Loser

By novelyss

3.8K 281 38

Walaupun sudah punya kekasih, Niko tetap suka flirting ke perempuan-perempuan lain, termasuk kepada tetangga... More

Laideniko Adrian
CAST
1
2
3
Celia Alorien

Jingga Dealova

634 50 7
By novelyss

Jingga melangkahkan kaki dengan terburu-buru setelah melihat beberapa teman satu kelompoknya sudah duduk manis di bangku pojok kafe. Sepertinya mereka hanya tinggal menunggu kedatangannya. Terbukti dari raut wajah teman-temannya terlihat bete, khususnya 2 cewek yang melihat kedatangan Jingga dengan tatapan sinis.

"Lo niat kerja kelompok nggak sih?" sindir seorang cewek berambut sebahu bernama Rena saat Jingga menarik kursi untuk bergabung.

"Maaf banget ya, tadi ada kendala sedikit. Jadi nggak bisa on time." jawab Jingga jujur setelah mendudukkan bokongnya di sebelah cowok berambut cepak, bernama Geri.

"Maaf lo nggak bisa balikin waktu. Tau nggak, lo telat berapa menit?"

Jingga berniat menjawab, tapi mulut Kayra tiba-tiba ikut merocos.

"Lo telat 90 menit. Satu setengah jam, Ji. Kalau aja kami cuma nunggu lo dateng, tugas kita nggak bakalan selesai!"

"Oke. Fine, gue minta maaf. Terus gue harus bantu apa sekarang?"

"Lo nggak denger ya? Tugasnya udah selesai, Jingga. Seneng kan? Atau emang lo sengaja nelat ya? Lo males sekelompok sama gue?" ujar Kayra memojokkan Jingga.

"Kontribusi lo nol dalam tugas ini. Kayanya, nama lo nggak perlu gue tulis deh. Nggak punya tanggung jawab sama sekali. Kaya gitu kok mau jadi asdos." lanjutnya mencibir.

Tangan Jingga mengepal erat di atas pahanya.

"Kay, udah!" gertak Geri membela.

"Santai aja, Ji. Tugasnya juga nggak terlalu berat kok. Bisa dihandle. Lagian masih ada kerjaan. Lo bagian nge-print materi ya?" lanjutnya dengan nada halus.

"Iya, gue ma—"

"Nggak! Enak aja. Gue juga bisa kali nge-print doang. Gimana kalau lo bayarin semua pesenan ini?" ucap Kayra sambil menunjuk beberapa makanan dan minuman yang hanya tinggal sisa di atas meja.

"Jangan gila deh. Nggak ada hubungannya sama tugas!" bukan Jingga yang menyahuti, tapi Geri. Lagi-lagi membela Jingga.

"Biar gue yang bayar. Jingga besok ambil jatah presentasi paling banyak." tukas Jevan, seorang cowok berwajah sedikit bule yang sedari tadi hanya diam. Dia duduk bersebelahan dengan Kayra.

"Nah gitu, adil."

Kayra mendengus sebal. Tangannya kemudian beralih memeluk lengan Jevan dan menatapnya. "Biarin si Jingga yang bayar."

Jevan menggeleng. "Aku aja."

Sudah bisa menebak kan, ada sesuatu di antara Kayra dan Jevan? Yap, mereka berpacaran.

"Nggak perlu. Biar gue yang bayar." kata Jingga bersuara. Mengeluarkan 3 lembar uang seratus ribuan lalu diletakkan di meja.

"Nanti kirim aja file-nya, biar gue yang nge-print." lanjutnya.

Jingga menyadari jika dirinya bersalah karena tidak ikut mengerjakan tugas kelompok itu. Jadi, dia tidak begitu ingin memberi pembelaan. Wajar saja jika Kayra atau Rena sebal padanya. Tapi perkataan mereka cukup membuat Jingga sakit hati. Memang dasarnya dua cewek itu tidak begitu suka dengan dirinya. Begitupun sebaliknya.

Setelah perdebatan dan membayar pesanan itu, mereka semua beranjak meninggalkan kafe. Namun, saat Jingga baru saja keluar, dia bertemu dengan sahabatnya. Geri, Rena, Kayra, dan Jevan sudah pergi terlebih dahulu.

"Ngapain lo di sini?" tanya Jingga menelisik.

"Mau me time niatnya tapi nggak jadi." jawab Andrea lalu menarik tangannya untuk ikut masuk ke dalam kafe lagi.

"Heh! Gue mau pulanggg." rengek Jingga memprotes.

"Alah bentaran doang. Gue laper. Temenin." sahut Andrea sembari mencari tempat duduk yang pas.

Pilihannya lalu jatuh pada tempat dengan pemandangan luar kafe yang dapat dilihat dengan kaca.

"Gue traktir, Ngga. Santai aja." lanjut Andrea menyuruh Jingga ikut duduk di sebelahnya.

Jingga menurutinya, walaupun terpaksa. Sungguh, dia ingin istirahat. Banyak sekali kejadian yang tidak diinginkannya hari ini.

Seorang pelayan mendatangi keduanya.

"Tau nggak? Masa tadi gue ketemu Jevan di parkiran." ujar Andrea bercerita setelah memesan makanan dan minuman.

"Iya. Dia abis kerja kelompok sama gue." balas Jingga malas.

Andrea ber-oh ria.

"Tadi sama cewek. Pacarnya ya?"

"Kayra maksudnya?"

Andrea mengedikan bahunya. "Nggak kenal."

"Sumpah??" kini Jingga terkaget-kaget.

"Iya. Kenapa sih?"

"Dia haters lo, Re." balas Jingga.

Andrea mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Lo tau? Gue dimusuhin sama dia, cuma karena gue temen lo. Dia ngeselin anaknya, gue juga nggak suka."

"Kok jadi gue? Kenal aja nggak."

"Lo nyapa Jevan nggak tadi?"

"Dia yang nyapa duluan."

"Gimana?"

"Ya biasa aja. Emang nyapa gimana? Pake roll depan dulu gitu?"

Jingga memutar bola matanya malas. "Emang lo nggak liat muka ceweknya?"

"Liat. Sinis banget ngeliatin gue."

"Nah itu!"

"Dia nggak suka banget sama lo karena lo mantannya Jevan."

Tepat sekali. Andrea adalah mantan Jevan. Maka dari itu, Jevan menawarkan diri untuk membayarkan pesanan. Berniat membantu Jingga karena cewek itu adalah sahabat mantan terindahnya.

"Lah? Emang kenapa? Mantan doang ini. Lagian gue juga nggak ada niat balikan."

"Tapi Jevan ada." kata Jingga singkat.

"Ha?"

"Ada niat balikan, kalo aja lo nggak pacaran sama Bian."

"Apa sih?!"

"Satu kelas gue juga tau, Jevan gamon sama lo. Dan Kayra cuma dijadiin pelarian aja. Makanya, dia nggak suka banget sama lo." jelas Jingga membuat Andrea sedikit terkejut.

"Ya berarti yang salah kan Jevan. Kenapa jadi gue? Aneh tuh cewek."

Jingga mengedikan bahunya. "Tau ah, pusing. Anyway lo kesini naik apa?"

"Ojol."

"Tumben?"

"Bian lagi futsal."

Jingga manggut-manggut. "Pantesan Ardan bolehin gue minjem motornya."

"Sumpah ya, gue hari ini sial banget."

"Kenapa?"

"Kesialan yang pertama adalah ban motor gue bocor. Padahal udah ditelponin si Nenek Lampir buat kerja kelompok."

"Nenek Lampir?"

"Pacarnya Jevan."

"Terus karena udah panik, gue lari-larian buat ke fakultas hukum. Lo tau kan sejauh apa? Mau naik ojol, juga gue nggak paham karena nggak pernah."

"Gue pinjem motornya Ardan biar bisa cepet sampe ke kafe ini buat kerja kelompok. Dan kesialan kedua, gue nggak sengaja tabrakan sama cowok di koridor deket kelas Ardan. Sumpah, tuh cowok nyebelin banget. Bikin darah gue naik ke ubun-ubun. Tambah kepotong kan tuh waktunya karena harus debat sama tuh cowok nyebelin. Sampe akhirnya gue dateng ke kafe ini, dan ternyata tugasnya udah selesai. Gue diomelin abis-abisan sama Kayra." ujar Jingga menjelaskan panjang lebar.

"Ini gara-gara si cowok brengsek itu! Mana pantat gue sakit lagi, dijatuhin gitu aja."

"Kok bisa?"

"Dia nabrak terus pinggang gue ditahan sama dia—"

"So sweet dong?!"

"Belum selesai! Terus gue liat dia ngeliat sesuatu, abis itu tangan dia lepas gitu aja. Otomotis badan gue jatuh dong."

Andrea tertawa.

"Nggak lucu ya gila!" delik Jingga.

"Awas aja kalo gue sampe kenapa-napa! Ini aja masih kerasa sakitnya."

"Tanggung jawab nggak dia?"

"Cuma kasih kartu nama sih, kalo ada apa-apa suruh hubungin. Sumpah ya, tadi gue jatuh bener-bener kenceng banget!"

"Coba liat kartu namanya, Ngga?"

Jingga kemudian mengambil kartu nama itu dari dompetnya. Kemudian menyerahkannya pada Andrea.

Andrea membaca kartu nama itu, meneliti. Keningnya berkerut. Sepertinya dia tau cowok itu.

"Ini mah Niko, temennya Bian!"

°°°

Harus lanjut nggak? :(

Continue Reading

You'll Also Like

123K 8.8K 75
menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan hidup
2M 166K 36
"Nikah sama anak Tante, hutang-hutang almarhum Ayahmu akan Tante dan suami anggap lunas." Kalimat itu terus terngiang di kepala Elin Nafisah. Selama...
1.1M 95.5K 61
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...
455K 6.5K 35
Narumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh...