Zargan ; ANNOYING HUSBAND βœ”

By dianaapsr

163K 9.1K 2.4K

"Pengkhianat harus mati!" Karena kejadian pada malam hari itu, tepatnya saat Alara tak sadarkan diri. Berbaga... More

PROLOG
1 | Melepas atau Bertahan
2 | Perjanjian tanpa Pilihan
3 | Dari Zargan untuk Alara
4 | Pertengkaran Kecil
6 | Milik Zargan, Selamanya
7 | Malam Spesial
8 | Gara-gara Kesiangan
9 | Nothing Special
10 | Hukuman dan Peraturan dari Zargan
11 | Selalu tentang Masa Lalu
12 | Pertemuan di Sisi Jembatan
13 | Penyelidikan
14 | Perdebatan di Sore Hari
15 | Tinggal Berdua
16 | Perubahan Alara
17 | Kecurigaan Zergan
18 | Serangan Gravator Black
19 | Perasaan Zergan
20 | Interaksi Sederhana
21 | Taman dan Perselisihan
22 | Hampir Usai
23 | Perhatian Kecil
24 | Merasa Kehilangan
25 | Sedikit Kisah tentang Anyelir
26 | Bukti Kejadian
27 | Zargan untuk Alara
28 | Timbul Rasa
29 | Kejahilan Zargan
30 | Tak Lagi Sama
31 | Terungkap
32 | Di Toko Kue
33 | Pelaku Sebenarnya
34 | Trauma Masa Lalu
35 | Damai
36 | Pulihnya Hubungan
37 | Balap Liar
38 | Sidang Keputusan
39 | Flashback
40 | Di Proyek Tua
41 | Pangeran Kecil
42 | Not a Good Papa
43 | She Look Pretty
44 | Sengaja Bertemu
45 | Hidup Baru
46 | Gagal Balapan
Epilog

5 | Rooftop dan Kisahnya

3.2K 226 126
By dianaapsr

"Kamu ini apa-apaan, sih, Zar?!" 

Teriakan dari sang Papa berhasil mengubah suasana di ruang keluarga saat ini, hingga diam-diam Zargan mendecih pelan. Kepalanya berpaling, seolah tak ingin menyaksikan bagaimana amarah menyelimuti papanya. 

"Papa nggak setuju!"

Zargan tahu bahwa keputusannya jelas akan mengundang kekacauan. Bukan hanya antara dirinya dengan kedua orang tua, tetapi juga dengan Zergan. Namun, untuk saat ini Zargan membiarkan mulutnya membungkam. Tak ada kalimat apa pun yang tersusun di kepala, sebagai bentuk pembelaan diri agar amarah papanya tak meledak.

"Zar, ini bukan kesalahan kamu. Buat apa kamu yang bertanggung jawab? Kalo papanya Alara yang minta, kamu punya pilihan buat menolak. Cewek bukan cuma Alara aja, banyak, kok, yang cantik, baik, dan nggak kalah dari Alara. Mama yakin banyak cewek yang mau sama kamu, Zar."

"Zargan nggak peduli, dan apa pun yang terjadi keputusan Zargan nggak akan pernah berubah."

BUG! 

Pukulan kencang mendarat tepat pada rahang Zargan, hingga membuat dirinya hampir saja terhuyung. Seraya menghela napas berat, Zargan menghapus darah pada sudut bibirnya yang nampak sobek. Ada gemuruh dalam dada yang anehnya berhasil meremas paru-paru Zargan. Hingga sesak dapat ia rasakan. Kembali, decihan pelan keluar dari mulut cowok itu. Selalu kekerasan sebagai cara yang dilakukan Rendra demi semua keinginannya terpenuhi. Tetapi, ketika Zergan yang tak mau menurut atau melakukan kesalahan, papanya akan mendadak berubah menjadi sosok super lembut, seraya memberikan berbagai macam kalimat manis sebagai bentuk nasihat belaka.

Tanpa kata, Zargan memilih untuk berlalu, meninggalkan rumah yang rasanya tak pernah memberikan keadilan. Ia tak peduli jika ketika ia kembali nanti, tak ada sambutan baik yang akan ia terima.

To : Alara Geneveive
Siap-siap, gue jemput lo sekarang. Nggak ada penolakan! Lo harus nurut sama calon suami, kalo lo nggak mau kena karma dan berakhir menjadi penghuni neraka.

Zargan memasukkan kembali ponsel pada saku celana. Mengambil helm yang semula dibiarkan bertengger pada stang motor. Lantas, ia melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Tak peduli dengan bahaya yang mengintai saat dirinya melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya yang ramai.

Motor besarnya itu berhenti melaju saat sudah sampai di hadapan sebuah rumah mewah. Pagar yang menjulang tinggi membuat Zargan memilih untuk berdiam diri. Tak ingin menguras tenaga untuk sekadar membuka gerbang. Cowok itu akhirnya mengeluarkan ponsel demi memberi tahu bahwa dirinya telah sampai.

Wajah kesal Alara hampir saja membuatnya ingin tertawa. Namun, hanya berakhir dengan senyum yang diam-diam muncul di balik helm full face-nya. Bagi Zargan, Alara itu serupa warna yang siap menghapus kelam dalam hidupnya. Semua yang dilakukan perempuan itu selalu berhasil membuatnya bahagia. Meski ia tahu bahwa takdir mereka untuk bersama hanya sebuah keterpaksaan. Meski Zargan tahu bahwa tak ada hal spesial di dalam dirinya yang mampu membuat Alara jatuh cinta, hingga perempuan itu lupa pada setiap kenangan yang ia miliki dengan siapa pun yang pernah terang-terangan mengisi hatinya.

"Lo tahu nggak, sih? Waktu lo ngirim pesan itu, gue lagi rebahan santai sambil nonton Drakor yang lagi seru-serunya! Dan lo—" Alara menuding seraya menyipitkan kedua mata. 

"Dengan santainya lo merusak ketenangan gue di hari minggu pagi yang menyenangkan ini! Mana pake bawa-bawa karma sama neraka, beserta calon suami segala!"

Dan pada detik itu pula tawa Zargan meledak. Ia tak bisa lagi menahan sesuatu yang menggelitik perutnya saat melihat wajah lucu Alara saat memaki.

"Kok ketawa?" 

"Lo lucu, Ra, lucu banget. Selain muka marah lo yang keliatan lucu, kalimat lo juga terdengar lucu. Dengan begitu, tandanya lo takut 'kan kena karma karena durhaka sama calon suami? Makanya, demi menghindari hal itu terjadi, lo rela merusak minggu pagi bersama Oppa-oppa ganteng lo itu, demi ketemu sama calon suami yang jauh lebih ganteng dari mereka."

"Iya, iya, calon suaminya Alara."

Lagi, tawa Zargan terdengar. Ia bahkan sampai meremas perutnya sendiri akibat nyeri yang tiba-tiba saja menghampiri. Hingga Alara yang menaiki jok motornya secara tiba-tiba, berhasil membuat tawa itu mereda.

'Zargan'

"Lo gila, ya? Ngapain hari libur gini mau ke rooftop sekolah?! Lo lihat aja sendiri, gerbang terkunci rapat, mau masuk lewat mana? Mau mendadak berubah jadi tikus terus masuk lewat celah-celah pagar?"

"Shttt." Jari telunjuk Zargan mendarat tepat pada bibir Alara, hingga membuat perempuan itu diam, tetapi tak lama decakan keluar begitu saja.

"Jangan marah-marah mulu, nanti kesehatan anak kita terancam gimana coba, hmm?" Tangan milik Zargan yang mendarat pada perut Alara yang masih rata, berhasil mengantarkan desiran aneh di sekujur tubuhnya. Ada hangat sekaligus geli yang menggelitik, hingga akhirnya ia menepis tangan itu. Wajahnya memaling dengan pipi yang tak bisa berbohong, bahwa perempuan itu sedang salting. Sampai-sampai rona merah terlihat jelas di pipinya.

"Terus ini gimana? Cari tempat lain aja, lah! Jangan kayak orang nggak mampu, deh, Zar. Mall banyak, restaurant banyak, cafe juga banyak. Nggak perlu jadiin rooftop sebagai apa ini? Tempat kencan pertama kita sebelum nikah, gitu?"

"Ra, lo belum jadi emak-emak aja udah bawel banget gini. Gimana nanti kalo udah nikah? Kalo gue selingkuh gendang telinga gue bisa rusak dalam sekejap, dong, karena denger ocehan lo."

"Wah—" Alara menggeleng beberapa kali. Menyaksikan Zargan yang saat ini sudah melepas helm-nya. Senyuman manis langsung tercipta pada bibir cowok itu, yang sialnya benar-benar membuat Alara kesal tujuh keliling.

"Bercanda. Cowok ganteng kayak gue pasti setia," kata Zargan, menjelaskan kalimatnya barusan sebelum ocehan Alara menghancurkan ketenangannya. Kemudian, cowok itu menarik lengan Alara sampai berhadapan pada tembok pembatas pagar.

"Mau ngapain?"

"Manjat tembok pagar." 

"Lo gila, ya, Zar? Gue lagi hamil! Kalo gue jatoh terus keguguran lo mau tanggung jawab?"

"Berapa kali lo nyebut gue gila, Ra? Dosa, loh. Lagian, kalo lo keguguran ya udah, tinggal bikin lagi aja sama gue pas udah resmi nanti."

Alara berdecak pelan. Kepalanya sengaja mendongak untuk melihat seberapa tingginya tembok yang harus ia panjat. Zargan ini memang benar-benar aneh, dipikir saat ini mereka sedang mengikuti ajang Ninja Warrior? Sampai-sampai harus ada edisi memanjat segala.

"Naik." 

Cowok itu sudah berjongkok, kemudian satu tangannya sengaja menepuk pundak sebagai isyarat agar Alara segera menaiki pundaknya. 

"Ke pundak lo?"

"Bukan, ke pundaknya tukang ketoprak yang biasa mangkal di depan sekolah kita."

"Tapi, 'kan Abang ketopraknya nggak jualan."

Menghembuskan napas kasar, Zargan akhirnya memaksa bibirnya untuk menciptakan lengkungan. "Iya, naik ke pundak gue, Alara."

"Sepatu lo lepas dulu, nanti jaket mahal gue kotor. Sakit juga kena high heels lo, bisa bolong nanti pundak gue," katanya seraya melihat sepatu boot berwarna hitam yang memang terdapat high heels berkisar lima cm. 

"Kalo sampe gue jatoh, awas aja, ya, lo!" Alara melepaskan sepatunya. Kemudian, melempar asal dan untungnya tepat sasaran, sehingga sepatunya saat ini sudah lebih dulu berada dalam area sekolah.

"Kalo jatoh paling juga ke pelukan gue."

Mengabaikan kalimat Zargan barusan, Alara naik ke atas pundak Zargan dengan begitu hati-hati. Berbagai macam doa sengaja ia rapalkan demi keselamatan hidupnya saat ini. Pasalnya, ia tidak tahu seberapa kuatnya pundak Zargan dalam menahan bobot tubuhnya. 

Berhasil. Alara tersenyum senang saat dirinya sudah sampai di atas tembok. Lalu Zargan ikut menyusul. 

"Gue turun duluan, nanti lo lompat dan gue tangkap, ya?"

"Modus lo! Bilang aja mau pelukan sama gue!"

"Iya, emang." 

Namun, cowok itu tak lagi menanggapi Alara. Dirinya sudah lompat dan tepat sasaran, tidak ada lecet apa pun yang ia rasakan. Sepertinya Zargan terbiasa mencuri mangga milik tetangga, sehingga masalah manjat serta melompat—Zargan ahlinya.

"Buruan, Ra! Nggak usah kebanyakan doa, kalo waktunya lo jatoh mah, ya, tetep aja jatoh."

Zargan tahu saja bahwa diam-diam Alara memang sedang kembali memanjatkan doa. Hingga tanpa sadar yang terus ia rapalkan hanyalah doa tidur. Tetapi, ia tidak ingin mati sekarang, tidak ingin pula dicap sebagai pembunuh jika seandainya ia berakhir dengan keguguran.

Alara berteriak kencang saat ia melompat. Zargan berhasil menangkap tubuhnya, namun kaki cowok itu justru terkilir sehingga keduanya terjatuh. Tubuh Alara menimpa Zargan.

"Yang begini, kok, gayanya mau bunuh diri dengan cara lompat dari atas gedung pencakar langit." 

Cibiran dari Zargan berhasil membuat kelopak mata Alara terbuka. Ia lantas menjauhkan tubuhnya dari Zargan, mengambil sepatu yang masih tergeletak dengan mengenaskan di halaman sekolah. Dan Alara pergi lebih dulu, usai memakai kembali sepatunya.

'Zargan'

"Lo tahu nggak, Ra?" 

"Apa?" Alara memainkan sepatu dengan cara menggesekkan alasnya pada lantai. Mengundang debu di lantai rooftop untuk berterbangan. Sejak beberapa menit lalu mereka sampai, keduanya hanya saling diam ; duduk pada kursi panjang yang hampir rusak, menikmati setiap embusan angin yang menerpa … juga langit berwarna biru yang sepertinya tak akan berganti menjadi abu. 

"Nggak ada, deh."

Zargan mengurungkan niatnya dan membuat Alara menoleh. Ia berhasil menangkap lebam pada sudut bibir Zargan yang anehnya baru ia sadari sekarang.

"Sudut bibir lo kenapa? Abis berantem sama temen, musuh, atau siapa?"

Wajah panik Alara mampu menerbitkan senyuman tipis pada bibir Zargan.

"Ruang UKS pasti dikunci. Kok lo nggak bilang, sih, kalo bibir lo luka? Tadi 'kan bisa gue obatin dulu, atau kita ke rumah sakit aja, yuk! Atau kalo lo nggak mau, kita mampir ke apotek buat beli kapas, alkohol, sama obat merah."

"Gue nggak apa-apa, Ra. Nggak sakit juga."

"Tapi harus diobati!"

"Nggak perlu. Ini nggak sakit, cuma luka kecil, tapi hati gue yang sakit. Soalnya luka ini dari Papa, waktu gue bilang soal permintaan Papa lo."

Alara menghela napas panjang. Kepalanya tertunduk, ada rasa bersalah sekaligus sedih yang menghampiri.

"Maaf, ya? Gue udah mengacaukan keluarga kalian. Gue 'kan udah bilang, lo nggak perlu bertanggung jawab, Zar. Gue tahu, kok, orang tua lo pasti nggak akan setuju sama pernikahan kita. Nanti biar gue bilang lagi sama Papa, ya? Biar Papa nggak maksa lo buat nikahin gue."

"Apa pun hambatannya, gue tetep akan jadi suami lo."

Jemari Alara terlihat saling bermain, meremas udara hampa hingga kuku panjang itu meninggalkan jejak pada telapak tangannya. Cukup sakit, tetapi berisik di kepala membuat Alara menggigit kencang bibir bagian bawahnya, dengan perasaan ragu yang menyelimuti.

"Gue setuju buat melepas Zergan."

Alara memejam erat, degup jantungnya berpacu lebih cepat. Ia tidak yakin dengan keputusannya saat ini, tetapi genggaman tangan Zargan membuat tarikan napas terdengar dari mulut Alara. Dan…

"Apa pun yang terjadi, gue tetep akan menjadi istri lo—" Ada jeda yang Alara sisipkan pada kalimatnya barusan, hingga Zargan memilih untuk menanti.

"Gue tahu ini mungkin terlalu cepet, tapi perkenalan kita juga udah lama."

"Tapi, gue juga nggak tahu kenapa … di dalam hati gue yang paling dalam, gue nggak mau menolak perjodohan ini."

"Bukan karena gue nggak mau merawat anak ini sendirian, tapi karena bagi gue—lo itu beda. Lo ... istimewa?"

Alara langsung membuang pandangannya. Ada rasa malu yang tak bisa ia tutupi. Sementara Zargan, jelas sudah tersenyum lebar.

"Gue tahu, sih, gampang buat cewek jatuh pada pesona gue. Bahkan, seorang Alara yang super galak dan keliatan nggak suka banget sama gue aja, pada akhirnya bisa berpaling."

"Ya, ya, terserah lo, lah!"

"Gue selalu menang dari Zergan. Iya 'kan, Ra?"

"Iya … lo menang."

Bagaimana cara Zargan mengungkapkan perasaannya beberapa waktu lalu, saat bibirnya dibuat terluka oleh papanya sendiri. Alara sadar bahwa Zargan tidak baik-baik saja. Dan Alara tidak boleh egois dengan hanya memikirkan perasaannya sendiri … bahwa pada kenyataannya, Zargan membutuhkan dirinya. Bukan hanya sebagai pendamping hidup, tetapi juga sebagai sumber kebahagiaan yang mungkin saja tak pernah ia dapatkan.

Senyum Alara akhirnya mengembang. Tanpa rasa ragu, ia menggenggam tangan Zargan yang memang belum lepas darinya. 

"Kalo gue punya lo dalam setiap suka dan duka gue, maka lo juga punya gue. Lo boleh cerita apa pun yang terasa mengganggu pikiran dan hati lo."

"Lo kasian?"

"Enggak." Alara menggeleng cepat, "lo nggak pantes buat dikasihani, tapi dicintai … dan itu cuma boleh dilakuin sama Alara."

"Berarti sama yang lain bolehnya dibenci? Kan yang boleh mencintai gue cuma lo."

"Ih, nggak gitu! Zargan mah!" Alara mencebikkan bibirnya, "tahu, ah, ngeselin banget jadi cowok!"

'Zargan'

kaya biasanya, spam next di sini

btw, spoiler aja sih, part selanjutnya mereka udah nikah! dan bucin pun dimulai hahaha

Na 

Continue Reading

You'll Also Like

93K 15.3K 64
"Apa kamu tau? Kenapa judul Angga&Anggie tidak menggunakan spasi?" "Nggak tau. Kenapa?" "Karena, aku gak mau cinta kita terisi nama orang lain di spa...
306K 37.8K 53
[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara d...
32.8K 1.5K 54
Ayyana Putri Danadipta, tak pernah ia merasakan jatuh cinta lalu tiba-tiba ia harus menyandang status sebagai tunangan seorang laki-laki yang menjadi...
1.4M 124K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...