Forgotten Nana [END]βœ“

Da Septiaxsga

261K 25.3K 637

"Kamu masih usia remaja, gak usah sok depresi. Disini kakak kamu yang lebih sakit" -Mama "Ma... Aku juga anak... Altro

<BAGIAN 1.> [PROLOG]
BAGIAN 2 [SAMPAI KAPAN?]
BAGIAN 3 [MAKAN]
BAGIAN 4 [NAUSEOUS]
BAGIAN 5 [OBAT]
BAGIAN 6 [FOTOGRAFI]
BAGIAN 7 [TIDAK SELERA]
BAGIAN 8 [DARAH?]
BAGIAN 9 [ROBOH]
BAGIAN 10 [RASA BERSALAH]
BAGIAN 11 [Terbiasa]
BAGIAN 12 [BERBAGI CERITA]
BAGIAN 13 [TERTIDUR]
BAGIAN 14 [ABANG]
BAGIAN 15. [KHAWATIR]
BAGIAN 16. [OBAT LAIN?]
BAGIAN 17. [BERDOA]
BAGIAN 18. [EMOSI]
BAGIAN 19. [TIDAK DIPEDULIKAN]
BAGIAN 20. [TUMBANG]
BAGIAN 21. [SULIT]
BAGIAN 22. [INGIN BERTEMU]
BAGIAN 23. [RUMAH HAMDAN]
BAGIAN 24. [TAK SADAR]
BAGIAN 25. [LELAH]
BAGIAN 26. [HARAPAN?]
BAGIAN 27. [RASA PENAT]
BAGIAN 28. [IMPIAN]
BAGIAN 29. [KEBOHONGAN]
BAGIAN 30. [Dia butuh]
BAGIAN 31. [THERE ISN'T ANY]
BAGIAN 32. [KESAL]
BAGIAN 33. [IZIN]
BAGIAN 34. [SEKOLAH]
BAGIAN 35. [NODA YANG SAMA]
BAGIAN 36. [ALL WRONG]
BAGIAN 37. [SECEPAT ITU?]
BAGIAN 38. [MENYAKITKAN]
BAGIAN 39. [TAKUT]
BAGIAN 40. [KESIBUKAN]
BAGIAN 41. [KEMARAHAN AYAH]
BAGIAN 43. [PIKIRAN]
BAGIAN 44. [SAHABAT]
BAGIAN 45. [HANCUR]
BAGIAN 46. [BUNTU]
BAGIAN 47. [PERSINGGAHAN BARU]
BAGIAN 48. [BEKERJA]
BAGIAN. 49 [KEMANA?]
BAGIAN 50. [PENDERITAAN SAHABAT]
BAGIAN 51. [RUMAH SAKIT]
BAGIAN 52. [PERMOHONAN]
BAGIAN 53. [LEMAH]
BAGIAN 54. [PERMINTAAN TERAKHIR] END
BAGIAN 54. [EPILOG : TERKUBUR BERSAMA IMPIAN]
BAGIAN 55. [BONCHAP : TEMPAT YANG JAUH]
SMALL HOPE [new story]

BAGIAN 42. [MATI RASA]

3.8K 433 16
Da Septiaxsga


°°°


Ira sudah tak habis pikir dengan semua yang baru saja dikatakan oleh sang dokter setelah ia memeriksa putranya.

Bagaimana tidak, mereka berdua baru saja mendengar kabar yang tak jauh buruk dari beberapa kabar buruk lainnya. Jeffin telah mengidap suatu penyakit baru yang bernamakan sirosis. Hal itu tentu saja membuat keduanya tak habis pikir, terlebih lagi ketika mereka melihat ada sebuah obat yang entah Jeffin mendapatkannya dari mana.

Apakah benar jika putranya selama ini sering mengonsumsi obat-obatan yang bukan rekomendasi dari dokter? Jika itu benar maka tentu saja Ira maupun Agung akan sedikit merasakan kecewa dengan putranya itu yang memang mengundang penyakit didalam tubuhnya sendiri.

Malam ini mungkin keduanya harus terjaga dirumah sakit untuk mendapatkan konfirmasi dari dokter lagi. Mereka harap jika penyakit sirosis itu hanyalah kesalahan diagnosa saja. Sungguh mama belum siap ketika melihat putranya itu mengidap berbagai macam penyakit diusianya yang masih terbilang muda.

Tidak peduli dengan waktu yang menunjukkan pukul dua dini hari. Masing-masing dari kedua orang itu sama-sama memiliki pikiran yang kalut. Pemikiran negatif itu terus bermunculan di otak membuatnya tak dapat tidur untuk malam ini.

Kenyataan apalagi yang akan dokter sampaikan? Tidak puaskah dunia membuat penderitaan putranya cukup sampai disini? Bahkan saja disaat mereka sudah dapat beraktivitas seperti biasa, menjalankan hari-hari mereka seperti biasa, kini malah sebuah kenyataan lagi telah terungkap.

Ayah memegangi kepalanya frustasi. Pria itu sudah tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh putra bungsunya. Bagaimana bisa Nana melakukan semua itu? Bahkan ketika hal seperti ini belum terjadi, sebelumnya pria itu juga mendengar suara keras yang berasal dari kamar kedua putranya.

Tanpa berpikir panjang, Agung bisa menyimpulkan jika memang Nana lah yang membuat semua keadaan menjadi seperti ini. Jika saja pria itu sudah sampai dirumah, sungguh ia tak akan pernah bisa memaafkan putranya itu. Amarahnya telah tertanam dilubuk hatinya, tak dapat lagi ia menahan semua emosinya itu.

Sedangkan mama juga tak kalah terkejut, terlebih lagi ketika melihat putranya yang sudah tergeletak diatas pangkuan Nana yang tengah mencoba untuk membangunkan Jeffin.

Wanita itu memiliki pemikiran yang sama dengan suaminya.

Entahlah, memikirkan semua ini mampu membuat mereka dilanda dengan kesetresan. Hanya satu yang ditakutkan, jika saja suatu hari nanti Jeffin, anak yang mereka rawat dari bayi hingga dewasa itu telah berpulang, benar-benar dalam artian pulang. Maka keduanya sungguh tak akan pernah memaafkan putra bungsu mereka.




°°°



Malam ini sebuah kekhawatiran mampu menghantui seorang pemuda yang tengah meringkuk di sebelah ranjangnya.

Pikiran mengenai sang kakak tertanam di kepalanya, ia sudah tak habis pikir dengan malam ini. Mengapa semuanya terjadi begitu saja? Nana tidak tahu kenapa secara tiba-tiba kakaknya terjatuh dan sudah tak sadarkan diri.

Sungguh dirinya sama sekali tak pernah melayangkan pukulan sekali pun ke wajah maupun area tubuh lainnya kepada sang Abang. Nana tahu bagaimana menjaga anggota tubuhnya agar tidak menyakiti orang yang lebih tua. Ia tahu batasannya.

Air mata itu tak kunjung berhenti. Sudah berjam-jam berlalu namun air matanya masih tetap mengalir bebas dari tempatnya terjun. Nana sudah tak dapat lagi menahan rasa bersalah dan juga perasaan takutnya akan kehilangan.

Bagaimana keadaan kakaknya dirumah sakit? Apakah lelaki itu hanya kelelahan biasa atau malah sesuatu yang lebih parah terjadi lagi.

Nana bingung. Pemuda itu menyembunyikan tangisnya diantara kedua lutut yang ia lipat, menjadi tempat tumpuan dirinya untuk menangis disana. Jika saja sebelumnya ia tahu hal ini akan terjadi, mungkin dirinya tak akan pernah berteriak maupun membentak sang kakak.

Lelaki itu bingung. Semua yang terjadi ini seolah-olah mampu membuat dirinya terus kepikiran dan berakhir akan menjambak rambutnya sendiri.

Hanya seperti itu, rasa bersalah kini sangat teramat tertancap di lubuk hatinya. Entah apakah ia bisa mendapatkan permintaan maaf dari kedua orang tuanya, atau malah tidak.

Penampilan pemuda itu terlihat begitu kacau. Banyak sekali keringat yang keluar dari tempatnya semula, menetes di setiap inci pakaian yang ia gunakan.

Jika saja terjadi sesuatu yang tak diinginkan tentang abangnya, maka ia sudah tak akan bisa lagi memaafkan dirinya. Semua ini memang berasal darinya, Nana lah yang membuat semua orang terbangun di tengah malam dan tentu saja membuat mereka juga dilanda rasa khawatir.

Jangankan mendapatkan maaf dari orang tuanya, ia saja mungkin sudah tak bisa lagi memaafkan dirinya jika memang terjadi sesuatu yang tak diinginkan dari sang kakak.

"Abang... " Di sela-sela tangisnya, Nana mengucapkan kalimat itu. Kalimat permintaan maaf walaupun tak akan ada orang yang mendengarnya.

Isakan tangis terdengar jelas keluar dari mulutnya. Tak ada yang mendengarkan suara itu karena kini dirumah hanya tinggal ia seorang diri saja.

Nana tak habis pikir dengan yang ia perbuat. Sakit apa lagi yang diderita abangnya? Jika saja ia tahu, mungkin dirinya tak akan pernah membentak seperti tadi. Semua ini memang murni kesalahannya. Nana mengaku jika memang ini semua ulahnya sendiri, ulah mulutnya yang sama sekali tak dapat di kontrol ketika berbicara dan berteriak.

Pemuda itu mengangkat kepalanya menghadap kearah depan yang hanya terlihat sebuah tembok polos berwarna putih disana. Matanya sembab, wajahnya pun terlihat begitu kacau karena terlalu lama menangis.

Sebelah kaki kanannya yang semula menekuk itu, kini perlahan bergerak untuk meluruskannya. Seharusnya pemuda itu paham jika hal ini sama sekali tak ada gunanya lagi. Menangis pun sudah tak dapat memperbaiki keadaan lagi.

Hubungannya dengan keluarga awalnya memang sudah sedikit hancur, dan kini kehancuran itu semakin luas karena ulahnya sendiri.

Nana mengusap kasar air mata yang terdapat di wajahnya. Warna merah di kedua mata itu terlihat jelas karena dirinya yang sedari tadi sibuk menangis, menangis, dan menangis. Seperti orang yang sudah kehilangan arah untuk hidup.

Entah pikiran gila atau apa, mulai detik ini pemuda itu akan membenci dirinya. Nana benci dan benci. Menurutnya, semua yang ada di dunia ini terlalu pahit, manis hanya diawalnya saja ketika ia baru keluar dari rahim sang ibu. Semua waktu itu terbuang sia-sia karena telah melahirkannya.

Andai saja ia tidak ada didunia, pastinya semua masalah ini tak akan pernah terjadi. Semua biaya pengobatannya agar dapat mengurangi alergi, biaya sekolah, biaya makan, biaya pakaian dan alat-alat lain yang ia gunakan, orang tuanya tidak perlu mengeluarkan uang mereka hanya untuk memberikan hidup untuknya.

Jika akhirnya semua telah berantakan, maka apa lagi yang bisa ia lakukan? Menangis saja tidak akan membuat semua waktu itu terulang kembali.

Dunia pahit karena ini semua adalah hukuman.

"Ayah... Maaf, " ucapan itu keluar bebas dari mulutnya. Pemuda itu memandangi ke arah langit-langit kamar yang hanya terdapat warna putih polos.

Ia berpikir, apakah dirinya harus mengakhiri hidup untuk hari ini?

Tetapi Nana masih sadar, ia masih belum kehilangan akal sepenuhnya.

Pemuda itu berpikir, jika seorang penjahat harus mendapatkan balasan karena semua yang dilakukan, bukan? Maka dari itu, sebelum dirinya benar-benar meninggalkan dunia untuk selamanya, maka Nana berpikir sebaiknya dirinya harus merasakan apa itu namanya sengsara.

Dengan pergerakan perlahan, pemuda itu berdiri dari tempat duduknya semula. Ia berjalan mendekati ke arah meja belajarnya yang berada tak jauh dari tempatnya duduk semula.

Kali ini bukan untuk membaca buku-buku pelajaran ataupun mengerjakan tugas yang diberikan dari pihak sekolah. Namun dirinya akan melakukan sesuatu yang berbeda di tempat ini.

Tangannya bergerak untuk membuka sebuah laci yang terdapat disana. Pemuda itu mengambil sesuatu barang kecil tipis yang masih terdapat didalam bungkusnya.

Benda itu masih terlihat baru, sama sekali belum berkarat ataupun disentuh oleh seseorang setelah keluar dari bungkusnya.

Mungkin ini memang sesuatu hal yang harus ia lakukan. Mengingat dirinya yang memang bersalah di sini. Orang salah harus mendapatkan hukuman bukan?

"Penjahat, Lo jahat! " Entah tanpa sadar atau tidak, pemuda itu berani mengatakan dirinya sendiri sebagai orang 'jahat'

Nana telah terlanjur benci dengan dirinya sendiri. Semua ini murni kesalahannya. Ia kesal dan sangat benci dengan semua yang dilakukannya hari ini.

Tanpa aba-aba ataupun perkataan lain yang keluar dari mulutnya, pemuda itu langsung menggoreskan benda yang terbuat dari besi itu ke arah pergelangan tangannya. Tidak perlu dilakukan perlahan, ia sudah terlanjur benci dengan semua yang terjadi hari ini.

Tanpa berhati-hati maupun mengira-ngira seberapa dalam benda lebar tipis itu menggores lengannya, Nana semakin kasar mengukirkan karya seninya disana.

"Lo jahat, Fadli Maulana! " Dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipinya, pemuda itu semakin kasar dan dalam pula membuat sebuah goresan demi goresan di lengannya.

Untuk malam ini sudah tak ada lagi kalimat maaf untuknya sendiri. Nana sudah terlanjur membenci dirinya sendiri.

Pemuda itu semakin kasar dan keras pula untuk mengukirkan karya seninya. Ia semakin memperdalam tanpa mempedulikan kini darah yang sudah semakin banyak keluar dari lengan kirinya.

Tetesan air matanya telah jatuh di antara darah segar yang keluar itu. Tak peduli lagi dengan rasa sakit yang kini mulai terasa.

Nana mengembuskan napasnya setelah puas dengan semua yang telah ia lakukan. Pemuda itu membanting sebuah silet yang semula berada di tangannya. Ia menatap nyalang ke arah lengannya yang telah dipenuhi oleh darah segar mengalir dari sana hingga menetes membuat lantai rumahnya ikut berwarna merah.

Disaat yang bersamaan, entah mengapa rasanya sama sekali tak ada yang berubah. Kini ia semakin menangis terisak-isak dan berbalik memilih untuk terus menangis di atas meja belajarnya. Tak peduli dengan rasa sakit yang kini terdapat di pergelangan tangannya.

Semua telah mati rasa.

Biarkan untuk pagi ini ia melampiaskan tangisannya diatas meja belajar yang semula selalu digunakan untuk mempelajari kembali materi sekolah.

Tidak peduli dengan kertas buku yang semula masih terbuka itu ikut terkena darah yang masih enggan untuk berhenti dari tempatnya. Nana tidak peduli seberapa dalam luka goresan itu. Yang terpenting emosinya kepada dirinya telah sedikit mereda walaupun dengan cara melampiaskan semuanya kepada lengannya.

Rasa pusing itu seolah terus mengganggu pikirannya. Bahkan Nana sendiri tak sadar jika kini cairan merah telah keluar dari hidungnya. Noda yang selalu saja datang di setiap harinya.




°°°

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

1.7M 126K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...
HAIDEN Da Vee

Fanfiction

190K 17K 51
Terkadang Haiden merasa nasibnya selalu tidak beruntung, mulai dari dirinya yang hidup sebatang kara sampai dia sendiri pun tidak tahu dari mana ia b...
58.3K 5.2K 46
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
19.1K 718 43
β™‘ Siksaan siksaan yang didapat jian,membuat ia selalu merasa salah. Keadaan nya yang tidak terlalu baik,kelainan karena benturan keras saat dikandung...