"Kau yakin tidak ingin masuk ke akademi? Jika lulus dari sana kita akan lebih mudah mencari pekerjaan nanti," ucap Sakira.
"Tidak, aku tidak berniat masuk ke sana. Kau tahu sendiri, aku tidak suka kekuatan yang ku punya," jawab Lira.
Lira terlihat sedih. Ia kemudian melirikku.
"Ah, maaf Putri. Kami jadi mengobrol sendiri," ucapnya dengan ekspresi bersalah.
Aku mengangguk. "Tidak apa-apa,"
"Kak Lira dan kak Sakira. Tunggu di sini. Zinnia nanti ke sini lagi," ucapku.
"Eh, putri! Anda mau kemana?" tanya Sakira.
"Zinnia pergi dengan paman penjaga sebentar saja," aku menunjuk ke salah satu prajurit.
Aku ingin mencari bunga dan membuat mahkota bunga untuk mereka berdua. Aku sudah belajar dari Lily. Aku tidak banyak membantu, setidaknya aku ingin membuat mereka senang.
"Putri, kami ikut saja. Pekerjaan kami sudah selesai," ucap Sakira.
Aku ragu awalnya, jika mereka ikut maka bukan lagi kejutan. Tapi setelah dipikir-pikir, aku juga tidak berani pergi dengan prajurit ini sendiri.
Aku mengangguk.
"Anda ingin pergi kemana?" tanya Lira.
"Zinnia ingin membuat mahkota bunga," ucapku.
"Kak Sakira apakah bisa bertanya pada kupu-kupu dimana tempat yang banyak bunganya?" tanyaku mencoba bercanda.
Sakira tersenyum.
"Saya belum pernah mencobanya. Bagaimana kalau saya coba sekarang?" ucap Sakira.
Aku tercengang. Aku tidak bermaksud serius dengan permintaanku.
Sakira melihat ke sekelilingnya. Dia kemudian bersiul. Satu kupu-kupu datang. Kupu-kupu itu hinggap di jarinya.
Cahaya kecil muncul, akhirnya kupu-kupu itu pergi.
"Ayo kita ikuti dia," ucap Sakira.
"Waah!" aku bertepuk tangan.
Kami pun berjalan mengikutinya.
.
Padang bunga. Sangat indah.
"Bagaimana bisa ada tempat seperti ini?" tanyaku.
Sakira dan Lira pun ikut tersenyum.
"Bahkan ada tanaman obat yang bagus-bagus di sini," ucap Lira.
Sepertinya Lira sangat menyukai tanaman-tanaman obat itu.
Jika saja ada kamera. Rasanya aku ingin berfoto di sini.
Aku berjalan dan memetik beberapa bunga.
"Hmm.." setelah ku coba, ternyata sulit juga membuat mahkota bunga.
"Ini untuk kakak!" ucapku pada Sakira sambil menaruh mahkota bunga di atas kepalanya.
Sakira terkejut. "Ini untuk saya?"
"Terima kasih Putri. Saya akan menyimpannya dengan baik!" ucap Sakira. Aku merasa senang mendengarnya.
Lira sedang sibuk mengumpulkan tanaman-tanaman obat.
"Ah, apakah anak ini maksudmu?" tiba-tiba terdengar suara yang sangat berat. Dua orang lelaki paruh baya. Satu orang berpakaian mewah. Satu lagi berpakaian lusuh.
Mereka ada di belakang Lira.
Aku mencoba mendengarkan mereka berdua.
"Kak Sakira, siapa mereka?" tanyaku berbisik.
Sakira menggelengkan kepalanya.
Kami bersembunyi di balik pohon.
"Sebaiknya kita memanggil pengawal. Saya merasa mereka bukan orang baik," ucapnya agak ketakutan.
Sebelum kami mencari prajurit, sudah ada satu prajurit yang datang.
"Berani sekali Anda ingin menjual tuan putri?" tanya lelaki dengan baju lusuh. Dia berteriak.
"Apa maksudnya?" tanyaku tidak paham.
"Hah? Putri apa? Maksudmu dia? Bukankah dia yang katanya bisa kujadikan istri?" ucap lelaki dengan baju mewah sambil menunjuk Lira. Lira yang berada cukup jauh.
"Kau yang menjual Putri," ekspresi lelaki dengan baju lusuh berubah menjadi meremehkan. Dia menjentikan jarinya kemudian lelaki dengan baju mewah pingsan.
Bruk.
Sakira dan Lira juga pingsan.
"Hah? Ada apa ini?"
Kenapa semuanya pingsan.
Prajurit yang ada di belakangku mengangkatku.
"Aaa! Apa yang kau lakukan?!" teriakku.
"Kenapa dia tidak pingsan?" tanya prajurit itu.
"Lepaskan aku! Tolong! Tolong!"
Sebenarnya apa yang terjadi sekarang?!!
Lelaki lusuh itu menghampiriku. Dia memperhatikanku.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil memberontak.
"Akh! Benda ini. Tentu saja Anda bisa memilikinya," ucap lelaki itu kesal.
Dia memegang kalung yang aku pakai. Kalung pemberian kaisar di ulang tahun ketigaku.
"Ada apa dengan kalung itu?" tanya prajurit itu.
"Kalung ini bisa menghentikan semua kekuatan yang terkena tubuh pemakainya. Jika ku jual harganya tidak terbayangkan," ucapnya sambil tersenyum.
Apa? Apa karena itu sejak ulang tahunku yang ketiga Eric tidak pernah menjawabku kecuali jika aku bertanya secara langsung?
Saat itu aku kesulitan sekali. Karena aku sudah terbiasa menggunakan cara komunikasiku dengan Eric.
Lelaki itu menarik kalungku dan memasukannya ke saku.
"Kenapa harus menjualnya? Kenapa tidak dipakai sendiri?" tanya prajurit itu. Prajurit yang memakai baju lengkap sampai-sampai menutupi matanya.
"Dasar bodoh. Jika aku memakai kalung ini aku tidak bisa menggunakan kekuatanku juga," ucapnya.
"Baiklah, sekarang mari kita pergi," lanjutnya.
"Kak Eric! Kak Eric! Tolong!"
"Berhentilah berteriak, Putri. Dia tidak akan datang. Aku sudah menghilangkan ingatannya tentangmu," ucap lelaki itu.
Aku terkejut.
"A-apa maksudmu?"
"Ahahaha!" dia tertawa menyeramkan.
"Kekuatanku adalah menghilangkan ingatan. Meski bukan yang terbaik tapi aku bisa menghilangkan ingatan tentang satu orang dari satu tubuh. Sangat jarang ada orang yang dapat melakukannya,"
E-Eric tidak mengingatku?
Aku.. Lalu bagaimana dengan nasibku sekarang?!
"Lepas!"
Aku mencoba melepaskan diri.
Bi-bisakah aku menggunakan kekuatanku sekarang? Kaisar pernah memberitahuku bahwa kekuatanku sepertinya mengendalikan angin. Aku pernah lepas kendali saat sebelum berumur 1 tahun. Aku harap sekarang aku bisa mengeluarkannya.
Aku mencoba mengeluarkan kekuatan. Tapi tidak terjadi apapun.
"Aaa!" aku berteriak.
Terdengar suara seperti pecahan beling di udara.
"Sedang apa kau?" ucap Eric.
Eric! Akhirnya datang.
Dia merebutku, kemudian mendudukanku di belakang pohon.
"Mari bermain petak umpet. Tutup matamu sebentar dan hitung sampai 20. Bisakah?" ucap Eric.
Aku mengangguk. Aku tidak bisa memikirkan apapun lagi. Aku mulai menghitung.
"Sa-satu. Dua. Tiga."
Aku bisa mendengar suara teriakan dari belakang.
Dari awal aku bukan anak kecil. Memang aku merasa sikap dan perasaanku kembali menjadi anak kecil. Namun, aku tahu apa yang sedang Eric lakukan di belakang sana.
Tapi aku tidak mau melihatnya. Dunia brutal ini kadang membuatku muak.
Jantungku tidak bisa berhenti berdetak kencang. Aku menghitung sampai 20 tetapi Eric belum kembali. Sedangkan para prajurit berhamburan datang.
Aku berusaha mencari kak Sakira dan kak Lira. Ternyata meraka masih pingsan.
"Kak Sakira!"
Dia tidak bangun-bangun.
"Kak Lira!"
Aku mencoba membangunkan mereka. Tetapi tidak bisa. Beberapa prajurit membawa mereka.
"Aku harap mereka baik-baik saja,"
Aku merasa sedih. Aku melihat ke arah Eric yang sedang memerintahkan para prajurit.
Aku mencoba mendekatinya dengan ragu-ragu.
"Aku menemukanmu. Kak Eric. Sekarang kau yang jaga," ucapku.
"Kau siapa?" tanyanya.
"Haha. Syukurlah karena aku sudah bersiap dengan situasi seperti ini," ucapku sambil tersenyum. Mataku berair.
________________________________
Jika kamu suka ceritanya, jangan lupa klik ⭐ ya ^^
Double update! Triple-in ga nih? Hehe
Makasih buat votenya 🙏
[Diupload oleh Sisi Shalla 22-05-2022]