Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

14. PEREMPUAN LICIK

38.3K 3K 1.2K
By ainiay12

Follow semua akun di bawah ini;
@wattpad.ayay
@bian.astara
@alora.aleandra
@shena.anala

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

(Happy Reading)

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu, dan Alora baru keluar dari kelasnya. Dia memang selalu pulang lebih lama, karena malas berdesak-desakan dengan murid-murid lainnya.

Haikal, dan Nevan tidak masuk entah karena apa, dan Shena sudah pulang sejak tadi. Akhir-akhir ini hubungannya dengan mereka tampak sedikit renggang? Mereka juga jarang berkumpul lagi setelah kedatangan Alora dari Dubai waktu itu. Atau apakah mereka masih marah? Alora sendiri juga tidak tahu.

Kini, tinggallah Alora sendirian berjalan dengan ponsel di tangannya, tidak fokus sampai akhirnya dia terhenti karena seseorang mengahalang di hadapannya.

Alora mengangkat kepala dengan angkuh. Alisnya berkerut melihat tiga siswi di depannya. Dandanan mereka tidak mencerminkan seperti seorang murid pada umumnya, tapi lebih seperti seorang biduan yang ingin manggung.

Lipstik merah, bedak tebal entah berapa lapis, baju ketat hingga bagian tubuhnya terlihat jelas, dan juga rok di atas lutut. Bukankah mirip seorang biduan.

Dan sepertinya mereka memang sengaja menunggu Alora?

"Siapa lo?"

"Lo yang siapa!" gadis paling depan itu menjawab Alora dengan mendorong bahu Alora.

"Berani banget lo sentuh gue!" kata Alora dingin.

"Kenapa gue harus takut sama cewek gatel kaya lo?" tantang perempuan bernama Aurel tersebut.

Sedangkan 2 siswi di belakangnya hanya diam. Naina, dan Dita, para antek-antek Aurel.

"Gatel lo bilang?" Alora mengulangi. "Jangan ngomong sembarangan mulut lo kalo gak mau gue cabein!"

Aurel tertawa mengejek. "Huuuu takut banget," katanya dengan ekspresi dibuat-buat.

"Gue gak suka basa-basi, jadi kenapa lo berdua ngalangin jalan gue? Ada masalah? Gue rasa nggak!"

Aurel maju dan mencengkram kerah seragam Alora. "Jangan gatel sama cowok orang!"

Alora semakin tidak mengerti apa maksud mereka.

"Bener tuh, jangan tepe tepe sama doi orang, kaya nggak laku aja lo," timpal Naina.

"Mungkin emang gak laku, makanya ngejar-ngejar cowok orang." Dita ikut bersuara.

"Mau gue cariin cowok?" tanya Aurel, lalu meneliti penampilan Alora, tidak ada yang istimewa, hanya wajahnya saja yang cantik.

"Tapi siapa yang mau sama lo, ya?" lanjutnya.

Alora tidak menjawab, melainkan memegang tangan Aurel yang masih bertengger di kerah bajunya. "Gue gak pernah gatel sama cowok orang, dan gue gak punya masalah sama kalian, jadi minggir atau gue patahin tangan lo ini karena udah berani nyentuh gue," balas Alora menatap Aurel tajam.

Aurel langsung melepaskan tangannya. Sedikit ketakutan, tapi itu tidak bertahan lama. "Gue gak takut sama ancaman lo! Kalo gue mau, gue bisa keluarin lo dari sekolah ini."

"Silahkan!" sentak Alora. "Tapi sebelum itu, gue pastiin lo gak bisa ngeliat dunia lagi."

"Jangan sentuh gue bangsat!" Alora menahan tangan Aurel yang hendak menamparnya.

"Aaaaahhhh, lepassss." Aurel kesakitan saat Alora sedikit memelintir tangannya.

Naina dan Dita yang melihat itu langsung membantu Aurel yang kini terduduk di lantai setelah Alora menghempasnya dengan begitu kasar.

"Gue gak mau liat muka kalian lagi, jadi berhenti kalo kalian nggak mau nyesel," kata Alora dengan wajah datar, kemudian berlalu dari sana.

"Rel, lo gapapa?" tanya Naina khawatir.

"Lo gak liat gue kesakitan?!" bentak Aurel.

"Tau nih, Naina!" Dita malah mengompori.

"Bantu gue berdiri."

Mereka berdua membantu Aurel berdiri.

"Lo terima aja diginiin, Rel?" ucap Dita.

"Gue pastiin cewek itu bakalan nyesel karena berani bikin gue begini," jawab Aurel memandang Alora.

"Bagus! Lo harus bales! Gue pasti bantu."

"Gue juga!" seru Naina.

Mereka bertiga adalah siswi kelas 10, jadi mungkin mereka tidak mengenal Alora? Bisa saja, untuk itu mereka berani mencari masalah dengan Alora yang terkenal tidak suka diganggu ketenangannya.

Dan Aurel merasa berkuasa karena Ayahnya adalah salah satu donatur sekolah. Jadi mereka merasa tidak apa-apa untuk membully murid-murid lainnya.

Mereka bertiga juga terkenal dengan sebutan "trio cabe" karena lipstik mereka yang merah menyala, seperti cabai merah, pedas, dan suka menindas. Dan mereka juga termasuk ke para pendukung hubungan Bian dan Citra.

•••

Keesokan harinya…

"Gimana? Kalian udah bikin Alora menyerah?" tanya seorang perempuan, kepada tiga perempuan di depannya.

Mereka bertiga menggeleng serentak.

"Dia berani banget, malah gue yang di kalahin." Aurel menjawab selaku ketuanya.

"Bodoh! Ngalahin satu orang aja gak bisa? Padahal kalian kan bertiga? Tapi masih kalah?" serunya dengan marah.

Perempuan itu maju dan menatap Aurel remeh. "Sia-sia gue ngandelin kalian! Terutama lo! Gak guna!" tunjuk Citra.

"Lo lakuin aja sendiri kalo berani! Ngapain nyuruh kita?!" bentak Aurel sudah tidak tahan lagi Citra terus memojokkannya. Dia melakukan ini karena ingin membantu Citra, bukannya berterimakasih tapi Citra malah menghinanya seperti ini.

"Rel, sabar," kata Dita di belakangnya. Juga Naina yang mengangguk.

"Kenapa kalian takut sama Alora?" tanya Citra.

"Gue gak takut sama Alora! Tapi gue males bantuin orang yang nggak tau terimakasih kaya lo!"

Plak

"Berani banget lo ngatain gue!"

"Kenapa gue harus takut! Emang lo siapa!" Aurel tidak merasa takut sedikitpun setelah di tampar begitu saja.

Citra tidak menjawab karena dia mendengar langkah seseorang yang semakin dekat ke toilet. Dia tahu betul siapa orang itu hanya dari bau parfumnya saja.

Seringai licik terlihat di bibirnya. Gadis itu merobek paksa seragamnya, dan mengacak-acak rambutnya sendiri agar penampilannya berantakan.

"Eh ngapain lo?" Aurel bingung apa yang dilakukan Citra.

"Gila ya lo!" seru Dita dan Naina.

Citra langsung terduduk di lantai sembari menangis, membuat ketiga perempuan itu semakin bingung akan tingkahnya.

"Citra!! Apa yang terjadi?!" Bian masuk ke dalam toilet dan menemukan gadisnya menangis dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Dia berjongkok untuk melihat lebih dekat.

Seragamnya robek memperlihatkan tangtop putih gadis itu, wajahnya juga terlihat sembab. Naluri Bian pun tergerak untuk melepas seragam miliknya dan memakaikannya pada Citra.

"Ayo bangun," pintanya dengan merangkul Citra.

"A-ku takut, Bi… mereka nyakitin aku," ujar Citra, suaranya terlihat jelas kalau dia ketakutan.

Bian yang semula menatap Citra penuh khawatir, kini berganti menatap Aurel dan antek-anteknya dengan mata tajam, menghunus mereka bertiga.

"Kak, gue gak ngapa-ngapain dia, justru dia yang nyuruh kita bertiga buat celakain Alora." Sebelum Bian bertanya, Aurel sudah lebih dulu menjelaskan.

Dia memang berani pada Citra, tapi tidak dengan Bian. Seluruh sekolah juga tahu kalau Bian marah seperti apa, tidak akan ada yang bisa menghentikannya.

"Bohong, aku gak mungkin lakuin itu, Bi. Mereka bertiga udah nyiksa aku sampe baju aku robek," bela Citra takut Bian terpengaruh ucapan Aurel.

"Jangan fitnah! Lo merobek baju lo sendiri!"

"Iya kak, bener apa kata Aurel, kita berdua saksinya," ucap Dita.

"Malah Citra udah nampar Aurel, tapi Aurel gak ngapa-ngapain." Naina menimpali.

Bian masih belum membuka suaranya. Tidak tahu siapa yang saat ini sedang berbohong. Tapi dia tidak bisa terima melihat kekasihnya diperlakukan seperti ini. Buktinya sudah jelas kalau Citra adalah korban di sini.

"Gue pastiin kalian bertiga nyesel," kata Bian kemudian.

Dia merangkul Citra keluar dari toilet, dan mereka bertiga juga ikut keluar dengan perasaan takut. Bagaimana kalau Bian benar-benar serius dengan ucapannya? Matilah Aurel! Masih kelas satu tapi sudah berani bertingkah.

"Gimana nih gue takut," kata Aurel sembari berjalan.

"Udah gak usah takut, lo kan gak ngapa-ngapain," ujar Dita di samping kanannya.

"Lagian, Ayah lo kan orang berpengaruh di sekolah ini, jadi kak Bian gak mungkin berani," ucap Naina.

"Iya sih, tapi tetep aja gue gak tenang."

Aurel mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Gara-gara cewek itu kita jadi terancam. Gue nyesel udah bantuin dia."

"Tampangnya aja polos tapi kelakuan mirip iblis." Dita dan Naina juga ikut emosi sekaligus menyesal.

Aurel benar-benar menyesal telah berurusan dengan wanita licik seperti Citra.

Usai mereka semua pergi, Alora lalu menunjukkan dirinya yang sejak tadi bersembunyi di belakang tembok. Dengan memegang ponsel di tangannya, gadis itu tidak berhenti untuk tersenyum aneh.

"Hebat, Citra bener-bener licik. Dia nyuruh orang lain tanpa mau repot-repot sendiri," kata Alora di tempatnya.

Alora memutar ulang rekaman yang merekam semua kejadian itu dari awal sampai akhirnya Bian datang menyelamatkan Citra. Sungguh akting yang sangat sempurna, sampai-sampai Bian juga tertipu oleh kedok wanita itu.

Alora tidak menyangka bahwa Citra akan sampai sejauh ini sampai menyuruh seseorang menggertaknya. Ia kira Citra tidak akan bisa melakukan itu, tapi Alora salah. Wajah Citra tidak mencerminkan bagaimana perilakunya.

Perempuan licik itu tidak pantas dengan Bian. Dan ini semakin membuat Alora yakin untuk memberikan Citra pelajaran. Atau mungkinkah kedepannya Citra akan melakukan sesuatu lagi padanya? Tunggu saja.

Tapi Alora tidak bisa hanya diam saja. Dia bukanlah tipe orang yang gampang melupakan perbuatan seseorang kepadanya.

"Kamu percaya, kan, sama aku?" tanya Citra sembari berjalan.

"Hmm."

"Kamu gak percaya, Bi? Kamu lebih percaya omongan cewek itu daripada pacar kamu sendiri?" Mata gadis itu sudah berkaca-kaca.

"Aku percaya," kata Bian tanpa menoleh, tapi tangannya masih merangkul Citra.

Walaupun jawaban Bian terdengar tidak tulus, tapi itu membuat Citra lega. Setidaknya Bian percaya padanya.

"Bi, aku takut kalo mereka bakal nyakitin aku lagi."

"Aku yakin mereka pasti gak akan tinggal diam."

"Aku sendirian, dan mereka bertiga, udah jelas mereka yang memang."

"Bi, gima--,"

"Berhenti mikir yang nggak-nggak, Citra," sela Bian kesal karena Citra terus menyerocos.

"Lagian, aku heran sama kamu, kenapa kamu bisa terlibat sama mereka?"

"Aku… aku… di bully sama mereka," kata Citra gugup.

Dan setelah itu Bian tidak bertanya lagi. Dia masih bingung siapa yang salah dan siapa yang benar. Ini terlalu membingungkan. Mereka tidak akan cari masalah kalau Citra tidak melakukan sesuatu, bukan? Atau mereka memang sengaja membully Citra?

Tapi selama ini Citra tidak pernah di bully ataupun terlibat masalah apapun, kenapa sekarang tiba-tiba dia di bully tanpa sebab yang jelas?

•••

"Dari mana kamu?"

Langkah Bian terhenti karena perkataan Aslan.

"Kamu saya sekolahkan untuk belajar, bukan untuk pacaran tidak jelas," lanjut Aslan tegas.

"Aku gak minta Papa sekolahin aku," jawab Bian. Kali ini memberanikan diri menatap Aslan.

"Jangan terus menjawab, Bian! Kenapa kamu jadi pembangkang seperti ini?!"

"Aku begini karena Papa!" Bian membentak. "Kalo Papa gak nikah lagi, mana mungkin aku jadi berandalan kaya gini?!"

"Kamu gak berhak ikut campur urusan Papa!"

"Papa juga gak berhak ngatur-ngatur hidup aku!"

"Saya berhak karena kamu anak saya!" Aslan mulai geram.

Bian tertawa hampa. "Anak? Anak mana yang Papa maksud? Anak yang selalu Papa tinggalin buat kerja? Iya?!!"

"Saya kerja demi hidup kamu, Bian. Kalo saya gak kerja mana mungkin kita hidup berkecukupan seperti sekarang," ucap Aslan mencoba bersabar.

"Papa kerja karena gila harta! Bukan karena aku! Dan Mama harus pergi karena keegoisan Papa!"

Hening sejenak setelah Bian berbicara.

Aslan terdiam di tempat, karena ucapan anaknya.

"Kenapa diem? Merasa bersalah? Gak perlu, Pa, gak perlu. Penyesalan Papa nggak akan bisa balikin Mama!"

Usai mengeluarkan isi hatinya, Bian naik ke lantai atas dengan menahan sekuat tenaga air matanya. Semua kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Bian tidak bermaksud kurang ajar pada Ayahnya sendiri.

Berbeda dengan Aslan yang masih diam, menatap kosong ke depan. Dia berjalan ke arah laci yang ada di dekat TV, ruang tamu.

Mengambil foto mendiang istrinya, Neta. "Maaf, sayang, aku masih berusaha mengembalikan Bian seperti dulu. Aku akan terus berusaha," katanya dengan setitik air mata yang perlahan jatuh.

Aslan yang tampak kuat dan tegas di luarnya, tapi ternyata dia juga rapuh. Ditinggalkan oleh Istri tercintanya, dan sampai sekarang kematian Neta terasa mendadak baginya. Terlebih lagi malam itu dia bertengkar hebat dengan Neta. Aslan belum sempat meminta maaf.

Aslan memeluk erat foto mendiang istrinya sambil terus menangis, dan hal itu tidak luput dari penglihatan Lia yang berdiri di sana.

Lia membekap mulutnya agar tidak bersuara. Dia tahu, sampai kapanpun Aslan masih mencintai Neta. Dan kehadirannya di sini tidak akan bisa merebut hati Aslan.

Di dalam kamarnya, Bian tidak bisa menyembunyikan bahwa dia juga terluka. Sebenarnya dia tidak ingin bertengkar dengan Aslan seperti tadi, tapi ia juga tidak bisa menahan diri.

Kepergian Neta menjadi pukulan telak baginya sampai saat ini.

650 VOTE & 600 KOMEN BISA GAK? PASTI BISA DONG.

SPAM UP DI SINI👉

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM EMOT APAPUN DI SINI👉

JANGAN MALES KOMEN YA, SEMAKIN RAME KOMEN & VOTE NYA SEMAKIN CEPAT UP NYA!

RAMAIKAN CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN!

🌼

FOLLOW AKUN RP CERITA INI


Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 327K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.2M 221K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...
808K 96.2K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...