Enchanted

By plxntmxrs

989 124 212

ON GOING 15+ Haluan kedua DaraUpan✨ . . . "Saat pertama kali bertemu pandang denganmu, aku sudah terpesona. S... More

P R O L O G U E
O N E
T W O
T H R E E
F O U R
F I V E
S I X
S E V E N
E I G H T
N I N E
T E N
A N O T H E R
E L E V A N
T W E L V E
T H I R T E E N
F O U R T E E N
F I F T E E N
S I X T E E N
S E V E N T E E N
E I G H T T E E N
T W E N T Y
T W E N T Y O N E
T W E N T Y T W O

N I N E T E E N

26 5 0
By plxntmxrs

Dannia menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi pandangannya. Ia menatap lurus ke arah depan, memperhatikan guru les-nya yang sedang menerangkan pelajaran.

Beberapa kali ia menguap, rasa kantuk menyerang dirinya. Bahkan ia hampir tertidur jika Elvara yang menjadi teman sebangkunya tidak menegurnya.

"Baik, untuk materinya dicatat, setelah itu Kakak akan kasih latihan soal."

"Oke, Kak!"

"Var, pinjem pensil, dong. Punya gue patah."

Elvara mendecak sembari menyerahkan kotak pensilnya, "Tuh, gue lagi nulis, jangan diganggu, ya!"

Dannia terkekeh, "Galak banget, sih."

Dannia mengambil satu buah pensil dari dalam sana, kemudian mulai mencatat materi yang ada di papan tulis.

.
.
.

"Untuk pembelajaran hari ini sekian dulu, kalo masih ada yang belum dimengerti, hubungi Kakak aja, selamat sore!"

"Sore!"

Kursus pun selesai, semua yang ada di ruangan mulai keluar karena sudah tidak memiliki urusan lagi. Berbeda dengan Dannia yang masih harus mencatat beberapa yang belum ia catat.

Tak lama, ia pun selesai, dengan segera ia merapikan peralatannya untuk pulang. Dan seketika, ia teringat kalau pensil yang ia gunakan adalah pensil milik Elvara.

Dengan segera Dannia keluar dari ruangan untuk mencari Elvara. Ia menatap ke sekelilingnya dengan langkah yang terburu-buru, membuatnya tidak memperhatikan jalan sama sekali.

BRUK!

Dannia terjatuh, ia menabrak seseorang yang berbadan lebih gagah darinya. Ia meringis sembari mengusap lengan kanannya.

"Lo jalan pake mata gak, sih?!"

"Gue jalan pake kaki, lah!" Dannia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak, setelah itu ia terkejut.

"Vara? Lo ganti kelamin?!"

"Pala lo! Gue bukan Vara!"

"Lo kenal Vara?"

"Masa iya, ada abang yang kagak kenal sama adeknya sendiri?!"

Dannia bangun dari posisinya, ia mengambil beberapa buku yang terjatuh.

"Lo ngapain masih di sini, dah?" tanya laki-laki bersurai ungu anggur dengan beberapa helai putih. Dia melepaskan kacamata yang ia kenakan, menampilkan iris merah darahnya yang mengkilat.

"Gue tadi nyatet dulu, ini baru-- Lo sendiri ngapain masih di sini?!"

Laki-laki itu mendecak, "Nyari adek gue, itu bocah gak tau kemane."

"El udah keluar dari tadi, deh. Dia nggak jajan emang?"

"Gak." Laki-laki itu menggeleng, lalu ia menyodorkan tangan kanannya, "Gue Fang."

Dannia membalas jabat tangan itu, "Dannia."

"Lo.. sekelas sama Arin?"

"Arin?"

"Maksud gue, si Vara."

"Oh, nggak. Gue sekelas sama Dara. Gak mungkin lo gak kenal dia."

"Lah, si burung? Jelas gue kenal."

Dannia mengangguk, maniknya tak sengaja menangkap siluet seorang gadis dari kejauhan. Ia pun menunjuk gadis itu.

"Itu Vara bukan?"

Fang menoleh, ia sedikit merinding saat melihat gadis itu. Gadis itu berambut panjang, yang membuatnya merasa deja vu.

Ini.. 'kek, adegan di film yang semalem Arin tonton.

Tanpa sengaja, ia menarik lengan Dannia dan menariknya untuk ikut berlari. Mulutnya sibuk mengucapkan ayat-ayat suci dengan sebelah tangan yang berusaha untuk mengambil ponselnya sendiri.

"Lindungi aku, Ya Allah. Sayangi aku, jaga aku, lindungi aku. Astaghfirullah, astaghfirullah."

"Woy! Gue kena ditarik-tarik, sih?!"

Dannia pun terpaksa menghentikan dirinya yang membuat Fang otomatis ikut terhenti. Fang pun berbalik badan padanya, "Kita harus kabur, njir!"

"Kenapa, sih?! Kita malah balik lagi ke kelas nanti!" omel Dannia kesal, "besok gue harus dateng awal ke sekolah, tau!"

"Apa hubungannya sama sekolah?!"

"Gue mau ngerjain tugas!"

Suara derap langkah kaki terdengar di telinga mereka. Fang menoleh dengan tubuh bergetar ketakutan. Ia menyodorkan ponselnya setelah mengaktifkan senter, lalu ia bersembunyi di belakang Dannia.

"Tolong, Ya Allah, lindungi aku.."

"Apaan, sih?!" Dannia menggoyangkan badannya karena risih, "lo ngapain?!"

"ITU ADA SETAN, BEGO!"

"MANA SETANNYA? SINI GUE GETOK, ANJIR!"

Dannia langsung melepas alas kaki yang ia kenakan, dengan tatapan garang, ia mencoba untuk maju secara perlahan.

Meskipun begitu, hatinya menjerit ketakutan, meminta untuk keluar dari sarangnya.

Gadis itu meneguk saliva dengan gugup, ia menodongkan alas kakinya sebagai senjata untuk melindungi mereka.

"S-siapa itu?!"

"AL!! LO DISITU KAGAK?!"

"Al??" beo Dannia dan Fang secara bersamaan. Fang mematikan senternya dan berjalan ke depan dengan tampang percaya diri dan tidak ada ketakutan sama sekali, berbeda 180° dari yang sebelumnya.

"Lah..?"

"Yo, Rin! Lo ke mana aja? Capek gue nyari lo."

Sosok yang sedaritadi mengikuti mereka ternyata adalah.. Elvara dengan rambutnya yang diurai.

"Harusnya gue yang nanya! Tadi gue tungguin di mobil hampir setengah jam, lo gak dateng-dateng. Gue tanya Apen, kelas lo udah keluar daritadi."

"Gue keluar awal tadi, gue ke toilet dulu, terus gue samperin lo ke kelas lo, kosong."

Elvara mendengus sebal, "Terus kenapa nyampe ke sini?! Ini jauh dari kelas gue!"

Fang menunjuk Dannia yang masih berdiri tegap di tempatnya.

"Dia narik-narik gue, tadi dia ngira ada setan, terus ketakutan. Ya, gue ngikut aja, siapa tau dia butuh gue."

"APAAN LO? LO YANG NARIK GUE, ANJIR! GUE MAU PULANG JUGA!" bentak Dannia tak terima. Padahal, Fang 'lah yang menariknya.

"Lo yang takut, 'kan?" ucap datar Elvara, "lo gak mungkin berani sama setan."

"Gue berani!!"

"Teruuuuus, lo ngapain narik gue?!"

Fang mengedikkan kedua bahunya acuh seraya menatap ke arah lain.

"Nia, lo kalo mau jadiin ini anak percobaan lab lo, ambil aja. Gue ikhlas."

"Makasih, Var. Kebetulan gue butuh duit."

"Rin! Lo gak sayang gue?!"

"Lo siapa?"

.
.
.

"Oh, iya! Pensil lo, Var!"

"Besok aja. Atau itu buat lo aja, deh." ucap Elvara sembari melahap pancake yang baru saja ia beli.

"Ini cuma pensil doang, gue niatnya minjem."

"Yaudah, besok aja. Gue males buka-buka tas."

Suasana sore menjadi hening, hanya ada suara kicauan burung dan berbagai macam kendaraan yang melintas. Tak sedikit pula orang-orang lalu lalang di hadapan mereka.

Mereka berdua sedang menunggu jemputan. Atau lebih tepatnya, Dannia yang menunggu jemputan, sedangkan Elvara menemaninya sekaligus menunggu Fang yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman sekelasnya.

"Menurut lo, Abang gue gimana?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Elvara tanpa aba-aba itu membuat Dannia tersentak. Ia heran dengan diseliputi rasa terkejut karena pertanyaan aneh Elvara.

"Maksud lo?"

"Abang gue orangnya gimana?" ulang Elvara yang lalu menolehkan kepalanya pada Dannia, "pendapat lo tentang Abang gue. Gue mau tau."

"Abang lo?" Dannia menggulir bola matanya untuk menatap figur Fang, ia menatapi lelaki itu dengan tajam.

Ia mengangguk kecil, "Boleh juga."

Terdengar suara decak lidah dari Elvara, "Perilakunya, Ni!"

"Ngeselin."

"Gak salah, sih." Elvara terkekeh, "Btw, lo cocok sama dia, deh. Bisa sodaraan kita, 'kan?"

"Hah? Apaan, sih?!" kesal Dannia.

Elvara menghela napas, "Gue cuma mau dia move on."

"Kenapa, sih, emang?"

"Biar dia gak terlalu bulol, anjir!" Gadis bersurai hitam itu menatap lekat pada teman rambut anggur itu. Entah mengapa, ia merasakan bahwa Elvara sedang menyesali sesuatu.

"Kayaknya, gue harus beneran comblangin dia sama Ying. Tapi, Ying suka sama cowok lain." gumam Elvara yang terdengar jelas di telinga Dannia.

"Dia suka sama Ying?" tanya Dannia yang keluar dari mulutnya begitu saja tanpa disadari oleh sang empunya.

Elvara menggeleng, "Fang suka Yaya."

===

Pagi menyapa, kicauan burung menyertai terbitnya sang mentari. Terangnya sinar matahari membuat siapapun yang terlelap harus meninggalkan dunia mimpi mereka untuk melakukan aktivitas seperti biasa.

Membersihkan diri, bersiap-siap dan tidak lupa untuk mengenakan parfum untuk mengharumkan diri, menyantap sarapan, lalu pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu. Itu adalah kegiatan sehari-hari yang sepertinya sudah menjadi bagian hidup dari seorang murid.

Hal itu bukan pengecualian juga teruntuk Dannia. Gadis bersurai hitam dengan model rambut wolf cut sebahu itu sedang menatap refleksi dirinya di cermin. Berputar-putar di hadapan cermin untuk memastikan penampilannya sekali lagi.

Setelah puas, Dannia segera meraih tas serta totebag yang berisi jas serta beberapa peralatan kedokteran yang sengaja ia bawa dari rumah. Tak lupa juga ia mengambil ponsel dengan casing kuning pucat kesayangannya.

Ia pun berjalan menuju ruang makan. Tinggal di rumah dengan satu tingkat membuatnya tidak perlu repot-repot untuk naik-turun tangga. Namun, jaraknya juga tidak bisa dikatakan cukup dekat.

Baru saja ia menginjakkan kakinya di depan ruang makan, ia sudah dihadapkan dengan sepupu perempuan yang tinggal bersama keluarganya. Perempuan itu cukup menjengkelkan bagi Dannia.

"Oh, Amel. Kamu baru bangun?"

Sapaan lembut dari sang Ibu membuat paginya tidak terlalu buruk. Ia membalasnya dengan senyum tipis, lalu mengambil bekal yang sudah disiapkan oleh Ibunya.

"Amel langsung berangkat, ya, Mi?" pamit Dannia tanpa mempedulikan sepasang tatap mata yang menatapnya.

"Lho, gak mau sarapan dulu? Serealnya baru mau Mami buatin."

Dannia menggeleng pelan, "Ada teman aku yang minta diobatin, aku harus buru-buru."

"Oh, yaudah. Hati-hati, ya!" Sang Ibu menghampiri putri tunggalnya itu, ia mengelus surai hitam itu, lalu mengecup keningnya pelan.

"Mau dianter Fatin?" tawarnya setelah Dannia mengecup punggung tangannya.

Dannia melirik Fatin, sepupunya, yang sedang bersantai memakan roti panggang.

"Gak usah, Amel naik motor sendiri aja."

"Kamu selalu gitu, deh. Memangnya kenapa, sih, kalo dianterin sama Fatin?" Ibunya-- ah, sebut saja Kirana, menggelengkan kepalanya pelan, merasa heran dengan putrinya.

"Gak biasa dibonceng, nanti gatel." sindir Dannia secara halus, "aku berangkat dulu, deh. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam." Kirana menatap punggung putrinya dengan bingung, "dia kenapa, ya?"

.
.
.

Setelah motornya terparkir sempurna, Dannia membuka helmnya secara perlahan. Lalu ia merapikan rambutnya yang berantakan.

Selesai dengan urusan motornya, Dannia segera melangkahkan kakinya menuju UKS. Ia sudah berjanji kepada Solar untuk mengganti perban yang seharusnya masih membaluti tubuh Solar untuk saat ini. Ia cukup yakin, bahwa Solar tidak akan mengganti perbannya, atau bahkan melepasnya.

Selama perjalan menuju UKS, manik hijau mudanya tak sengaja menangkap seseorang yang cukup ia kenal. Si lelaki bertubuh tinggi dengan rambut anggur.

Ia memperhatikan perginya lelaki itu. Setelah tidak terjangkau oleh pandangannya, ia kembali melanjutkan langkahnya untuk sampai ke tujuan utamanya.

"Fang suka Yaya."

Ia sedikit tersentak ketika mengingat kata-kata yang dilontarkan Elvara. Ia sebenarnya masih bingung, apa maksud Elvara mengatakan hal seperti itu kepadanya.

Ia menoleh ke belakang, tatapannya menajam ketika mengingat kembali ucapan Elvara.

"Cuma gue sama Ying yang tau soal ini. Dia sama sekali gak mau ngungkapin perasaannya, mungkin takut ditolak."

"Kenapa lo cerita ini ke gue? Ini rahasia, 'kan?"

"Karena menurut gue, lo berdua cocok."

Dannia langsung menggeleng kasar. Ia mencoba untuk acuh dan memilih untuk berlari ke UKS sambil mencoba melupakan kata-kata itu.

===

"... ulangan kenaikan kelas sudah berada di depan mata, Ibu harap, kalian tidak main-main dengan kemampuan kalian. Kalian tidak bersaing untuk mengalahkan siapa yang pintar, ataupun menyingkirkan si bodoh. Namun, kalian bersaing untuk menjadi salah satu dari banyak murid berbakat di sekolah ini, jangan sia-siakan semua yang kalian lakukan sebelum berada di tingkat saat ini. Ingatlah, bahwa Tapops School adalah sekolah yang menuntut kemampuan kalian! Itu saja dari Ibu, sekian terima kasih."

"Tegaaaaaaaaaap, grak!"

Kriiiiiiing~

"Huh, pengumumannya lama banget, gue jadi laper lagi."

"Setuju."

"Duain."

Tiga sekawan dengan laki-laki berambut navy, pirang, dan zamrud kini sedang berjalan lesu menuju kelas mereka masing-masing.

Semua murid Tapops Junior High School baru saja diminta agar berkumpul di aula untuk pengumuman ujian kenaikan kelas bagi kelas VII dan VIII.

"Bentar lagi ulangan, jadi stress lagi gue." ujar si laki-laki berkulit eksotis dengan rambut zambrudnya, Gopal.

Si laki-laki bertubuh lebih tinggi darinya dengan rambut pirang mengangguk setuju, "Udah mana pelajaran pertama MTK."

"MTK minta ajarin Dara aja." sahut si laki-laki bersurai navy, Taufan.

"Mentang-mentang doi-nya jago MTK!" ketus Gopal tak terima. Taufan terkekeh dibuatnya, "gue jago Inggris."

"Gak nanya!"

"Fan, lo bantu gue di Inggris, gue bantu lo di IPS." Blaze bernego dengan Taufan, yang tentu saja langsung disetujui oleh Taufan.

Mereka berdua sebenarnya pintar di bidang tertentu. Bahkan, Blaze pernah menyaingi Gempa yang notabene-nya merupakan siswa yang sangat pintar (terutama di bidang IPS) dan teladan. Terlebih lagi, Gempa adalah salah satu dari peraih tiga besar paralel.

Dan Taufan, dia juga sempat memecahkan rekor pada nilai Bahasa Inggris. Tidak ada yang dapat menyainginya, sampai pada akhirnya ia menjadi malas untuk menjadi juara dan menyerahkan peringkatnya kepada Ice. Namun, Ice tidak dapat bertahan lama, ia bisa dikalahkan oleh Solar, dan ujungnya.. tidak perlu dijelaskan pun sudah tahu.

Tetapi, kepintaran mereka itu tertutupi dengan kenakalan serta sifat playboy mereka yang tidak ada tandingannya.

Tapi.. kayaknya Blaze udah taubat, deh.

Eh, Taufan juga. Hampir.

"Gue gimana, dong?!" pekik Gopal.

"Lo beda kelas." jawab Taufan dan Blaze secara bersamaan.

"Gak adil, anjir!"

Perjalanan mereka menuju kelas kini tertunda karena Gopal yang mengajak mereka untuk mampir ke kantin. Taufan dan Blaze langsung menyetujui karena mereka memang merasa lapar. Atau mungkin berniat untuk bolos... lagi?

"Pal, gue seriusan mau nanya. Lo jawab jujur, ya?"

Ucapan Blaze sontak membuat Gopal menoleh, bahkan ia sampai menghentikan aktivitas makannya. Begitu juga dengan Taufan.

"Apa?"

"Soal di bio Whysapp lo," Blaze menggantung kata-katanya untuk melihat ekspresi Gopal, "maksudnya "Cinta, 'kok, dipendam? Itu cinta atau kentang?" apa, ya?"

Taufan sontak mengangkat kedua tangannya, "Bukan urusan gue kalo kayak gini. Gue nyimak aja."

"Lho, lo kesindir? Gue nyindir diri sendiri, anjir!" elak Gopal dengan disertai canda tawa.

"Ya, jelas 'lah!! Cinta kalo diungkapin gitu aja malah, 'kek, nyelupin ikan baru dicuci ke kompor yang minyaknya belum panas!"

"Maksudnya, pdkt gitu, goblok!"

"Wait, wait! Pal, did you say, "Nyindir diri sendiri"? Maksud?" Taufan menahan Blaze untuk tidak melempar sepatu yang baru saja ia lepas, ia penasaran dengan ucapan Gopal sebelumnya.

Gopal terdiam, ia tak sadar bahwa ia mengatakan itu. Ia pun menjadi kesal dan menampar mulutnya.

"Shit, ini mulut bener-bener!"

"Lo lagi suka sama siapa, Pal?" tanya Taufan lagi.

Peka banget perasaan, Mas.

"Lah, iya, ya? Lo lagi suka sama cewek, Pal? Katanya, gak mau cinta-cintaan dulu." sahut Blaze sambil memasang sepatunya kembali.

Gopal menatap lekat pada kedua temannya, lalu menghela napas pelan.

"Jangan kasih tau siapa-siapa, ya?"

"Okeh!"

"..."

===

2185 kata
YUHUUUUUU!! Sorry sorry, harusnya yg kemarin itu double update, tapi malah ga jadi lagi, saya gak ada ide buat lanjutin cerita ini, saya juga lagi lanjutin book lain😔

Hwhwhw, saya mau coba fokus ke karakter lain. Tapi tidak lupa dengan karakter utamanya.

Just remember, karakter utamanya itu Taufan🗿

Taufan pemecah rekor tertinggi selama ini di Tapops School dan tidak ada yang dapat menyainginya. Tidak ada.

Itu artinya, Adara gak bisa.

Taufan nyerahin peringkatnya ke Ice, itu sebenarnya gak diserahin kaya..

"Bu, saya gak mau peringkat satu, kasih ke Ice aja, ya."

Tapi, dia sengaja bikin salah pas ada penilaian. Terus kebetulan Ice nilai tertinggi, karena waktu itu yang bersaing di bidang Bahasa Inggris, ya mereka berdua🗿

Tetap aja Ice bakal kalah sama Solar, dan Solar dikalahkan oleh Adara.

Ini hanya dibidang Bahasa Inggris, ya.

Tapi untuk sekarang, rekor Bahasa Inggris tertinggi.. si Ying.

INGAT, YING ITU???? YA! ANAK BARAT SEKALI🗿

Adara itu gak begitu pinter di Bahasa Inggris. Bukan, bisa dibilang, Adara paling lemah di Bahasa. Bahasa Indonesia aja paling rendah disejarah nilai rapor Adara selama ini.

Awokaowk orang Indo tapi gak bisa Bahasa Indonesia. Huehue.

Untuk karakter baru, aku jelasin di chapter selanjutnya, ya!

Dan.. Fang?🌚
Gak bakal kujelasin kenapa dia bisa suka sama Yaya. Klen pikirlah sendiri, hwhw.

Okelah, bye-bye kawaaaan!

Mars, 23 Juni 2022

Continue Reading

You'll Also Like

67.9K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
184K 15.5K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
197K 9.7K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
248K 36.9K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...