Forgotten Nana [END]βœ“

By Septiaxsga

262K 25.3K 637

"Kamu masih usia remaja, gak usah sok depresi. Disini kakak kamu yang lebih sakit" -Mama "Ma... Aku juga anak... More

<BAGIAN 1.> [PROLOG]
BAGIAN 2 [SAMPAI KAPAN?]
BAGIAN 3 [MAKAN]
BAGIAN 4 [NAUSEOUS]
BAGIAN 5 [OBAT]
BAGIAN 6 [FOTOGRAFI]
BAGIAN 7 [TIDAK SELERA]
BAGIAN 8 [DARAH?]
BAGIAN 9 [ROBOH]
BAGIAN 10 [RASA BERSALAH]
BAGIAN 11 [Terbiasa]
BAGIAN 12 [BERBAGI CERITA]
BAGIAN 13 [TERTIDUR]
BAGIAN 14 [ABANG]
BAGIAN 15. [KHAWATIR]
BAGIAN 16. [OBAT LAIN?]
BAGIAN 17. [BERDOA]
BAGIAN 18. [EMOSI]
BAGIAN 19. [TIDAK DIPEDULIKAN]
BAGIAN 20. [TUMBANG]
BAGIAN 21. [SULIT]
BAGIAN 22. [INGIN BERTEMU]
BAGIAN 23. [RUMAH HAMDAN]
BAGIAN 24. [TAK SADAR]
BAGIAN 25. [LELAH]
BAGIAN 26. [HARAPAN?]
BAGIAN 27. [RASA PENAT]
BAGIAN 28. [IMPIAN]
BAGIAN 29. [KEBOHONGAN]
BAGIAN 30. [Dia butuh]
BAGIAN 31. [THERE ISN'T ANY]
BAGIAN 32. [KESAL]
BAGIAN 33. [IZIN]
BAGIAN 34. [SEKOLAH]
BAGIAN 35. [NODA YANG SAMA]
BAGIAN 36. [ALL WRONG]
BAGIAN 37. [SECEPAT ITU?]
BAGIAN 38. [MENYAKITKAN]
BAGIAN 39. [TAKUT]
BAGIAN 40. [KESIBUKAN]
BAGIAN 41. [KEMARAHAN AYAH]
BAGIAN 42. [MATI RASA]
BAGIAN 43. [PIKIRAN]
BAGIAN 44. [SAHABAT]
BAGIAN 46. [BUNTU]
BAGIAN 47. [PERSINGGAHAN BARU]
BAGIAN 48. [BEKERJA]
BAGIAN. 49 [KEMANA?]
BAGIAN 50. [PENDERITAAN SAHABAT]
BAGIAN 51. [RUMAH SAKIT]
BAGIAN 52. [PERMOHONAN]
BAGIAN 53. [LEMAH]
BAGIAN 54. [PERMINTAAN TERAKHIR] END
BAGIAN 54. [EPILOG : TERKUBUR BERSAMA IMPIAN]
BAGIAN 55. [BONCHAP : TEMPAT YANG JAUH]
SMALL HOPE [new story]

BAGIAN 45. [HANCUR]

4K 468 56
By Septiaxsga


°°°

Pada akhirnya Nana memilih untuk pulang dahulu kerumahnya disaat jam masih menunjukkan pukul setengah dua siang.

Pemuda itu pulang dengan diantar oleh Jendral menggunakan motor sahabatnya. Entahlah, Nana merasa jika memang dirinya itu hanyalah beban bagi orang-orang terdekatnya. Ia bahkan memilih untuk pulang agar di lingkungan sekolah Jendral tidak perlu membantu nya yang bahkan hanya bisa berdiam diri didalam UKS tanpa melakukan kegiatan apapun.

Jujur saja, dadanya masih terasa panas. Ia sudah tak tahu mau dibagaimanakan agar rasa panas itu cepat turun. Nana bingung, dan pada akhirnya ia memilih untuk segera pulang karena sudah tak ingin membuat temannya kesusahan hanya karena dirinya yang lemah.

Pemuda itu sama sekali sudah tak berniat untuk memasukkan sesuatu lagi didalam perutnya. Semuanya terasa salah. Lebih baik ia kesakitan karena kelaparan karena disaat seperti itu, rasa sakitnya tidak sesakit ketika ia memuntahkan semua makanannya.

Nana melepas Hoodie yang semula ia gunakan. Pemuda itu menatap ke arah pergelangan Hoodie nya yang masih terlihat bercakan darah akibat luka goresan yang masih basah.

Hingga pagi ini, luka itu terlihat lebih parah sehingga membuat pergelangan tangan kirinya membengkak. Jujur saja, melihat hal itu membuat Nana bergidik ngeri. Entah bagaimana bisa semalam pemuda itu sama sekali tak merasakan kesakitan ketika tengah menggores lengannya.

Mungkin jika orang rumah tahu, ia pasti sudah dibilang lebay karena melakukan hal tersebut. Tapi jujur saja, melakukan self harm seperti itu mampu membuat beban pikirannya sedikit turun. Seperti seolah-olah itu adalah obat yang benar-benar ia butuhkan semalam.

Nana mengambil kotak p3k yang terdapat di atas lemari milik kakaknya. Perlahan ia membuka dan menuangkan obat Betadine yang terdapat didalam sana. Dengan bantuan sedikit kapas, pemuda itu lalu mengoleskannya dengan pelan ke arah luka akibat goresan benda besi disana.

Sakit? Tentu saja. Setiap kali obat itu mengenai bagian luka disana, pasti rasa nyeri terasa dan belum lagi dengan bengkakan yang terdapat disana. Sungguh jika didefinisikan, hal itu seperti orang yang tengah haus akan darahnya dan berakhir menggores lengannya tanpa memikirkan hal yang terjadi nanti kedepannya.

Sedikit demi sedikit ia dapat mengoleskan Luka tersebut. Namun tentu saja hal itu tidak sepenuhnya dapat menutup luka yang terdapat disana. Ada salah satu goresan yang lebar dan masih mengeluarkan darahnya. Goresan itu bahkan terlihat telah membelah daging dalamnya.

Karena sudah merasa cukup dengan pengobatan tersebut, Nana lantas segera meletakkan kembali obat tersebut kedalam lemari sang kakak.

Kedua matanya tak sengaja melihat bercak darah semalam yang masih terdapat jelas di atas lantai yang berada dekat dengan meja belajarnya.

Ia menghela napas pelan ketika mengingat sebagaimana hancur dirinya semalam. Nana benar-benar sangat amat marah dengan dirinya sendiri. Ia kesal mengapa dilahirkan hanya untuk membuat orang terdekatnya selalu terbebani.

Dilihatnya kembali sebuah luka yang masih basah di lengannya. Bengkak membiru itu terlihat jelas disana. Untung saja ketika ia sekolah selalu mengenakan Hoodie panjang yang dapat menutupi luka tersebut. Jika tidak, mungkin Jendral akan bertanya mengapa bisa menjadi seperti itu.

Pintu kamarnya yang semula tidak ia tutup itu dapat membuat orang yang kini berada diluar ruangan mampu melihat anak tersebut.

Nana tidak menyadari jika disana terdapat sang ibu yang datang untuk meminta penjelasan dari putra bungsunya. Ia ingin sebuah alasan yang kuat jika memang semua ini bukan Nana yang melakukannya.

"Kenapa gores-gores tangan? Mau nyari perhatian kamu, "

Suara yang tidak asing itu terdengar jelas di Indra pendengaran pemuda tersebut. Ia lantas segera menoleh ke arah ambang pintu dimana disana terlihat mama nya yang tengah berdiri sambil menatap datar ke arahnya.

"Kamu masih remaja, Na. Gak usah sok depresi sampe iris-iris tangan kaya gitu. Kamu sendiri yang buat tubuh kamu sakit! "

Nana bisa mendengar dengan jelas ucapan mamanya yang kini masih berada di ambang pintu. Ia tahu jika semua itu memang salahnya. Abangnya yang sakit, dan juga kini dirinya sendirilah yang mengundang penyakit di tubuhnya.

Tapi Nana sama sekali tak pernah berniat untuk membuat dirinya sakit. Ia melakukan hal ini hanya untuk meluapkan emosinya sendiri yang datang begitu saja. Dengan begitu dirinya dapat merasakan lega, bukan?

"Dan sekarang kenapa udah pulang? Kamu bolos, iya?! " Mama meninggikan nada diakhiri kalimatnya, membuat Nana menunduk dalam-dalam karena takut akan salah berucap jika nanti mengeluarkan suaranya.

"Jawab mama, Na! " Suara Ira menggema di seluruh ruangan, membuat pemuda tersebut hanya bisa mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia takut jika nanti salah berucap maka akan mengundang emosi mamanya berkali-kali lipat.

"Mama sama ayah biayain uang sekolah kamu, dan sekarang kamu malah bolos seenaknya. Kenapa gak sekalian keluar aja dari sekolahan?! " Kali ini Ira benar-benar sudah tak habis pikir dengan putra sulungnya. Semalas itulah anaknya sekarang? Dimana Nana yang dahulu sering patuh dan membanggakannya?

Kebetulan Ira pulang kerumah bersama suaminya. Seorang pria yang sedari tadi mendengarkan keributan diluar itu kini segera berjalan masuk kedalam. Ia bisa melihat tatapan tajam yang Ira berikan kepada putra mereka.

"Kamu mau jadi apa kalo gini, ha? Mau gimana hdiup kamu, Na! Kamu sama sekali gak ngehargain ayah sama mama kerja diluar sana sampe-sampe gak sempet buat ngabisin waktu dirumah. Dan kamu-" Ira mengambil napas sejenak. Wanita itu benar-benar sudah tidak habis pikir dengan Nana.
"Kamu malah bolos sesuka kamu kaya gitu? Hati kamu diamana, Maulana! "

Nana menunduk dalam. Ia merasa bersalah karena hak itu. Benar kata mamanya, dimana dirinya yang dahulu pergi? Mengapa semua seakan berubah secepat ini?

Agung yang mendengarkan semua teriakan yang keluar dari mulut istrinya itu lantas segera berjalan mendekat ke arah putranya yang tengah berada tak jauh dari mereka. Berdiri sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Apa bener yang diucapin mama kamu? "

Mendengar suara ayah yang menggema, membuat kelopak mata Nana, sejenak ia tutupkan rapat-rapat sehingga terlihat disana sebuah kerutan yang terdapat diantara matanya.

Sungguh jika sudah menyangkut pautkan sang ayah, ia sudah tidak berani lagi untuk menjawab segala ucapan yang keluar dari pria itu.

"LANA! " Agung meninggikan nada bicaranya. Ia ingin mendapat sebuah jawaban jujur dari putranya itu.

"I-iya, yah... Maaf-"

Plak

Tanpa permisi dahulu, pria itu melemparkan sebuah tamparan di pipi putranya sebelah kanan sehingga membuat pemuda itu tertoleh kesamping kiri karena tamparan yang ayah berikan.

Kulit yang terasa panas itu membuat air matanya kembali turun. Terlihat jelas bekas kemerahan yang terdapat di pipi sebelah kanannya.

"KAMU MAU JADI APA, NA? JAWAB AYAH! " kali ini Agung benar-benar marah dan akan meluapkan emosinya kepada putra bungsunya itu. Entah apa yang ada dipikiran Nana saat ini sehingga mampu membuatnya seakan naik darah sekarang juga.

Sebelah tangan Nana memegangi pipinya yang baru saja mendapatkan tamparan keras itu. Air matanya sudah tak dapat ia tahan akibat semua rasa panas dan sakit yang menjalar di wajahnya. Bukan hanya itu, bahkan kini disaat ia tengah sakit, salah satu keluarganya sama sekali tak ada yang berniat untuk merawatnya.

"Ayah... Nana bisa jelas--"

"Apa yang mau kamu jelasin, ha? Apa lagi?! Kamu sengaja bolos biar apa? Pengen bebas kamu diluar sana, iya?! "

Nana hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia sudah tak berani lagi untuk berkata-kata jika nantinya akan memancing amarah keduanya.

Disela-sela kemarahannya, Agung mengusap air mata yang entah sejak kapan telah terjun bebas di kedua pipinya. Ia lantas segera mengusap kasar buliran bening tersebut.

"Apa yang kamu pengenin, Na? Selagi ayah masih bisa kerja, kenapa kamu malah manfaatin keadaan? Kamu seharusnya mikir, kalau bukan orang tua kamu, siapa lagi yang bakal menghidupin kamu? Capek-capek mama sama ayah besarin kamu, kalau sekarang ini kamu malah kecewain kita-"

"Ayah! "

Ucapan pria itu terpotong karena kini tubuhnya ambruk. Entah mengapa dada kirinya tiba-tiba merasakan sakit yang amat luar biasa. Mama yang melihat hal itu lantas segera berlari mendekat dan memegangi tubuh Agung yang hampir saja terjatuh.

Tentu saja Nana tak kalah terkejutnya dibanding mama. Lelaki itu juga ikut serta segera memegangi tubuh ayahnya dengan tangan kirinya yang kini semakin membengkak besar. Nana tak peduli dengan rasa sakit yang terasa disana.

Kepalanya menggeleng. Tidak, jangan lagi. Nana sudah tidak ingin membuat orang terdekatnya seperti ini. Ia menangis, pemuda itu sudah tak bisa lagi menahan isakan nya yang sedari tadi ia tahan mati-matian.

"Ayah, jangan kaya gini! "

Ira yang sudah dalam keadaan gegabah saat ini lantas segera mengambil ponselnya dari saku untuk menelpon seseorang yang mungkin dapat membantu Agung untuk pergi ke rumah sakit.

"Ayah, Nana minta maaf! Jangan kaya gini. Nana minta maaf! Ayah jangan sakit- biar Nana aja yang kesakitan, "

Pemuda itu sudah tidak peduli dengan goresan di lengannya yang baru saja ia obati tadi. Luka itu kembali terbuka. Namun semuanya tidak begitu sakit karena kini hal yang sangat ia khawatir kan adalah keadaan ayahnya. Nana tidak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan nantinya.

"Mama... " Pandangannya yang sayu dapat dilihat jelas oleh Ira. Sebenarnya ia melihat jika wajah putranya juga terlihat seperti orang yang tengah menahan sakit. Namun wanita itu sudah tidak peduli, ia hanya ingin segera menghubungi orang terdekatnya untuk membawa sang suami kerumah sakit.

Nana sudah menangis terisak sehingga sesegukan. Wajahnya memerah karena banyaknya air mata yang terkuras saat ini. Ditambah lagi rasa sakit di perutnya yang sama sekali belum hilang hingga saat ini.

"Jo, tolong dateng kesini, langsung ke lantai dua rumah saya... " Ira mengatakan kalimat itu dengan begitu gegabah. Ia melirik sekilas ke arah suaminya yang perlahan menutup kedua matanya di pangkuan si bungsu.

"Tuhan... Jangan, "


Tidak lama kemudian seseorang yang telah ditunggu-tunggu kini sudah tiba dirumah. Itu adalah salah satu tetangganya yang berada dekat dengan rumahnya.

Tentu saja pria itu juga begitu terkejut ketika melihat rekan mainnya dulu kini sudah terkapar lemah di atas lantai. Tanpa berlama-lama ia langsung membopongnya untuk segera turun kebawah dan dibawanya ke rumah sakit. Tempat yang sama dimana Jeffin dirawat disana.


°°°


Suara gesekan roda brankar rumah sakit kini terdengar jelas di setiap koridor tempat yang telah di lewati oleh beberapa orang yang tengah mengantarkan seorang pria itu ke dalam ruangan UGD.

Nana sudah tidak habis pikir. Dosa apa lagi yang ia dapatkan sekarang? Mengapa semuanya menjadi seperti ini?

"Ayah... Maaf-"

"Dimohon keluarga pasien harus tetap berada disini. Kami akan melakukan semua usaha sebaik mungkin. " Ucap salah satu perawat yang mencegah mereka bertiga untuk ikut serta masuk kedalam ruangan tersebut.

Ira mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang terdapat di ruang tunggu itu. Ia berharap jika tidak ada hal fatal lainnya yang akan terjadi.

Sedangkan Nana terus meminta maaf kepada ayahnya. Entah sudah berapa banyak kalimat maaf itu keluar dari mulut mungilnya.

Wajah merahnya terlihat jelas karena tangisan yang tak kunjung berhenti itu. Nana sudah tak peduli jika nanti air matanya akan terkuras habis untuk hari ini.

"Na, sampai kapan mau buat keluarga mama hancur? "

Ucapan lirih Ira dapat didengar jelas di telinga pemuda yang tengah berdiri di sebelahnya itu. Ia lantas segera menoleh ke arah mamanya yang tengah melihat kearahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

"Ma... "

"Mau sampe kapan, Na? Keluarga saya hampir hancur karena kamu. "

"Maaf... " Mungkin mamanya akan bosan mendengar kalimat maaf yang selalu saja keluar dari mulutnya. Nana menutup rapat mulutnya agar tak mengeluarkan suara isakan nya saat ini.

Ira berdiri dihadapan putranya. Ia menangis saat ini dihadapan Nana. Hal yang belum pernah Nana lihat sebelumnya.

"Kamu udah kecewain ayah sama mama, sekarang mau kamu apa? "

"Maaf-"

"Saya gak butuh maaf lagi dari kamu. Yang saya minta cuman satu... " Mama menggantungkan kalimatnya. Wanita itu mencoba untuk menghirup udara dan mengoptimalkan suaranya yang terdengar jelas seperti orang yang tengah dilanda kesakitan.

"Kamu pergi dari hidup mama, pergi yang jauh sampe mama gak pernah lagi liat kamu. Bawa semua barang-barang yang kamu butuhin. Bawa semuanya, mama sudah gak Sudi ngurus kamu. Saya kecewa sama kamu... Jadi saya mohon... Pergilah yang jauh, " isakan demi isakan terdengar jelas di telinga Nana.

Tentu saja pemuda itu merasa amat bersalah. Ia menggeleng, tidak mungkin Nana pergi jauh untuk saat ini. Ia masih membutuhkan kedua orang tuanya. Nana masih membutuhkan keluarganya.

"Mama, Nana minta maaf... " Pemuda itu berlutut tepat dihadapan Ira yang tengah berdiri sambil menangis. Tentu saja ia kecewa dengan putranya.

"Maa... Jangan usir aku... Nana gak tau mau tinggal dimana, Mama... Nana- mohon-" suara sesegukan itu terdengar jelas dari mulut si bungsu.

Ira memundurkan langkahnya supaya ia dapat sedikit jauh dari putranya. Sungguh hari ini wanita itu sangat teramat kecewa dengan kelakuan putranya. Bahkan keluarganya hampir hancur karena semua yang Nana perbuat.

Napas pemuda itu tersengal. Ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana.

Nana memeluk kedua kaki putih nan bersih milik Ira. "maafin Nana, ma... "

"Kamu denger saya gak? PERGI YANG JAUH, NA! PERGI YANG JAUH KEMANAPUN MAU KAMU. " Wanita itu sudah tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya. Jujur saja hatinya merasakan sakit ketika ia mengucapkan kalimat itu. Namun entah mengapa mulutnya bergerak seakan memang itu yang ia mau.

Karena Nana tak kunjung melepaskan pelukan dikakinya, tanpa berperasaan sama sekali, Ira mendorong kasar tubuh yang semakin hari semakin kecil itu. Ia sudah tak peduli jika Nana akan merasa kesakitan karena terjatuh dengan begitu keras tubuhnya menghantam lantai.

"Saya bilang pergi! Dan jangan pernah kembali mau bagaimana pun keadaanmu. Saya kecewa dan menyesal sudah melahirkan mu! "

Hati anak mana yang tidak sakit ketika mendengar ucapan menyayat itu keluar dari mulut orang tersayangnya?

"Pergi yang jauh, kamu punya telinga, kan? Saya bilang pergi dan jangan pernah kembali lagi, saya sudah gak Sudi ngurus anak yang gak bisa bersyukur kaya kamu! "






°°°

Continue Reading

You'll Also Like

9.2K 619 22
Antara manager nct dan manager straykids siapa yang bersalah? Menceritakan bagian dimana mereka harus berbuat dan menyelesaikan masalah yang terjadi...
13.3K 1.2K 14
Brian baru saja kembali ke Seoul menyusul orangtua nya, namun begitu sampai sebuah kejutan menyambutnya di rumah. Sesuatu yang tidak pernah terpikirk...
46.8K 5.4K 50
[END] DON'T PLAGIARIZE β€ΌοΈβ€ΌοΈβŒβŒ Hanya tentang Yeonjun yang selalu bersabar dengan kelakuan sang adik 🐻🦊 |Brothership| |Family| πŸ’’Minim konflik Star...
15.8K 2.5K 34
Keseharian mereka penuh dengan perdebatan tidak penting antara Kendra dan Axel Belum lagi Noah, Bagas dan Gala yang suka sekali memperlakukan Aidan s...