Hujan Terakhir ✓

By Indahmendung

1.8M 56.8K 3.5K

Meskipun orang tua Prada berusaha untuk bersikap dan berlaku adil kepada kedua putrinya. Namun sejak kecil, P... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6

Chapter 3

64.3K 9.3K 386
By Indahmendung

Selamat membaca 😁

"See? Papa nggak bisa jawab." Prada tersenyum tipis saat mendapati Aji tak kunjung menjawab pertanyaan.

"Papa nggak pernah membedakan kalian berdua. Papa selalu berusaha bersikap adil dengan kamu dan juga Nada," ujar Aji setelah cukup lama bungkam.

"Dan Papa juga sama-sama menyayangi kalian berdua," sambungnya.

"Aku percaya Papa menyayangi aku dan Nada," ucap Prada.

"Tapi porsi kasih sayang yang Papa berikan ke Nada jauh lebih besar dibandingkan yang Papa berikan ke aku," pungkasnya tanpa ekspresi.

"Papa nggak-"

"Aku udah tau, Pa," potong Prada.

"Sejak kecil aku udah menyadari kalau Papa dan Mama lebih menyayangi Nada. Entah karena Nada yang lebih unggul, atau karena memang aku yang nggak pantas mendapatkan kasih sayang dari kalian. Yang jelas aku udah tau kalau aku dibedakan."

Endang menatap Prada sendu. "Bagaimana bisa kamu merasa dibedakan? Sedangkan Mama dan Papa selalu memberikan kasih sayang yang sama."

"Bagian mana yang mau Mama dengar lebih dulu?" tukas Prada.

"Semuanya masih tersimpan rapi di ingatan aku."

"Aku masih ingat dengan sangat jelas. Dulu setiap kali aku bertengkar dengan Nada, nggak ada satu pun dari kalian yang memihak aku. Kalian selalu membela Nada dan menyalahkan aku. Bahkan, selalu aku yang disuruh untuk mengalah dan meminta maaf atas kesalahan yang nggak pernah aku buat," ungkap Prada dengan tatapan menerawang jauh ke depan.

"Dan bukan hanya itu aja. Setiap barang punyaku yang Nada suka, aku harus kasih ke dia. Kalau aku nggak mau, kalian pasti akan mendesak."

"Ah, bukan mendesak. Mungkin lebih tepatnya memaksa," sindir Prada sinis.

"Prada-"

"Aku belum selesai!" pekik Prada dingin saat Endang berniat memotong ucapannya.

"Dan yang paling parah, kalian memberi kami kado yang berbeda saat hari ulang tahun kami. Aku sama sekali nggak mempermasalahkan harga, dan aku juga nggak peduli kalau kado Nada lebih mahal dibandingkan kado yang aku punya."

"Tapi kenapa kalian harus memberi kami kado yang berbeda? Dan kenapa selalu Nada yang mendapatkan kado paling bagus? Apa alasannya?" tukas Prada dengan tatapan yang terlihat seperti menyimpan amarah.

"Apa menurut kalian itu adil, hah?"

Aji dan Endang menutup mulutnya dan tak ada satu pun yang bersuara.

"Oh, dan satu lagi," ujar Prada.

"Apa Mama masih ingat saat guci kesayangan Mama jatuh? Itu bukan aku yang jatuhin, tapi Nada!" pungkas Prada membuat Endang tertegun.

Tatapan Endang kemudian beralih ke arah Nada yang juga tampak terkejut saat mendengar ucapan Prada.

"Nada, apa itu benar?" tanya Endang.

Nada hanya menunduk dan tak berani menatap Endang.

"Kenapa kamu diam? Jawab jujur," pungkas Endang lugas.

Nada tampak gugup. Dia mengigit bibir bawahnya keras, lalu mengangguk kecil tanpa mengatakan apa pun.

"Kenapa dulu kamu nggak bilang kalau kamu yang jatuhin?" Endang benar-benar tidak menyangka jika ternyata Nada adalah pelakunya.

"Nada takut dimarahin Mama," ungkap Nada tertunduk lesu.

Endang menatap Nada sejenak sebelum akhirnya kembali beralih ke arah Prada. "Kamu tau Nada yang jatuhin, tapi kenapa kamu nggak kasih tau Mama yang sebenarnya?"

Prada menatap Endang dengan tatapan nyalang dan hati yang bergemuruh. "Aku udah bilang! Aku udah bilang bukan aku pelakunya! Tapi Mama nggak percaya," bentak Prada begitu emosional.

"Nada! Kembaliin boneka aku." Prada mengejar Nada yang berlari sembari membawa boneka kelinci miliknya.

"Aku cuma mau pinjam sebentar. Kamu pelit banget, sih," balas Nada.

"Kamu kan udah pinjam boneka aku yang beruang," ujar Prada.

"Aku udah bosen, sekarang aku mau pinjam yang ini," kata Nada.

"Jangan yang kelinci! Itu kan boneka kesayangan aku," tolak Prada.

"Aku bilangin mama nanti kalau kamu nggak mau berbagi," ancam Nada.

Nada terus berlari menghindari Prada. Tetapi sedetik kemudian, dia terjatuh ke lantai karena tersandung kakinya sendiri.

Pyar!!!

Nada terkejut saat melihat guci kesayangan Endang pecah. Dia kemudian segera berdiri dan berjalan mundur dengan raut wajah panik.

Prada berlari menghampiri Nada. "Ini kan guci kesayangan mama," ujarnya saat melihat pecahan guci di lantai.

"Gimana ini? Mama pasti bakal marahin aku," ucap Nada ketakutan.

"Suara apa itu?" Endang keluar dari kamar saat mendengar suara benda jatuh yang cukup keras.

Nada segera bersembunyi di belakang tubuh Prada ketika mendengar suara Endang.

"Ya ampun! Prada!" pekik Endang syok saat mendapati Prada berada di depan guci kesayangan yang pecah.

"Kamu ngapain?!" maki Endang.

"Bukan Prada yang pecahin, Ma," ungkap Prada.

"Jangan bohong! Mama nggak pernah mengajarkan kamu untuk bohong," pungkas Endang tegas.

"Prada nggak bohong." Mata Prada mulai memanas.

"Kalau bukan kamu siapa lagi? Sudah jelas-jelas kamu yang ada di dekat gucinya Mama. Jadi ngaku saja, nggak usah ngeles. Mama nggak suka anak pembohong."

"Tapi bukan Prada yang pecahin," ujar Prada dengan suara serak seperti tengah menahan tangis karena dituduh oleh Endang.

"Terus siapa? Nada? Dia anaknya anteng, jadi nggak mungkin dia pelakunya," tukas Endang.

Bibir Prada bergetar. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Dia kemudian berlari meninggalkan Endang dan Nada sembari menangis tertahan.

"Prada! Mama belum selesai bicara!" maki Endang dengan nada suara tinggi.

"Mama ingat sekarang?" tukas Prada tersenyum sinis dengan tatapan nanar saat mengingat kembali betapa terlukanya dirinya saat itu ketika dituduh oleh orang tuanya sendiri.

Tatapan Endang tiba-tiba melemah. Dia kemudian menyentuh lengan Prada, namun Prada segera menepis tangan Endang.

"Asal Mama tau, aku nggak pernah bisa melupakan kejadian itu. Bahkan, rasa sakit yang aku rasakan masih membekas sampai saat ini," desis Prada dingin.

Endang menatap Prada pilu.

"Sebenarnya aku bisa saja bilang kalau Nada pelakunya, tapi aku milih diam karena aku nggak mau Nada dimarahin Mama. Tapi di saat aku mengkhawatirkan Nada, dia justru hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia bahkan nggak mencoba membela orang yang udah berusaha melindungi dia," Prada beralih menatap Nada tajam.

Sedangkan Nada hanya menunduk.

"Selama ini aku nggak pernah minta diistimewakan. Aku hanya ingin diperlakukan secara adil. Tapi sepertinya itu terlalu sulit bagi kalian," ungkap Prada dengan tatapan lurus ke depan.

"Prada ... maafin Mama, Nak. Mama salah," tutur Endang sendu.

"Mama nggak salah, memang seharusnya aku yang nggak pernah ada di keluarga ini," ujar Prada tanpa ekspresi dan berlalu pergi menuju kamar.

*****

Keesokan harinya.

Suasana di meja makan terlihat hening. Semua orang yang berada di sana hanya diam dan tampak fokus dengan sarapannya masing-masing.

Endang melirik ke arah Prada. Wanita itu terlihat seperti ingin membuka pembicaraan, namun dia masih ragu. Sampai akhirnya, suara Nada memecah keheningan.

"Pa, Ma, kalau aku jadi model menurut kalian gimana?" tanya Nada tiba-tiba yang membuat seluruh pandangan langsung tertuju ke arahnya.

"Kamu mau jadi model?" tanya Endang.

"Emm, sebenarnya ada beberapa agensi yang nawarin aku di instagram," ungkap Nada.

"Kalau kamu memang mau ya silahkan," timpal Aji.

"Berarti boleh, Pa?" tanya Nada sumringah dan berseri-seri.

"Boleh, lakukan apa pun yang kamu suka," jawab Aji.

"Hitung-hitung cari pengalaman juga. Apalagi kamu juga suka foto, jadi ini kesempatan buat kamu untuk mengembangkan bakat kamu," imbuhnya.

"Kalau gitu, nanti Nada akan hubungi salah satu agensi yang udah Nada pilih," ujar Nada tersenyum lebar.

Aji mengangguk.

"Kalau Prada? Gimana rencana kamu ke depan?" tanya Endang dengan nada suara halus.

Prada menoleh ke arah Endang. "Aku sedang menyiapkan lamaran kerja," ungkapnya singkat.

"Kamu sudah mau langsung kerja?" tanya Endang.

Prada mengangguk. "Lebih cepat, lebih baik. Lagipula aku juga udah lulus, jadi buat apa lama-lama menunda kerja?"

"Kamu bisa kerja di kantor Papa kalau kamu mau," ujar Aji.

"Aku udah berencana mau melamar kerjaan di perusahaan yang sama dengan Fani," sahut Prada.

"Dan setelah ini, aku mau ke rumah Fani untuk membahas hal itu lagi," imbuhnya.

"Kalau begitu, kamu berangkatnya sekalian bareng Papa saja," ucap Aji.

"Aku masih harus siap-siap, jadi Papa langsung berangkat ke kantor aja. Nanti aku bisa naik motor sendiri," kata Prada.

"Nggak apa-apa Papa tungguin. Papa masih punya banyak waktu," sahut Aji.

Prada pun akhirnya segera bersiap-siap setelah selesai sarapan. Dan saat berada di perjalanan menuju rumah Fani, mereka tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba untuk membuka pembicaraan.

Sampai akhirnya, mereka telah tiba di depan rumah Fani. Prada mencium punggung tangan Aji sebelum keluar dari mobil.

Setelah Prada turun, dia tidak sengaja berpapasan dengan Bagus yang baru saja keluar dari rumah.

"Eh, Prada!" pekik Bagus sumringah saat melihat Prada datang.

Prada berjalan menghampiri Bagus sembari tersenyum ramah. Dia lalu mencium punggung tangan Bagus. "Fani ada, Om?"

"Ada, masuk saja," jawab Bagus.

"Om mau berangkat kerja?" tanya Prada sopan saat melihat Bagus telah berpakaian rapi.

"Iya, mau berangkat. Oh iya, kemarin kamu pulangnya nggak kenapa-kenapa, kan? Sebenarnya Om mau anterin kamu pulang. Tapi karena Om masih ada tamu, jadi Om nggak bisa. Karena Om juga nggak enak mau ninggalin tamu," jelas Bagus.

"Nggak pa-pa, Om. Aman kok," jawab Prada.

"Syukurlah, Om sempat khawatir kalau terjadi apa-apa sama kamu di jalan. Soalnya kan kemarin kamu pulangnya agak malam. Apalagi kamu juga perempuan, jadi lebih rawan kalau pulang sendiri," ujar Bagus lega.

"Lain kali biar Om anter pulang," imbuhnya.

Prada tersenyum lebar. "Makasih udah perhatian sama Prada, Om. Tapi Prada beneran nggak pa-pa. Lagipula Prada juga udah biasa, kok."

Aji yang melihat kedekatan di antara Bagus dan Prada hanya diam tanpa ekspresi. Ada perasaan aneh yang bergelenyar di sudut hati saat melihat putrinya justru lebih akrab dengan orang lain dibandingkan dengan dirinya.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

6.4M 326K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1M 47.4K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
1.9M 69.7K 73
Bukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.
250K 18.1K 30
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...