Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

19. PERTEMUAN KEDUA

35.3K 3K 1.2K
By ainiay12

Follow semua akun di bawah ini;
@wattpad.ayay
@bian.astara
@alora.aleandra
@shena.anala

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

Yeay! Finally ada tokoh baru😘🤪

Ada yang bisa tebak cowok itu siapa?

(Happy Reading)

"Siapkan barang-barang kamu karena kita akan berangkat besok siang," ucap Aslan saat Bian hendak naik ke atas setelah makan malam.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Kamu ikut Papa ke pertemuan bisnis."

"Nggak. Aku gak mau," tolak Bian mentah-mentah.

"Tidak ada bantahan," kekeh Aslan tetap pada pendiriannya.

"Kenapa harus ngajak aku? Aku gak tau apa-apa tentang bisnis," sanggah Bian berasalan.

Aslan berdiri dan menatap anaknya itu. "Mau tidak kamu harus belajar berbisnis, karena suatu saat nanti kamu yang akan menggantikan Papa mengurus perusahaan."

"Ada Ergi, suruh aja dia," ucap Bian berani.

"Bian, sekali aja kamu nurut, bisa kan? Ini demi masa depan kamu. Demi kelangsungan hidup kamu kedepannya. Apa kamu mau hidup miskin? Papa rasa kamu gak akan bisa," ujar Aslan memancing Bian. Sedari dulu Bian memang sudah hidup serba mewah.

"Tapi aku masih sekolah, gimana caranya aku ngurus perusahaan." Bian masih mengutarakan pendapatnya.

"Maka dari itu, mulai dari sekarang kamu harus belajar, agar nanti kedepannya kamu sudah harus bisa."

Cowok itu tampak menghela napas pasrah.

"Ingat, kamu itu penerus perusahaan keluarga Astara. Kamu yang akan memegang kendali perusahaan jika Papa sudah pensiun." Beritahu Aslan.

"Tap---."

"Nggak ada tapi tapian, kalo kamu masih gak mau. Papa akan cabut semua fasilitas kamu. Black card, mobil, hp, dan semua kartu ATM kamu."

"Oke-oke fine. Fine aku mau, tapi jangan lama. Aku gak bisa jauh-jauh dari Citra," balas Bian.

"Citra lagi Citra lagi, apa hebatnya gadis itu buat kamu? Matre, cuma manfaatin uang kamu. Masih kamu pertahankan?"

"Pa...."

"Ucapan Papa benar. Kalo kamu mau Papa bisa carikan gadis yang lebih cantik dan tentunya lebih baik dari dia. Kamu mau yang seperti apa? Tinggal bilang," ujar Aslan perhatian. Mau bagaimanapun juga Bian tetaplah anaknya, dan ia tidak mau Bian terus dimanfaatkan oleh wanita itu.

Untuk waktu yang lama tidak ada jawaban dari Bian. Rasanya malas membicarakan Citra, ia jadi teringat kejadian kemarin yang sudah melukai Citra.

"Atau kamu mau Papa kenalin sama anak temen Papa? Pastinya cantik, beda jauh sama gadis itu," tawar Aslan lagi.

"Nggak. Makasih. Aku ke atas dulu," final Bian tidak ingin melanjutkan percakapan.

•••

"Citra tuh!" ujar Kevin bersemangat.

"Iya, gue juga liat, lo kira gue buta," sewot Ergi, sejak ia memberitahukan rencananya pada Kevin, dia selalu heboh saat melihat Citra.

Citra duduk di bangkunya dengan wajah murung, kejadin kemarin benar-benar berhasil membuatnya stres.

Melihat Bian sama seperti melihat monster mengerikan yang selalu membuatnya takut.

Citra menatap tangan kirinya yang terbalut perban putih, bayangan di mana Bian menyayat tangannya itu kembali muncul di benaknya.

"Bengong aja pagi-pagi," ucap Ergi mendekati Citra.

Cewek itu tersadar dan langsung gugup sendiri.

"Kenapa lo? Perasaan kemaren baik-baik."

"Gue gapapa, kok," balas Citra tanpa menoleh.

"Gak usah bohong Citra."

"Gue gak bohong!" bentak Citra, membuat Ergi terkejut. Ini pertama kalinya dia berteriak padanya.

"Kenapa lo marah?" tanya Ergi bingung. Ia hanya bertanya baik-baik, di manakah salahnya sampai Citra marah seperti itu?

"Uh… maaf, aku gak bermaksud bentak lo," jawab Citra menyesali ucapannya.

Entah kenapa kalimat itu mengingatkannya pada Bian, dan juga pada peristiwa kemarin. Makanya ia langsung marah saat mendengar kalimat itu.

"Woi! anak orang lo apain?" tanya Kevin menghampiri mereka berdua.

"Jangan kepo!" cetus Ergi.

"Mending lo ikut gue dulu." Tanpa persetujuan Citra, Ergi menarik tangan Citra untuk mengikutinya ke luar kelas.

Ergi melepaskan citra dan belum sempat dia berbicara matanya tidak sengaja melihat tangan kiri Citra yang terbalut perban.

"Ini kenapa? Luka? Kok bisa?" tanya Ergi khawatir, memegang tangan Citra yang terluka.

"Gapapa, luka kecil," elak Citra lalu menyembunyikan tangannya.

Ergi tidak bertanya lagi karena merasa tidak ada yang mencurigakan.

"Nanti lo dateng ke pestanya Gracia bareng siapa?"

"Belum tau."

"Bareng gue aja, ya. Nanti gue jemput," ucap Ergi.

Tidak ada jawaban dari Citra. Apa dia harus pergi bersama Ergi? Tapi bagaimana kalau sampai ketahuan Bian? Bisa-bisa Citra benar-benar habis dibunuh oleh cowok itu.

"Kenapa diem? Lo gak mau?"

"Lo takut sama Bian?" tebak Ergi mengetahui isi pikiran Citra.

"Gue…."

"Tenang aja, hari ini Bian ke luar kota sama bokap, pertemuan bisnis," sela Ergi membuat Citra berbinar.

"Serius? Tapi kok Bian gak ngasih tau gue?" Citra sedikit kecewa karena Bian tidak memberitahunya. Tapi ada bagusnya juga, setidaknya Citra bisa bebas kalau tidak ada bian.

"Gue gak tau, jadi gimana? Mau kan bareng gue?" ulang Ergi berharap.

Lagi dan lagi Citra tidak memberikan jawaban. Dia takut kalau Bian tahu dirinya jalan bersama Ergi, bisa tamat riwayatnya. Tapi Citra juga tidak ada pilihan lain.

Lagipula Bian juga tidak ada di sini, jadi dia tidak akan tahu kalau Citra pergi dengan Ergi, bukan?

"Karena lo diem gue anggap iya," kata Ergi kemudian masuk ke kelas.

Di tempatnya Citra kembali memikirkan ucapan Ergi, yang mengatakan bahwa Bian hari ini akan pergi ke luar kota. Tumben sekali Bian tidak memberitahunya. Apakah dia marah karena masalah kemarin? Tapi seharusnya ia yang marah karena Bian sudah melukai tangannya.

Entahlah. Tapi dengan begini Citra bebas berpesta di ulang tahun Gracia tanpa takut memikirkan Bian.

Mungkin dengan pergi ke pesta Gracia, ia bisa menenangkan diri sejenak dari jeratan Bian. Rasanya terlalu banyak masalah yang datang belakangan ini.

•••

Plak

Wajah Alora tertoleh ke sampaing setelah sebuah tangan menamparnya dengan begitu kencang.

Alora yang sedang berjalan ke luar kelas, tiba-tiba dikagetkan oleh seseorang di belakangnya yang langsung melayangkan tamparan.

Dengan wajah datar, gadis itu menoleh, memandang Citra yang bersendekap dada setelah menamparnya.

Pipi Alora benar-benar kebas saat ini, tapi dia tidak menampakkannya, takut kalau Citra merasa menang.

"Licik! Lo udah bikin Bian berubah! Dia jadi kasar dan suka main tangan! Pasti Lo kan yang mempengaruhi dia?!" ujar Citra menyampaikan unek-uneknya.

"Kenapa sih Alora, lo segitu gak lakunya sampe mau ngerebut cowok orang? Lo kurang kasih sayang? Atau kurang belaian?"

"Atau jangan-jangan lo haus perhatian cowok yang udah punya cewek, dengan kata lain lo murahan!"

Alora masih berdiam, membiarkan Citra terus mengoceh.

"Mending lo ke club' aja, pasti banyak cowok-cowok hidung belang, kali aja lo laku keras di sana," ejek Citra tertawa senang. Sebuah saran yang bagus sekali.

"Udah?" tanya Alora santai. "Udah ngocehnya?"

"Sebelum lo kasih saran ke orang lain, mending lo ngaca deh, diri lo udah bener nggak?"

"Murahan kok teriak murahan, lo gak gila kan?" Alora membalikkan keadaan dan menyerang Citra dengan kata-katanya yang tajam.

"Lo!" tunjuk Citra marah.

"Apa? Tersinggung? Karena ucapan gue bener?"

"Lo mau apa sih?" heran Citra.

"Mau gue lo putus sama Bian," balas Alora tenang.

"Jangan mimpi!"

"Gue gak mimpi, liat aja bentar lagi lo bakalan putus sama Bian."

"Kurang ajar!" Citra hendak mengangkat tangannya dan kembali menampar Alora, tapi dengan gesit Alora menahannya.

"Lo emang gak kapok, ya. Kejadian kemaren nggak bikin lo takut?" tanya Alora.

Citra bingung, kejadian yang mana maksud Alora? Karena banyak kejadian yang menimpanya baru-baru ini, Citra tidak ingat satu persatu.

"Keberanian lo patut di acungi jempol, tapi… lo salah cari target, Citra. Lo salah karena berani berurusan sama gue," kata Alora membuat Citra bergidik ngeri. Tatapan mata Alora kali ini mampu membuat nyalinya ciut seketika.

Tangan Citra yang ditahan Alora terasa kaku untuk sekedar digerakkan. Ia semakin kesakitan kala Alora mencekal erat pergelangan tangannya.

"Mulai malam ini, lo gak akan bisa tidur tenang."

"Selamat menikmati hasil yang udah lo tanam."

"Selamat menikmati penderitaan yang tiada akhir, Citra Maharani."

Kalimat-kalimat itu terucap begitu dalam dan bermakna dari mulut Alora. Lawannya langsung terdiam membeku dengan keringat yang mulai mengalir, pertanda ucapan Alora berhasil mempengaruhinya.

"Lepas!" sentak Citra berusaha tenang walau sebenarnya dia benar-benar terintimidasi oleh semua perkataan Alora.

"Gue pergi dulu ya, gak ada waktu buat ngurusin kuman kayak lo," final Alora kemudian berlalu.

"Sialan! Lo tuh yang kuman! Kuman yang harus dibasmi!" teriak Citra ketika Alora mulai menjauh.

"Tenang Citra, dia cuma ngancam lo doang. Dia gak mungkin berani macem-macem," gumam Citra menenangkan.

Citra yakin Alora hanya asal bicara untuk menakutinya. Dia tidak akan berani melakukan apapun padanya. Jadi untuk apa takut? Yang harus Citra takutkan adalah Bian, bukan cewek urakan seperti Alora.

Alora hanya membual saja, tidak akan terjadi apapun.

•••

Bruk

"Shit!!!"

"Lo buta apa gimana sih! Gak liat jalan selebar ini?!" gerutu gadis itu yang kini terduduk di tanah setelah lelaki bertubuh tegap itu menabraknya.

"Sorry, gue gak liat," kata cowok itu mengulurkan tangannya.

Alora menepis ukuran tangan cowok itu. "Gue bisa berdiri sendiri!"

"Sial banget hari ini, harus ketemu si nenek lampir, sekarang harus jatuh juga." Gadis itu masih menggerutu sembari membersihkan rok seragamnya.

Lelaki di hadapannya itu tidak lepas memandang kagum Alora yang tampak cantik sekaligus lucu saat sedang marah. Bibirnya komat Kamit semakin membuat laki-laki itu tertarik.

Ternyata gadis yang pernah ditabraknya dulu saat di bandara. Sekarang dia bertemu dengannya lagi. Apakah ini yang dinamakan jodoh?

Saat tidak ada suara, Alora mengangkat kepalanya dan menatap cowok itu yang masih tersenyum. "Kenapa lo? Kesambet?"

"Cantik," puji cowok itu tanpa sadar.

"Gila nih anak," cetus Alora sinis.

"Nama lo siapa?" tanya cowok bertubuh tinggi itu.

"Habis nabrak bukannya minta maaf, malah ngajak kenalan, emang sinting lo." Usai memaki Alora lalu masuk ke dalam mobil yang sudah menjemputnya.

Meninggalkan laki-laki yang saat ini memandang kepergiannya dengan berbagai pikiran di kepalanya.

Cantik, jutek, pemberani, ceplas-ceplos.

Ia suka tipe cewek yang seperti itu.

Pertemuan kedua ini benar-benar membuatnya bersemangat untuk menantikan pertemuan-pertemuan berikutnya dengan gadis itu.

Gadis yang masih belum diketahui namanya, tapi kini mampu membuatnya tertarik bahkan ingin memiliki.

"Ternyata dia sekolah di sini juga? Kayaknya gue bakalan betah menetap di sini, apalagi ada dia," monolog cowok itu tersenyum simpul.

Hari ini dia ke sekolah untuk melihat-lihat, dan tanpa direncanakan ia justru bertemu lagi dengan gadis cantik itu.

•••

"Halo Tuan, saya sudah menemukan wanita yang bernama Citra."

"Bunuh wanita itu sekarang! Dan jadikan seperti sebuah kecelakaan."

"Ta-tapi Tuan, apakah tidak terlalu beresiko?" Dimas menyela di seberang sana.

"Kamu berani membantah saya?"

"Tidak Tuan, hanya saja saya takut kejadian ini akan berpengaruh pada bisnis Arkatama Corp."

"Maka dari itu saya minta bereskan semuanya, hilangkan semua bukti yang menyangkut dia."

"Papi, stop!!"

Belum sempat Dimas menjawab, sebuah suara sudah menghentikan Jovan.

Jovan menoleh dan mendapati Alora berdiri di belakangnya.

"Nanti saya hubungi lagi, tunggu perintah dari saya," ujar Jovan kemudian menatap Alora.

"Ada apa sayang? Kapan kamu pulang? Kenapa Papi gak tau?" tanya Jovan bertubi-tubi.

"Siapa yang mau Papi bunuh?"

"Apa maksud kamu?" Jovan pura-pura tidak tahu.

"Aku denger semuanya. Papi nyuruh Dimas buat bunuh orang, iya kan? Siapa dia? Siapa yang mau Papi bunuh?" kata Alora semakin penasaran.

"Wanita bernama Citra, bukankah dia yang orang yang kamu benci?" balas Jovan jujur.

"Papi melakukan itu tanpa persetujuan aku?"

"Kenapa Papi harus meminta persetujuan kamu?"

Alora menahan amarahnya, jangan sampai dia lepas kendali. Ia tidak boleh melawan, karena yang di depannya ini adalah orang tuanya sendiri.

"Aku emang benci sama Citra, tapi aku gak mau dia mati sia-sia."

"Aku gak mau Citra mati gitu aja, tanpa merasakan sakitnya penderitaan," final Alora, membuat Jovan berpikir keras.

Sebenarnya apa maksud ucapan Alora.

"Jangan bertele-tele Alora, apa yang mau kamu lakukan?"

"Papi percaya sama aku. Aku sendiri yang akan membalas perbuatan dia, tapi nantinya butuh sedikit bantuan Papi," ucap Alora tertawa di akhir katanya.

Jovan mengulum senyum lega. Syukurlah Alora sudah bisa kembali ceria seperti biasanya.

"Apapun untuk putri kecil Papi," kata Jovan lalu memeluk Alora dengan sayang.

"Papi percaya kan, kalo Alora ini kuat?"

"Nggak, buktinya kemaren kamu nangis-nangis," balas Jovan mengejek.

"Papi!!!"

"Iya-iya, anak Papi pasti kuat."

Mereka berdua saling berpelukan, menyampaikan bentuk kasih sayang masing-masing.

Untung Alora pulang cepat, dan sampai tepat waktu, kalau tidak maka semua akan terlambat. Jovan pasti benar-benar akan menyuruh Dimas membunuh Citra.

Alora tidak akan membiarkan Citra mati sia-sia. Ia pastikan gadis itu akan mati secara perlahan karena penderitaan yang akan ditanggungnya.

Sementara Mira yang melihat dari kejauhan hanya bisa diam tanpa berkata-kata. Selama ini dia tahu kalau Alora memang lebih dekat dengan Jovan daripada dengannya.

Alora adalah duplikat Jovan. Gigih, kuat, berambisi, dan tidak gampang menyerah atas sesuatu yang sudah menjadi miliknya. Mereka berdua benar-benar dekat dan mempunya banyak kemiripan.

Jadi tidak heran kalau Alora sama kuatnya dengan Jovan.

Tapi… bagaimana nantinya kalau Alora tahu Jovan tidak seperti yang terlihat selama ini?

Bagaimana kalau Alora sampai mengetahui semua fakta itu yang selama ini tersembunyi dengan rapi.

Mira tidak bisa membayangkan hal itu. Terlalu mengerikan melihat Alora mengamuk apalagi seperti kemarin.

Entahlah kapan hari itu akan datang. Mungkin waktu yang akan menjawabnya.

Siap tidak siap, hari itu pasti akan tiba, tinggal hanya menunggu waktu saja.

Mira akan selalu berdoa agar keluarganya baik-baik saja.

900 VOTE & 900 KOMEN. PASTI BISA DONG.

MULAI SEKARANG PANGGIL AKU MOMI! TITIK! KALO NGGAK AKU GAK AKAN UP!😤

AYO PANGGIL AKU MOMI SEKARANG JUGA! WAJIB KOMEN!😤👉

SPAM UP DI SINI👉

SPAM NEXT DI SINI👉

MAU BILANG APA SAMA ALORA?👉

MAU BILANG APA SAMA BIAN?👉

MAU BILANG APA SAMA CITRA?👉

MAU BILANG APA SAMA ERGI?👉

MAU BILANG APA SAMA TOKOH BARU?👉

SAYANG SAYANGKU MAU BILANG APA SAMA MOMI?👉

JANGAN MALES KOMEN YA, SEMAKIN RAME KOMEN & VOTE NYA SEMAKIN CEPAT UP NYA!

RAMAIKAN CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN!

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 272K 63
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
804K 96K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
477K 52.2K 23
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...