ABOUT FEELINGS [END]

By papeda_

103K 5.8K 625

PART MASIH LENGKAP! JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ *** Auva Ileana, seorang gadis cantik yang mengagumi... More

00 - AF
01 - AF
02 - AF
03 - AF
04 - AF
05 - AF
06 - AF
07 - AF
08 - AF
09 - AF
11 - AF
12 - AF
13 - AF
14 - AF
15 - AF
16 - AF
17 - AF
18 - AF
19 - AF
20 - AF
21 - AF
22 - AF
23 - AF
24 - AF
25 - AF
26 - AF
27 - AF
28 - AF
29 - AF
30 - AF
31 - AF
32 - AF
33 - AF
34 - AF
35 - AF
36 - AF
37 - AF
38 - AF
39 - AF
40 - AF
41 - AF
42 - AF
43 - AF
44 - AF
45 - AF
46 - AF
47 - AF
48 - AF
49 - AF
50 - AF
51 - AF
52 - AF
53 - AF
54 - AF
55 - AF
ANNOUNCEMENT

10 - AF

2.1K 130 7
By papeda_

Pagi ini cuaca cukup bersahabat, begitupun dengan perasaanku. Bisa dikatakan bahwa kemarin adalah hari pertama aku jalan dengan Alvan? Ya, anggap saja seperti itu.

Hari ini adalah hari Senin, sejujurnya aku sedikit malas untuk berangkat pagi. Akan tetapi, ini adalah kewajiban setiap murid di hari Senin, bukan?

Seperti biasa, aku duduk di bangku kelas, bermain ponsel guna menghilangkan rasa jenuh. Dan tidak menyadari kedatangan Naka, sudah aku bilang bukan? Aku masih merajuk.

"Woi! Asyik banget, sampe gua dateng enggak sadar," ucapnya. Aku hanya mengangguk tanpa menatapnya.

Tiba-tiba saja ponselku direbut olehnya, menyebalkan sekali manusia satu ini. Membuat mood pagiku rusak begitu saja.

"Lo lagi ngapain sih, Pa?" Aku bangkit dari duduk untuk menarik kembali ponselku.

"Ka, siniin hape gua!" Teriakan kerasnya membuat perhatian seisi ruangan tertuju padaku.

"Apa neh? Bentar mau baca," ucapnya sambil menggulir layar ponselku.

"Lo itu gak bakal paham!" Dengan segera aku mengambil kembali ponsel dan langsung menyimpannya.

Heran, kenapa dia suka sekali menjahiliku akhir-akhir ini? Mungkin ini cara anehnya menunjukkan perhatian.

Tak berselang lama, akhirnya bel sekolah berbunyi. Aku bergegas keluar bersamaan dengan murid lain menuju lapangan sekolah, memilih pada barisan paling akhir, sengaja agar tidak terlalu panas.

Beberapa menit terlewatkan, kini kepala sekolah mulai menyampaikan amanatnya. Seperti biasanya, nasihat untuk belajar bersungguh-sungguh, teruntuk kelas 12 dikurangi acara membolosnya, hanya itu.

Upacara kali ini cukup tertib dan lancar. Kami semua membubarkan diri ketika sudah selesai. Kini aku sudah duduk kembali di bangku kelas, ruang kelas sedikit kosong mungkin yang lain pergi ke kantin.

Setelah itu, anak-anak mulai memasuki ruang kelas. Tak lama guru pun masuk. Namun, anehnya aku tak melihat Naka. Ke mana dia?

Hingga pada jam akhir pelajaran, dia pun tak terlihat. Apa dia membolos? Yasudah itu urusan dia. Lebih baik sekarang aku bergegas menuju ke kantin, aku sangat lapar. Semoga ada makanan enak hari ini.

Sampai di kantin, aku memesan sebuah bakso dengan es teh. Duduk sendiri tanpa menghiraukan tatapan sekitar. Apa peduliku pada mereka?

Tanpa sadar, bangku sekitarku ada yang mendudukinya, itu Angel dan teman-temannya. Mau apa mereka?

Aku menatap mereka tanpa minat, sungguh. Paling tidak, aku ingin menikmati makanan tanpa harus terlibat dalam drama mereka.

"Wow, biasa aja dong natapnya!"

"Selow."

Mengganggu mood makanku saja, sialan! Kutatap dirinya dengan datar.

"Mau apa?" tanyaku, mencoba menyembunyikan sedikit kekesalan di balik senyuman maksa.

Kulihat Angel tersenyum menyeringai, lalu memajukan dirinya sampai akhirnya mencengkram daguku erat. Apa sih ini anak? Tidak jelas sekali.

Aku mencoba menahan ringisan saat kukunya yang panjang itu mulai menancap pada kulitku, pasti akan membekas. Seandainya saja bisa mengerti apa yang ada di pikirannya.

"Udah gua peringati buat enggak deket sama Bradiz, kenapa lo malah makin nempel sialan!" Dia menggeram kesal, membuat aku emosi karena kukunya yang semakin menusuk.

Dengan segera aku memegang tangannya lalu menghempaskannya sambil menatap permusuhan pada Angel. "Ya terus hubungannya sama lo apa?" tanyaku, mencoba menyampaikan ketidaksetujuanku dengan tegas.

"Gua udah bilang, jauhi mereka sialan!" serunya.

"Biasa aja setan! Jorok bener jigong lo sampe muncrat." Bagus Auva, lihatlah Angel semakin emosi.

"Maksud lo apa?!" Teriakan itu meluncur dari bibirnya, menciptakan ketegangan di antara kami.

Haha, lihatlah Angel sudah berubah menjadi setan. Tambahin bumbu sedikit sepertinya seru.

"Jigong lo bau, napas lo panas. Kasian, kepanasan ya? Enggak bisa dibonceng anggota Bradiz, miris." Seiring kata-kataku, terasa atmosfir semakin panas di antara kami.

Prang!

Mangkuk bakso milikku dilempar olehnya, aku menyeringai dalam hati, puas dengan responnya.

Kulirik ke arah pintu masuk, di sana para anggota inti Bradiz mulai memasuki kantin. Ini akan semakin menarik.

"Mas Tokim! Mangkuknya dipecahin Angel!" seruku membuat semua perhatian tertuju pada mejaku, begitupun dengan anggota Bradiz.

"Sialan!" teriakan kesal mereka memecah keheningan, menciptakan ketegangan yang semakin terasa di kantin. Aku hanya tersenyum penuh kemenangan.

Plak!

Sial, ini perih. Aku tersenyum miring begitu melihat raut wajah Angel yang seketika panik saat melihat Alvan datang ke sini.

Aku sesegera mungkin menampilkan wajah menyedihkan, menatap Angel dan yang lain yang tengah terkejut menatapku. Sambil kupegang pipiku, aku menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca.

"Gua salah apa sih sama lo? Gua diem lagi makan, lo dateng-dateng malah ngebully gua. Belum lagi, mangkuk mas Tokim lo lempar gitu aja! Stres tau enggak?!"

"Ya, lo bisa enggak jangan deketin Bradiz!" teriaknya, dia lupa bahwa sedari tadi anggota Bradiz memperhatikan interaksi kami. Situasi semakin panas di kantin.

"Gua enggak deketin sialan! Gua juga ogah berurusan sama mereka!" Kutarik kerah bajunya agar mendekat.

"Kalau lo ngeliat gua ada di sekitar mereka, aturan lo marah sama mereka. Mereka yang ngusik gua sialan! Kenapa gua yang kena?!"

Aku mendorong kening Angel menggunakan jari telunjukku, "Mikir bodoh, mikir! Makanya punya mata diliat yang bener, jangan ngeliatin isi dompet om-om mulu!" Kuhempas tubuhnya hingga nyaris terjatuh jika tidak ditangkap oleh teman-temannya.

Setelahnya aku pergi begitu saja, terlanjur kesal dengannya. Abai saat Angel terus meneriaki namaku, pada akhirnya kakiku melangkah menuju area belakang sekolah.

Aku memilih untuk duduk di bawah pohon sembari menikmati langit biru, memejamkan mata mencoba menurunkan emosi. Sampai akhirnya seseorang duduk di sampingku, aku tidak memperdulikannya.

Saat kubuka mata dan melihat ke samping, ternyata itu Naka. Dia dengan santai duduk sambil meminum susu kotak, aku lebih memilih memandangi langit. Suasana yang tenang meredakan amarah yang sempat memenuhi pikiranku.

"Ngelamun terus, nanti kesambet mampus." Aku hanya mendengus saat mendengarnya.

"Ngapain lo ke sini?"

"Nemenin lo lah, takut aja dibawa sama nih penghuni pohon."

"Ngawur!" semburku. Suara tawa Naka memecah keheningan, memberikan sentuhan humor di tengah kesalahpahaman kami.

"Lo itu cantik," pujinya.

"Iya gua tahu," sahutku.

"Tapi lebih cantik lagi kalau lo jadi-" Aku lebih dulu menengok ke arahnya lalu memotong ucapannya.

"Jadi ceweknya Min Yoongi!" seruku, dia mendengus kesal.

"Najis halu!" Aku terkekeh geli.

"Lo aneh," sahutku tiba-tiba, Naka menatapku sambil mengangkat salah satu alisnya.

"Kita enggak pernah berinteraksi sedekat ini, tapi kenapa lo malah seolah pengen deket?" tanyaku.

Kulihat Naka tersenyum kecil. "Apa semua hal butuh alasan, Va? Salah kalau gua pengen deket sama lo?" Aku mendengus kesal, mengapa dia jadi balik bertanya? Situasi semakin rumit.

"Bagi gua itu sangat aneh, gua emang enggak tahu apa pun tentang geng lo itu. Kalaupun lo lagi ngincer gua buat jadi bahan mainan, mending stop aja Ka, gua enggak minat biarpun lo pada deketin gua."

Naka terdiam.

"Ini pasti karena rumor sialan itu!" ujarnya sambil meremas kotak susu itu. Kesalahpahaman dan rumor membuat segalanya semakin rumit di antara kami.

"Va," panggilnya, aku hanya melirik dirinya. "Gua tegasin ini sama lo, gua murni pengen deketin lo buat jadi teman. Gak ada maksud lain, apa yang dikatain orang-orang ke lo, gua enggak sebrengsek Abyaz yang mainin banyak cewek," ucapnya dengan kesungguhan.

"Kan lo memang temen gua? Temen kelas, terus kenapa lo marah?"

Naka mengacak-acak rambutnya, tak lupa tatapannya berubah tajam. "Lo ngerti bedanya temen sama teman ga sih?" serunya, aku hanya menggelengkan kepala. Kini, rasa penasaran dan kebingungan semakin mendominasi pikiranku.

"Oke gini deh, gua pengen sahabatan sama lo. Jadi stop mikir kalau sebenarnya gua ada maksud lain, enggak ada Auva!" Aku diam mencerna ucapannya.

Sahabat?

Aku terkekeh, "Gua enggak mau berurusan dengan lo atau bahkan dengan geng lo lagi," ucapku dengan serius.

Iya, aku bertekad untuk mengikhlaskan perasaanku pada Alvan. Aku akan bersikap seperti dulu, pura-pura tidak mengenalinya. Namun, pertanyaan di pikiranku, apakah aku mampu?

"Lo takut sama Angel? Takut dibully?" Aku terkekeh lalu menggelengkan kepala.

"Enggak, tapi gua pikir lagi Ka. Gua enggak ada hubungan apa-apa sama kalian, terus kenapa gua harus terus berurusan sama kalian?"

"Gua cuma orang asing." Kesadaranku sebagai orang asing semakin menguat, membuatku ingin menjaga jarak dari segala masalah.

Naka terdiam, aku tahu dia tengah mengepalkan kedua tangannya. Menahan emosi saat mendengar ucapanku, mau bagaimana lagi aku sudah malas dengan mereka.

"Gua enggak peduli, lo bakal gua anggep sahabat." Boleh aku tendang orang ini?

"Terserah, gua malas debat." Dia tersenyum lalu mengecak rambutku, ku tepis tangannya kasar.

Dia terkekeh, "Kemarin, lo kenapa kabur?" tanyanya.

"Tanya aja sama Alvan, gua kemarin cerita ke dia."

Kali ini Naka yang mendengus kesal, "Lo enggak tahu aja, pulang-pulang dia mukul Abyaz sama Evan. Untung mukul sekali, coba berkali-kali? Ya abis dia," jelas Naka.

Aku menatapnya, "Maksudnya?" Mencoba menggali informasi lebih dalam.

"Alvan kayaknya nyusulin elo, balik-balik dia ngehajar Abyaz sama Evan terus pergi lagi. Sampe sekarang itu anak kagak ngomong apa-apa, makanya gua tanya ke elo, kemarin itu kenapa?" jelas Naka secara lebar, aku mengangguk paham.

"Oh kemarin, gua dijadiin bahu sama mereka, diajakin taruhan sama Abyaz," jawabku dengan santai. Memang benar, kenyataannya seperti itu.

"Abyaz emang goblok!" gumam Naka, aku hanya terkekeh.

Entah mengapa dari situ kami berdua tiba-tiba saling bercerita satu sama lain, membahas hal-hal yang selalu Naka tanyakan bahkan dari hal yang bermutu dan hal terandom pun ada.

Hingga akhirnya saat aku tengah mengambil beberapa aibnya, Naka dengan cepat merebut ponselku lalu berlari meninggalkan ku begitu saja.

"Woi, Ranaka!" teriakku.

Naka terus berlari tanpa menghiraukan teriakanku, aku juga sempat berpapasan dengan Alvan dan yang lain saat di lapangan.

"NAKASUUU HAPE GUAAA!"

"SINI AMBIL PA!"

Dari jauh kulihat ia tertawa puas, sedangkan aku memilih untuk beristirahat sejenak. Aku menyadari Alvan yang akan melangkah ke sini, dengan cepat aku berlari lagi mengejar Naka.

Maaf Al, untuk kali ini ponselku lebih utama.

ー ABOUT FEELINGS ー

Continue Reading

You'll Also Like

GLANCE By nyrdnt_

General Fiction

65.4K 3.9K 44
[SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] Nastasia D. Aldebarack, seorang gadis biasa yang akan merasakan sakit bila dilukai. Mencintai...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
136K 5.3K 83
{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA} "Karel, kamu sudah makan? "Peduli banget gue udah makan apa enggak," "Eh ... Dengar iya ... Lo di sini bukan berarti lo...
25.1K 2.4K 27
(WAJIB BACA) Halu overdosis. Follow sebelum baca:) Supaya gak ketinggalan notifikasi updatenya kalian wajib ⬇⬇⬇ follow akun wattpad aku: @carmelia123...