ABOUT FEELINGS [END]

Por papeda_

103K 5.8K 625

PART MASIH LENGKAP! JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ *** Auva Ileana, seorang gadis cantik yang mengagumi... Más

00 - AF
01 - AF
02 - AF
04 - AF
05 - AF
06 - AF
07 - AF
08 - AF
09 - AF
10 - AF
11 - AF
12 - AF
13 - AF
14 - AF
15 - AF
16 - AF
17 - AF
18 - AF
19 - AF
20 - AF
21 - AF
22 - AF
23 - AF
24 - AF
25 - AF
26 - AF
27 - AF
28 - AF
29 - AF
30 - AF
31 - AF
32 - AF
33 - AF
34 - AF
35 - AF
36 - AF
37 - AF
38 - AF
39 - AF
40 - AF
41 - AF
42 - AF
43 - AF
44 - AF
45 - AF
46 - AF
47 - AF
48 - AF
49 - AF
50 - AF
51 - AF
52 - AF
53 - AF
54 - AF
55 - AF
ANNOUNCEMENT

03 - AF

2.6K 153 22
Por papeda_

Hari ini, aku terbangun agak terlambat dan terpaksa melewatkan sarapan. Dengan segera, aku merengek pada Bunda untuk menyiapkan bekal. Setelah itu, aku buru-buru keluar rumah untuk mengejar angkutan umum. Motor milikku sedang diperbaiki di bengkel akibat kecelakaan Arjun yang menabrak pagar rumah Pak Mamat.

Aku berjalan cepat sambil sesekali melirik jalanan, berharap melihat angkot. Namun, tidak ada satu pun kendaraan beroda empat yang melintas. Gelisah, aku terus memantau jam tanganku. Perasaan menyesal mulai muncul karena semalam begadang menonton drama Korea. Jika tahu seperti ini, sebaiknya aku tidur lebih awal. Ini menjadi pelajaran berharga untuk masa depan.

Kelelahan mulai menyelimuti diriku karena terus berjalan setengah berlari. Pikiranku begitu panik, hingga akhirnya aku melihat dua pengendara motor di hadapanku. Itu Abyaz dan Evan, tak ada keraguan lagi karena motornya jelas mereka.

Meskipun Arjun menyarankan agar aku berusaha menjauh dari mereka, situasi saat ini memaksa aku untuk berurusan dengan mereka. Tanpa berpikir panjang, aku merentangkan tangan, menghadang kedua motor itu. Abyaz memberhentikan motornya lebih dulu, menatapku dengan tajam. Aku tidak peduli dengan tatapannya, fokus menatap Evan.

“Lo mau mati, hah?!” katanya dengan nada tegas. Aku menggeleng pelan.

“Maaf, gua boleh nebeng enggak?” tanyaku dengan wajah melas, berharap mereka luluh. Meskipun dalam hati, aku mengumpati Abyaz.

“Minggir!” Abyaz terlihat emosi, tapi aku tetap menatap mereka dengan ekspresi memohon.

“Gua mohon, tolong ya? Enggak ada angkot dari tadi.”

“Udah, Yaz, suruh naik aja kita juga telat nanti,” sahut Evan yang memperhatikan sejak tadi.

“Kalau lo enggak mau bonceng, mending sama gua aja,” sambung Evan.

Abyaz terlihat berdecak sebal, tetapi ia mengangguk. “Buruan naik, atau gua tinggalin lo!” katanya dengan ogah-ogahan.

Aku tersenyum semringah, lalu duduk di jok belakang motornya. Kami berangkat bersama, dan di tengah jalan, Abyaz mempercepat laju motornya, membuat aku mencengkeram erat bahunya.

Abyaz, sialan, dia mengerjai aku. Aku tahu dia tersenyum dari balik helmnya karena melihatku dengan puas. Namun, apakah dia pikir aku takut? Tidak. Hanya saja, aku harus bisa mengambil perhatian mereka. Untuk itu, aku memejamkan mata dan meremas bahunya.

Akhirnya, aku merasakan kecepatan yang memelan. Pelan-pelan aku membuka mata, dan ternyata kami sudah berada di parkiran. Jika bukan karena misiku menarik perhatian kalian, aku tak akan segan-segan memukul badannya.

Mengembuskan napas pelan, aku menundukkan kepala. Oke, Auva, kamu harus bisa semangat. Lagian, kenapa Abyaz harus bersikap seperti tadi? Sangat menyebalkan.

“Turun!” Abyaz memerintahkanku dengan nada tegas.

Aku turun dengan pelan dari motornya, sementara banyak siswi memperhatikan kami. Biarlah, aku kini berusaha membenarkan tatanan rambutku yang hancur karena dibawa ngebut oleh Abyaz.

“Woi Alien! Maen ngebut aja. Ngomong-ngomong, lo enggak apa-apa?” tanya Evan yang tiba-tiba berdiri di sampingku.

Enggak apa-apa gimana? pikirku, sementara rambutku sudah seperti terkena badai.

Pada akhirnya aku hanya mengangguk dan tersenyum dengan terpaksa. “Enggak apa-apa, cuma kaget doang.” Kulihat dia mengangguk paham.

Sementara itu, Abyaz tertawa kecil saat melihat penampilanku yang berantakan. “Mampus, suruh siapa rese di tengah jalan.” Dalam hati, aku terus mengumpati Abyaz.

Evan dengan gemas memukul kepala Abyaz. “Anak orang gitu juga, lo mau diamuk?”

Seakan menyadari sesuatu, Abyaz membelakangkan matanya, lalu dengan cepat menepuk dahinya, membuatku meringis melihat tingkahnya.

“Mampus gua! Eh, lo kutu buku, lo beneran enggak apa-apa ‘kan? Aduh, mati gua kalo lo kenapa-kenapa.”

Aku mengerutkan dahi, bingung dengan maksud perkataan Abyaz. Setelah ucapannya, Evan semakin membabi buta memukuli Abyaz, sehingga semua perhatian tertuju kepada kami.

Abyaz mencoba melindungi dirinya sambil tertawa. “Stop, stop! Sumpah gua enggak bakal ngebut lagi!” katanya sambil mengangkat tangan sebagai tanda menyerah.

Evan berhenti memukul dan menghela napas panjang. “Lo enggak ngerti ya? Kalau sesuatu terjadi sama dia, kita yang kena imbasnya. Jangan main-main soal ini.”

Aku menatap mereka berdua dengan penuh kebingungan. “Sebenarnya ada apa sih? Kenapa kalian kayaknya khawatir gitu?”

Abyaz dan Evan saling pandang sebelum Abyaz menjawab, “Lo enggak tahu ya? Ada seseorang yang sangat peduli sama lo, dan kita enggak mau bikin dia marah. Jadi, lo harus hati-hati.”

Aku hanya tercengang mendengar ucapan itu, hingga akhirnya deheman dari seseorang membuat kami bertiga menengok ke belakang.

Di sana, berdiri kelima inti Bradiz lainnya. Aku hanya diam bingung harus bagaimana karena semua pandangan tertuju padaku. Salah, maksudku, pandangan mereka terfokus pada Abyaz dan juga Evan.

“Kenapa telat?” Pertanyaan dari Ezra membuat kedua orang itu hanya diam menunduk. Dari sini aku tahu bagaimana interaksi mereka secara langsung, hierarki yang jelas dan tegas.

“Loh Upa?”

Seseorang dari balik punggung tegap itu menyadari kehadiranku, sehingga membuat mereka menatap lekat ke arahku. Ranaka, kenapa sering kali membuat perhatian mereka tertuju kepadaku?

Aku berdecak malas. “Nama gua tuh Auva, lo kenapa sih senang benar manggil gua gitu?” tanyaku dengan kesal.

“Lucu aja, Upa,” jawab Ranaka dengan nada bercanda yang membuatku semakin sebal.

Aku mendengus ketika melihat tatapan menyebalkan dari Ranaka. “Oh, namanya Upa?”

Apa lagi ini ya Tuhan. Dengan cepat aku menatap tak suka pada Ezra, enak saja dia ikut-ikutan memanggilku seperti itu.

Kemudian, aku merasakan bahuku dirangkul oleh seseorang. “Yoi, panggilan dari gua itu, bagus ‘kan?” ujar Ranaka dengan nada puas.

Matamu bagus! pikirku dalam hati, semakin kesal dengan situasi ini.

Aku segera mendorong tubuh Ranaka, masalahnya sekarang aku merasa ada tatapan yang sangat tajam dari seseorang. Tanpa sadar, aku menatap Naka dan memukul bahunya.

“Enak aja lo! Emak gua kasih nama bagus, Auva, malah dipanggil Upa,” ujarku dengan nada kesal. Naka tergelak, membuatku terdiam. Aku baru sadar tadi aku memukul dia di hadapan anggota yang lain.

Mati aku! Kini mereka berenam menatap ke arahku. Sialan, tahu begitu aku lebih baik diam. Aku segera berdeham untuk mengalihkan perhatian.

Zaidan kini berdiri sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. “Lo kenapa bisa sama mereka?” tanya Zaidan dengan tatapan mata yang sinis.

“Gua kepepet,” jawabku cepat. Mereka semua mengangguk, sepertinya memahami situasiku.

Sebentar, sepertinya ini kesempatan emas untuk berbicara dengan Alvan. Ah, satu lagi, bagaimana caranya aku menyerahkan bekalku kepadanya? Hanya sebagai bentuk terima kasih saja.

“Em, Alvan,” panggilku dengan nada ragu. Semua mata kini tertuju pada kami berdua.

Aku hanya memanggil satu nama, tetapi kenapa yang lain ikut menolehkan kepala juga? Membiarkan mereka menatapku, aku perlahan membuka tas dan mengeluarkan bekal yang tadi Bunda buatkan.

Aku menyodorkan kotak bekal itu ke arahnya, berharap Alvan akan menerima dengan kerjasama. Aku mohon, karena sekarang tidak hanya teman-temanmu tetapi para murid lain juga tengah menatapku.

"Ekhem, ini buat lo sebagai tanda terima kasih aja." Alvan hanya diam, sementara yang lain saling pandang dengan penasaran.

"Emang gua lakuin apa?" tanyanya akhirnya, membuatku terdiam sejenak.

"Itu ... kemarin lo bantuin gua di UKS," jawabku, merasa gugup.

Suasana menjadi hening. Abyaz, yang melihat Alvan tak kunjung mengambil kotak bekalku, akhirnya mengulurkan tangannya. Namun, belum sempat tangannya menyentuh kotak bekal, Alvan lebih dulu menepis tangan Abyaz.

"Punya gua, enggak sopan!" ujar Alvan tegas.

Alvan mengambil bekal tersebut sambil menatapku dengan datar. "Gua terima," katanya, sontak membuat suasana menjadi ramai.

Lalu aku lihat Abyaz ikut menatapku. "Eh Upa, siapa tadi namanya?"

Aku menatapnya dengan malas. "Auva, nama gua itu Auva, bukan Upa." Dia hanya tersenyum lebar.

"Nah Auva, lo mau enggak gua traktir nanti pas istirahat?" tawarnya.

Aku segera menatapnya dengan heran, begitu pun dengan yang lain. "Lo mau ngapain?" tanya Ezra curiga.

"Lo enggak ada niatan buat deketin dia, ‘kan?" Liam yang sedari tadi diam akhirnya mengeluarkan suara dan menanyakan maksud dari ucapan Abyaz tadi.

"Ada aja, itu juga kalau dia mau," jawab Abyaz sambil tersenyum, tak lupa memberikan tatapan menggoda yang membuatku menatapnya dengan geli.

Bugh!

Tanpa aba-aba, Alvan memberikan pukulan pada perut Abyaz dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Abyaz menunduk, memegangi perutnya sembari menatap kepergian Alvan.

"Si anjir main pukul aja, shh ... sakit bener," keluh Abyaz.

"Mampus!" seru Evan dengan nada geli.

"Lagian main godain depan pawangnya lagi," cecar Zaidan, sementara aku hanya diam mendengarkan saja.

"Ayo, Va, ke kelas. Kalau lo di sini makin gila liat mereka," ucap Naka.

Naka merangkul bahuku dan membawaku pergi dari teman-temannya. Aku hanya memandang kebingungan dengan situasi yang terjadi barusan.

"Va, gua serius, nanti gua traktir lo pas di kantin!" teriak Abyaz dari kejauhan.

Abyaz sialan!

"Nurut aja, kalau lo enggak nurutin kita nanti lo yang nyesel," kata Naka sebelum melepaskan rangkulannya dan pergi meninggalkanku terdiam di tengah koridor kelas.

Maksud ucapannya tadi apa? pikirku dalam hati, masih berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Sambil berjalan menuju kelasku, aku mencoba memahami makna di balik kata-kata Naka. Mungkin ada lebih banyak hal yang harus kupelajari tentang kelompok ini dan cara mereka berinteraksi.

ー TBC ー

Seguir leyendo

También te gustarán

294K 36.6K 61
[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Davi...
46.8K 1.6K 47
Kaira adalah seorang bad girl dengan rupa seorang gadis yang berwajah polos. Tapi, sifatnya tidak sepolos wajahnya. Kaira adalah seorang bucinlovers...
10.5K 4.7K 96
INCUBO dalam bahasa Italia artinya adalah "Mimpi Buruk" Siapa yang tidak tau dengan Abimanyu Putra Dewantara ketua DEVIL generasi ke-dua yang mendapa...
2.7M 167K 97
[Konfliknya rada berat. Setiap part pendek, agar tidak jenuh mendadak.] CERITA INI BELUM DIREVISI! *** Rivan Allard Alger dikenal lawan sebagai pemud...