OUR MARIPOSA

By Luluk_HF

281K 25.9K 2K

Untuk kamu yang selalu suka Mariposa ❤️ Untuk kamu yang selalu mendukung Mariposa ❤️ Dan.... Untuk kamu yang... More

WELCOME (WAJIB DIBACA)
1 - TOGETHER
2 - MEMORIES
3 - SEPERTI ES KRIM
5 - WAFER
6 - RESTORAN BURGER
7 - COMPLETION
8 - CAMPING
9 - THE NIGHT
10 - SIAPA CEPAT
11 - THE THINGS
12 - LITTLE GIFT
13 - PROVE
14 - WAITING YOU
15 - MY DEAR
16 - ALWAYS WITH YOU
17 - PERSUADE
18 - EMOTION
19 - RENCANA
20 - SYARAT
21 - SALAH PAHAM
22 - JANGAN MARAH
23 - BOLEH?
24 - SECOND KISS

4 - GERBANG SEKOLAH

12.8K 1.4K 107
By Luluk_HF


MASA DI SMA ARWANA

"Bangun. Gue tau lo nggak pingsan."

Saat itu juga Acha buru-buru bangun dan mendudukan tubuhnya. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Iqbal tau dari mana Acha nggak pingsan?" tanya Acha dengan lugunya.

Iqbal tak menjawab, ia berjalan mendekati Acha, membuat Acha gugup sekaligus takut.

"Aw!" ringis Acha, saat Iqbal dengan sengaja menekan sedikit bahu kanannya yang terkena lemparan bola basket.

Jujur, Acha tak merasakan apapun setelah dibopong oleh Iqbal. Namun saat ini rasa nyeri itu sangat terasa jelas di bahu Acha.

"Sakit Iqbal," ringis Acha.

"Kompres aja di rumah," ucap Iqbal.

Iqbal hendak berbalik untuk beranjak keluar. Namun, Acha dengan berani menahan lengan Iqbal, membuat cowok itu berhenti dan menatap Acha dengan bingung.

"Iqbal mau kemana? Pulang?"

Iqbal melepaskan tangan Acha dari lengannya.

"Hm."

"Acha gimana? Acha pulang sendiri? Bahu Acha masih sakit Iqbal. Kalau Acha tiba-tiba pingsan lagi gimana?"

"Yang sakit bahu lo apa otak lo?" tajam Iqbal.

"Bahu Acha, Iqbal," jawab Acha tertolak.

"Pulang sendiri."

"Acha nggak bisa pulang sendiri. Iqbal nggak ada cita-cita mau anterin Acha pulang?"

"Nggak."

"Kenapa nggak ada? Adain ya Iqbal biar Acha bisa pulang bareng Iqbal," mohon Acha.

Iqbal menghela napasnya sejenak.

"Yang sakit bahu lo apa kaki lo?" tajam Iqbal kedua kalinya.

Nyali Acha kembali menciut, Iqbal terus saja menyerangnya tanpa mau kalah.

"Bahu Acha, Iqbal."

Lalu Iqbal kembali meneruskan langkahnya, ia keluar begitu saja dari UKS. Iqbal benar-benar meninggalkan Acha sendirian. Lagi-lagi Acha hanya bisa tersenyum hampa. Kejadian seperti ini bukan tiga atau lima kali, sudah cukup sering Iqbal meninggalkannya.

Acha memaksakan senyumnya lebar.

"Semangat Acha. Setidaknya Iqbal tadi udah mau bopong sampai UKS!" seru Acha memberi kekuatan ke dirinya sendiri.

Acha bergumam panjang dengan raut wajah sok melidik.

"Jangan-jangan Iqbal sudah mulai ada rasa ke Acha? Bener, kan? Kalau Iqbal nggak suka kenapa Iqbal mau bopong Acha ke UKS? Padahal Iqbal sudah tau Acha pura-pura pingsan?" Acha mulai heboh sendiri.

Acha menurunkan tubuhnya dari kasur, semangatnya kembali berkobar.

"Ya, Acha sangat yakin Iqbal pasti sudah mulai suka dengan Acha. Mungkin Iqbal masih belum sadar perasaanya!"

Acha kegirangan sendiri dengan asumsi yang dibuatnya.

"Acha harus lebih semangat untuk membuat Iqbal menyadari perasaannya ke Acha!"

*****

Acha berjalan membelah lorong setelah yang sudah cukup sepi, Acha merasakan bahunya masih terasa nyeri.

"Cha!!"

Acha mendongakkan kepala ke arah sumber teriakan. Ia melihat Dina dan Dino berjalan cepat ke arahnya.

"Ch, lo nggak apa-apa, kan? Sori banget gue kejauhan ngelempar bolanya," sesal Dino bersalah.

Acha menggeleng sembari mengembangkan senyum.

"Acha nggak apa-apa, Dino," jawab Acha.

"Beneran?"

Dina menepuk pelan bahu Dino.

"Dia pura-pura pingsan, nggak usah khawatir," cibir Dina.

Dino terkejut mendengar ucapan Dina.

"Seriusan lo pura-pura pingsan?" tanya Dino memastikan ke Acha.

"Demi dibopong sama Iqbal, makanya dia lakuin ide gila itu!" tambah Dina lagi.

"Serius, Cha?" lagi-lagi Dino tak percaya dengan yang di dengarnya.

Acha memberikan cengiran tak berdosanya.

"Iya, Dino. Kan, Acha juga harus punya banyak strategi biar bisa dekat sama Iqbal," jawab Acha malu-malu.

Wah! Dino geleng-geleng takjub.

"Lo benerananother level,Cha!"

Dina celingak-celinguk mengedarkan pandangannya.

"Iqbal mana, Cha?" tanya Dina.

Senyum di wajah Acha perlahan hilang.

"Pulang, Dina," jawab Acha lemah.

"Pulang? Ninggalin lo gitu aja?"

Acha mengangguk pelan.

"Iya. Iqbal nggak mau anterin Acha pulang katanya yang sakit bahu Acha bukan kaki Acha."

"Nggak punya hati emang tuh orang!" decak Dina tak paham jalan pikiran Iqbal.

"Iqbal punya hati Dina, kalau nggak punya, Iqbal bisa sakit hepatitis bahkan nggak bisa hidup," balas Acha dengan lugunya.

Dina tak mempedulikan ucapan logis Acha. Ia menoleh ke Dino yang tak berani komentar. Dina memukul pelan dada sang pacar.

"Temen lo beneran normal, kan?" tanya Dino penasaran.

"Iqbal?"

"Iyalah, siapa lagi."

"Normal-lah. Buktinya dia nggak pernah nolak kalau gue ajak nonton video koleksi-koleksi gue," bangga Dino.

Baik Acha dan Dina melongo mendengar ucapan Dino yang keceplosan. Detik berikutnya, Dino langsung menutup mulutnya, merutuki ucapananya barusan.

"Din, ma... ma..."

Dina mendekati Dino, tangannya sengaja ia tempelkan ke pipi Dino cukup keras.

"Dino..."

"Din, gue udah tobat sumpah. Maksudnya, du.. dulu.."

"Berhenti nambah dosa! Hapus video-video kotor lo setelah ini!" ancam Dina.

Dino mengangguk cepat, nyalinya langsung menciut.

"Gue janji Din. Sumpah gue hapus semua videonya," ucap Dino sungguh-sungguh.

Dina menghela napas berat, suasana disekitarnya sekita panas hanya karena ucapan sang pacar. Sedangkan, Acha masih diam dan mencerna percakapan Dino dan Dina barusan.

"Dina, Dino. Iqbal nonton juga video kotor?" tanya Acha dengan mata mengerjap-kerjap bingung.

Dina dan Dino menatap Acha, kemudian saling bertatapan.

"Nggak, Cha. Maksud Dina video kotor itu kasetnya yang kotor, gitu, Cha. Bener, Kan Dina?" Dino menyenggol lengan Dina.

Dina mengangguk-angguk cepat.

"Iya bener, Cha. Kasetnya yang kotor, bukan otak dia. Eh, maksudnya bukan videonya."

Ah! Acha mengangguk-anggik berusaha percaya meskipun masih belum sepenuhnya paham dan merasa sedikit aneh.

"Cha, lo nggak pulang?" Dino segera mengalihkan topik.

"Iya, ini Acha mau pulang."

"Dijemput?" tambah Dina.

"Nggak, Acha naik ojek online."

"Nggak bawa motor sendiri, Cha?" tanya Dina heran.

"Acha nggak bisa naik motor Dina. Dulu pernah jatuh. Makanya belum berani lagi.

Dina mengangguk mengerti.

"Ya udah, hati-hati pulangnya Cha."

"Iya, Dina. Acha pulang dulu ya," pamit Acha.

Dina dan Dino mengangguk sembari melambaikan tangan ke Acha. Sedangkan, Acha melanjutkan langkahnya kembali menuju gerbang sekolah.

*****

Acha menghentikan langkahnya yang tak jauh dari gerbang sekolah. Acha menajamkan pengelihatannya pada sosok cowok yang tengah berdiri di samping gerbang sekolah.

"Itu Iqbal, kan?"

Acha melangkah lebih dekat dan semakin yakin jika cowok itu adalah Iqbal.

"Iqbal nunggu siapa?"

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan. Acha segera berjalan cepat, menghampiri Iqbal.

"Iqbal," sapa Acha.

Iqbal tersentak, kaget melihat kedatangan Acha.

"Iqbal ngapain berdiri di sini? Nggak pulang?"

Iqbal berdeham pelan, terlihat sedikit bingung karena pertanyaan Acha. Iqbal berusaha untuk tetap tenang.

"Pulang," jawab Iqbal singkat.

"Terus ngapain masih di depan gerbang sekolah?" bingung Acha.

"Tadi habis ngobrol sama Dino."

"Dino? Acha juga tadi baru selesai ngobrol sama Dino dan Dina di lorong sekolah."

Mampus! Iqbal seketika terlihat seperti orang bodoh. Ia semakin menguatkan pertahanannya agar tidak panik.

"Gue nggak tanya," balas Iqbal belagak tidak peduli.

"Iya, iya Acha tau Iqbal belum tertarik sama Acha. Tapi Iqbal nggak perlu khawatir. Acha nggak akan nyerah buat Iqbal suka sama Acha."

Iqbal tak membalas, ia segera naik ke motornya. Sedangkan Acha hanya diam, memperhatikan Iqbal.

"Ngapain diem?" tanya Iqbal menyadarkan Acha.

"Hah?" bingung Acha, tersadarkan.

"Nggak mau pulang?"

Acha mengerjap-kerjapkan matanya, masih mencerna pertanyaan Iqbal. Detik berikutnya, Acha langsung menunjuk ke motor Iqbal.

"Acha boleh bulang bareng sama Iqbal? Iqbal mau anterin Acha pulang?" tanya Acha langsung heboh sendiri.

"Nggak mau?"

Acha menggeleng cepat dan segera merebut helm yang ada di tangan Iqbal.

"Acha mau banget Iqbal! Ayo kita pulang sekarang."

Acha tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Setelah memakai helm, Acha segera naik ke motor Iqbal. Dari depan, Iqbal memperhatikan kehebohan Acha dari kaca spion. Tanpa sadar, bibir Iqbal mengembang tipis.

"Pegangan," suruh Iqbal.

"Apa? Peluk Iqbal?" teriak Acha dan sengaja langsung melingkarkan kedua tangannya di pinggang Iqbal.

Iqbal mendecak pelan sembari geleng-geleng. Padahal ia yakin suaranya cukup kencang untuk di dengar oleh Acha.

Iqbal pun malas untuk berdebat panjang dengan Acha dan membiarkan Acha memeluknya erat dari belakang. Setelah itu, Iqbal segera menjalankan motornya, membelah sore bersama dengan cewek yang mengejar-ngejarnya selama berbulan-bulan.

****

Motor Iqbal akhirnya sampai di depan rumah Acha. Iqbal menyadarkan Acha agar segera turun, gadis itu sedari tadi terus mengoceh tanpa henti sepanjang jalan.

"Turun," suruh Iqbal.

Acha mengangguk dan segera turun. Kemudian, melepaskan helmnya dan memberikannya ke Iqbal.

"Makasih banyak Iqbal, Acha seneng banget Iqbal anterin Acha pulang," ucap Acha malu-malu.

"Hm," balas Iqbal singkat, sibuk menaruh helm di kaitan depan.

"Iqbal, Acha boleh tanya?"

Iqbal akhirnya meonoleh ke Acha.

"Apa?"

"Iqbal udah suka Acha?" tanya Acha penuh harap. Entah sudah berjuta kali Acha menanyakannya.

"Nggak." Dan, Acha juga sudah sering mendengar jawaban penolakan singkat ini.

"Terus kenapa Iqbal anterin Acha pulang?"

"Lo yang minta."

"Kapan? Acha nggak minta, tadi Iqbal sendiri ya..."

"Di UKS," potong Iqbal cepat.

Ah! Acha kalah telak, tak bisa membalas ucapan Iqbal.

"Iqbal kapan suka sama Acha?" tanya Acha lagi, suaranya terlihat lebih pasrah.

"Nggak tau."

"Mau Acha ajarin? Biar Iqbal tau kapan harus suka sama Acha?" tawar Acha kembali semangat.

Iqbal menghela napas pelan sembari menggeleng.

"Nggak perlu."

"Terus kapan Iqbal mau suka sama Acha? Kenapa Iqbal belum suka sama Acha? Acha kan pinter, baik hati, rajin menabung, cantik juga. Emangnya Acha kurang apa di mata Iqbal?" tanya Acha berbondong-bondong.

Iqbal tertegun mendengar pertanyaan Acha seperti orang yang sedang berdemo.

"Lo mau tau kurang lo apa?"

Acha mengangguk cepat.

"Mau Iqbal. Apa? Apa?"

Iqbal langsung menujuk ke arah kepala Acha.

"Kurang waras."

Dor! Acha seperti ditembak tanpa pengaman apapun. Senyum di wajah Acha langsung menghilang dalam sekejab.

"Acha nggak gila Iqbal. Acha hanya hiperaktif," ungkap Acha tak terima.

Iqbal tak membalas dan bersiap menyalakan mesin motornya, namun dengan cepat Acha menarik kunci motor Iqbal, membuat Iqbal terkejut bukan main.

"Apa yang lo lakuin?" tanya Iqbal kaget.

Acha memasukan kunci motor Iqbal ke dalam sakunya.

"Iqbal nggak mau mampir dulu? Acha punya banyak kue cokelat enak."

"Serahin kuncinya," pinta Iqbal.

"Nggak mau, Acha masih pengin lihat Iqbal."

"Cha, kunci!" Nada bicara Iqbal mulai menajam.

Acha mendecak pelan, ia pun terpaksa mengeluarkan kunci motor Iqbal dari saku bajunya.

"Acha mau kasih, tapi Iqbal harus mau kabulin satu permintaan Acha!" tawar Acha.

"Nggak," tolak Iqbal tanpa pikir panjang.

"Ya udah. Acha nggak akan kasih kuncinya," seru Acha berani.

"Cha!"

"Kabulin permintaan Acha!"

Iqbal menghela napas berat, mulai merutuki idenya sendiri untuk mengantarkan Acha pulang.

"Apa?" tanya Iqbal, ingin tau apa yang diinginkan Acha.

"Iqbal mau kabulin?" Acha langsung kembali semangat.

"Apa dulu?" tanya Iqbal berusaha sabar.

Acha mengembangkan senyumnya lebih lebar dan melangkah lebih dekat ke arah Iqbal.

"Besok berangkat sekolah jemput Acha. Acha pengin berangkat sekolah bareng Iqbal. Mau, kan?" ucap Acha mengutarakan keinginannya.

"Nggak," tolak Iqbal tegas.

Acha mendecak sebal, lagi-lagi mendengar kata penolakan khas seorang Iqbal.

"Kenapa nggak mau?"

"Nggak mau aja."

Acha memundurkan langkahnya saat itu juga. Acha memainkan kunci motor Iqbal dengan tatapan yang berubah licik.

"Iqbal nggak mau kunci motor Iqbal?" ancam Acha.

"Kembaliin, Cha," pinta Iqbal untuk sekian kalainya.

"Jemput Acha besok pagi, ya."

"Nggak."

"Beneran tetap nggak mau?" Acha bersiap untuk melemparkan kunci motor Iqbal ke arah halaman rumahnya. Dengan begitu Iqbal pasti mau tak mau akan mampir ke rumahnya. Dan, Iqbal sudah bisa membaca ide licik gadis di hadapannya.

Iqbal menghela napas panjang, tak punya pilihan lain.

"Oke, gue mau."

Acha bersorak senang, tak menyangka caranya berhasil.

"Iqbal beneran mau? Iqbal bakalan jemput Acha besok pagi?"

"Hm."

"Iqbal nggak terpaksa, kan?"

Iqbal tak langsung menjawab, ia langsung merebut kuncinya saat Acha lengah.

"Terpaksalah!" seru Iqbal tajam. Setelah mendapatkan kembali kunci motornya, Iqbal segera menyalakan mesin motornya, tak memberikan celah bagi Acha untuk mencurinya lagi.

Tanpa mengatakan kata pamitan ke Acha, Iqbal pergi begitu saja meninggalkan Acha yang masih dipenuhi rasa gembira.

"Nggak apa-apa Iqbal terpaksa yang penting Acha bisa berangkat bareng sama Iqbal!!!" seru Acha semakin semangat.

Acha megembangkan senyumnya lebih lebar, hatinya terasa berbunga-bunga. Seketika, Acha membayangkan betapa romantisnya besok pagi.

"Gimana ya rasanya jadi pacar Iqbal?"

*****

#CuapCuapAuthor

Bagaimana part empatnya? Suka nggak?

Semoga teman-teman Pasukan Pembaca selalu suka OUR MARIPOSA, selalu support OUR MARIPOSA dan selalu baca OUR MARIPOSA.

Jadwal update OUR MARIPOSA lebih cepat di akun karyakarsaku. Jadi, teman-teman Pasukan Pembaca yang nggak sabar ingin baca OUR MARIPOSA part selanjutnya bisa follow akun karyakarsaku.

CARANYA :

-Download aplikasi Karyakarsa di Playstore atau Appstore lalu follow akun : lulukhf

atau

- Langsung buka di web browser (safari atau chrome) kalian : www.karyakarsa.com/lulukhf

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA.

MAKASIH BANYAK SEMUANYA DAN SELALU SAYANG KALIAN SEMUA. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YA ^^


Salam,


Luluk HF 

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

940K 51.1K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.8M 259K 67
"Kalau umur gue udah 25 tahun dan gue belum menikah, lo nikahin gue ya?" "Enggak mau ah, lo tepos!" Cerita ini tentang Mayluna dan Mahesa yang sudah...
677K 78.8K 10
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
969K 93.8K 51
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...