|✔| Kedua

By aksara_salara

245K 26.3K 3.1K

Ketika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu men... More

Lembar 1
Lembar 2
Lembar 3
Lembar 4
Lembar 5
Lembar 6
Lembar 7
Lembar 8
Lembar 9
Lembar 10
Lembar 11
Lembar 12
Lembar 13
Lembar 14
Lembar 15
Lembar 16
Lembar 17
Lembar 18
Lembar 19
Lembar 20
Lembar 21
Lembar 22
Lembar 24; Kenangan Semu

Lembar 23 [END]

13.7K 939 126
By aksara_salara

Hari ini, di awal bulan April, Andika membawa putranya keluar untuk berjalan-jalan. Andika membawa Jenggala menelusuri taman bunga Sakura yang tengah bermekaran. Sangat cantik, hingga membuat Andika selalu mengulas senyuman.

Tangan Andika menggandeng tangan yang lebih kecil. Membawanya untuk menapaki jalanan yang kini di penuhi guguran bunga Sakura.

"Pa, pasti tamannya cantik banget, ya?" tanya Jenggala memecah keheningan.

Hati Andika terasa di remat kuat kala mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Jenggala. Satu tahun. Nyatanya satu tahun tak lantas membuat Andika terbiasa.

"Hm. Cantik banget, sama kayak Mama kamu," Selanjutnya Andika tersenyum sendu. Mengingat kembali wajah Nana yang teramat cantik.

Jenggala ikut tersenyum. "Sayang banget, aku nggak bisa lihat pemandangannya." ucapnya.

"Nak, maafkan Papa."

"No, kita udah pernah bahas ini sebelumnya. Pa, yang berlalu biarlah berlalu."

Hari itu, Andika dan Jenggala melewati hari dengan kehangatan. Andika sengaja meliburkan diri, hanya untuk membawa putranya berjalan-jalan keluar.

Melihat Jenggala yang selalu terkurung di dalam rumah, membuat Andika tak tega. Dan kebetulan hari ini cuaca sangat mendukung untuk mereka menghabiskan hari di luar.

Kala malam tiba, Andika memutuskan untuk mengajak putranya kembali. Karena angin yang bertiup cukup kencang, Andika takut Jenggala merasa kedinginan.

Kala sampai, kedua mata Andika membulat saat tak sengaja melihat dua siluet seseorang berdiri di depan pagar rumahnya. Buru-buru Andika membawa Jenggala mendekat ke arah mereka.

"Hallo, Om! Hallo, Jenggala!"

Suara itu membuat Jenggala tersentak. Tangannya meraba udara, kemudian merasakan tangannya di raih ke dalam genggaman.

"S-Sena?"

"Iya, ini gue!" jawab Sena dengan nada ceria, seperti biasanya.

Sosok di samping Sena tanpa aba-aba mendekat, lalu memeluk tubuh Jenggala. "Lo nggak lupa gue, 'kan?"

Merasakan pelukan hangat seseorang, Jenggala tersenyum. "Mana mungkin gue lupa sama lo, Tama."

"Syukur deh." Kemudian Tama melepaskan pelukannya.

"Kalian kok bisa ada di sini?" Andika melontar pertanyaan seraya membuka gerbang, dan menggiring ketiga masuk.

"Hehe, ini ide aku, Om. Dan oh iya, kita juga bawa kabar gembira." Sena berucap.

"Apa itu?"

Kini mereka sudah duduk di ruang tamu rumah Andika. Sebelum itu, Andika juga sudah menyalakan penghangat ruangan. Walau pun bukan musim dingin, namun Andika tetap takut jika Jenggala merasa kedinginan.

"Kita mau kuliah disini, Om." Tama membalas pertanyaan Andika.

"Wah! Serius?" Kini Jenggala yang membuka suara.

"Iya! Gue sama Tama dapat beasiswa kuliah di sini. Satu tahun lalu, setelah lo pindah ke Jepang, kita berdua udah memantapkan diri akan susul lo ke sini. Dan syukur lah, gue sama Tama berhasil." Sena menjelaskan dengan nada bahagia. Hal itu membuat senyum Jenggala semakin terulas lebar.

"Bagus deh. Sekarang Jenggala nggak bakal kesepian lagi." Andika senang, sekaligus bangga dengan kedua remaja yang duduk di depannya. Persahabatan mereka memang tidak main-main.

"Sen, Tam, gimana kabar dia?"

Pertanyaan Jenggala yang tiba-tiba membuat Sena dan Tama bungkam untuk beberapa detik. Tama melirik Sena yang tak berniat untuk membalas, jadi cowok itu memilih untuk angkat suara. "Dia ... kabar terakhir yang gue tau, kalau Daksa lagi proses penyembuhan untuk kaki dan mentalnya."

"La, setelah Daksa keluar dari sekolah kita, dia sempat sekolah normal di SMA sebelah. Tapi gue denger, di sana, Daksa banyak banget dapet hinaan dan cacian dari para murid. Sempat juga waktu itu, guru menemukan Daksa hampir menyayat tangannya sendiri." sahut Sena.

Kedua tangan Jenggala mengepal mendengar penjelasan dari keduanya. Setelah satu tahun meninggalkan tanah kelahiran, Jenggala tak pernah lagi berhubungan dengan Nuraga dan Dayita.

Jenggala benar-benar menarik diri dari mereka. Sakit hati itu masih ada, dan tak akan mungkin hilang. Katakan Jenggala pendendam, tapi rasanya memang masih sesakit itu.

Andika berpindah ke samping Jenggala, lalu membawa tubuh itu ke dalam pelukan hangat. Tangan Andika juga mengusap punggung sempit sang putra.

"Ini, salah aku bukan, Pa?"

"Enggak, Nak. Kamu nggak salah. Ini bukan salah kamu, oke?" Andika buru-buru menjawab.

"Iya La, jangan gini. Mungkin aja ini hukuman dari semesta untuk Daksa. Jangan pernah menyalahkan diri lo sendiri." Tama ikut menenangkan.

Sena yang duduk di sebelah Jenggala meraih tangan sahabatnya tersebut. "La, jangan gini, ya? Kalau lo memang mau ketemu dia, kita pulang. Nggak perlu ngehukum diri sendiri kayak gini."

"Tuh, Sena dan Tama bener. Kamu nggak boleh merasa seperti itu."

Kembali, ruangan dilingkupi dalam keheningan.

•••

"Daksa, berhenti, Nak! Berhenti! Tolong jangan ...," Dengan gemetar, Dayita memeluk tubuh Daksa yang masih memberontak. Pisau yang anak itu pegang, terlempar jauh ke sudut ruangan.

Tangisan Daksa malam itu membuat Nuraga dan Sahmura terbangun karena terkejut. Akhirnya kedua laki-laki itu berlari menuju kamar Daksa setelah mendengar teriakan Dayita.

"Ma, ada apa?" tanya Nuraga yang saat ini bergegas mendekati keduanya. Nuraga bahkan mengambil alih tubuh Daksa.

"Kambuh lagi, Pa. Daksa hampir mengiris pergelangan tangannya sendiri." ucap Dayita menjelaskan. Tangannya mengusap kening Daksa yang berkeringat.

"Pa ... aku ... aku capek hidup seperti ini." Daksa mendongak, melihat wajah Nuraga, lalu mengadu demikian. Kedua matanya merah dan penuh air mata.

Sahmura membuang pandangan, agar tak melihat bagaimana tubuh Daksa bergetar hebat dalam pelukan Nuraga.

"Nak, denger Papa." Nuraga berhenti sejenak, menarik napas panjang, lalu menghembuskan nya perlahan. "Kamu harus hidup, bagaimana pun kehidupan ini membuat kamu seperti di neraka. Kalau kamu capek, Papa juga capek. Mama kamu capek, Abang kamu juga capek. Satu-satunya hal yang bisa kita lakuin sekarang adalah bertahan bagaimana pun caranya."

"Tapi ... aku nggak mau hidup seperti ini! Aku selalu di ejek di sekolah, aku nggak punya teman! Belum lagi aku selalu dapat kiriman ancaman dari orang asing! Aku ketakutan, Pa!"

"Papa tau ... Papa tau, Daksa. Tapi ini konsekuensi nya, Nak. Papa juga merasakan apa yang kamu rasakan."

Pandangan Nuraga menggelap. Sejak satu tahun lalu, memang semua telah berubah. Kejadian Daksa yang tega membuat Jenggala seperti itu, sudah menjadi konsumsi publik.

Bahkan saat itu, semua orang yang akan bekerja sama dengan perusahaan Nuraga membatalkan perjanjian mereka. Bukan hanya itu, ternyata tiga karyawan kepercayaan nya pun pergi begitu saja, dengan membawa uang perusahaan. Tak sampai di sana, beberapa karyawan nya ikut mengundurkan diri karena pada saat itu Nuraga tak mampu membayar mereka.

Sahmura pun terpaksa menunda masuk kuliah. Alhasil Sahmura baru bisa berkuliah tahun ini. Belum lagi, selalu ada banyak orang yang berusaha melakukan hal yang sama kepada Sahmura.

Setahun lalu, Nuraga membawa keluarganya pindah ke sebuah daerah di pinggiran Jakarta. Walau pun letaknya jauh dari perusahaan, namun Nuraga tak masalah.

Nuraga akan tinggal di kantor, lalu pulang satu minggu sekali. Semua ini dia lakukan untuk beristirahat sejenak. Agar mereka bisa mendapatkan ketenangan walau sejenak.

"Pa, aku mau minta maaf sama Jenggala." ucap Daksa.

Dayita melirik ke arah Nuraga yang justru hanya terdiam. Akhirnya Dayita memilih untuk menjelaskan semuanya. "Sayang, kita nggak tau Jenggala ada dimana. Karena semua akses tentang dia sudah disembunyikan oleh orang-orang Andika. Kami ... kami bahkan nggak tau apakah Jenggala sebenarnya sudah memaafkan kita atau belum."

"Ini salah aku!" Daksa kembali berteriak histeris. Selalu seperti ini.

Dalam setahun, Daksa telah menjalani pengobatan untuk kaki dan juga mental nya. Sering pergi ke psikolog, meminum obat dan menjalani hari dengan ketakutan.

Berat badan Daksa turun drastis. Kulit anak itu pun terlihat lebih pucat. Penampilan nya kacau. Sama kacaunya dengan Nuraga, Dayita, dan Sahmura. Ketiganya sama-sama kacau dalam penyesalan.

Pada akhirnya, yang kedua tak akan selalu menjadi pihak yang dirugikan. Tak bisa lagi ditindas, karena mereka akan membuktikan diri dengan usaha keras.

Nuraga dan Dayita pernah menyesal, namun penyesalan ini bisa dijadikan pelajaran untuk lebih tegas dalam mendidik anak.

Jenggala, si anak kedua yang mereka sakiti, kini telah bahagia dengan kehidupan yang baru. Sedangkan mereka, mereka akan terus hidup dalam bayang-bayang kelam menyakitkan.

Si kedua menarik diri, menghilang sejauh mungkin, lalu melupakan mereka yang masih sakit di sini. Biarkan penyesalan membuat mereka sadar, bahwa hidup sesakit ini.

Sedangkan di kehidupan saat ini, Jenggala hanya harus terus bertahan untuk tetap bahagia dalam kegelapan. Tapi tidak, karena saat ini, ada Andika yang akan selalu menjadi cahayanya.

Kedua, telah berakhir di sini, dengan penyesalan yang tak pernah berakhir sampai mati.

-END-

Sebelum menutup book ini, aku minta maaf kalau semisal ending tidak sesuai dengan perkiraan. Aku bener-bener minta maaf sama kalian. Hanya ini yang bisa aku berikan.

Aksara mau mengucapkan terimakasih kepada kalian, yang selalu setia sama book ini dari awal sampai akhir. Aku nggak nyangka, kalau book ini ternyata diminati.

Hanya ini yang bisa aksara sampaikan, selebihnya aksara serahkan ke kalian. Semoga kalian nggak kapok, dan nggak bosan untuk membaca tulisan aksara lagi, lagi, dan lagi.

Terimakasih atas vote, koment, dan semangat yang selalu kalian berikan kepada aksara. Maaf, aksara nggak bisa balas apa-apa. Tapi aksara janji, akan selalu memberikan yang terbaik untuk kalian.

Itu aja yang mau aksara sampaikan. Sekali lagi terimakasih. Sampai jumpa.

Tertanda,
aksara_salara

Dunia khayalan,
09 Juni 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 129K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
7M 297K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
321K 19.2K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...