Dear, Dosen Julid.

By Tiwaypiii

135K 10.4K 1.4K

Mas Arsen itu Dosen. Tapi nyebelinnya melebihi karakter Abang Roy di kartun upin & ipin! Semua ini karena per... More

Prolog
1. DDJ- Kakek pergi
2. DDJ- Wasiat Kakek
3. DDJ- Awal
4. DDJ- Mantan Arsen.
5. DDJ- Curhat.
6.DDJ- D-Day
7. DDJ- Malam Minggu
8. DDJ- Mau Punya Anak?
9. DDJ- Mabok Stella
10. DDJ- Kepo!
11. DDJ- Aib
12. DDJ- Kencan pertama
13. DDJ- Kekhawatiran
14.DDJ- Cemburu (?)
15. DDJ- Amarah
16. DDJ- Honeymoon?
17. DDJ- Honeymooon [2]
18. DDJ- Berusaha Mencintai
19. DDJ- Polisi Ganteng
20. DDJ- Kemesraan
21. DDJ- Malam yang panjang
22. DDJ- 4 manusia kupret
23. DDJ- Tentang hal itu
24- DDJ- Opini dan Teori
25. DDJ- Terjebak Hujan
26. DDJ- Tetangga Baru.
27. DDJ- Kejadian di Minimarket
28. DDJ- Nomor Asing
30. DDJ- Julid is number one
31. DDJ- Kebohongan Arsen
32. DDJ- Gym.
33. DDJ - Kejujuran Arsen
34. DDJ- Lina marah
35. DDJ- Kenyataan baru
hai wir

29. DDJ- Perkara Yuda

2.3K 250 56
By Tiwaypiii

Halo!
Sebelum baca diharapkan vote dan penuhi kolom komentar!

Selamat membaca!

Di dalam apartemennya, Gita dibuat senang bukan main saat Arsen menjawab kalau dia bersedia menolongnya. Dengan ini, dia bisa terus mengambil kepercayaan Arsen kembali. Matanya masih setia menatap foto profil Arsen. Ah, pasti pria itu sudah menyimpan nomornya. Pikir Gita.

Asal Gita tahu saja, bahwa Arsen memang menyetel profilnya Whatsapp nya agar semua orang dapat melihat. Karena dirinya ini seorang dosen jadi dengan itu maka mahasiswa dan mahasiswi yang akan mengumpulkan tugas atau makalah dapat tahu lebih cepat kalau ini adalah nomornya.

Sebelum itu, Gita menyempatkan diri untuk membuat teh dan memotong beberapa buah untuk camilan. Siapa tahu nanti Arsen nanti mau mampir.

"Ahh, ada untungnya juga gue hamil. Gue bisa memanfaatkan ini biar Arsen mau ketemu gue, 'kan?" gumamnya.

Ting tong!

Bel apartemen sudah berbunyi. Senyum ceria kembali terbit di bibir Gita yang mungil. Perempuan itu meletakkan teh nya di atas meja ruang tamu kemudian dia berjalan mendekati pintu. Sebelum itu Gita merapihkan dulu penampilannya agar  tidak terlihat berantakan.

Pintu perlahan dia buka.

Saat sudah sepenuhnya buka dengan penuh semangat, rahang Gita langsung terjatuh. Senyumnya yang tadi mengembang cerah sekarang berubah menjadi tegang sekaligus bingung. Bukan Arsen yang datang melainkan seorang pria dengan seragam polisinya. Gita tidak mengenali siapa polisi itu. Apa dia baru saja membuat kesalahan sehingga seorang polisi mendatangi apartemennya.

"Nih, obat. Arsen tadi minta tolong gue buat beliin obat di sekitar sini karena kebetulan gue juga lagi patroli di sini. Dasar, ya, lo. Nyusahin suami orang aja bisanya!" ujar pria itu menyerahkan sebuah kantong plastik berisi obat pada Gita.

Gita menerimanya dengan wajah cengo. Matanya menyiratkan kekecewaan karena bukan Arsen yang datang sendiri.

"Kalau lo lupa, gue Dika. Temennya Arsen," ucap Dika sambil menyodorkan tangannya bermaksud untuk berkenalan, kembali.

"Ahh, Dika. Iya, gue ingat," balas Gita.

"Udah. Lain kali, minta tolong sana sama Darrel. Malem-malem kok ganggu suami istri yang lagi olaharaga!" kata Dika lagi sambil berjalan meninggalkan Gita yang terdiam di depan pintu.

"Tunggu, olahraga maksudnya?"

"Ya, mereka masih pengantin baru. Emang apa yang bakal dilakuin pengantin baru kalo malam-malam? Yee, pura-pura polos lo!" jawab polisi tampan itu dengan wajah julidnya.

Gita menganga tak percaya. Sial! Perkataan Dika malah membuat hatinya sakit. Arsen menikahi Lina karena perjodohan. Dan apa secepat itu mereka sudah saling menyukai dan mencintai? Bahkan dulu dirinya saja tidak secepat ini membuat Arsen jatuh cinta padanya. Dulu memang Gita yang lebih dulu menyukai Arsen.

Gita jadi penasaran, apa istimewanya Lina sampai Arsen yang bisa dibilang sulit mencintai wanita, kini malah secepat itu mencintai Lina. Gita berpikir mungkin karena mereka tinggal bersama, jadi lebih mudah untuk Arsen mencintai Lina.

Ah, sial-batin Gita.

Dika pergi meninggalkan Gita yang masih berdiri di depan pintu apartemennya. Senyum miring dia tampilkan karena berhasil membuat wanita di belakang sana terdiam seribu bahasa karena ucapannya yang mengatakan kalau Arsen dan Lina sedang bereproduksi.

Ya, Dika hanya mengarang saja dan ingin membuat Gita kena mental kalau Arsen itu sudah punya istri. Tidak seharusnya juga Gita meminta tolong pada Arsen malam-malam begini.

[Flashback on]

"Hey, kenapa spionnya gak ada?" tanya Dika pada seorang pemuda yang sedang nongkrong di depan ruko yang sudah tutup.

"Copot, Pak," jawab pemuda itu cengengesan.

"Copot-copot. Pulang ini nanti dipasang lagi, ya? Kamu tahu nggak fungsi spion motor itu apa?" tanya Dika lagi.

Pemuda itu kembali cengengesan sambil memukul temannya satu sama lain, mengode agar kawannya saja yang menjawab.

"Untuk apa? Kok malah tabok-tabokkan,"

"Ngaca, Pak,"

"Ngaca?" Dika memastikan.

"Iya, Pak,"

"Buat ngaca siapa? Kamu?" tanyanya lagi. Pemuda itu hanya mengangguk sambil menyengir kuda.

"Yee, sok ganteng banget kamu. Spion itu, ya, gunanya buat lihat ke belakang tanpa menoleh ke belakang. Kalau buat ngaca, ya, iya juga tapi bukan itu fungsi utamanya. Masa iya pabrik motor membuat spion cuma buat kamu ngaca doang. Ngaco kamu!" terang Dika sambil menyuruh para pemuda itu duduk untuk di cek kembali oleh petugas yang lainnya.

Drrtt!

Ponsel nya bergetar tanda ada yang menelpon. Dika izin pada komandan untuk mengangkat telepon, setelah diizinkan barulah dia sedikit menjauh dari kerumunan itu.

"Halo. Kenapa, Ar?" tanya Dika begitu tahu siapa yang menelponnya.

"Si Gita itu nyusahin lagi. Tolong beliin dia obat pereda sakit perut untuk ibu hamil. Gue nggak bisa," ucap Arsen dari seberang sana.

"Ibu hamil? Gi--Gita---"

"Iya! Udah ntar gue ceritain. Sekarang sana beliin. Dia tadinya mau keluar pergi sendiri tapi nggak gue bolehin karena udah malam. Dan katanya lo lagi patroli deket apartemen Gita. Makanya gue minta tolong lo,"

"Dih, ogah, ah gue ke apartemen dia!" tolak Dika menggeleng keras.

"Gak boleh gitu lo. Gue warga sipil nih yang butuh pertolongan. Lo sebagai aparat keamanan negara harusnya mau nolongin warga sipil," ujar Arsen tersenyum miring.

Dika berdecak kesal. Kenapa pula Arsen malah membahas itu. "Bayar dong. Masa minta tolong doang gak mau bayar?"

"Lo polisi atau pesuruh? Masa nolongin warga aja kudu bayar dulu. Rendah banget jadi polisi,"

"TERSERAH LO, AR! Iya ini gue otw sekarang!"

Tut.

Dika memutuskan panggilannya secara sepihak. Padahal dia tadi hanya bercanda saja tapi tanggapan Arsen terlalu menyebalkan. Dia sebagai polisi merasa tersindir walau Dika tidak pernah melakukan itu. Selagi dia bisa, maka Dika akan membantu warga yang membutuhkan bantuan.

[Flashback of]

Jadi begitulah kenapa Arsen bisa meminta tolong padanya. Tapi tentu saja tidak gratis. Bukannya ingin meminta bayaran atas bantuannya kali ini, Dika hanya ingin agar Arsen mau mengganti uang yang sudah dia keluarkan hanya untuk membeli obat itu. Dika sedang mode pelit sekarang karena dia belum gajian. Besok mungkin dia akan menagih Arsen. Masa bodoh dengan ucapan pedas yang akan Arsen keluarkan. Sekarang ini yang terpenting hanya uang.

Lalu sedang apa Arsen saat tidak jadi mendatangi Gita?

Arsen dan Lina, pasangan suami istri itu sekarang sedang tidur manja dengan saling memeluk satu sama lain tanpa memikirkan Dika yang baru saja kena tegur oleh komandan karena pergi terlalu lama padahal tadi ada beberapa pembalap liar yang bertebaran. Dika terkenal dengan kecepatan berkendaranya makanya komandan sangat menyayangkan itu. Andai tadi Dika sedikit lebih cepat sampai maka beberapa pembalap liar itu pasti tertangkap. Mereka selalu mengandalkan Dika jika untuk hal kejar-mengejar. Tapi soal mengejar jodoh mungkin Dika belakangan.

🍊🍊

Arsen men-scroll beranda instagramnya yang terus memunculkan wajah cantik Lina. Dia hanya mem-follow Lina saja dan akun kampus. Jarinya mencoba scroll ke bawah. Isinya hanya foto-foto Lina dan beberapa temannya. Ternyata Lina memang sudah cantik dari dulu. Entah sejak kapan istrinya itu memakai instagram yang jelas di sana banyak foto Lina saat SMA. Wajahnya masih tampak imut dibanding sekarang yang sudah terlihat sedikit dewasa.

"Semoga nanti anak gue secantik emaknya," monolog Arsen. Bibirnya terus tersenyum. Lina terlihat menggemaskan sekali.

Dirasa sudah terlalu lama bermain ponsel, Arsen memutuskan untuk menyudahi acara stalkingnya. Pria itu keluar dari ruangan karena sebentar lagi jadwalnya masuk kelas.

"Gue pikir emang Lina itu pacarnya Pak Arsen. Ternyata bukan," ucapan seseorang dari dalam sebuah toilet membuat langkah Arsen terhenti.

Pria itu berpura-pura memainkan ponselnya demi mendengarkan cerita apa yang kedua mahasiswi itu bicarakan.

"Tapi dipikir-pikir Yuda emang cocok, sih, sama Lina. Mereka sefrekuensi juga. Yuda pun termasuk ke dalam jajaran cowok populer di kampus. Hm, jadi orang cantik tuh enaknya gitu, ya. Gampang disukai orang-orang dari fisiknya," sahut salah satu dari mereka.

Arsen mengernyitkan dahinya bingung. Siapa Yuda?

"Pak Arsen ada apa?" tanya seseorang membuat Arsen terkejut.

Dia tersenyum kemudian sedikit membungkuk untuk menyapa seorang rektor di kampus ini.

"Tidak ada, Pak. Tadi ada SMS dari mama. Ini udah mau ke kelas kok," jawab Arsen sambil membenarkan sedikit kacamatanya.

Pak Rektor mengangguk. "Ya, sudah. Kalau gitu saya permisi dulu,"

Arsen mengangguk dan kembali membungkukkan sedikit badannya. Setelah pria paruh baya itu pergi barulah Arsen kembali melangkah menuju kelas yang akan dia isi siang ini. Pikirannya jadi memikirkan tentang siapa itu Yuda dan ada hubungan apa dengan Lina sampai-sampai mereka mencocokkan istrinya itu dengan Si Yuda.

🍊🍊


Lina menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Dia baru saja pulang dari kampus dan itu sungguh melelahkan. "Mandi gak, ya? Mandi, ah. Gerah!" gumam Lina kemudian beranjak ke kamar mandi.

Sebenarnya dia malas untuk mandi karena masih lelah. Tapi karena tubuhnya lengket dan bau alhasil dia memilih mandi saja. Dia berendam di bathup sebentar bahkan sampai hampir ketiduran. Air hangat itu serasa memijat-mijat tubuhnya. Tidak ingin berlama-lama, Lina memutuskan untuk menyudahi acara berendamnya kemudian lanjut memakai piyama. Hari sudah maghrib tapi Arsen belum juga pulang. Lina ingat, pria itu mengatakan kalau dia pulang sedikit lambat karena ada rapat dosen.

Sendirian di rumah yang lumayan besar ini membuat Lina bebas ingin melakukan apa saja. Dia sengaja tidak masak karena Arsen yang memintanya. Pria itu katanya akan membelikan makanan dari luar.

Setelah sholat, Lina memutuskan untuk menonton TV.
Mata cantik Lina menatap serius channel televisi yang menampilkan drama terbaru yang ditayangkan beberapa hari lalu. Adegan-adegan kriminal di sana membuat Lina menjadi tertarik untuk terus menontonnya.

Ting tong!

Kepalanya sontak menoleh mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Lina beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Kemudian dia membukanya dengan lebar.

"Assalamu'alaikum!" sapa seorang lelaki, Yuda.

Lina tersenyum lebar. "Wa'alaikumsalam. Ada apa, Yud?"

"Ini, ponakan gue ulang tahun dan nyokap buat nasi tumpeng. Dan suruh bagiin ke tetangga. Jadi gue bagi ini ke lo karena sekarang lo jadi tetangga gue," jawab Yuda sambil memberikan sebungkus plastik putih pada Lina.

Lina menerimanya dengan senang hati." Wah, makasih, ya, Yud. Bilangin ke ponakan lo. Happy Birthday dari Aunty Lina," ucap Lina berterima kasih.

Yuda terkekeh dan mengangguk.

"Ulang tahun yang ke berapa?"

"Tiga tahun. Tadinya sempat mau dirayakan tapi nggak jadi karena mama papanya sibuk. Alhasil cuma dibikinin nasi tumpeng sama beliin kue," kata Yuda.

"Ohh. Eh, Lo mau mampir dulu nggak? Ayo, masuk. Jangan di pintu. Masih maghrib ini, pamali," tawar Lina.

Yuda menggeleng sambil tersenyum kecil. "Nggak, ah, sori. Rumah lo kayaknya sepi. Nggak enak sama tetangga. Apalagi lo udah punya suami," jawabnya.

Lina langsung tersadar. Dia akhirnya terkekeh malu. "Oh, iya. Maaf, gue anaknya emang suka lupa, hehe,"

Laki-laki dengan tangan yang masih diperban itu ikut terkekeh. "Ya, udah. Gue mau lanjut bagiin ini ke tetangga lainnya, ya?"

"Butuh bantuan nggak? Lo pasti kesusahan dengan satu tangan yang lagi sakit," tanya Lina bermaksud memberikan bantuan.

Yuda menggeleng. "Gapapa, gue bisa kok. Duluan, ya!"

Lina hanya mengangguk sambil memandangi punggung lebar Yuda yang kini beralih ke rumah seberang. Setelahnya, Lina masuk dan membuka nasi tumpeng dari Yuda.

"Wih, kayaknya enak, nih," gumam Lina menatap nasi kuning itu dengan lapar.

Belum sempat memasukkan nasinya ke dalam mulut, suara klakson mobil mengalihkan perhatian Lina dari nasi kuning yang menggoda selera itu. Dia segera beranjak dari sofa lalu menunggu di belakang pintu. Jelas dia tahu mobil siapa itu.

Pintu terbuka menampilkan sosok Arsen dengan wajah yang sudah terlihat lelah.

"Assalamu'alaikum," salam Arsen.

"Wa'alaikumsalam, Mas," jawab Lina kemudian mencium punggung tangan suaminya.

Dan entah dorongan dari mana, Arsen tiba-tiba menarik pinggang Lina dan memeluknya. Belum lagi kecupan-kecupan singkat yang Arsen berikan untuk bibir Lina membuat perempuan itu merasa geli sekaligus sendiri. Dasar Arsen ini. Baru pulang sudah berani menyentuh dirinya. Harusnya Arsen cuci tangan atau cuci muka dulu. Atau bahkan lebih bagus lagi mandi dulu karena takutnya setan-setan dari kampus dan jalanan mengikuti Arsen dan berakhir ter-transfer ke dirinya.

"Maaf. Saya nggak sempat beli makanan. Capek banget soalnya," ucap Arsen menghela nafas berat merasa bersalah. Pasti istrinya sudah lapar menunggu makanan yang sudah dia janjikan.

Lina menggeleng kecil. "Gapapa. Udah sana mandi dulu. Tadi aku dapat tumpengan dari tetangga. Nanti kita makan bareng-bareng,"

Arsen melirik meja ruang tamu sekilas kemudian mengangguk. Tidak butuh waktu lama untuk pria itu mandi. Lima menit saja selesai karena dia hanya membasuh tubuhnya saja dengan air hangat agar rasa lengket dan pegalnya sedikit menghilang.

Arsen menghampiri Lina di ruang tamu kemudian duduk di sebelahnya

"Dari siapa?" tanya Arsen kemudian mengambil piring yang sudah berisi nasi kuning dan berbagai lauk pauk nya.

"Aku kurang tahu siapa nama tetangga itu. Tapi tadi yang nganter itu anaknya. Dia teman kampus aku juga, namanya Yuda,"

Kunyahan di mulut Arsen sontak berhenti mendengar nama itu. Matanya langsung melirik Lina yang terlihat biasa-biasa saja sambil menikmati nasi kuningnya yang memang enak.

"Rumahnya sebelah mana?" tanya Arsen lagi.

"Yang depannya banyak bunga mataharinya itu. Siapa, sih, nama ibu-ibu yang tinggal di situ?"

"Oh, Bu Dewi namanya," jawabnya.

"Enak nggak, Mas, nasi kuningnya?" tanya Lina meminta penilaian. Dia harap Arsen juga bilang kalau nasinya enak karena memang seenak itu.

"Enak. Tapi masih enakkan masakan saya, sih," jawabnya sedikit sombong.

Lina hanya menghela nafas kasar. "Iya, deh. Si paling enak,"

"Iya memang. Sesuatu yang dari saya selalu enak. Kamu juga tahu, 'kan?" Arsen menatap Lina dengan intens, tak lupa bibirnya yang tersenyum miring membuat pikiran Lina traveling. Pipinya sampai memerah.

"Apa, sih! Udah, ah itu dimakan dulu sampai habis!" elak Lina memalingkan wajahnya.

Nasi yang diberikan Yuda dari Bu Dewi memang lumayan banyak sehingga cukup untuk dirinya dan Si Perut Gentong macam Arsen. Lina pun tidak tahu kenapa Yuda memberikannya sebanyak ini.

"Saya mau tanya, Lin," kata Arsen tiba-tiba.

"Kenapa sebagian anak kampus membicarakan kamu dengan Yuda? Apa Yuda yang mereka maksud itu orang yang memberi nasi ini tadi?" Arsen lanjut bertanya setelah mendapat anggukan dari Lina.

Mendengar pertanyaan suaminya membuat Lina terdiam sejenak. Dia melirik Arsen sekilas kemudian mengangguk.

"Iya. Tapi, Mas Arsen jangan salah paham dulu. Yuda tetangga kita itu memang orang yang akhir-akhir ini digosipin sama aku di kampus. Tapi, aku sama Yuda cuma sekedar teman dan tetangga kok. Merekanya aja yang emang demen banget jodoh-jodohin orang," jawab Lina terdengar santai.

"Kamu nggak marah gitu dijodoh-jodohin sama mereka? Saya baru dengar tadi siang. Lumayan banyak yang membicarakan kalau kamu memang cocok sama Yuda. Sebenarnya kalian ini ngapain sampai pada heboh gitu?" tanyanya lagi. Matanya kini menatap Lina dengan dingin.

"Awalnya karena Yuda tiba-tiba datang ke kantin nyamperin aku terus ngasih aku sekotak coklat dalam kardus kado. Dan berakhirlah mereka semua salah sangka. Dan untuk pertanyaan kamu yang pertama, kenapa aku nggak marah, karena aku nggak suka dijodoh-jodohkan," jawab Lina panjang.

Arsen mengernyitkan dahinya bingung. "Kalau nggak suka, kenapa kamu malah keliatan santai? Harusnya kamu marah dan bilang ke mereka kalau kamu nggak suka dijodoh-jodohkan," kali ini suara Arsen sedikit meninggi.

"Kata Mamah, kalau kamu nggak suka sesuatu, ya, nggak usah dipikirkan. Aku emang gak suka dijodoh-jodohkan dan aku, ya, abai aja. Ngapain mikirin kek gitu sampe marah-marah? Biarin mereka ngomong semaunya. Toh, aku sama Yuda emang gak ada apa-apa, kok. Yuda cuma ngasih sekotak coklat dari Iqbal. Iqbal ngasih aku coklat karena dia dapat dari mahasiswi junior. Karena aku suka coklat akhirnya dia kasih ke aku, deh," jawab Lina terdengar begitu santai.

Arsen sampai tak habis pikir. Kenapa istrinya sesantai itu. Meskipun benar atau tidaknya seharusnya Lina bertingkah seolah-olah takut dan meminta maaf padanya.

"Mamah? Mamah Helena?"

Lina menggeleng. "Bukan. Tapi Mamah Dede,"

Arsen hanya bisa menghela nafasnya sabar. "Kata dia gitu?

Lina mengangguk. "Dan jangan tanya kenapa aku nggak keliatan takut sama sekali. Karena, aku emang nggak salah. Jadi kamu nggak usah ngeliatin aku tajem-tajem gitu karena aku nggak takut," imbuhnya lagi.

Arsen hanya mendengus kecil dan melanjutkan makannya. Semoga apa yang Lina ucapkan itu benar walaupun hatinya mengatakan kalau Lina itu berbohong. Wanita itu pandai berakting. Bahkan dulu Lina pernah menangis dan mengeluh kalau perutnya sangat sakit sehingga tidak jadi menemui dirinya di ruangan padahal saat itu dirinya ingin memberi Lina sangsi sebab telat mengumpulkan tugas. Dan ternyata itu semua hanya aktingnya Lina saja. Arsen untungnya sangat sabar hari itu.

Melihat Arsen yang tampak kesal, Lina pun beranjak dari duduknya dan menuju kamar untuk mengambil sekotak coklat tersebut. Mungkin Arsen memang harus disumpal bukti agar percaya.

Dia kembali membawa sekotak coklat dengan pita yang masih terikat rapi. Lalu memberikannya pada Arsen.

"Udah gede jangan ngambek! Buka aja kalau nggak percaya. Coba lihat isinya ada apa aja. Soalnya Yuda cuma bilang kalau isinya coklat. Dan Yuda tahu itu dari Iqbal, dan Iqbal tahu itu juga dari cewek yang ngasih kotak ini," ujar Lina berbelit.

Arsen melirik sekilas kotak itu. Otaknya mengatakan jika dia tidak perlu repot-repot melakukan itu, tapi hatinya berkata agar dirinya membuka kotak itu supaya bisa percaya sepenuhnya pada Lina. Setelah lama berpikir akhirnya Arsen memutuskan untuk membukanya.

Terlihat masih rapi. Arsen yakin kalau ini memang masih segel.

Setelah dibuka memang berisi beberapa coklat silverqueen dan juga... obat sakit gigi? Arsen maupun Lina mengernyit bingung.

Dibalik obat sakit gigi itu ada sebuah amplop kecil. Arsen mengambil lalu membukanya. Tapi, Lina merebut surat itu dan membacanya.

"Aku sengaja ngasih ini ke Kak Iqbal. Takutnya kalau abis makan coklat dari aku, Kak Iqbal sakit gigi. Jadi itu obat gigi gratis dari aku." Lina sontak tertawa setelah membacanya. Gadis ini niat sekali melakukan hal unik seperti ini. Iqbal pasti akan menyesal karena telah memberikan coklat ini padanya!

"Anak jaman sekarang kalau bucin nggak nanggung-naggung, ya," ucap Arsen menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Dia melirik Lina dengan dahi berkerut. Istrinya itu masih tertawa sambil memfoto kertas tadi. Mungkin dia akan mengirimnya pada Iqbal.

"Lucu banget emang?" tanya Arsen pada Lina. Entah kenapa humor Lina begitu receh sehingga dia sering mendengar Lina tertawa keras hanya karena lelucon yang menurutnya tidak lucu.

"Iya lah lucu. Dari pertama masuk kuliah sampai semester tiga ini belum pernah ada cewek yang berani terang-terangan ngasih coklat ke Iqbal. Apalagi ada obat sakit giginya BHAHAHA!" jawab Lina masih tertawa. Dia kemudian merebut kotak coklat itu dan meletakkan isinya di kulkas. Lumayan, coklat gratis.

"JANGAN MAKAN COKLAT BANYAK-BANYAK LINA! NANTI GIGI KAMU RUSAK!"

"IYA, SAYANG!"

Mata Arsen sontak membulat mendengar jawaban dari Lina. Tiba-tiba jantungnya berdetak cepat hanya karena mendengar ucapan 'sayang' dari istrinya itu. "Ah, sial! Gitu aja baper!"

🍊🍊🍊

Panjang kan part ini mwehe

Sorry for typo (s)

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 182K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1.2M 120K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
1.9M 28K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.9M 23.2K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...