ASAVELLA [TERBIT] ✓

By jerukminii

9.3M 663K 52.4K

Aku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinteres... More

Asavella 🍁
Asavella 🍁2
Asavella 🍁3
Asavella 🍁4 +
Asavella 🍁5
Asavella 🍁6
Asavella 🍁7
Asavella 🍁8
Asavella 🍁9
Asavella 🍁10
Asavella 🍁11
Asavella 🍁12
Asavella 🍁13
Asavella 🍁14
Asavella 🍁15
Asavella 🍁16
Asavella 🍁17
Asavella 🍁18
Asavella 🍁19
Asavella 🍁20
Asavella 🍁21
Asavella 🍁22
Asavella 🍁23
Asavella 🍁24
Asavella 🍁25
Asavella 🍁26
Asavella 🍁27
Asavella 🍁28
Asavella 🍁29
Asavella 🍁30
Asavella 🍁31
Asavella 🍁32
Asavella 🍁33
Asavella 🍁34
Asavella 🍁35
Asavella 🍁36
Asavella 🍁37
Asavella 🍁38
Asavella 🍁39
Asavella 🍁41
Asavella 🍁42
Asavella 🍁43
Asavella 🍁44
Asavella 🍁45
Asavella 🍁46
Asavella 🍁 47
Asavella 🍁48
Asavella 🍁49
Asavella 🍁50
Asavella 🍁51
Asavella 🍁52
Asavella 🍁53
Asavella 🍁54
Asavella 🍁55
Asavella 🍁56
Asavella 🍁57
Asavella 🍁58
Asavella 🍁59
Asavella 🍁60
Asavella 🍁61
Asavella 🍁62
Asavella 🍁63
Asavella 🍁64
Asavella 🍁65
Asavella 🍁66
Asavella 🍁67
Asavella 🍁68 pt.1
Asavella 🍁 68 pt.2
Asavella 🍁69 pt.1
Asavella 🍁 69 pt.2
Asavella 🍁70 (A)
Asavella ending?
ENDING ASAVELLA
EPILOG
ARKHAN : AKU JUGA PERNAH BAHAGIA
VOTE COVER ASAVELLA
OPEN PRE ORDER ASAVELLA
ASAVELLA 2: BALLERINA BERDARAH

Asavella 🍁40

91.3K 7.6K 130
By jerukminii

Bunyi decitan pintu kaca membuat pandang Harta, Bagus, Keci dan Mutiara melempar pandang pada arah sosok gadis yang baru saja tiba.

“Lo ... undang dia?” Monolog Mutiara terlempar refleks ketika ia bisa menangkap sosok berambut pendek berpakaian sweater hitam berukuran oversize dengan kalung salib menjadi hiasan pada lehernya.

“Kenapa harus, Asa? Lo tau? Tio, enggak bakalan dateng kalo dia di sini,” timpal Keci yang menekan tiap kata dengan tatapan sinis—tak begitu menyukai kehadiran perempuan yang sebenarnya ia rindukan dalam pertemanan sederhananya.

“Gue enggak undang dia juga kali, anjing,” tekan Mutiara yang memiliki acara kumpul-kumpul.

“Sesama anjing, gausah nyebut,” nyinyir Keci yang memang notabenenya berbicara terus terang.

Asa mendengar. Bagaimana dua gadis yang duduk di sofa panjang berwarna hitam di café VIP sedang mengeluh akan kehadirannya. Mengumpat serapah tanda tak suka.

“Gue yang undang. Kenapa?” Sosok laki-laki dari belakang masuk mengikuti langkah Asavella yang kini berdiri diam.

Dua gadis itu diam. memutar bola mata malas dan kemudian membuang pandangan. Mereka juga tidak bisa menyela di kala melihat Tio Mahardika yang benar-benar tengah membenci Asavella tiba-tiba yang berinisiatif mengundangnya kembali.

“Turuni ego kalian berdua. Sekarang, bukan waktunya untuk adu argumen."

"Dan lo …,” Suara yang memperingati Keci dan Mutiara kini beralih pada Asa. Tio meraih jemari Asavella dan mengisi sela-sela jari yang kosong.

Jantung Asa berdetak abnormal. Sudah lama Asa tidak ada momen berbicara dengan laki-laki yang tiba-tiba meneleponnya dan berkata sudah berada di depan rumahnya sebelum membawa kemari tanpa rencana.

“Gausah takut. Gue pastikan, mereka ataupun gue, enggak akan melukai sedikitpun tubuh lo,” lirih Tio yang menatap mata Asa begitu dekat. Berbicara layaknya seorang sahabat pada sedia kala.

“Dan gausah takut soal perasaan yang tidak terbalas, Yo. Karena kita diposisi tidak bersalah untuk mencintai siapa,” balas Asa yang melepaskan genggaman Tio dan memilih berjalan mendekati titik teman-temannya yang tengah memandanginya.

Tio menurunkan pandangannya. Menatap tangan yang sebelumnya untuk pertama kali sejak rasa benci itu hadir dan membuatnya canggung.

Mereka kini mulai duduk berdiaman. Semua memilih bermain ponsel masing-masing. Bahkan Bagus yang terkenal ceria dan suka heboh di antara sahabatnya itu memilih diam. menyumpal dua rungunya menggunakan headset bertengger berwarna putih.

“Batin gue udah sakit. Kenapa, kalian memutar memori gue ke keluarga gue yang tiap kumpul, main benda sialan ini? Kita kumpul buat apa? Buat adu siapa yang cepat scrolling hape sialan ini?” keluh Asavella yang tertekan dengan menunjukkan ponselnya—di mana sedari tadi tidak ia sentuh atau sekadar nyalakan.

Prang! Gadis itu membanting ponselnya di meja dan mendapatkan perhatian semua temannya. Ia sudah di puncak amarah yang sudah tidak tertahan tiap melihat ponsel yang menghambat komunikasi di antara mereka.

Keci yang mendengar dan melihat juga sekarang memilih untuk meletakkan kasar ponselnya dengan decakan keras yang Asa dengar. Dan kemudian berkata.

“Buat adu luka batin. Lo bisa enggak sekali enggak ngeluh, seakan luka lo tuh, paling pelik di sini. Dan gausah kek anak kecil, bisa? Ngambek gajelas banting hape.”

“Gue ngeluh karena gue tersinggung. Kehadiran gue asing di sini. Salah? Gue ngungkapin apa yang gue rasain? Anak kecil? Kalo gue kek anak kecil terus, lo?”

“Lo dan yang lain tiba-tiba benci dan menghindar dari gue tanpa sebab, apa kabar, ha?!” Suara Asa membuat Bagus mengerutkan alisnya. Ia memang menyumpal telinganya menggunakan headset bertengger. Tapi tidak ada suara yang keluar dari headset tersebut. Sementara Tio membuang muka dengan gigi-gigi yang beradu menggigit pipi bagian dalamnya.

“Udah gausah debat. Lo semua kek anak kecil. Taruh hape semua.” pinta Harta yang melihat situasi yang harus terulang kembali. Semua mematuhi tanpa penolakan termasuk Bagus.

“Gue juga capek debat,” balas Asa yang menyuarakan kembali rasa luka yang tak tertahankan. “Gue, udah capek,  kesinggung sama omongan orang, yang buruk Mulu tentang gue. Gausah jauh-jauh, sahabat. Keluarga gue sendiri yang ancur aja gue udah enggak respect.”

“Gue tanya balik. Adu luka batin kan Lo kata? Okey gue jawab."

"Gue enggak pernah menggaris bawahi, kisah hidup gue paling pelik. Luka batin apa yang gue tau dari kalian semua, sementara dari kalian hal sekecilpun aja kalian sembunyiin dari gue, cuma karena enggak mau tambah beban. Tapi itu bikin beban gue kalo gue tau diakhir.”

"Apa ini yang namanya sahabat?"

“Sahabat model apa kita main rahasia-rahasiaan, banci lo pada,” sindir Asa yang kemudian bersandar pada sofa dan melipat kedua tangannya pada depan dada.

Keci Berdecak. Gadis bule ini tidak ingin kalah argumen. Lantas ia berucap.

“Hidup lo sempurna dan hidup lo mana pernah susah. Tentang cinta ataupun keluarga,” ketus Keci yang membuat Asavella menganga dengan gusi yang mengeras di dalam sana.

Asa membuang muka sejenak dan kemudian mendobrak keras meja, hingga membuat semua yang di sana terkejut termasuk para barista yang baru saja mengantar minuman di meja mereka.

“Lo gampang banget bilang gitu ke gue. Kalo lo temen gue, lo sahabat gue, lo gabakalan ngomong tanpa lo filter dan tanpa ngerti itu kata buat gue sakit!”

“LO TAU DARI MANA GUE HIDUP PALING SEMPURNA DAN ENGGAK PERNAH SUSAH! LO TAU PELIK PAHITNYA HIDUP GUE SAMPAI GUE HAMPIR MATI DUA KALI KARENA AYAH GUE SENDIRI, KECI! ITU LO SEBUT SEMPURNA?” Suara itu meninggi dengan getaran yang terasa nyeri pada tiap kalimat untuk diungkap.

“Udah! Gue bilang udah! Kalian di sini temenan dan gausah debat ego! Kita bisa ngomong baik-baik! Gausah ninggiin suara, malu! Sikap dewasa digunain!” cerca Harta yang ikut terpancing emosi karena terluka melihat pertemanan mereka semakin ke sini makin hancur melebur. “GUE CAPEK LIAT PERTEMANAN KITA HANCUR NGGAK JELAS.”

Keci mengangguk kasar ia tidak terima ketika suara laki-laki itu seolah terlontar hanya untuknya dengan tatapan yang begitu kecewa.

“OKE! TAPI APA LO TAU, APA YANG DIRASAIN TEMEN-TEMEN LO DI SINI! SEENGGAKNYA HARI INI!” Oktaf tinggi itu dengan jari telunjuk yang menunjuk Asa kasar.

“Udah. Lo tuli! Udah! Jangan memperkeruh suasana!” tegas Tio yang menatap tajam Keci.

“Kenapa? Lo semua munafik! Dan gue di sini, enggak munafik!” sarkas Keci yang terus terang.

“UDAH BANGSAT! LO BISA DIEM NGGAK! GUE BILANG DIEM!” bentak Tio yang kemudian berdiri dengan tangan yang mendobrak keras meja membuat beberapa minuman tumpah.

“KENAPA? KENAPA GUE HARUS DIEM! SAMPAI KAPAN! TAKUT KEBONGKAR RAHASIA LO BERTIGA!” Keci benar-benar gadis yang tidak bisa betah dengan situasi yang terjadi. Menatap nanar tiga teman laki-lakinya yang kini bungkam.

“RAHASIA LO UDAH GUE BONGKAR! GUE ENGGAK MUNAFIK! LO SEMUA BAJINGAN TAU NGGAK! COWOK TERBODOH YANG NGINCER SATU CEWEK SAMA, TAPI GAK BERANI NGUNGKAPIN! ASA UDAH TAU SOAL ITU!”

Bagus hanya diam. Melirik Asa yang kebingungan dan melihat gadis itu mengusap wajah kasar. Seakan memberi ekspresi lelah.

“Lo udah tau?” Monolog Bagus yang begitu santai.

“Ya. Dan gue kecewa,” sambung Asa singkat dan jelas. “Bukan kecewa karena temen gue sendiri, punya perasaan ke gue. Tapi,” Asa menjeda. Menatap satu persatu tiga sahabat cowoknya secara bergantian.

“Kenapa, gue, harus tahu semu ini tanpa dari kalian langsung?"

"Dengan adanya lo tau, lo bakalan bales perasaan kita, atau memilih salah satu dari kita terus meninggalkan luka untuk yang lain?" tanya balik Bagus yang berbicara begitu serius ada tiap kalimat yang terlontar dengan susunan sempurna.

Asa menghela napas berat. "Dan gue tanya balik. Kalian bertiga, suka gue Its okay. Kalian rela nunggu lama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lamanya menjaga perasaan begitu sempurna dan berpura-pura tidak terjadi apa. Tapi pertanyaan gue, apa dengan nyembunyiin perasaan, bakalan menjamin perasaan yang kalian simpan erat sendiri itu terbalas tanpa sia-sia?"

Tio, Harta, dan Bagus terbungkam. Apa yang Asa katakan juga ada benarnya, mereka terlalu lama menyimpan perasaan dan menutupi dengan berbagai cara mereka sendiri.

Harta Javier, menutupi begitu sempurna. Mengalihkan perasaan dengan cara membalas perasaan cinta pada Mutiara.

Tio Mahardika, menjadi sosok misterius akhir-akhir ini. Memilih mengalihkan berpura-pura menyukai Keci. Dan berujung melakukan hal bodoh untuk melukai Asavella demi menghilangkan rasa dilubuk hati.

Bagus Mahendra, menjadi memakai topeng pelawak dalam pertemanan. Untuk menutupi perasaan. Karena ia tahu, pemenangnya hanyalah tokoh utama.

"Apa salahnya kalian ngungkapin? Dan anehnya, lo, bertiga kok bisa suka cewek dengan kehidupan yang sudah terjamin akan mati tanpa ending bahagia.”

“Aneh?” tanya Tio. “Aneh? Saat seseorang mencintai wanita tanpa memandang kehidupannya yang sempurna ataupun tidak? Salah? Kalo laki-laki datang ingin menyempurnakannya gadis yang ia cintai tanpa harus timbal balik?”

“Gue, Harta dan Bagus, berani bersaing dengan siapa yang diam-diam juga suka lo kek contohnya, Saka. Kita bertiga tau lo udah dijadikan ratu oleh Saka. Lo gaperlu tau soal kita tau dari mana. Tapi, kita bertiga enggak bisa bersaing dengan orang lama apalagi yang lo cintai. Brian Claudius Permana.”

"Asal Lo tau, ngungkapin perasaan, enggak semudah membalik telapak tangan."

Final Tio menjelaskan jujur soal perasaannya dan mewakilkan dua teman laki-lakinya juga. Itu berat. Namun membuat lega.

Keci menghela napas berat—berusaha menetralkan amarahnya. “Sekarang, lo baru tahu setengah dari kita. Bukan?”

“Gue rasa cukup,” gumam Bagus. “Lebih baik, kita pesan makanan. Mutiara, pucet.”

“Iya. Dia pucet. Pucet karena takut kebongkar rahasianya,” sinis Tio.

“Rahasia?” tanya Harta.

Tio mengangguk. Menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. Mungkin, baginya ini waktu yang tepat. Kemudian dia menatap Mutiara yang menggeleng—memberi kode. “Rahasia besar sebelum Mutiara jatuh dari rooftop sekolah.”

“Jangan bilang ada sangkut pautnya sama gue,” tebak Asa asal yang justru mendapatkan anggukan mantap dari Tio Mahardika.

“Maksud lo?” Bagus penasaran dan membungkuk—bersandar pada tangan yang ia tompangkan pada paha kanan kakinya.

“Dia, dalang, dibalik pengeroyokan lo waktu itu,” ungkap Tio dengan mata tertutup.

Deg.

Asa tertegun. Tak hanya Asavella. Harta dan Bagus juga terkejut dengan pengakuan yang tidak bisa dipercaya untuk mereka.

Mutiara menggigit bibir bawahnya. Ia kini ketakutan hingga mencengkeram erat  rok hitam selututnya.

“Dia ngancem gue, kalo gue beri tau ini ke lo, Ta. Itu asal mula kejadian di rooftop yang kalian semua enggak tau. Lo percaya atau enggak sama gue, terserah. Dan ini, bukan alasan utama kenapa sifat gue berubah detik itu.”

“Lo gila?” sela Bagus. “Lo rahasiain hal tergoblok? Lo sendiri paling gabisa lihat Asa terluka! TAPI LO SENDIRI SECARA ENGGAK LANGSUNG LUKAI HATI ASA!” bentak Bagus yang tidak bisa menerima kejujuran sahabatnya.

"Maaf. Gue tau, gue salah. Tapi, gue lakuin ini cuma buat Asa."

Asa merasa sesak. Pertemuan ini bukanlah pertemuan biasa. Bagaimana satu persatu rahasia dari para sahabatnya terungkap perlahan. Asa menahan penuh amarahnya. Itu sebabnya ia memilih diam dan berdiri secara kasar.

Bagus yang melihat langsung bertanya. “Sa, lo gapapa?”

“Andai kata gue pinter main drama. Mungkin, gue bakalan bilang gapapa. Gue mau pulang. Lama-lama gue bisa mati di sini.”

“Lo udah mati sejak lama kali, Sa,” ucap Keci yang kini menyilangkan kaki kanan.

“Cuma aja ..., di sini bedanya, jasad lo belom menjadi jadi abu. Sebab, lo masih terbakar oleh api trauma yang lo sendiri enggak tau kapan api itu akan kunjung padam dengan meleburnya segala luka.”

Asa tidak bisa mengelak. Apa yang dikatakan Keci termasuk benar. “Lo benar, bahkan gue dibakar hidup-hidup layaknya tengah dibunuh di usia lima tahun.’

Asa menunduk—menyembunyikan senyum kecewa. “Gue, bahkan enggak pernah yang namanya merasakan hidup sesungguhnya. Dan gue, sadar, selama ini gue dibakar dari api hidup ku sendiri yang tak kunjung padam.”

“Dan gue cacat dalam segalanya. Kehidupan. Fisik. Dan Psikis”

“Keluarga yang lengkap bukanlah tempat pulang gue. Melainkan tempat kembalinya luka baru.”

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Next

:)

Continue Reading

You'll Also Like

26.8K 3.8K 33
:IB : F4 Circle 00L? gausah deh, lu mending gausah kenal sama mereka daripada nanti dapet kartu merah. Orang lain menyebutnya sebagai kematian. Emang...
519K 39.2K 45
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
1.8K 303 28
[ DILARANG KERAS PLAGIAT⚠️ ] SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW! JANGAN LUPA BERI VOTE DAN KOMEN! ...
2.5K 123 12
Fisikawan Amerika kelahiran Jerman, Albert Einstein (1879-1955) telah merubah dunia fisika. Ia menjadi amat terkenal karena teori relativitas-nya.