela nafas, kini berdiri lesu selangkah di depan Zhang Qiling. "Mungkin ini salahku karena tidak membaginya denganmu. Ayah memintaku melakukan ini sejak lama namun aku tidak pernah menanggapinya. Tapi pak tua itu mengancamku."

Zhang Qiling mengernyit, tidak berinisiatif untuk bertanya. Memberi ruang pada Wu Xie untuk menjelaskan.

"Ayah mengancamku dengan surat warisan. Klise bukan? Aku tidak peduli kau percaya padaku atau tidak. Tapi itu nyata. Kita tidak bisa berdusta bahwa hidup perlu uang. Aku berpikir praktis, realistis, dan tidak romantis. Singkatnya, pertunangan mau pun rencana pernikahan itu hanya kesepakatan bisnis. Aku menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan gagasan konyol itu. Hingga akhirnya penjelasan darimu memberiku pencerahan."

"Pencerahan? Oh, jadi semua terjadi gara-gara omong kosong tentang benang merah?"

Wu Xie mengangguk samar, melirik ke lampu jalan sekilas diiringi seringai khasnya yang elegan, namun kini berbaur getir.

"Kau menjelaskan padaku bahwa kita berjodoh, karena kau bisa melihat ikatan benang merah itu dengan nyata. Aku percaya ucapanmu walaupun kedengarannya gila. Jadi aku bicara pada Ann Yuexi untuk melakukan pertunangan ini. Aku nekad melakukannya karena aku yakin bahwa pada akhirnya, pasanganku bukan dia. Aku akan mendapatkan warisanku dan hubungan itu akan menemukan jalannya sendiri untuk putus."

Wu Xie menjeda sejenak untuk menarik nafas.

"Kau memanfaatkan gadis itu demi warisanmu? Itu cara yang murahan dan ngeri," Zhang Qiling berkomentar pedas.

"Tuduhan itu terlalu kejam. Aku tidak memanfaatkan. Aku menghibur hati ayah yang mulai lemah. Selama ini aku tidak pernah melakukan hal penting untuknya. Sampai hari ini."

Apapun alasannya, tindakan Wu Xie jika dipikirkan sangat ceroboh dan kekanak-kanakan. Zhang Qiling menghela nafas berat, menggeleng, masih tidak terima.

"Lalu bagaimana denganku?" Ia bergumam, merasa tidak percaya diri.

"Kau masih seseorang yang ada di hati. Sayangnya, kau mengecewakanku," balas Wu Xie pahit. Zhang Qiling terperangah. Apa tidak terbalik? Kenapa jadi Wu Xie yang kecewa pada dirinya?

"Apa maksudmu?"

"Kau bilang bahwa kau percaya dengan anugerahmu, tentang benang merah takdir. Bahkan kau bisa melihatnya sendiri. Tetapi sepertinya, semua tentang dirimu penuh dengan keraguan."

Tatapan Wu Xie kali ini lebih tajam dari biasanya.

"Aku percaya padamu dengan semua ucapanmu, tanpa ragu, walaupun aku tidak bisa melihatnya sendiri. Kini kau merasa aku mengejek perasaanmu. Jika kau sendiri sesungguhnya tidak percaya dengan benang takdir itu, lalu kenapa kau tanya aku?"

Setelah mengatakan itu, Wu Xie melemparkan lirikan pahit yang singkat, sebelum berbalik dan berjalan pergi.

Di telapak tangannya yang dingin, Zhang Qiling meremas hadiah jam tangan perak itu. Hadiah yang kini sudah rusak, seperti keyakinannya sendiri.

💜💜💜

Duhh Xiao ge galau dan galau lagi 😔

To be continued
Please vote 💜

Continue Reading

You'll Also Like

6.9K 531 5
just my reaction of Pingxie couple that make this Ultimate Note looks uwu.
15K 1.7K 8
Manusia itu serakah, selalu mengharapkan umur yang lebih panjang untuk bisa lebih menikmati dunia. Jika Chimon bisa menjadi orang yang serakah, ia sa...
7K 1.1K 28
Romansa di bawah hujan tercipta tanpa diduga, perjumpaan singkat seorang pemuda manis dengan seorang eksekutif misterius di sebuah kafe, membawa kisa...
509K 54.2K 42
Haruto yang mati karena terlalu kelelahan bekerja saat menjadi dokter, begitu bangun dia telah tiba di cerita yang pernah dia baca. Falling in love...