Unless You

By Pandayusy

167K 3K 29

[ON EDITING] Aku kembali. Kembali untuk memenuhi janjiku. Kembali untuk menemui lukaku. Kembali untuk mel... More

Tingtong-
1. Come back
2. Welcome to Home.
3. Hi luka, aku kembali.
4. I am shocked
5. MENGHINDAR ASA
6. ROLLER COASTER & ICE CREAM
8. RASA DAN WAKTU
9. TERDALAMNYA SEBUAH LUKA
10. DIBALIK SEBUAH PERMINTAAN
11. BERTEMU UNTUK MERELAKAN
12. PELUKANMU

7. LONG TIME NO SEE

5.3K 220 2
By Pandayusy

           

Jam weker dengan motif Panda kesayangan Ara telah berdering. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Tapi bunyi itu sama sekali tidak membaut Ara terbangun. Dia merasa begitu nyenyak untuk terus tidur karena semalam baru saja movie marathon bersama dengan Renan dan Ori. Tidak ketinggalan dua sepupu yang lain Raiq dan Raise.

Tapi tiba-tiba handphone yang ia letakkan tepat di sebelah kupingnya berbunyi, mau tidak mau Ara membuka matanya. Bukan karena ia ingin bangun melainkan kupingnya yang tiba-tiba berdengung dengan ringtone yang begitu nyaring.

"hm.. siapa sih." Gumam Ara.

"Halo?"

"APRAYUNA MEDIANATA BANGUN! LO GA INGET APA HARI INI ADA JANJI SAMA GUE?!"

Ara langsung melotot begitu mendengar suara yang lagi dan lagi membuat kupingnya berdengung.

"Gue ngantuk Ri. Di tunda aja ya, semalam gue abis begadang sama anak-anak."

"Ga ada kata tunda. Cepat bangun, atau gue sendiri yang nyamperin ke rumah lo. Gue tunggu jam 9 di kafe biasa."

Klik.

Ara mendesah, belum saja ia menolak lagi Riani sudah mematikan telponnya. Dengan sangat amat malas Ara pun memilih bangun dan duduk sebentar di atas kasurnya. Tangannya begitu erat memeluk puh seakan tidak ingin melepaskan dan masih ingin masuk lagi ke alam mimpi. Tapi rasanya percuma, karena sahabatnya itu pasti akan terus meneror dia bahkan sampai ke rumahnya.

Setelah berhasil mengumpulkan nyawa sepenuhnya, Ara pun bangkit dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Tidak seperti ritual biasanya, dia kali akan akan mandi. Karena dia baru ingat Riani akan mengajak ke tempat kakaknya untuk mencari pekerjaan. Setelah mandi pagi, ia pun memilih pakaian yang akan digunakan.

Kali ini Ara memilih kemeja hitam polos yang dipadu dengan flare skirt yang selalu jadi favoritnya yang senada dengan atasan yang dipakai. Ara memilih untuk mengeringkan rambut dengan hairdryer, tidak ingin terlalu sulit. Dia hanya merapihkan rambutnya dan menggulung asal.

Nanti baru sisiran kalau sampai di kantor, ucap Ara dalam hati.

Ia pun melirik sejenak jam dinakasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8, ia pun bergegas untuk turun. Tidak ketinggalan dengan membawa hand bag untuk berkasnya dan sneakers berwarna hitam. Meski hari ini dia kemungkinan besar akan bertemu untuk mencari kerja. Tapi Ara masih memilih untuk menggunakan sepatu di bandingkan dengan heels. Cukup ia bawa heels dan ditaruh dalam mobil. Hanya bila sangat diperlukan ia akan memakai.

"Loh, tumben lo bangun pagi. Mau kemana?"

Suara Renan membuat Ara menengok dan menaikkan alisnya. Bukannya Renan harus masuk kerja?

"Kok lo ga kerja nan?"

"Bolos. Ngantuk banget gue. Ini mau tidur lagi. Mau gue anterin ra?" Entah kesambet apa, Renan tiba-tiba menawarkan diri.

"Sawan lo ya. Gue bawa mobil sendiri aja. Bye!"

Ara pun bergegas untuk turun ke bawah. Renan di belakangnya hanya geleng-geleng dengan tingkah ara. Dia baik salah, dia galak salah. Gerutunya dalam hati.

"Bunda.. Ara berangkat dulu!" Teriak Ara.

Tidak ada sahutan dari dalam dapur maupun kamar Bundanya. Mungkin sudah pergi ikut dengan Ayahnya ke kantor. Seperti itulah Bundanya bagaikan permen karet. Namun Ara hanya tersenyum sendiri, seandainya nanti dia punya jodoh seperti Ayahnya.

Ara pun memilih kunci mobil dengan gantungan khas Panda. Sejujurnya dia tidak tahu apa mobil yang diberikan Ayahnya. Hanya saja semalam, Ayahnya memberikan kunci ini dan bilang bahwa mobil itu sudah terparkir manis di carport.

Bip. Bip.

Ara mendengar bunyi pertanda "pintu terbuka". Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Ada mobil Renan, ada 2 mobil Ori, ada mobil Ayahnya dan tidak ketinggalan mobil Raise. Jadi?

Mata Ara tertuju pada sebuah mobil yang sepertinya sudah di desain dengan warna hitam putih. Sekali lagi Ara memastikan mobil itu apakah benar pasangan kunci yang ia pegang atau bukan.

Klik. Bip bip.

Bibir Ara tertarik ke atas dan tersenyum, benar saja ini mobil dari Ayahnya. Jangan lupakan nanti Ara harus berterima kasih nanti karena Ayahnya mau membuat mobil ini begitu antimainstream dengan desain seperti hewan kesayangannya.

Ara pun memanaskan mobil nya sebentar. Meski mungil seperti ini, jangan meragukan dia untuk membawa mobil. Bisa saja dia ikut balapan. Hanya saja tidak sampai seniat itu untuk terrealisaikan. Mobil yang diberikan Ayahnya ini bukanlah mobil mewah seperti milik Renan yang hanya berpintu dua. Hanya mobil sederhana yang begitu simple dan Ara sukai.

Dan tidak menunggu berapa lama, Ara pun masuk ke dalam mobil menaruh heels yang sedari tadi ia bawa di jok tengah. Bergegas untuk pergi ke tempat kafe di mana Riani sudah menunggunya.

*

Setelah sekitar 30 menit di jalan, Ara pun akhirnya tiba di kafe dulu ia sering mengerjakan tugas. Kafe ini ternyata masih sama seperti dulu hanya saja sudah makin begitu cantik dengan hiasan tanaman yang bertambah pada lantai dua.

"Selamat pagi," sapa pelayan saat membuka Pintu untuk Ara.

"Pagi." Balas Ara dan masuk ke dalam kafe dan menuju ke bagian belakang kafe. Di mana dulu di sana adalah tempat yang begitu asik untuk dirinya dan Raise mengerjakan tugas dengan kerindangan pohon.

Dan benar saja, Riani yang sedang asik dengan handphone tidak menyadari Ara yang tiba.

"Woi, senyum sendiri aja lo. Chat sama Ori ya?"

Riani terkejut dan sedikit terhentak dengan Ara yang mengagetinya.

"Sial lo. Bikin gue jantungan aja. Mau pesan apa? Atau langsung mau jalan?" Tanya Riani sambil meminum segelas vanilla late panas kesukaannya.

"langsung jalan aja. Gue minum di mobil," ujar Ara dan langsung berbalik menuju ke kasir.

"Mas, 1 ice green tea latte ya. Gulanya sedikit." Ucap Ara pada seorang pelayan yang menggunakan sapron yang begitu cantik.

Setelah menyebutkan nominal yang harus dibayar, Ara menyodorkan card nya.

"Ra, gue ke mobil duluan ya."

Ara menengok mendengar Riani, dirinya hanya mengangguk. Dan tubuh Riani pun menghilang dibalik pintu yang tertutup.

"ini mba, silahkan menikmati."

Ara pun tersenyum dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih. Rasa teh hijau selalu menjadi kesukaannya.

Mata Ara berkeliling di parkiran itu. Mana mobil Riani? Tanya nya dalam hati.

Tin. Tin.

Ara terkejut dengan mobil berwarna merah yang tiba-tiba ada di depannya.

"Woi Ra. Ayo jalan!" teriak Riani dari dalam mobil.

"Lah, lo ga mau bareng gue aja apa? Mobil lo tinggal aja." Kata Ara sedikit kencang dan berjalan menghampiri Riani.

"Ga usah. Udah sana ke mobil lo, ikutin gue aja ya."

Ara pun hanya mengangguk dan berjalan menuju ke mobilnya. Dia pun mengikuti mobil Riani yang sudah jalan duluan di depannya.

**

Mobil Riani pun terhenti di area parker basement di sebuah gedung. Ara pun ikut memarkirkan mobilnya di samping Riani yang juga kebetulan kosong.

Tangan Riani melambai sebagai pertanda untuk Ara turun.

"Kita di mana ini Ri?" Tanya Ara dan berusaha menjajarkan langkah kaki dengan Riani.

"Kantor kakak gue. Udah ikut aja," balas Riani. Ara pun hanya mengangguk.

"Ri, jalannya pelan dong. Lo ga lihat nih gue ganti pake heels?" Ucap Ara.

Riani pun langsung mengerutkan keningnya begitu ia melihat ke arah Ara. Dan matanya tertuju ke kaki Ara. Benar saja, sahabatnya yang tidak pernah mau menggunakan heels, kali ini menggunakan sepatu itu.

"Hahahah, ada nyawa apaan lo sampai mau pake heels?"

Riani tidak bisa menahan tawanya begitu melihat Ara benar-benar menggunakan sepatu itu.

Tak.

"Aw! Oon, lo ngapain jitak kepala gue?" Riani mengadu dan mengusap jidatnya yang sudah jadi mangsa Ara.

"Siapa suruh lo ngetawain gue. Udah ayo ke ruang kakak lo."

Ara pun berjalan duluan. Riani di belakang hanya tersenyum. Dia pun menuju ke lift. Begitu pintu lift dibuka, ia dan Ara pun masuk dan memilih langsung ke lantai 30, di mana ruangan kakaknya berada.

"Selamat siang Mba Riani," Sapa seorang perempuan yang ada di depan sebuah pintu lebar.

"Siang Mba Jingga. Ka Daren ada?" Tanya Raise. Sementara Ara hanya tersenyum ketikan perempuan bernama Jingga itu melihat ke arahnya.

"Ada, tapi Pak Daren juga sed—"

"Aku masuk langsung ya mba," ucap Riani dan langsung berjalan ke ruangan yang berada di sana satu-satunya. Ingin rasanya Ara menjambak rambut Riani yang seenaknya memotong info dari sekretaris kakaknya.

"KAK AKU DAA.." teriakkan Riani tiba-tiba terhenti begitu membuka pintu besar itu.

Sudah ku duga, ucap Ara dalam hati.

"Ups, sorry. Aku kira ga ada tamu."

Ara mendengar ucapan Riani dan detik itu juga ia benar-benar ingin mencubit pipi temannya ini. Sudah dibilang tadi kakaknya ada tamu, tapi masih ngeyel.

"Kebiasaan kan. Masuk sini." Suara laki-laki yang berasal dari dalam ruangan membuat Ara menduga bahwa itu adalah kakak Riani.

"Woi Ra, ayo masuk! Jangan bengong," ajak Riani untuk masuk ke ruangan yang di dominasi dengan warna abu-abu. Maskulin, hanya kata ini yang bisa mendeskripsikan kakak Riani.

Sudah lama sekali Ara tidak bertemu dengan kakak Riani. Mungkin terakhir saat masih SMA, dan jangan diragukan betapa baiknya kakak Riani yang sudah menganggap dia seperti adiknya sendiri.

"Kebiasaan kamu ya. Emang Jingga ga bilang aku ada tamu?" Tanya Daren lagi. Tapi mata Daren tiba-tiba melihat ke arah Ara.

"Ara?" Panggil Daren.

Ara pun tersenyum. Ternyata kakak Riani masih ingat dia.

"Hi kak. Long time no see," sapa Ara. Daren pun tersenyum dan maju ke arah Ara. Dirinya langsung memeluk Ara. Adik yang sama kecil dan manja nya seperti Riani.

"Kamu baru pulang? Kok ga ngabarin kakak?" tanya Daren lagi, sembari melepaskan pelukannya.

"Ehm." Dehaman laki-laki lain yang berada di ruangan itu membuat Ara pun menengok termasuk dengan Daren.

"Eh sorry bro, kenalin ini adik beda orang tua sama gue." Ucap Daren pada seorang laki-laki yang sedang duduk manis di sofa dengan sekaleng cola di tangannya.

Ara pun tersenyum, dan menerima uluran tangan nya.

"Angga," ucapnya.

"Ara," balas Ara.

Laki-laki bernama Angga itu tersenyum begitu melihat Ara. Wajah Ara begitu lucu, tidak cantik. Dengan pipi tembam itu rasanya ia ingin mencubit gemas.

"Yeh malah pada bengong. Ayo duduk!" Ajak Riani. Dan tidak ada berapa detik berlalu dirinya sudah duduk manis di sofa bulat.

"Jangan kaku Ra sama Angga. Dia ini temen gue dari zaman kuliah, baru kemarin datang ke sini. Ya kan bro?"

"Iya santai aja sama gue." Jawab Angga.

Ara pun lebih terlihat santai. dan begitu merasa pegal dengan kaki yang menggunakan heels, ia pun mencopot sepatu itu.

"Nah kan, gue bilang juga apa. Macam lo mana bertahan pakai heels lama-lama." Ucap Riani.

"Hahahah, Ara masih sama aja seperti dulu." Nimbrung Daren.

"Bodo kak. Pegel gue, sorry ya om Angga."

Ara menyengir ke arah Angga. Yang dipanggil dengan "om" itu hanya melotot.

"Om? Om Angga?"

BUAHAHAHHAAHHAHAH, seruangan itu tertawa. Eh tidak, hanya Daren dan Riani yang begitu tertawa nyaring.

"Emang gue udah setua itu ya sampai dipanggil om?" tanya Angga memicingkan matanya ke arah Ara.

"Hahaha, ga kok." Ara membuat tanda V dengan tangannya.

"btw, kenapa ngajak Ara ke sini Ri? Kan bisa nanti kita makan bareng keluar." Ucap Daren.

"Oh, ini kak. Lo ada lowongan gitu ga kantor? Ara lagi mau coba cari kerja. You know, dia gamau ikut sama orang tuanya. Katanya mau karir sendiri."

Ara pun menyengir ke arah Daren.

"Gue sih ga tahu. Karena biasanya itu HRD gue yang ngurusin. Tapi kalau buat jadi sekretaris gue juga ga mungkin. Soalnya ada jingga. Lo gimana ngga? Kayaknya lo belum ada sekretaris deh."

Angga pun menengok ke arah Daran, dan menimbang-nimbang. Benar juga sih, dia belum dapat seketaris untuk saat ini.

"Boleh. Boleh lihat CV mu Ra? Meski gue tahu lo ngeyakinin, tapi gue tetap mau lihat dulu." Ucap Angga.

"Ah, lu langsung terima aja si Ara." Potong Dareng.

"Jangan kak. Gue tetap mau diseleksi kaya karyawan lain. Nih CV gue om Angga," ucap Ara. Lagi dan lagi dirinya menyebut Angga om.

Kebiasaan yang sulit dilupakan kalau berkenalan dengan orang lain. Entah itu muda atau tua, akan selalu dipanggil om.

"Yaudah ini gue ambil dulu yah. Nanti gue pelajari," ucap Angga.

Ara pun mengangguk. Dan berdiri.

"Yaudah, gue balik duluan ya semua. Jangan lupa om, gue tunggu kabarnya." Ucap Ara.

"Lah, lo mau kemana? Ga bareng gue lagi?"

Riani pun bersiap-siap bangkit. Tapi mata Ara hanya berkedip, seperti lelah. Riani hanya memincingkan matanya. Kebiasaan temannya ini, pasti akan pulang dan tidur.

"Yaudah, hati-hati ya.." Daren melambaikan tangannya. Ara pun tersenyum, dan memakai sepatu nya kembali.

Ia pun melangkah keluar dari ruangan itu. Matanya sungguh berat, ingin rasanya segera pulang dan memeluk puh kesayangannya. Ara menaiki lift yang akan membawanya ke basement.

Begitu tiba di basement ia hampir lupa di mana tadi ia memarkirkan mobilnya. Terpaksa Ara membunyikan unlock mobilnya.

Bip. Bip.

Ah, itu dia! Ucap Ara dalam hati. Sifat pelupanya terkadang masih ada dan sulit dihilangkan.

Ara pun menaikki dibalik kemudi. Tidak lupa memasang seatbelt dan mulai menginjak gas mobil ini untuk membawanya pulang ke rumah. Tepatnya ke kamar kesayangannya.

**

sekilas dari Author:

Maap nih baru apdet, lagi sibuk banget sama job sampingan huhu. semoga next aku bisa update cepat yaa! Maaciww.

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 180K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
489K 40K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
6M 311K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
534K 57.1K 24
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...