Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

7. MENGALAHKAN EGO

35.9K 2.4K 129
By ainiay12

Ig: wattpad.ayay
Tiktok: wattpad.ai & wattpad.ay

Diwajibkan untuk vote dan komen
sebelum membaca cerita ini!

(Happy Reading)

Saat ini, di dalam sebuah kamar dengan nuansa modern, terdapat seorang cowok yang tengah mondar-mandir dengan ponsel di genggamannya.

Berperang dengan egonya sendiri, untuk membiarkan masalah ini terus berlarut-larut atau memutuskan untuk menyelesaikan secepatnya.

Terhitung 2 hari sudah, dia dan Citra sama-sama tidak menghubungi. Bian dengan gengsinya enggan mengabari terlebih dahulu, dan Citra dengan pendiriannya sampai saat ini sama sekali tidak memberinya kabar.

"Arrrrghhh! Gue harus gimana!" kesal Bian masih berdiri, memegang ponsel.

"Gue gak bisa lama-lama marahan sama Citra, gue gak bisa!"

Dengan bersusah payah menurunkan gengsinya, Bian memencet nomor gadis itu. Biarlah kali ini ia yang mengalah. Tidak seharusnya ia bersikap seperti itu terhadap Citra. Bian tidak ingin Citra malah menjadi takut berdekatan dengannya karena ancamannya kemarin.

Panggilan tersambung, tapi tidak ada yang mengangkat. Tidak berhenti di situ, Bian kembali mencoba menelfon Citra, hingga akhirnya pada panggilan ketiga gadis itu mengangkatnya.

"Hmmm, kenapa?" tanya Citra ogah-ogahan.

"Kamu di mana?" Bian berusaha menetralkan jantungnya. Takut-takut kalau Citra masih marah.

"Di rumah."

"Tunggu aku, 10 menit lagi sampe."

"Mau ngapain?"

"Ketemu kamu lah, kangen!"

Tut

Tanpa menunggu dulu jawaban di seberang sana, Bian memutuskan telfon. Segera cowok itu bergegas mengambil jaket miliknya. Untung saja ia sudah mandi jadi tidak perlu menunggu lama lagi.

Bian menutup pintu kamar dan berpapasan dengan Ergi yang hendak ke bawah. Ia hanya menghela napas agar tidak emosi, entah mengapa setiap melihat wajah Ergi, emosinya terkadang menjadi tidak terkontrol.

"Mau kemana lo?" Ergi memulai pembicaraan.

"Sejak kapan lo pengen tau urusan gue?" sarkas Bian.

"Ya… gue pengen tau aja. Salah?"

"Salah banget!"

"Lo bisa gak sih, sehari aja gak usah emosi?"

"Gue gak emosi, tapi muka lo bikin gue enek!"

"Anjing! Lo pikir muka gue apaan?!" Ergi maju hendak memukul Bian tapi dengan gesit Bian menahan tangannya.

"Ya lo pikir aja sendiri! Gue sibuk! Gak punya waktu buat ngurusin beginian," ucapnya menghempas tangan Ergi.

Bian kemudian melangkah sambil memainkan kunci mobilnya. Berbeda dengan Ergi yang masih penasaran kemana kira nya Bian akan pergi.

"Bian, mau kemana?" tanya Lia ketika Bian hanya melewatinya yang sedang duduk di ruang tamu.

"Gak usah kepo kaya anak lo." Tanpa menoleh Bian lanjut berjalan. Lia hanya bisa menghela napas pasrah.

Cowok dengan jeans Levis robek-robek, dan juga jaket kulit hitam itu memasuki mobil BMW miliknya.

Mobil putih itu lalu melesat pergi.

•••

Sementara di rumah Citra, gadis itu tidak berhenti menggerutu karena sikap Bian yang seenaknya. Menelfon dan mematikannya begitu saja.

Sungguh, rasanya menjengkelkan. Belum sempat ia menjawab tapi panggilan sudah terputus.

"Terserahlah, gak mungkin juga Bian ke sini, mending aku lanjut tidur," kata Citra kemudian kembali berbaring di ranjang empuknya.

Orang tuanya saat ini sedang dalam perjalanan bisnis, dan kemungkinan selama seminggu ke depan ia akan sendirian, hanya bersama pembantu rumah tangga.

Saat ini pembantu di rumah Citra sudah pulang karena hari sudah siang, dan dia sudah menyelesaikan pekerjaan, yang mana hanya memasak untuk Citra saja. Untuk urusan lainnya, dia kembali sore nanti. Rumahnya tidak terlalu jauh dan bisa berbolak balik.

Sudah biasa mereka meninggalkan Citra sendirian. Dan Citra tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting uang bulanannya lancar, dan juga ia tidak akan kekurangan apapun. Itu sudah cukup baginya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Citra agar bisa tertidur, buktinya sekarang gadis itu sudah menutup rapat matanya, dan dengkuran halus pun terdengar yang membuktikan bahwa Citra telah tertidur pulas.

•••

Tit titt

Bian mengeluarkan kepalanya sedikit. "Pak buka gerbang!" teriaknya pada security yang berada di dalam rumah Citra.

"Bentar Mas." Security itu menurut dan membuka gerbang rumah, mempersilahkan mobil Bian untuk masuk.

Tidak perlu heran jika mereka dekat, karena Bian sering datang ke sini untuk bertemu Citra tentunya. Bahkan keluarga Citra pun sudah hafal dengan kedatangan Bian ke rumahnya.

"Makasih pak," ucap Bian saat keluar mobil. "Bapak sama Ibu kemana?"

"Mereka lagi perjalanan bisnis, Mas, sepertinya pulang nya masih lama," balas Pak Yayan, selaku security yang sudah lama bertugas untuk keluarga Citra.

"Oke pak, saya masuk dulu."

"Iya Mas."

Berhenti di depan pintu, Bian menelfon Citra untuk mengabari jika dirinya sudah sampai. Tapi lagi-lagi tidak ada jawaban. Kemana gadis itu pergi? Padahal tadi Citra mengatakan kalau dia berada di rumah.

"Citra!!"

"Citra!!!"

"Citraaa!!"

"Masuk aja Mas, mbak Citra ada di dalam," ujar Pak Yayan berteriak dari dalam pos.

Bian tidak menjawab, melainkan langsung membuka pintu dan menutupnya kembali. Ia berjalan santai sambil melihat-lihat, kemudian menaiki tangga. Berhenti di depan sebuah kamar yang tidak lain adalah kamar Citra.

"Citra, aku masuk ya," ucap Bian lalu membuka kamar Citra. Ia terdiam sejenak saat melihat seorang gadis tertidur pulas. Pelan tapi pasti Bian melangkah mendekati Citra setelah menutup pintu rapat.

Bian mendudukkan dirinya tepat di sebelah Citra, ia mengelus sayang rambut gadis itu. Tanpa bisa dihentikan senyum tulus terlihat dari wajah Bian. Tangannya masih setia mengelus-elus rambut Citra, membuat gadis itu semakin menyamakan posisinya.

"Maafin aku sayang, aku nggak bermaksud bikin kamu takut waktu itu. Aku cuma gak mau terjadi apa-apa sama kamu," ujar Bian menyesal.

Cowok itu kemudian ikut berbaring di samping Citra dengan kepala Citra berada di lengannya.

"Eghhh…." Citra sedikit terusik, tapi dengan gesit Bian kembali mengusap lembut kepalanya, agar dia tidak terbangun.

Tanpa sadar Citra menenggelamkan wajahnya di dada bidang Bian, tangannya melingkari pinggang cowok itu, terdengar dengkuran halus.

Bian lantas menutup matanya, menikmati momen ini dengan perasaan senang.

•••

"Ra, Mami masuk ya," kata Mira dari luar kamar.

"Masuk aja, Mi, nggak di kunci," teriak Alora.

"Astaga, kamu belum mandi?" Mira terkejut saat melihat putrinya itu masih mengenakan pakaian tidur semalam, yang berarti gadis itu belum mandi.

"Males," jawab Alora masih berguling-guling di ranjangnya.

"Udah hampir siang, kamu mau mandi jam berapa?"

"Aku nggak mau mandi."

"Heran, anak perawan kok jorok banget," ucap Mira mengejek. Alora tidak terima.

"Enak aja, Alora gak jorok, cuma lagi males aja," balasnya kemudian duduk berhadapan dengan Mira.

"Jelek banget kamu, anak siapa sih? Nggak kaya Mami yang udah cantik gini," kata Mira meneliti penampilan Alora.

"Oh gitu ya, anak sendiri gak di akuin?"

"Oke!"

Alora kembali mengambil selimut tebal miliknya dan langsung membungkus dirinya dengan selimut itu.

"Yaudah kalo kamu gak mau mandi, Mami aduin Papi supaya uang bulanan kamu di tarik," ancam Mira lalu berjalan hendak keluar.

"Mamiiiiiiii…."

Alora langsung berdiri dan menatap Mira memelas. "Masa mainnya ancaman gitu."

"Masih gak mau mandi?"

"Iya-iya Ibu negara!" Alora pasrah akhirnya, ia memang bisa menang berdebat dengan siapapun, tapi tidak dengan Mira.

"Bagus, sekalian Mami mau ngomong, kalo Mami mau pergi arisan mungkin pulangnya nanti sore. Kamu jaga rumah, jangan keluar! Awas aja!"

Brak

Suara pintu tertutup kencang. Selepas kepergian Mira Alora menghembuskan napas dan kembali berbaring di ranjangnya, menatap langit-langit kamarnya.

"Gak enak banget weekend, gue jadi gak bisa ketemu Bian," racau Alora.

"Alora!!! Mandi!!!" teriak Mira dari bawah.

"Astaga, Mami punya Indra keenam apa gimana sih, tau aja aku belum mandi," kesal gadis itu, kemudian pergi ke kamar mandi.

•••

Tiga jam berlalu, tiga jam pula mereka berdua tertidur bersama di atas ranjang empuk milik gadis itu.

Dua insan berbeda jenis kelamin itu masih betah dengan posisi saling memeluk satu sama lain.

Hingg akhirnya Citra mulai membuka matanya secara perlahan. Dia merasa aneh tidur dalam posisi memeluk seperti ini. Perasaan ia tidak memiliki guling di kamar nya, lalu apakah yang sedang dia peluk saat ini?

Ketika mata gadis itu mulai terbuka sepenuhnya. Ia mendongak dan menatap wajah Bian yang masih tertidur. Rasa terkejut sekaligus takut memenuhi hatinya saat ini. Tubuhnya menegang saat posisinya dan Bian sedekat seperti sekarang.

Dengan gerakan secepat mungkin Citra bangun dan langsung melompat ke bawah. "Biannn!!! Kamu ngapain!!!" teriaknya memekakkan telinga.

Bian yang terkejut segera terduduk dengan mata terpejam.

"Bian! Kamu ngapain di kamar aku!"

"Kamu… habis ngapa-ngapain aku, ya?!"

"Ngaku! Kamu ngapain aku!"

"Apa aku udah nggak —."

"Sayang berisik!!!" serobot cowok itu. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.

"Aku nggak ngapa-ngapain kamu, kita cuma tidur bareng, nggak lebih," katanya setelah berhasil sadar sepenuhnya.

"Masa? Bohong, kan?!" tuduh Citra mendekat.

"Emang kamu maunya kita ngapain?" Bian justru menggoda gadis itu.

"Ya… yaa.. gak ngapa-ngapain! Awas aja kalo kamu berani! Aku bisa marah!" elak Citra, pipinya memerah.

"Atau kalo kamu kamu, kita bisa ngapa-ngapain sekarang," tawar Bian menaik turunkan alisnya.

"Aku hajar kamu kalo berani!" Citra siap memasang kuda-kuda.

Bukannya takut Bian malah tertawa gemas. "Sayang, sejak kapan kamu bisa bela diri? Sama kecoa aja takut," lanjutnya meremehkan.

Wajah Citra langsung berubah cemberut. "Kalo cuma mukul kamu, aku bisa!"

"Udah udah, daripada kamu marah-marah mending sekarang kita makan, aku laper banget."

"Makan aja sendiri! Aku gak mau!" Citra berbalik hendak ke kamar mandi, tapi dengan cepat Bian menarik tangan Citra dan akhirnya gadis itu jatuh ke pangkuannya.

"Bian! Lepas gak!" Citra terkejut.

"Akhir-akhir ini kamu suka ngebantah, dan juga suka marah-marah, aku nggak suka," kata Bian dengan suaranya yang berat, tepat di telinga Citra.

Sudah tidak bisa disembunyikan lagi kalau gadis itu menegang sejak tadi. Badannya terasa kaku untuk digerakkan, apalagi Bian malah melingkarkan tangannya di pinggang ramping Citra, semakin membuat gadis itu diam tak berkutik.

"Maaf." Suaranya merendah.

"Maafin aku juga," balas Bian mengendus leher Citra. Aroma parfum Citra yang berhasil selalu membuatnya candu setiap saat.

"Bi…,"

"Apa sayang." Bian menyela ucapan Citra.

"Katanya tadi laper, sekarang ayo makan, aku temenin," ucap Citra mengalihkan, berharap agar Bian melepaskannya.

"Makan kamu boleh nggak?"

"Hah?" Citra cengo. "Makan aku? Maksudnya aku juga makan gitu?" tanyanya kebingungan.

Lagi dan lagi, Bian dibuat gemas sendiri oleh tingkah gadisnya ini. Rasanya ia semakin dimabuk asmara.

Citra masih menatap Bian, begitupun sebaliknya, Bian menatap gadis itu tanpa jeda. Ia semakin memajukan wajahnya menjadi sangat dekat. Sedikit lagi mereka akan berciuman, tapi Citra malah memalingkan wajahnya, membuat Bian berhenti dengan kecewa.

Lagi lagi, Citra menolaknya. Tapi Bian paham, ini tidak akan mudah untuk gadis itu.

Cup

Cup

Cup

Tiga kali kecupan di pipi kanan Citra sebelum Bian melepaskan gadis itu. Dan Citra tidak mau buang-buang kesempatan. Dia langsung berdiri, menatap Bian tanpa berucap.

"Kenapa bengong? Katanya tadi mau nemenin aku makan?" ujar Bian agar Citra tersadar.

"Ah… itu… iyaa.. ayo kita makan." Citra berusaha menyembunyikan kegugupannya walau itu terlihat jelas di mata Bian.

Bian berdiri, mengikis jarak. Dia lalu memeluk Citra. "Maaf udah bikin kamu takut, maaf juga untuk yang waktu itu. Aku cuma nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Percaya, Citra, ini semua demi kebaikan kamu."

"Tapi aku baik-baik aja, Bi."

"Aku tau, aku akan selalu pastiin kamu baik-baik aja."

Bian melerai dekapannya, mengelus pipi Citra dengan ibu jarinya. "Jadi gadis baik yang selalu nurut, ya?"

Walau ragu, Citra tetap mengangguk.

Kemudian mereka berdua keluar dari kamar untuk turun ke lantai bawah.

SPAM UP DI SINI👉

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM EMOT APAPUN DI SINI👉

SEDIH:) KOMENNYA NAIK TURUN TERUS;)

JANGAN MALES KOMEN YA, SEMAKIN RAME KOMEN & VOTE NYA SEMAKIN CEPAT UP NYA!

RAMAIKAN CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN!

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.6M 140K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
921K 13.4K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 57.8K 26
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...