Enchanted

By plxntmxrs

989 124 212

ON GOING 15+ Haluan kedua DaraUpan✨ . . . "Saat pertama kali bertemu pandang denganmu, aku sudah terpesona. S... More

P R O L O G U E
O N E
T W O
T H R E E
F O U R
F I V E
S I X
S E V E N
E I G H T
N I N E
T E N
A N O T H E R
E L E V A N
T W E L V E
T H I R T E E N
F O U R T E E N
F I F T E E N
S I X T E E N
E I G H T T E E N
N I N E T E E N
T W E N T Y
T W E N T Y O N E
T W E N T Y T W O

S E V E N T E E N

28 5 2
By plxntmxrs

"Kenapa gak Gempa aja, Bu? 'Kan, Gempa pinter di sejarah. Dia juga masuk tiga besar, 'kan?"

"Dia ikut lomba masak, dia sekelompok sama Yaya dan Shielda, 'kan?"

Adara menghela napasnya mendengar sekian banyak alasan dari Bu Ispi. Kali ini, ia diajak Bu Ispi memilih murid bersama untuk mengikuti OSN IPS. Ya, mereka kekurangan satu anggota.

Sejak awal, Adara sudah diputuskan untuk memegang perwakilan matematika. Berbeda dengan Solar yang boleh memilih antara IPA dan IPS.

Hal ini dikarenakan nilai matematika Adara yang sejauh ini tidak ada yang menandinginya. Adara selalu mendapat nilai sempurna untuk pelajaran menghitung yang satu ini.

Dan sebenarnya, Solar tidak boleh memilih lagi. Tapi, Pak Gege sedang berbaik hati dan membiarkan Solar untuk memilih antara dua pelajaran yang tersisa, namun pada akhirnya, laki-laki itu tetap memilih IPA. Ya, mata pelajaran kesukaannya sendiri.

"Terus, Ibu mau siapa lagi? Udah empat belas yang Ibu tolak dari saran saya, lho." Adara sudah benar-benar pasrah. Pendapatnya sedari tadi tidak diterima oleh Bu Ispi.

"Ya, kamu gak mau nawarin temen-temen kamu?"

"Ibu mau saya tawarin Ying?"

"Nggak, deh. Makasih."

"Elvara?"

"Dia lagi. Pas pelajaran saya aja sering ketiduran."

"Ya, terus.. Ibu maunya siapa?"

"Kamu gak ada temen lagi emangnya?"

"Ya Allah, Bu. Agak sakit, lho, dengernya."

"Baperan, deh, kamu."

Adara tersenyum lembut--dibaca tertekan--, meski begitu, ia mengumpat dalam hati.

Kalo bukan guru, udh bertumbuk kita.

"Ibu pilih anak baru aja, deh."

"Anak baru?" beo Adara.

"Kamu gak tau? Ih, jahat banget kamu, ya. Kamu itu harus peduli sama lingkungan kamu, pantes aja teman kamu sedikit, lain kali berbaurlah sama orang, sama teman seangkatan kamu, gitu aja gak mau."

"Ya, 'kan, saya gak tau ada anak baru, Bu! Di kelas saya gak ada anak baru, gak ada pengumuman, gak ada yang ngasih tau juga!"

"Makanya kamu cari tau sendiri!"

"Ya, kali, Bu!!"

Adara menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan.

"Siapa namanya, Bu?"

"Aura, Kira Aurora."

"Marga?"

"Dia anak angkat dari keluarga Frassinco."

"Anak angkat?"

Bu Ispi mengangguk seraya memberikan ponselnya, terdapat sebuah gadis dengan rambut coklat di sana.

Kening Adara mengkerut, "Dia dari keluarga level bawah, ya?"

"Iya. Kamu jangan rundung dia, dia udah sering dirundung sejak awal pindah."

"Sejak kapan saya suka nge-bully orang, Bu?!" protes Adara.

"Siapa tau aja? Dia, 'kan, beda level sama kamu." Bu Ispi mengedikkan bahunya acuh, "dia anak kelas 8C, sekelas sama Abang kamu."

"Tapi Bang Ice gak ngasih tau."

"Makanya kamu itu--"

"Udah, Bu. Saya cari anaknya, ya, saya mau kenalan sama dia, saya mau pahami diri dia gimana, dan bakal saya temenin sampe ajal saya menjemput. Ibu tenang aja, saya akan bersosialisasi." Adara segera berjalan untuk keluar dari ruangan ini, "Saya permisi, Bu. Assalamualaikum!"

BRAK!

Setelah keluar, Adara langsung membuang napasnya secara berulang kali sembari menutup kedua matanya untuk mengembalikan kesabarannya yang sempat hilang.

Ia pun membuka kembali matanya setelah merasa cukup. Ia segera melangkah menuju kelas kakak sepupunya.

.
.
.

BRAK!

Adara membuka pintu kelas VIII-C dengan cara mendobrak. Ia melihat keadaan kelas yang.. berantakan.

Lagi-lagi ia harus mengatur napasnya.

"Dara? Ada apa?" Gempa, lah, yang pertama merespon kehadirannya setelah membuat kelas menjadi hening selama beberapa saat. Adara menoleh pada laki-laki itu, lalu ia menggulirkan iris maroon-nya ke seluruh sudut kelas, dan kembali menatap Gempa.

"Ada apa ini kelas? Gak ada guru?" tanyanya dengan datar.

Gempa tersenyum hingga menutup kedua matanya, "iya, kita berisik sampe kedengeran ke kelas kamu? Maaf, ya?"

"Gak tau, deh. Gue ke sini cuma mau nyari Kira Aurora."

"Oh, Aura? Gak tau kemana, tapi tadi dia bilang mau ke luar, katanya ke toilet, tapi belum balik lagi. Tadi juga ada, sih, beberapa anak yang ikutan keluar, cuma udah balik, tuh." jelas Gempa sembari menunjuk beberapa murid perempuan yang sedang berkumpul di bangku belakang.

Adara menatap sejenak murid-murid, kemudian dia beralih pada Gempa.

"Makasih." Setelahnya, ia pun pergi meninggalkan kelas itu.

Beberapa saat setelah ia pergi, kelas pun menjadi ramai kembali.

===

"Hiks.. hiks.. i-ibu.. tolongin Aura.."

Seorang gadis sedang terduduk di sudut toilet dengan memeluk lutut. Keadaannya cukup buruk, ia mendapat beberapa luka di tangannya dan keningnya mengeluarkan sedikit darah.

Dan juga di hadapannya, terdapat sebuah kacamata yang sebelah kacanya pecah. Itu adalah kacamata miliknya.

Gadis bertubuh mungil itu mendongakkan kepalanya, menoleh pada pintu yang dia harap dapat terbuka. Tapi nihil, pintu itu tetap tertutup rapat.

Ia mencoba untuk bangun, namun ia kembali merasakan sakit pada kepalanya, membuatnya kembali pada posisi semula.

"Tolong.." cicitnya.

TOK! TOK! TOK!

"ADA ORANG GAK?!"

Irisnya membulat sempurna. Ia langsung menyeret dirinya untuk mendekati pintu.

"A-ada, TOLONG! TOLONGIN AURA!"

"JAUH DARI PINTU!"

Ia mengikuti arahan tersebut, setelah menyandarkan diri pada dinding, ia berteriak bahwa ia sudah menjauhinya.

BRUK!

Gadis kecil itu langsung tahu bahwa seseorang mencoba mendobrak pintu. Dan benar saja, setelah beberapa kali, pintu akhirnya terdobrak hingga patah.

Seorang gadis dengan tubuh yang lebih mungil darinya pun memunculkan diri. Gadis bersurai maroon dengan tatapan tajam menatap tepat ke arahnya. Ia menjadi takut melihat itu.

Ia menutup matanya dan mengatakan kata maaf agar gadis itu tidak menyakitinya seperti beberapa temannya tadi. Namun, perkiraannya salah, gadis bersurai maroon itu hendak menolongnya.

"Gue gak nyakitin lo." ucap gadis itu sembari memapah dirinya.

.
.
.

Adara menatap datar pada murid perempuan yang ada di hadapannya sembari berkacak pinggang. Ia menoleh sejenak pada Gempa yang ternyata sedang memandang tajam pada teman-teman sekelasnya.

Gadis itu menghela napas, lalu menunjuk salah satu siswi bersurai hijau muda yang dikuncir kuda.

"Lo kalangan kelas 3, 'kan? Ngapain lo ikut nge-bully? Berasa atas lo?"

Siswi yang ditunjuk terkejut, ia langsung menoleh pada teman-temannya. Ternyata mereka sedang menundukkan kepala mereka.

"A-aku terpaksa ikut.."

"Bohong! Dia ketua gengnya!" tegas Gempa.

Adara terkekeh seraya melangkah maju, ia menyamakan tingginya dengan siswi itu dan menepuk pundaknya.

"Gak usah sok songong. Temen sekelas lo ada yang dari kalangan atas, dia malah males-malesan." Adara melirik Ice yang sedang tertidur di atas tiga bangku yang disatukan.

"Lo mau jalan ke BK dan jelasin apa yang lo lakuin, atau gue seret dan gue yang jelasin semua?"

"G-gue aja." jawab siswi tersebut dengan terbata-bata.

"Ajak temen lo, awas lo kabur, gue anak kesayangan Bu Zila."

.
.
.

Gadis bersurai coklat yang terbaring di ranjang UKS sekolah kini membuka matanya perlahan. Silaunya cahaya membuatnya ingin memejamkan matanya kembali. Namun, ia lebih memilih untuk bangun dari posisinya.

Saat hendak bangun, seseorang mendorongnya untuk kembali merebahkan diri. Ia membuka matanya lebar-lebar untuk melihat siapa pelakunya.

Matanya terbelalak setelah mengetahui orang di hadapannya. Ia pun segera bangun dan menyatukan kedua tangannya.

"Maaf, maaf saya gak sopan!"

"Hey, lo pikir gue putri raja? Kaku banget perasaan." Ia menjadi bingung dengan respon orang tersebut yang memberi respon negatif, tampak tidak suka diberlakukan seperti itu.

Padahal, teman sekelasnya menyuruhnya untuk bersikap seperti itu pada seniornya. Terlebih lagi, dia adalah orang baru dan termasuk kalangan ter-rendah.

"Gak usah bingung gitu, cewek di kelas lo pada gitu, 'kan? Tenang aja, mereka itu songong berlebihan, padahal mereka juga biasa aja."

"B-bukannya Kak Ica itu termasuk Dewandra? Dewandra itu bukannya keluarga atas, ya?"

Orang di hadapannya mengerjapkan mata selama beberapa saat, setelah itu tertawa lepas. Itu sukses membuatnya semakin bingung.

"Mmm.. salah, ya?"

"Salah, salah banget. Lo-nya mau aja dibegoin!" Orang tersebut ikut duduk di sampingnya, lalu menunjuk matanya sendiri.

"Lo liat? Warna merah tua, 'kan?"

Gadis bersurai coklat itu mengangguk untuk membenarkan jawaban.

"Ciri-ciri keluarga Dewandra itu cuma satu, identik dengan warna merah tua, kayak gini."

"Oh, satu lagi. Ciri-ciri keluarga dari kalangan teratas itu identik dengan warna gelap, kayak hitam, biru tua, ungu tua, merah tua, dan sebagainya. Untuk warna silver, kuning, putih, dan pink kayak si Ica itu, dia cuma antara level dua sama tiga. Selain itu, kayak warna coklat punya lo ini, baru dari kalangan rendah."

"Jadi.. kamu Dewandra, dong?!"

Orang itu terkekeh seraya menyodorkan tangannya, "Gue Adara, Adara Dewandra. Kalo lo manggil gue "Kakak" atau merlakuin gue kayak tadi, gue tendang lo."

"M-maaf, aku gak bakal ulangi."

"Gitu, dong!" Adara menepuk tengkuk gadis di sebelahnya dengan sebelah tangan yang masih terulur, "nama lo siapa? Gue ngajak kenalan, masa lo cuma diem doang?"

"Aku.. aku Aura."

"Hmmm??" Adara menggoyangkan tangannya. Gadis bernama Aura itu menatap lekat pada tangannya, lalu menyambutnya dan menempelkannya pada keningnya.

"Gue ngajak jabat tangan, woy!"

"Oh, m-maaf!!"

.
.
.

"Oke, gue awalnya gak mau langsung ngajak lo kesini, karena lo sendiri juga lagi gak sehat. Tapi, karena lo lebih milih balik ke kelas, mending gue ajak aja."

"Kita mau apa?"

"Gue tudep aja, lo dipilih Bu Ispi untuk perwakilan bidang IPS kita."

Aurora semulanya ingin kembali ke kelasnya, namun Adara malah menahannya dan mengajak Aurora untuk ikut bersamanya. Kini mereka sedang berjalan di koridor sekolah secara beriringan.

Adara merasa lebih percaya diri ketika berjalan di samping Aurora. Karena.. tinggi mereka hanya berbeda empat centi.

"Perwakilan.. apa?"

"OSN."

"OSN?"

"Lo gak tau OSN?!" jerit Adara kaget seraya menoleh dengan tatapan tajam, "lo serius gak tau, Ra?!"

"Emmm.. itu, heheh.. gak tau."

Adara menepuk keningnya, "Ya Allah!"

"Mmm.. Dara muslim, ya?"

"Iya, emang gak ketauan, ya?"

"Nggak, mukanya kristenable."

"... Maksud??"

"Maaf, heheheh."

Sudah cukup lama mereka menelusuri koridor sekolah, akhirnya mereka sampai di ruangan yang dituju. Ruangan Laboratorium.

"Lho, padahal UKS di sana, deh." ucap Aurora seraya menunjuk ruang UKS yang hanya berbeda beberapa langkah saja.

"Udah, diem aja."

Adara mengulurkan tangannya untuk membuka pintu. Belum beberapa saat Aurora menatap ke dalam, mereka sudah disuguhkan dengan sebuah pemandangan yang... cukup menyebalkan.

"ASTAGA, PAK ZOLA, BENSIN! KALIAN NGAPAIN, SIH?!"

Menyebalkan bagi Adara, dan membingungkan bagi Aurora.

Adara yang sadar dengan Aurora yang masih melihat apa yang ada di hadapan mereka akhirnya menutup kedua matanya. Lalu ia menatap tajam pada penghuni ruangan yang sudah dalam posisi normal.

Apakah kalian dapat menebaknya? Ya, Pak Zola sedang membuka pakaiannya dengan Solar yang sedang memegang koin dan minyak kayu putih, atau biasanya disebut dengan..

kerokan.

"INI PAK ZOLA LAGI MASUK ANGIN. GUE SEBAGAI CALON DOKTER YANG BAIK, DIKEROKIN 'LAH!"

"YA, JANGAN DI SINI JUGA, DONG!"

"Tidak bisa! Kalau di tempat lain, gak ada yang mau bantu Bapak." terang Pak Zola seraya memakai ikat pinggangnya.

"Itu urusan Bapak."

"TEGA KAMU SAMA BAPAK??"

Adara menoleh pada Aurora, lalu melepaskan tangannya.
"Oke, sekarang boleh lihat."

"Tadi kenapa? 'Kok, Dara teriak?"

"Gak apa-apa, ada setan tadi."

"Dara bisa lihat??"

"Tiap hari malah."

.
.
.

"Jadi ini bidang IPS kita?" Solar memincingkan matanya pada Aurora, "dia pinter?"

"Dia anak baru, tapi kata Bu Ispi lumayan pinter, soalnya bisa langsung dapat 10 besar umum semester lalu."

"Cuma 10? Kenapa gak Gempa atau Yaya? Hali bisa, deh."

"Hali bulan ini ada lomba karate, Gempa sama Yaya ikut lomba masak."

"Ying? Elvara? Oh, mereka mana mau."

"Itu tau."

"Dannia? Pinter sejarah dia."

"PMR."

Solar menghela napas, lalu mengedikkan bahunya, "Ya, gimana lagi? Awas kalo lo gak bener."

"Ngomong yang sopan!" Adara menepuk lengan Solar dengan kencang, "awas lo macem-macem sama dia, maju lo ke gue."

"Gak mau, lo aja yang maju."

"Oh, oke."

"GAK, ANJIR! GAK BAKAL!" Solar segera menjauhkan dirinya dari Adara yang mulai mengambil kuda-kuda.

"Gak bakal macem-macem gue, kalo dilihat-lihat, Aurora ini lembut, cantik, baik, kayak malaikat."

"Gue?"

"Sama, bedanya lo malaikat maut."

"Kebetulan gue disuruh cabut nyawa lo."

"Bercanda, anjir!"

Aurora terkekeh kecil dengan menutup mulutnya. Adara yang sadar pun menoleh padanya, begitu juga Solar.

"Dara dan Kak Solar lucu, Aura suka deket sama kalian!"

"Bagus, panggil gue Kakak! Hormati gue!" Solar memakai kacamata hitamnya seraya bergaya di hadapan mereka.

"Jangan panggil gitu, panggil aja Om Bensin. Dia juga beda beberapa bulan sama lo." pesan Adara.

"Oh, oke."

"WOY! GUE MASIH MUDA, ANJIR!"

"Tapi, om keliatan tua, itu matanya item-item."

"INI KARENA GUE BEGADANG, YA!"

===

1930 kata

HAIII, I'M BACKKK!!
KANGEN? PASTI DONG🥰

Sy sudah selesai ulangan, sudah selesai jg di kelas 8. YA, SY SUDAH AMBIL RAPOT!

Hilang stress ku untuk beberapa saat, akhirnya.

Karakter baru unlocked!!
1. Kira Aurora Frassinco.

Soal tingkat-tingkat keluarga, aku jelasin di lain chapter ya! Mungkin bakal dibahas di another🤗

Aku bakal triple update, tunggu, ya!

Mars, 19 Juni 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 18.6K 40
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING 🔞!!! Yg penasaran baca aja Ini Oneshoot atau Twoshoot ya INI HASIL PEMI...
294K 30.3K 33
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
135K 10.5K 88
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
62.4K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.