Pojok Ambigu Otak Kanan

Oleh vermoza

11.2K 275 13

Kumpulan sampah dalam otak yang dirasa sayang untuk dilupakan Lebih Banyak

Tempat Spesial Kita
Terima Kasih
Second Chance
Conversation
Eyes
Bus Stop
Hunter With No Name
Old Friend
Captain
Can of Coffee
Opposite
Meet Again
24 Hours
Chocolate
LOST
Hey Ratu
The Mechanic
Gelap
Aku Siapa?
Signal
MiraTelli

Daydream

372 12 0
Oleh vermoza

Sebuah mall, mereka tidak salah memilih tempat. Kuakui jika organisasi itu memang benar benar serius menjalankan niatnya. Mungkin yang kulakukan saat ini hanyalah sebagian kecil dari rencana yang sudah disusun oleh organisasi untuk melenyapkan negeri yang bobrok ini, negeri dengan pemerintah yang korup, dengan bangsanya yang mulai kehilangan jati dirinya karena pengaruh budaya budaya asing, negeri di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin berjuang untuk tetap bertahan hidup dengan kemiskinanya.

Muak, itulah yang kurasakan saat melihat negeri ini. Awalnya aku tidak percaya namun setelah kucermati baik baik ternyata apa yang dikatakan oleh orang orang organisasi itu memang benar, negeri ini butuh di restart. Apa yang kalian lakukan ketika sesuatu yang buruk sudah mengakar terlalu dalam ? tentu saja kita harus mengangkat akar  yang menjadi sumber masalah itu. Ya akar itu tentu akan mati tapi kita bisa menggantinya dengan sebuah akar yang baru, berharap suatu saat nanti akar itu akan lebih baik dibanding pendahulunya.

"Selamat datang"

Cih, senyum palsu dari seseorang berseragam hitam putih menyambutku. Aku tau sebenarnya dia tidak suka dengan apa yang di kerjakannya tapi aku juga tahu jika dia tidak mungkin menolak melakukan itu. Aku hanya membalas dengan senyuman dan masuk ke dalam pusat perbelanjaan itu.

Ramai, ya semakin ramai semakin bagus. Aku tahu bagaimana cara menyatukan negeri ini, dengan menciptakan sebuah musuh yang harus dihadapi bersama sama. Ah sebuah pesan masuk ke dalam handphoneku, pasti ini dari pimpinan.

"Jangan kecewakan kami"

*****

Orang orang memang tidak salah tentang bulan, ya bulan memang sangat indah. Aku selalu menyempatkan diri menikmati keindahannya setiap perjalanan pulang, pulang dari tempat kerjaku. Siapa aku ? aku hanya seorang karyawan biasa yang cukup senang dengan pekerjaanku, dengan negeri yang indah ini, negeri yang serba kaya akan keindahannya di berbagai aspek.

Entah apa yang membuat orang berpikir bahwa negeri ini sedang 'sakit'. Tidakkah mereka bisa melihat prestasi prestasi yang ditorehkan oleh putra putri bangsa ini ? prestasi yang membuat bangsa lain berdecak kagum ? hahaha mungkin mereka hanya tidak senang berada di tempat ini, di negeri ini.

"Lagi di mana ?"

Itulah isi pesan singkat yang masuk ke kotak masuk telepon selularku. Sebuah pesan singkat dari seorang wanita, wanita yang kuharap kelak menjadi teman hidupku. Shinta Naomi, ya itulah nama wanita itu, seorang wanita dengan paras cantik, senyuman maut yang menggoyahkan iman siapa saja yang melihatnya, dengan rambut panjang tergerai dan mata yang indah. Aku tidak tahu apa pendapat orang lain tentangnya tetapi itulah yang bisa kusimpulkan dari dirinya, diri Naomi.

"Udah sampe depan pager nih"

Ternyata menikmati indahnya bulan membuat waktu berjalan lebih cepat. Kini aku sudah berada di depan pagar tempat tinggalku. Kukirim pesan yang sudah tertulis di layar Handphone-ku dan segera masuk ke dalam untuk sekedar berlindung dari dinginnya udara malam yang menusuk tulang.

Kunyalakan televisi sambil merebahkan badanku yang lelah ini di sofa. Berita, itulah siaran yang sedang mengudara saat aku menyalakan televisi. Aku memang tidak terlalu suka dengan berita tetapi rasa malasku ternyata membuatku enggan untuk mengganti channel.

"Beberapa orang dilaporkan menghilang secara misterius. Tidak ada tanda tanda keberadaan orang orang yang menghilang itu hingga sekarang. Saat ini pihak kepolisian masih berusaha untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ini penculikan atau mungkin hanya kasus orang hilang biasa"

Itulah kata kata terakhir yang kudengar keluar dari mulut wanita pembawa berita itu. Rasa lelah yang kurasakan ternyata membuat sofa yang kududuki terasa sangat nyaman. Aahhh mungkin aku akan menghabiskan malamku di sini saja.

"Selamat pagi indonesia~"

Emmhhh, suara apa itu ? tidak biasanya ada yang mengucapkan selamat pagi kepadaku. Ah iya itu suara televisi yang lupa kumatikan kemarin. Errghhh ternyata tidur di sofa tidak senyaman yang kubayangkan, beberapa bagian badanku merasa tidak nyaman. Aku melakukan beberapa gerakan peregangan, berharap rasa tidak nyaman itu segera pergi dari tubuhku.

"Hari ini jadi kan ?"

"Jadi dong, ini aku lagi siap siap"

Segera aku bergegas menuju kamar mandi setelah membalas pesan singkat dari Naomi. Kami memiliki rencana hari ini, aku menganggapnya sebagai sebuah kencan, aku tidak tahu dia menganggap pertemuan kali ini sebagai apa.

Aku sudah menyukai Naomi sejak kami berada di bangku perkuliahan. Ya dia terlihat berbeda di banding wanita lainnya, menurutku dia adalah gadis yang penuh misteri dan membuatku merasa tertantang untuk memecahkan misteri itu. Mungkin kalian pikir aku pengecut karena tidak pernah mengutarakan perasaanku padanya. Aku pernah beberapa kali mencobanya tapi entah kenapa seluruh kata kata yang sudah kupersiapkan mendadak lenyap saat aku menatap matanya, ya kalian pasti tahu apa yang kumaksud, sudahlah lebih baik aku segera bergegas.

Ah, itu dia di sana. Seorang gadis yang berdiri sendirian sambil menghentakkan kakinya. Berulang kali dia melihar ke arah arlojinya, sepertinya dia menunggu seseorang.

"Lama amat nyampenya sih" Dia melipat kedua tangannya

"Sorry, biasalah ada kejadian tak terduga" aku mencoba mengatur nafasku. Kuharap Naomi tidak marah.

"Yaudahlah yuk jalan"

Kami memang sudah janjian untuk menghabiskan waktu bersama hari ini. Sekedar mengisi waktu yang kosong dengan berjalan jalan menikmati suasana kota ini. Mungkin Mall sudah cukup untuk sekedar me-refresh pikiran kami dari segala penat akibat aktivitas yang kami lakukan.

Nonton, mengunjungi toko buku, dan sekedar bermain di game center itulah rencana kami. Memang tidak terlalu spesial, tapi dengan siapa aku melakukannya itulah yang membuat ini terasa luar biasa. Mungkin hari ini aku akan mengutarakan perasaanku.

"Gimana hari ini ? seru kan ?" aku memakan kentang goreng yang tersedia di hadapanku. Ya setelah berjalan jalan, makan memang pilihan yang paling rasional.

"Lumayan"

"mi, aku punya sesuatu buat kamu"

"Apaan ?"

Aku merogoh sesuatu dari kantongku, sebuah kotak kecil yang sudah dihias sedemikian rupa. Aku memang berniat memberikan ini pada Naomi, yah kuharap ini bisa memperlancar rencanaku.

"Aku buka ya ?" sepertinya Naomi sangat penasaran dengan apa yang ada di dalam kotak itu. "Waaah"

Hahahaha, ekspresinya sangat lucu setelah mengetahui apa isi dari kotak itu. Dia mengeluarkan isi kotak itu, sebuah kalung dengan namanya terukir di sana, yah memang tidak cukup mahal tetapi aku berharap itu bisa membuatnya terkesan.

*Drrtt* *Drrrtt*

Naomi mengambil smartphone-nya yang bergetar, sepertinya ada panggilan masuk. Dia memberi isyarat padaku untuk menunggu sementara dia menjauh untuk menerima panggilan itu, hmm sepertinya panggilan itu cukup penting.

"Maaf ya lan, aku harus pergi, ada kerjaan mendadak," Ucap Naomi sembari mengambil barang bawaannya "Makasih lo kalungnya, aku suka"

"Oh iya gpp, aku masih mau di sini bentar lagi" aku melambaikan tanganku ke arah Naomi yang berlari menjauhi tempat kami makan tadi. Sepertinya gagal lagi aku menyatakan perasaanku padanya, tapi yasudahlah mungkin masih ada lain waktu.

Pulang mungkin adalah pilihan terbaik. Ya aku berjalan meninggalkan Mall itu. Senyuman sang petugas keamanan yang membukakan pintu mengiringi kepergianku. Tidur, hanya itulah yang kuinginkan sekarang.

Di perjalanan aku memikirkan apa yang sudah terjadi hari ini. Andai saja tidak ada telepon sial itu, pasti hari ini aku sudah meninggalkan status jombloku, tapi apa benar begitu ? bagaimana kalau aku tetap saja tidak berani mengatakannya pada Naomi ? arggh sudahlah biar waktu yang akan membantuku untuk menjawabnya.

*Grebbb*

Eh !? apa ini ? kenapa mendadak semuanya jadi gelap ? ah ada seseorang yang menutupi kepalaku dengan kain yang berwarna hitam. Aku mencoba meronta, berusaha untuk melepaskan diri, 2 orang, ya aku merasakan ada dua orang yang memegangiku.

*Bletakk*

Aku merasakan sesuatu menghantam kepalaku dengan keras. Arrghh apa yang mereka inginkan dariku. Mendadak aku kehilangan tenaga untuk menopang tubuhku, sial, pandanganku mulai kabur, semoga saja tidak terjadi hal yang buruk.

*****

*Byuuuurrr*

"Huahhhh" aku mecoba menari nafas sedalam dalamnya. Kulihat ember yang berisi air itu kini sudah berwarna merah. Ya warna itu berasal dari darahku yang bercampur dengan air.

Sudah hampir 1 minggu aku di sini, di tempat yang tidak aku ketahui. Orang orang yang menculikku ini berkali kali menyiksaku, aku tidak tahu apa yang mereka inginkan, yang mereka lakukan hanyalah menyiksaku.

Hari hari yang ku jalani di tempat ini seperti neraka. Ya pukulan demi pukulan menjadi makananku sehari hari, darah sepertinya sudah menjadi sahabat bagiku. Berkali kali pula mereka menenggelamkan kepalaku ke dalam ember yang berisi air. Saat ini mungkin mati adalah hal yang menyenangkan.

"Hai, tuan Alan, gimana keadaanmu" Seorang laki laki berkumis membuka penutup kepalaku.

Aku hanya diam, sepertinya seluruh tenaga yang ku miliki sudah terkuras untuk bertahan dari siksaan yang mereka berikan terhadapku.

"Sebentar lagi sudah saatnya, maukah kau membantu rencana kami ?"

Hampir setiap hari aku mendengar pertanyaan itu, namun aku tetap bertahan pada jawabanku. Mereka adalah organisasi bawah tanah yang berniat untuk menjatuhkan negeri ini. Menurut mereka negeri ini butuh sebuah perubahan.

"Ti...dak... apakah tidak ada.... Cara..lain ?"

"Kau masih tetap saja naif tuan Alan, kau masih berpikir negeri ini adalah negeri yang indah, aman dan sentosa" Pria itu duduk di kursi yang ada di hadapanku "Tidakkah kau lihat betapa korupnya negeri ini ?, berapa banyak orang orang yang menderita karena pemerintahan yang egois, oknum oknum yang gemar memperkaya diri sendiri hingga masyarakat yang sudah kehilangan rasa kemanusiaannya ?"

Untuk sesaat aku berpikir ada benarnya juga tentang apa yang dikatakan oleh pria ini. Ada banyak hal yang kulewatkan tentang negeri yang kuanggap indah ini.

"Kami sudah kehabisan cara, dan ini adalah cara terakhir kami" dia bangkit dan mendekatkan mulutnya ke kupingku, sepertinya dia ingin membisikkan sesuatu "mari kita rubah negeri ini dengan cara yang radikal"

"Kenapa kalian memilihku ?"

"Tidak ada alasan khusus, kami sudah beberapa kali menculik orang tetapi hanya kaulah yang bertahan hingga titik ini" Pria itu memberi isyarat kepada dua orang yang ada di belakangku

Mereka kembali menutup kepalaku, sepertinya mereka akan mengembalikanku ke tempat di mana mereka menahanku selama ini.

"Pikirkan baik baik tuan Alan, apa yang kami lakukan adalah demi kebaikan negeri ini, dan hingga kau bisa memberikan jawaban sesuai harapan kami, kau akan tetap di sini"

*Bruakk*

Mereka melemparku ke suatu tempat, tempat yang selama ini merupakan tempatku beristirahat. Dingin, lapar, dan lemas itulah yang kurasakan. Aku tidak tahu apa yang membuatku bisa tetap bertahan hingga sekarang. Bahkan makanan yang layakpun sepertinya mustahil untuk kudapatkan di sini.

Kondisi mentalku mulai terganggu, aku mulai mendengar suara suara aneh di dalam kepalaku. Ruangan ini cukup sunyi, bahkan sangat sunyi hingga aku bisa mendengar darah mengalir di nadiku, suara jantung yang berdetak tak karuan, bahkan suara paru paru yang mengolah udara yang ku hirup terdengar jelas. Aku mulai takut, bingung, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa entah kenapa aku sangat berharap jika mereka mau berbaik hati dengan membunuhku sekarang.

Aku mulai mempertanyakan apa sebenarnya tujuanku ada di dunia ini, mengapa aku harus tinggal di negeri ini ? seandainya aku tidak di lahirkan di sini pasti aku tidak akan berada di situasi seperti ini. Pikiranku melayang semakin liar, aku mulai menyalahkan segalanya, mungkin mereka benar, negeri ini perlu sebuah perubahan, organisasi ini mungkin tidak akan ada jika negeri ini adalah negeri yang 'sehat'. Lama kelamaan aku mulai menyetujui doktrin doktrin yang selalu disuntikan ke dalam otakku selama ini, aku mulai mempertanyakan apakah sebaiknya aku setuju untuk membantu rencana mereka ?.

*Jglek*

Suara pintu terbuka. Ini pasti sudah waktunya mereka melakukan rutinitas mereka, menyiksaku. Aku merasakan ada dua orang yang menyeretku, aku tidak tahu siapa mereka karena sesuatu di kepalaku masih menutupi pandanganku. Tubuhku berhenti diseret, sepertinya sudah sampai ke ruangan interogasi, ya aku mulai menamai tiap ruangan.

Mereka membuka penutup kepalaku, kali ini aku bisa melihat dengan jelas, melihat wajah wajah mereka yang selama ini memberikan pengalaman terburuk kepadaku. Aku hanya bisa menatap mereka, sepertinya bicara pun tak ada gunanya, toh apapun yang kukatakan mereka tetap akan menyiksaku.

"Hai tuan Alan, sudah siap untuk hari ini ?" Pria berkumis bangkit dari kursi yang ada di hadapanku. Kini dia berjalan mendekat ke arahku.

Aku hanya tertunduk. Dia menarik daguku, melihat ke arah mukaku yang sudah babak belur tak karuan. Dia tersenyum dan menjetikkan jarinya. Sepertinya dua orang yang berada di belakangku mengerti arti dari apa yang di lakukan oleh pria berkumis itu.

*Byurrr*

Mereka menenggelamkan kepalaku ke dalam ember berisi air. Sesak, yah aku mencoba meronta tapi itu percuma, tenagaku tidak cukup kuat untuk meloloskanku dari apa yang mereka lakukan. Badanku basah kuyup, mereka menghantamkan kepalaku yang masih basah ke atas meja di dekatku.

"Sepertinya kau cukup gigih tuan Alan" Pria itu memainkan kumisnya.

Gigih katanya ? lucu sekali, apakah dia tidak tahu jika sebenarnya aku sudah mulai menyerah ?.  Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku setuju untuk mengikuti rencananya, tapi ada hal yang menahanku untuk melakukan itu, untuk saat ini aku sedikit menyesal karena tuhan memberikanku hati nurani.

"Sepertinya kami tidak punya pilihan" Pria itu mengambil koper yang ada di samping meja "Aku harap kau menyukainya"

Pria itu membuka koper itu, dia mengambil sesuatu dari dalam sana, sebuah suntikan yang sudah terisi dengan cairan, entah cairan apa sebenarnya itu. Dia berjalan ke arahku, sedikit cairan keluar dari suntikan yang dia bawa. Dia menyuntikkan cairan itu melalui nadiku, apa sebenarnya yang dia lakukan?.

*Degg*

Arrgghh, apa ini ? apa yang terjadi pada tubuhku ?. Aku merasakan panas yang luar biasa, seluruh pikiranku seakan terhisap entah kemana. Seluruh memori dalam otakku seolah olah pergi menjauh, aku mencoba untuk melawan efek dari obat yang dia suntikkan padaku, namun semakin aku mencoba seluruh isi otakku seakan semakin jauh pergi meninggalkanku.

"Sepertinya obat itu mujarab, bagaimana tuan Alan ?"

"Alan ?" aku heran, siapa yang dia panggil Alan ?

"Hahaha, ternyata efeknya cukup cepat terlihat"

*****

Siapa aku ? Di mana aku ? siapa orang orang ini ? arrrgghh sial aku tidak bisa mengingat apapun. Apa sebenarnya yang aku lakukan di tempat seperti ini ? bersama dengan orang orang yang tidak kukenal ?.

"Tenang, kami adalah teman temanmu"

"Teman ?" Sepertinya mereka mengenalku tapi aku tidak bisa mengingatnya.

"Aku, ingin kau melakukan sesuatu untuk kami" Sesosok pria berkumis berjalan ke arahku "Kau lihat ini ?"

Dia menyodorkan sebuah koran kepadaku. Di sana tertulis tentang bagaimana kondisi masyarakat yang semakin sengsara akibat perbuatan orang orang yang berkuasa. Cih, ternyata para penguasa itu mengambil keuntungan demi kesenangan pribadi, bukankah harusnya penguasa menjamin kesejahteraan para rakyatnya ? sepertinya ada yang tidak beres di negeri ini.

"Sebegitu burukkah prilaku mereka ?" Aku mencoba mempertanyakan isi berita di koran tersebut.

"Ya, bahkan bukan hanya para penguasa, sebagian besar masyarakat di sini sudah kehilangan rasa kebersamaan, mereka bahkan sudah tidak peduli lagi terhadap sesamanya, konflik demi konflik terjadi karena perbedaan, mereka melupakan semboyan mereka sendiri yang katanya meskipun berbeda tetapi tetap satu"

"Apakah separah itu ?" Pria di hadapanku mengangguk "Lalu apa yang harus kulakukan ?"

"Kami memiliki rencana, apakah kau bersedia membantu ?"

"Ceritakan padaku"

Pria itu mulai menjelaskan rencananya. Dia ingin melakukan perubahan dengan cara radikal. Sebuah teror, salah satu upaya untuk mempersatukan bangsa dan menggulingkan pemerintahan di negeri ini dengan cara menciptakan sosok musuh yang harus dihadapi bersama sama. Aku pikir rencananya cukup brilian, bagaimana lagi cara mempersatukan sebuah bangsa yang berbeda beda pemikirannya selain dengan menciptakan sosok yang mengancam kehidupan mereka ?, sosok yang bisa mereka benci bersama sama.

Dia memberikanku sebuah setelan jas, sebuah koper dan telepon selular. Aku segera mengenakan pakaian itu sesuai instruksinya.

"Oke, ini adalah bom dengan teknologi terbaru, tidak akan terdeteksi oleh metal detector, dan telepon selular ini sebagai pemicunya"

"Baik"

"Sekarang ikut aku"

Aku mengikuti pria itu berjalan menuju sebuah mobil yang nampaknya sudah di persiapkan. Di perjalanan dia menjelaskan tentang apa yang harus aku lakukan. Aku harus meledakkan bom itu di sebuah mall di mana banyak orang berkumpul. Aku mulai mempertanyakan mengapa orang orang yang tidak bersalah harus menjadi korban ? dan pria itu hanya mengatakan bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang besar memang harus ada yang di korbankan. Dia memberitahuku bagaimana cara mengoperasikan bom itu dan mengatakan bahwa aku harus tetap di sana saat bom itu meledak.

Kami tiba di tujuan, aku pun segera turun dari mobil sambil membawa koper yang berisi bom itu. Aku berjalan menuju pintu masuk dan benar apa yang di katakan pria itu mereka tidak bisa mendeteksi bom yang kubawa. Baiklah, saatnya merubah negeri yang kotor ini menjadi lebih baik.

******

"Jangan kecewakan kami"

Aku berdiri di tengah tengah gedung yang ramai ini. Berulang kali aku mengutak atik telepon selular yang berfungsi sebagai pemicu dari bom yang kubawa. Aku melihat kesekitar, orang orang tertawa bahagia, anak kecil yang tersenyum bahagia menatap wajah kedua orang tuanya yang menuntunnya, apakah benar negeri ini seburuk itu ?.

*Degg*

Arrghh ada apa ini ? sesaat sebelum aku menekan pemicunya kepalaku tiba tiba terasa sangat sakit, seakan akan ingin meledak

*BOOOMM*

"Kyaaaa, lariiii"

Hah ? pemandangan apa ini ?

"Ada ledakan, semuanya segera tinggalkan gedung ini !!!"

Aku melihat banyak orang orang yang terluka, seluruh gedung hancur, beberapa bagian masih terbakar. Banyak tubuh orang tergeletak tidak berdaya.

"Huuuhuu.... Ibu....ayah..."

Seorang anak kecil sedang menangis, dia sepertinya berusaha membangunkan ibunya yang tertimbun reruntuhan gedung. Argghhh kepalaku semakin sakit, apa sebenarnya yang ku lihat ini ?.

"Alan...."

Alan ? siapa Alan ? dan siapa gadis yang menyebut nama Alan itu ? seorang gadis dengan wajah oriental, rambut panjang berwarna coklat gelap, dan matanya, dari tatapan matanya sepertinya dia mengenalku. Aku mencoba memfokuskan pandanganku, Naomi, itulah tulisan yang terukir di kalung yang dia kenakan

"Om om" Aku merasakan ada yang menarik celanaku berulang kali "Handphone-nya jatoh"

Seorang anak kecil menyadarkanku. Ternyata semua yang kulihat tadi hanya ada dalam pikiranku, tapi kenapa terasa begitu nyata ? dan bukankah ini anak kecil yang ada dalam penglihatanku tadi ? dan siapa gadis yang bernama Naomi itu ?.

"Makasih..." Aku berjongkok dan mengambil Handphone dari tangan anak itu

"Hei, kamu jangan keluyuran" sesosok gadis datang menghampiri anak itu "Tante kan bingung nyariin kamu"

"Iya maaf tante"

Aku hanya terdiam melihat mereka, tunggu, sepertinya sosok gadis ini sangat familiar. Gadis itu melihat ke arahku. Ekpresi terkejut jelas terlihat dari wajahnya.

"Alan ? kamu Alan kan ?"

"Alan ?" Siapa sebenarnya Alan ini ?.

"Iya kamu Alan kan ? ini aku Naomi !, liat, kalung yang kamu kasih masih aku pake" Gadis itu tetap bersikeras.

"Naomi ? ARGGGHH !" Sial, kepalaku kembali terasa sakit

"Kamu kenapa lan ? kamu tiba tiba ngilang, udah hampir 3 bulan kamu gak ada kabar"

Naomi ? Shinta Naomi ? Alan ?. Aku memegangi kepalaku yang terasa seperti sedang di pukul berkali kali. Ya aku ingat, aku ingat siapa aku, Naomi, organisasi yang menculikku dan kalung itu. Tapi aku sudah melangkah terlalu jauh, organisasi tidak mungkin membiarkanku begitu saja mengingat aku telah mengetahui terlalu banyak tentang organisasi itu.

"Lari..." Aku mencoba memperingatkan Naomi

"Lari ? lari kenapa ?"

"LARIIII SAJAAA !!!"

Sial, dia mungkin menganggapku gila, sepertinya aku harus menjauhkan bom ini dan meledakkannya di tempat lain. Aku segera berlari meninggalkan Naomi yang masih terheran, dia terlihat berusaha mengejarku seolah menuntut sebuah kejelasan. Dasar gadis bodoh, kau bisa mati jika terus mengikuti aku.

*Tit...tit...tit.."

Apa ? kenapa bom ini bisa aktif ? pasti organisasi sudah melakukan langkah pencegahan apabila aku melakukan hal hal yang bisa menggagalkan rencana mereka. 20 detik, itu waktu yang tertera di timer yang ada di koper. Sepertinya aku harus meminimalisir dampak dari ledakan ini.

*15 detik*

Aku sudah meninggalkan Mall itu, Lapangan, ya di dekat sini kalau tidak salah ada sebuah lapangan sepak bola.

*10 detik*

Lari, aku terus berlari, berharap aku masih memiliki waktu yang cukup, aku tidak ingin orang orang tidak bersalah ini menjadi korban dari kebodohanku.

*5 detik*

Aku sampai di stadion, aku melompat dan melihat kebelakang, di sana ada Naomi, syukurlah dia tertinggal cukup jauh. Aku hanya melempar senyuman kepadanya, yah senyuman terakhirku sebelum akhirnya aku mendarat di atas rumput yang hijau ini dan...

*DUARRRRR*

******

*Drrtt* *Drrrtt*

Naomi mengambil smartphone-nya yang bergetar, sepertinya ada panggilan masuk. Dia memberi isyarat padaku untuk menunggu sementara dia menjauh untuk menerima panggilan itu, hmm sepertinya panggilan itu cukup penting.

*Greppp*

Aku menahan tangannya, berharap dia untuk tetap tinggal di sini, bersamaku.

"Eh ? kenapa lan ? aku ada telepon nih" Dia sepertinya menyuruh seseorang yang menelponnya untuk menunggu.

Aku hanya diam, menatap dalam matanya. Untuk saat ini aku hanya tidak ingin dia pergi dan untuk saat ini pula aku tidak ingin membiarkan kesempatan ini pergi begitu saja. Sepertinya dia mengerti apa yang kumaksud, dia langsung meletakkan smartphone­-nya dan kembali duduk.

"Kenapa lan ?"

"Aku mau ngasih tau sesuatu ?"

"Apa gak bisa nanti ?"

"Gak bisa, aku takut kalo gak ada kesempatan lain"

"Emangnya apa ?"

Kukumpulkan semua keberanian yang ada dalam diriku, untuk kali ini aku tidak boleh gagal, ya karena apa yang sebelumnya kualami terasa begitu nyata, seakan aku akan kehilangan kesempatan ini selamanya.

"Aku suka kamu..."

"Eh, ?"

"Iya, aku tahu mungkin tadi telepon penting tapi aku merasa bakalan kehilangan kamu selamanya kalo aku gak bilang ini sekarang"

"Kamu pasti tadi ngelamun ya ? berkhayal tentang hal yang aneh aneh ?"

"Emmm" Aku sedikit bingung mendengar kata katanya

"Dasar Alan, kebiasaan kamu berkhayal terlalu jauh itu masih belom ilang juga, udah berapa kali kejadian kayak gini coba ?" Dia merapikan barang barangnya

"Tapi, baru kali ini aku berani untuk bilang kalo aku beneran suka sama kamu dan itu bukan khayalan dan ... dan..." Arrgghh aku mulai kehilangan konsentrasiku, mungkin memang kebiasaan melamunku ini membuatnya tidak menyukaiku.

"Ya, aku tahu kok"

"EH ?! terus jawabannya ?"

Dia hanya tersenyum dan berjalan meninggalkanku yang masih menunggu sebuah jawaban darinya. Dia terlihat bahagia, aneh, apakah wanita memang suka melakukan hal itu ?.

"Ngapain di situ terus ? emangnya kamu gak mau kencan bareng pacar baru kamu ?" dia berbalik sambil memandang ke arahku.

Aku hanya menggelengkan kepala sambil ternyum dan kemudian segera pergi menyusulnya.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.1M 20K 44
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...
Doors open. Oleh ash

Fiksi Penggemar

590K 9.1K 87
A text story set place in the golden trio era! You are the it girl of Slytherin, the glue holding your deranged friend group together, the girl no...
305K 9.2K 100
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
210K 4.4K 47
"You brush past me in the hallway And you don't think I can see ya, do ya? I've been watchin' you for ages And I spend my time tryin' not to feel it"...