๐…๐ข๐ซ๐ฌ๐ญ ๐‹๐จ๐ฏ๐ž (๐๐ข๐ง๐ ...

Shenshen_88 tarafฤฑndan

11K 1.4K 551

Ada satu kepercayaan dalam keluarga Zhang yang selalu dianggap takhayul oleh Zhang Qiling. Dikatakan bahwa di... Daha Fazla

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22 (End)
Extra Chapter
Extra Chapter

Chapter 12

320 55 29
Shenshen_88 tarafฤฑndan

Apa pedulimu?

Dia membalas pesan, melemparkan lirikan pada paman Rishan, dan ia melihat pria itu nyengir.

Dia telah datang sebelum dirinya, bahkan mungkin lebih awal. Pria tua itu benar-benar serius mengawasi dirinya.

"Wu Xie, kupikir kita tidak bisa bicara di sini," ia berkata di antara lantunan musik.

"Kenapa?" tanya Wu Xie, menatap sekeliling.

"Di sini asyik!"

Bip bip !

Satu pesan masuk lagi ke ponsel Zhang Qiling, dari orang yang sama. Ia mendengus saat membukanya dan seketika matanya melebar.

Bawa dia ke tempat sepi!

Zhang Qiling menggigit bibir bawahnya. Merasakan dorongan liar yang tidak senonoh akibat pesan tidak tahu malu dari seorang pria menyebalkan.

"Aku memiliki satu ruangan pribadi di lantai atas," ia berkata pada Wu Xie. "Itu tempat kerjaku, dan aku biasa bersantai di sana."

Wu Xie melirik penasaran, "Apa yang akan kita lakukan di dalam?"

Sejenak Zhang Qiling kesulitan menjawab. Dia juga tidak tahu mengapa harus di ruangan miliknya.

"Bicara. Kita hanya akan bicara."

"Aih, membosankan. Bagaimana dengan minumannya?" desah Wu Xie.

"Pilih apa pun yang kau mau, aku akan menyiapkannya."

Tidak terlalu buruk, pikir Wu Xie. Dia hanya mengangkat bahu dan tersenyum ringan.

"Baiklah. Tunjukkan ruangannya."

Zhang Qiling mengangguk, mengulurkan tangan untuk menarik Wu Xie ke satu sisi di mana ada lorong remang-remang, yang berakhir pada satu tangga ukir yang indah. Dia nyaris bisa mendengar tawa paman Rishan di sudut sana, dan tanpa ia sadari telinganya memerah.

Ruangan kerja Zhang Qiling luas dan bersih, beraroma segar perpaduan kayu wangi dan bunga liar serta sedikit aroma maskulin. Hawa dingin menyembur efek pendingin udara yang terus menyala. Ada meja kerja besar, sofa hitam besar dan panjang, nampak nyaman dengan beberapa bantal. Meja kaca hitam, dan yang paling menarik perhatian adalah satu lemari kaca berisi koleksi minuman mahal dari berbagai jenis. Mata Wu Xie berkilau oleh rasa gembira.

"Woah, itu bar mini yang keren," ia mendecakkan lidah.

Zhang Qiling tersenyum tipis, menutup pintu di belakangnya tepat setelah mereka masuk. Pandangan Wu Xie tertuju pada jendela besar dan satu pintu geser terbuat dari kaca, menembus ke balkon.

"Kau tidak mengatakan bahwa ruangan ini memiliki balkon," dia menuju jendela, menarik tirai hingga terbuka nyaris sepenuhnya.

Dia menatap balkon selama beberapa saat. Membuka pintu geser, membiarkan angin malam menyelinap masuk. Dia merasakan angin semilir menyentuh pipinya, merasakan malam, ciuman lembut cahaya bulan.

Langkah Wu Xie mundur lagi menjauh dari jendela dan lebih tertarik pada mini bar. Menempatkan diri pada salah satu kursi, menyamankan posisinya. Dia melirik satu lempeng logam di dinding dekat meja kerja, ada tulisan dilarang merokok di sana, dan ia melihatnya tepat setelah tangan kanannya bergerak ke saku jinsnya untuk mengambil sebungkus rokok dan pemantik logam.

Persetan dengan aturan, ia membatin dengan bibir menyeringai.

"Ehm, kau lihat itu. Di sini dilarang merokok," tegur Zhang Qiling selembut mungkin.

"Aku tahu," Wu Xie menggoyangkan pemantik dalam gerakan anggun, menutupnya hingga nyala api mati.

"Tapi ini tembakau Virginia terbaik, aku membawanya khusus dari Amerika." Dia menghisap dengan nikmat, meniup asapnya ke atas, tanpa rasa bersalah.

Zhang Qiling tertegun bingung. Wu Xie menyadari sapuan pandangan matanya yang tajam, dan melemparkan sekilas lirikan.

"Ayolah, Xiao ge. Jangan terlalu kaku. Katakan padaku, apa kau pernah merokok?" ia menampilkan senyuman miring, menjengkelkan tapi imut.

Zhang Qiling menggeleng dengan gerakan enggan, lalu menarik satu kursi bar, duduk di samping Wu Xie.

"Kapan kau mulai merokok?"

Wu Xie menoleh, memasang tampang naifnya dengan mata sayu berkedip-kedip.

"Sudah lumayan lama. Tentu saja secara sembunyi-sembunyi. Pangzhi tidak tahu tentang ini, demikian juga si tua Wu Yixiong. Aku tidak pernah merokok di depan orang lain."

"Lalu kenapa kau melakukannya di hadapanku?" usik Zhang Qiling. Melihat bagaimana cara Wu Xie menghisap rokok, dan meniup asapnya, ia merasa pusing. Bukan karena aroma asap yang berhembus tepat di depan hidung, Melain karena bibir Wu Xie yang tipis dan lembab, dengan warna mawar. Melihatnya sungguh tidak tertahankan.

Wu Xie melirik nakal, "Karena aku ingin kau menikmatinya juga," ia mencondongkan wajah, mengedipkan sebelah matanya pada Zhang Qiling.

"Hahh? A-apa??" Pria yang digoda ikut-ikutan berkedip-kedip.

"Ayolah," Wu Xie memberikan batang rokok yang berada di antara jemari, mendekatkannya pada bibir Zhang Qiling.

Seperti bocah yang baik, Zhang Qiling mengikuti permintaan Wu Xie, dan ia mulai menghisapnya dengan canggung. Tampang meringis tidak cocok untuk wajah datarnya dan bagi Wu Xie itu sangat lucu dan menggemaskan.

"Kau masih harus belajar untuk menghisap dan mengeluarkan asapnya lewat hidung," ia mendesis, makin berbahaya.

"Sudah cukup," Zhang Qiling terbatuk, wajahnya kemerahan.

"Anak nakal," ia berbisik, tidak berani mengomel, tapi tidak tahan untuk tidak memprotes.

Mereka menghabiskan sebatang rokok saling bergantian. Ada piring kristal di atas meja bar yang digunakan Wu Xie untuk mengetukkan abu rokok.

"Lumayan..." Bisiknya pada Zhang Qiling, diiringi seringai khasnya.

Pria itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kehilangan semua kata.

"Sekarang, kita coba minuman di lemari kaca itu," ia melihat pada barisan botol yang megah dan menggoda.

Sekali lagi Zhang Qiling membuang batuknya, sebelum berdiri untuk mengambil satu botol yang ia pilih dan yakin bahwa anggur ini yang paling cocok untuk momen romantis mereka berdua.

"Apa ini?" tanya Wu Xie.

"Chateau Larose. Asli Prancis."

"Woah, keren."

Dua goblet kristal disiapkan dan Zhang Qiling menuang anggur hingga penuh, mendorongnya satu ke depan Wu Xie. Dia kembali duduk di tempatnya, mencoba untuk lebih santai.

"Bagaimana pengalamanmu di Amerika?" Ia bertanya setelah meneguk anggurnya.

"Cukup menyenangkan. Orang-orang bisa berciuman di mana saja, bahkan di tengah jalan raya."

Dia menarik napas dengan tajam, dan Wu Xie merasa ngeri, salah bicara dan malu. Omong kosong. Mengapa ia tidak menggunakan semacam filter sebelum mengatakan ini langsung? 

"Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" Kali ini giliran Wu Xie meminum anggurnya. Cairan itu merah pekat, dan membakar.

"Tidak, tidak." Zhang Qiling mengangkat alis, ada sinar dingin di matanya. Dia tidak terlihat senang.

"Aku minta maaf. Ini um… tertulis di sini.” Wu Xie menunjuk kepalanya. Ini pertama kalinya dia merasa cemas akan sesuatu. Zhang Qiling menatapnya dalam dan lama, detak jantungnya semakin cepat, dan pipinya memanas. Dengan gugup, Wu Xie menyapu rambut ke belakang.

Zhang Qiling memiringkan kepalanya ke satu sisi.

 "Ini bukan pengalamanmu sendiri?"

 Darah mengalir dari kepalanya. Oh tidak.

“Err… tidak."

"Lalu siapa gadis yang datang bersamamu di bandara?"

Ya ampun, tuan tampan dan rasa ingin tahunya. Sungguh luar biasa.

"Dia Ann Yuexi. Sepupuku."

Dia menggosok dagunya dengan tenang, mata gelapnya menilai kejujuran Wu Xie.

"Apakah dia secara sukarela pulang bersamamu?" dia bertanya, suaranya sangat tenang.

Matanya membakar ke arah Wu Xie, dan ia terpaksa menjawab dengan jujur.

"Tidak. Aku yang mengajaknya. Atas permintaan ayah,” Suaranya lemah dan meminta maaf.

“Itu menjelaskan banyak hal. Sepertinya kalian sangat dekat."

"Jangan salah paham. Dia hanya saudara. Ehm, ya, teman satu apartemen juga."

"Tolong jangan biarkan aku memikirkan hal buruk tentangmu."

Mata gelapnya bersinar dengan rasa ingin tahu. Omong kosong apa ini? Ke arah mana pembicaraan ini? Dia meletakkan sikunya meja bar, dan meletakkan jari-jarinya di depan mulutnya. 

Bibir pria ini sangat... mengganggu. 
Wu Xie menelan liur.

Keheningan berlangsung untuk beberapa detik.

 “Apa rencanamu setelah lulus?”

Wu Xie mengangkat bahu, terpesona oleh minatnya. 

"Aku belum membuat rencana apapun, Xiao ge. Aku hanya perlu melewati ujian akhir.”

Yang seharusnya ia pelajari untuk saat ini daripada duduk di kantor yang megah, dan steril, tidak bebas merokok, dan diam-diam merasa gelisah di bawah tatapan lembut sekaligus mendebarkan dari pria tampan ini.

“Kami menjalankan program magang yang sangat baik di sini,” katanya pelan. Wu Xie mengangkat alis karena terkejut. 

"Apakah kau menawarkan aku pekerjaan?" bisiknya, lumayan
bingung.

"Jika kau berminat."

"Kedengarannya mengasyikkan. Meskipun aku tidak yakin aku akan cocok di sini.” Wu Xie merenung keras lagi.

"Lagipula aku hanya berada di kota ini selama masa liburan, dan beberapa minggu yang bebas setelahnya. Tidak akan lebih dari dua bulan."

Bahu Zhang Qiling turun karena lemas.

"Dua bulan," bisiknya. Tatapannya intens, semua harapan seakan hilang, dan otot-otot aneh di dalam perutnya tiba-tiba mengepal. Dia mengalihkan pandangan dari pengawasan Wu Xie dan menatap kosong ke jari-jarinya yang tersimpul. 

"Jadi kau akan pergi lagi setelah dua bulan?" Dia terdengar terkejut, bahkan cemas. Matanya melirik ke luar jendela. Bulan telah pergi dan langit mulai menurunkan hujan. 

“Ya,” jawab Wu Xie. Matanya menyipit, penuh spekulasi.

"Yah, sebaiknya kau selesaikan pendidikanmu dengan baik." Nada suara Zhang Qiling mendadak kembali tegas, berwibawa. Kenapa dia harus peduli?

Wu Xie tiba-tiba merasa lucu. Dia tersenyum kecil, menuntaskan minumannya, lalu menurunkan kaki dari pijakan kursi bar, mulai melangkah ke arah pintu menembus balkon.

"Kurasa aku bisa merokok di luar sana."

 Saat itu, Zhang Qiling ikut bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya menyentuh lengan Wu Xie.

"Mari kita menikmati hujan dari balkon. Itu akan menjadi momen yang romantis."

Keduanya berdiri di teras balkon, mengamati titik-titik hujan yang turun dalam hening. Wu Xie merasa perlu menyulut sebatang rokok lagi, nyaris mengambilnya dari saku, sebelum tangan Zhang Qiling tiba-tiba menahannya. Sentuhan yang tidak sengaja itu seperti sulit dipisahkan karena perlahan tangan mereka saling menggenggam. Ada perasaan melankolis menyapu satu sisi hati Wu Xie, jika semua momen dipandang dari sudut nostalgia. Dia merasa hal ini aneh, namun familiar dalam waktu bersamaan.

Perasaan itu terus berlanjut, dan untuk sesaat dia merasa tujuh belas tahun lagi. Merasakan seperti yang belum pernah dia alami selama bertahun-tahun, seolah-olah semua mimpinya masih bisa menjadi kenyataan. Merasa seolah-olah dia akhirnya pulang.

Tanpa sepatah kata pun, mereka saling mendekat, seolah-olah itu adalah hal yang paling alami di dunia, dan Zhang Qiling memeluknya, menariknya kuat. Mereka saling berpelukan erat. Keduanya membiarkan tiga tahun perpisahan larut dalam malam yang semakin dalam.

Mereka tetap seperti itu untuk waktu yang lama sebelum akhirnya menarik diri kembali untuk saling menatap.

Dari dekat, Wu Xie bisa melihat perubahan yang awalnya tidak dia sadari. Wajah tampan itu telah kehilangan kelembutan masa mudanya. Garis samar di sekitar matanya semakin tegas. Ada aura baru baginya, dia tampak lebih dewasa, lebih berhati-hati, namun cara dia memeluknya membuatnya menyadari betapa Zhang Qiling merindukannya.

Ketika emosi dan rasa yang lama terpendam menyeruak keluar, itu lebih mudah daripada yang mereka pikirkan. Cara mereka mendekat satu sama lain, lambat namun pasti, menciptakan satu ciuman yang lembut, dan ragu-ragu. Bibir, tangan, dialiri sensasi yang melampaui saraf.

Ciuman itu berlangsung dalam dan semakin berani. Napas menjadi cepat. Lidah yang saling menjalin, dan hisapan lembut Zhang Qiling pada bibir tipis Wu Xie yang memabukkan. Saat keduanya saling menekan ke dinding, mereka berharap dan berpikir untuk melakukan lebih jauh karena ada begitu banyak hasrat panas.

Zhang Qiling merasakan kulit Wu Xie begitu hangat, begitu halus, tubuhnya begitu kurus sehingga menimbulkan banjir kelembutan. Dia memiliki banyak bayangan untuk momen ini, perlahan kegembiraan pun meningkat.

Matanya begitu cerah dan hitam kecoklatan, rambutnya begitu halus. Dia menyukai cara Wu Xie menciumnya, berharap dia akan menciumnya selamanya. Sangat sulit untuk tidak jatuh cinta pada pemuda seindah Wu Xie.

Sekian menit berlalu seolah masuk ke dalam mimpi indah. Ciuman keduanya terpisah, masih dengan hidung yang saling bersentuhan, Wu Xie berbisik nakal.

"Ciumanmu lumayan."

Zhang Qiling tersenyum tipis, membalas bisikannya.
"Ciumanmu pahit, beraroma tembakau Virginia."

Senyum manis Wu Xie merekah indah.

Tiba-tiba ada ketukan keras di pintu ruangan kerja, dan satu teriakan berkumandang.

"Tuan Zhang, maafkan aku karena mengganggu. Tapi, paman anda memintaku kemari untuk wawancara kerja."

Zhang Qiling dan Wu Xie saling memandang, ternganga, nampak tersesat. Pipi keduanya disaput rona merah muda cerah.

"Oh bagus, bukan hanya aku yang malu.." gumam Wu Xie, menahan senyum, tak lama ia mengerutkan kening dan mengalihkannya perhatian pada pintu di dalam.

"Tapi-- siapa yang berteriak di luar sana?" tanyanya.

Yang ditanya memejamkan mata sesaat, mendesah tidak percaya.

"Liu Sang."

💜💜💜

Yeeeeee....😝

To be continued

Please vote and comment 💙

Okumaya devam et

Bunlarฤฑ da BeฤŸeneceksin

24.6K 2.8K 15
cerita ini murni imajinasi saya jadi tolong jangan menjiplak, plagiat, mengcopy apapun yang ada di sini, hargai penulis! Liu xueyi Lixinze Ao ruipen...
1M 63.2K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
442K 4.6K 85
โ€ขBerisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre โ€ขwoozi Harem โ€ขmostly soonhoon โ€ขopen request High Rank ๐Ÿ…: โ€ข1#hoshiseventeen_8/7/2...
25.6K 2.5K 45
setelah tiga bulan menghilang, akhirnya Fang Duobing mendapatkan Li Lianhua kembali, kali ini dia tidak akan melepaskannya lagi WARNING BL ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž YANG...