Most Unwanted

By jjeunoiaa

1.6K 130 68

Seri 1: Most Universe šŸ„‡šŸ„‡šŸ„‡ Nara terpaksa menjadi pacar pura-pura Despan- Most Wanted sekolah, setelah Despa... More

Prakata
Prolog
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Epilog

Chapter 09

33 2 0
By jjeunoiaa

Despan baru sadar satu hal ketika berdiri di depan pintu kelas XI IPA 3. Setiap hari ia pergi ke kantin melewati rute yang sama. Gedung B – lapangan – Gedung C – kebun sekolah – kantin. Itu artinya setiap hari ia melewati ruangan kelas Nara. Tapi, ia sama sekali tidak pernah bertemu Nara. Mungkin di beberapa kesempatan berpapasan, tapi tidak menyadarinya. Lagipula, ia belum mengenal Nara sejak sebelum masalah dengan Dilan dan gengnya hadir.

Farel yang sejak bel istirahat berbunyi sudah siaga di pintu kelas untuk meyambut Despan, berdeham.

Despan mengenali Farel setelah insiden pelabrakan Nara oleh Zeva dan dayang-dayangnya. Ia tersenyum.

Ayana diusirnya. Meskipun awalnya menolak karena penasaran siapa yang hendak sepupunya temui. Tapi, akhirnya menurut untuk pergi ke kantin duluan. Sekarang tinggal Despan dan Farel berdua.

"Nara nunggu lo di perpus," bisik Farel.

Pagi tadi, Nara meminta Farel untuk mencegat Despan di pintu kelas dan memberitahu cowok itu untuk menemuinya di perpustakaan. Tentu saja Nara tidak ingin terlihat dihampiri Despan di kelas setelah insiden kemarin dengan Zeva.

"Lo ngapain ngomongnya bisik-bisik?" Despan ikut berbisik. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri bergantian, bingung.

"Buruan ke perpus aja deh lo. Keburu ada yang tau lo nyariin Nara."

Farel masih melanjutkan acara bisik-bisiknya.

"Ya terus kenapa ngomongnya bisik-bisik?" tanya Despan gemas, masih merendahkan suaranya.

Ketua OSIS SMA Adhigana itu kemudian menghela napas. Ikutan gemas. "Lo mau Nara dilabrak lagi?"

Kali ini tidak lagi berbisik. Bahkan, bisa dibilang cukup keras. Beberapa murid yang duduk di bangku dekat pintu sampai menoleh.

Mata Despan membulat. Baru mengerti situasinya. Ia lantas mengangguk cepat.

"Oke. Berarti gue harus cepet cabut dari sini. Makasih," pamit Despan, lagi-lagi berbisik.

Cowok itu kemudian beranjak dari sana. Memutar arah dan berlari kecil meninggalkan kelas XI IPA 3 di belakangnya. Tak menghiraukan seorang siswi yang menyapanya di ujung koridor.

Perpustakaan adalah salah satu tempat yang tidak pernah dikunjunginya selama bersekolah di SMA Adhigana. Ia kurang suka aroma buku perpustakaan sekolah, apak. Berbeda cerita kalau aroma buku di toko buku. Terlebih, sejak zaman ia masih jadi bocah SD ingusan, cerita hantu perpustakaan menjadi yang paling ditakutinya. Dulu, ada kakak kelasnya yang kesurupan di perpustakaan sekolah.

Hari ini, hari perdananya memasuki ruangan penuh buku itu. Walaupun sempat merinding ketika mengintip ke dalam melalui jendela besar di samping pintu kaca perpustakaan. Khusus untuk Nara, ia rela menyambangi perpustakaan sekolah.

Nara duduk tenang di salah satu meja panjang yang terdapat di tengah perpustakaan. Satu baris dengan meja pengawas, hanya saja terhalang rak berisi buku-buku non fiksi.

Semalaman ia berpikir dimana tempat yang sepi dan nyaman untuk berbincang dengan Despan. Sampai kemudian, ia yang sering piket mengembalikan buku ke perpustakaan ingat jika perpustakaan selalu sepi di jam istirahat. Pengunjung yang datang biasanya hanya murid yang meminjam atau mengembalikan buku ajar. Benar saja, beruntungnya hari ini bahkan hanya ada pengawas perpustakaan.

Despan melongok. Karena meja untuk membaca berada di tengah, maka netranya dengan cepat dapat menemukan Nara. Nara duduk di kursi paling ujung, jauh dari meja pengawas. Membaca sebuah komik. Di depannya tergeletak sebuah binder dan pena.

Tanpa sungkan Despan duduk di depan Nara. Kedatangannya membuat Nara menutup dan meletakkan komik yang dibacanya di atas meja.

"Bahu lo masih sakit?" tanya Despan. Tidak bermaksud basa-basi, tetapi Nara menganggapnya basa-basi.

"Masih."

Despan manggut-manggut. "Jadi?"

Tak ingin membuang-buang waktu, Nara segera membuka bindernya. Lalu mulai menulis pada salah satu lembar yang kosong.

"Gue terima tawaran lo, tapi gue mau ada kontrak. Biar lo nggak semena-mena sama gue."

Selesai menulis, Nara menyodorkan bindernya pada Despan.

"Fake relationship agreement?" tanya Despan, membaca apa yang tertulis di selembar kertas di depannya.

Sebagai respon, Nara mengangguk. "Gue nggak mau dibilang egois karena nentuin isinya sendirian. Jadi, gue minta lo temuin gue hari ini buat bahas apa aja ketentuan, atau apa aja yang boleh dan nggak boleh dilakuin selama kita pura-pura pacaran."

Despan bersedekap dan menyandarkan punggungnya di kursi yang didudukinya. "Oke."

"Pertama, lama waktu hubungan pura-pura lo sama gue. Satu bulan cukup?"

"Bentar amat!" protes Despan cepat.

"Ya udah, dua bulan."

"Nanggung! Tiga bulan," tawar Despan. Cowok itu menegakkan duduknya dan melipat kedua tangannya di atas meja. Tubuhnya condong ke depan, menatap Nara serius. "Jadi empat bulan kalo lo nggak setuju."

Nara mendengkus. "Fine!"

Tangannya kembali menulis di atas kertas. Satu ketentuan untuk hubungan pura-pura mereka sudah ditentukan.

"Next, apa aja yang boleh dan nggak boleh dilakuin. Lo mulai dulu," ucap Nara melanjutkan diskusinya soal isi kontrak hubungan pura-puranya dengan Despan.

Despan tampak seperti sedang berpikir. Terdapat jeda yang cukup lama sebelum akhirnya cowok itu menjawab.

"Gue ikut lo. Apa aja yang buat lo nggak nyaman dan batasan-batasan tertentu yang nggak boleh gue langgar, ada di tangan lo."

Awalanya Nara berpikir sepertinya akan sulit berdiskusi dengan Despan. Tapi, setelah mendengar jawaban dari Despan barusan, Nara mulai berubah pikiran. Di samping itu, Nara merasa puas karena bisa leluasa menentukan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalani hubungan pura-puranya dengan cowok itu.

Nara menarik napasnya. Mengisi udara di paru-parunya sebelum mulai menyebutkan satu-satu hal yang tidak boleh dilakukan oleh Despan.

"Nggak ada lagi pegangan tangan, rangkul-rangkulan, ngiket rambut gue kayak kemarin, pokoknya no skinship. Oke?" Nara memberi penekanan pada kalimatnya soal mengikat rambut.

Di depannya, Despan memasang wajah tidak percaya. Lantas menggeleng. "Kebangetan. Lo tau nggak? Anak rohis yang pacaran aja nggak segitunya. Gue sering tuh, liat Ilham sama Ainun gandengan tangan di parkiran, atau pas Ilham cubit-cubit pipi Ainun."

Nara tidak mengenal siapa dua orang yang baru saja namanya Despan sebutkan. Tapi, yang pasti mereka adalah anggota rohis sekolahnya.

"Masalahnya gue risih, Despan," protes Nara menolak adanya sentuhan fisik dengan Despan.

"Itu karena lo terpaksa, nggak lo terima perlakuan mesra gue. Siapa yang mau percaya kita pacaran kalo gandengan tangan aja enggak? Kalo gitu, gue jalan aja samping-sampingan sama guru juga bisa, Nara," seloroh Despan gemas.

"Tapi–"

"Seenggaknya pegangan tangan sama rangkulan, deh. Kalo lo nolak, oke, no skinship. Tapi, gue minta waktunya jadi lima bulan." Setelah selesai berbicara, mengutarakan keinginannya, Despan terkekeh atas ancaman penambahan waktunya.

"Nggak. Kalo aja bisa, gue mau sehari doang."

"Deal?"

Nara memutar bola matanya malas. Semalas ia menggerakkan pena hitamnya di atas kertas berisi kontrak hubungan pura-puranya. Menambah satu ketentuan lagi. "Deal."

Despan tersenyum puas. "Apa lagi?"

"Drama cukup di dalem sekolah."

"Lah, masalahnya kan di SMA sebelah. Tongkrongan mereka buat ngawasin gue di halte. Halte di luar sekolah," protes Despan, "Belum lagi kalo gue ketemu mereka di luar sekolah, kayak di Indoapril misalnya atau warung bakso, gimana?"

Nara berubah pikiran. Lebih tepatnya kembali ke pemikiran awalnya. Berdiskusi dengan Despan nyatanya sulit, dan menjengkelkan.

"Ralat, di dalam sekolah dan sekitarnya. Termasuk halte. Indoapril sama warung bakso bukan urusan gue."

"Ah, nggak asik," keluh Despan, "Padahal gue mau anter-jemput lo, pamer kemesraan di depan geng cecunguk itu, jajan es krim di Indoapril."

Perpustakaan yang sudah hening sejak awal, semakin hening karena Nara memilih untuk tidak menggubris perkataan Despan. Sebagai gantinya, ia hanya menatap Despan jengah.

Tak digubris, Despan kemudian merebahkan kepalanya di meja. Tidak berminat melanjutkan diskusi.

"Kalo kebanyakan aturan, selain gue nggak bisa hapal, drama kita jadi nggak natural. Bisa bikin yang simpel aja nggak?"

Nara mendecih, "Padahal lo yang bilang terserah gue."

"Gue tarik lagi. Nggak seru. Lagian, tanpa lo kasih tau, gue juga tau batasan soal berhadapan apalagi berhubungan sama cewek. Gue nggak berengsek," gerutu Despan.

Nara tak menanggapi. Tak lama, indra pendengaran Despan mendengar suara sobekan kertas. Hal itu membuatnya mengangkat kepala. Ingin tahu apa yang Nara lakukan.

Di meja tergeletak sobekan kertas. Kertas yang isinya ketentuan hubungan pura-pura mereka. Despan lantas mengerutkan keningnya.

"Kok disobek?"

"Mau sampe pulang sekolah juga nggak bakal beres diskusi sama lo," ungkap Nara, menyilangkan tangan di dadanya.

Despan mendesah. Memutar otak agar diskusi terkait kontrak ini menemukan jalan keluar. Ia mengacak rambutnya. Mencoba mengingat kembali apa tujuannya meminta Nara untuk menjadi pacar pura-puranya.

"Gini aja deh, apa tujuan kita berdua pura-pura pacaran? Buat saling melindungi, kan?"

Nara mengangguk.

"Gimana kalo ... apapun yang bukan buat melindungi satu sama lain dilarang alias nggak diperbolehkan? Simpel," Despan menjetikkan jarinya, "Mudah diingat buat anak IPS yang nggak pernah juara 1, 2, 3 di kelas kayak gue."

Sejenak Nara diam. Mencerna baik-baik ucapan Despan. Setelah dipikirkan, satu kalimat itu sudah mencakup semua aspek yang kalau disebutkan satu-satu pasti berakhir menjadi daftar yang panjang. Belum lagi perdebatan dengan Despan yang membuatnya hilang mood.

"Oke," Nara meraih kembali binder dan penanya, menulis ulang kesepakatan mereka, "Tapi, gue tetep mau batas waktunya tiga bulan. Gue nggak mau lama-lama deket sama lo."

"Kenapa? Takut jatuh cinta, ya, sama gue?" ledek Despan sambil menyenggol-nyenggol lengan Nara.

"Nggak tenang hidup gue!"

Despan terbahak. "Bagus dong, ini saatnya lo bersenang-senang sama gue. Nggak monoton hidup lo."

"Kalau mau berisik di lapangan aja, sorakin yang lagi main bola sana," tegur wanita paruh baya yang duduk di meja pengawas. Tangannya sibuk membolak-balik buku besar berisi daftar peminjaman buku.

Despan meringis. Sedangkan Nara tertawa kecil mencibirnya. Puas cowok itu mendapat teguran karena berisik.

"Tanda tangan," perintah Nara setelah menyodorkan bindernya pada Despan.

Sebelum mengukir tanda tangannya di sana, Despan membaca apa yang ditulis di kertas itu. Lalu tersenyum bangga.

"Genius, ya, gue. Kepikiran ide ginian. Eh, tunggu."

Nara mengernyit, mengatakan "Apaan?" lewat matanya.

"Ada yang kurang," kata Despan tanpa menatap Nara. Tangannya sibuk menuliskan sesuatu.

Setelah selesai, Despan mengembalikan binder sekaligus pena milik Nara. Senyuman mengembang di wajah tampannya. Cowok itu bersedekap bangga.

Penasaran apa yang dituliskan oleh cowok itu, Nara meraih bindernya. Membacanya cepat, mencari tulisan tangan yang bukan miliknya. Yang baru ditemukannya di paling bawah, di bagian tanda tangan.

Tertulis di sana, Despan K. dengan imbuhan kata 'ganteng' di bawahnya.


🥇🥇🥇

Besok, Nara dan Despan udah mulai drama mereka sebagai couple!

See ya tomorrow ;)

Continue Reading

You'll Also Like

13.3K 3K 50
Atrate (n.) : One dressed in black, a mourner. If you're reading this, then you are blissfully unaware what's creeping up behind you. Welcome to your...
19.2K 539 56
Cuplikan-cuplikan sebuah karya terbaik dari Kahlil Gibran. [Akan direvisi setelah selesai]
10.6K 240 77
Tak perlu panjang lebar dalam menjelaskan perihal perasaanku terhadapmu, kau tak cukup mengerti semua itu. Kau hanya tahu, aku ini makhluk yang pera...
890K 32.9K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...