|✔| Kedua

By aksara_salara

245K 26.3K 3.1K

Ketika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu men... More

Lembar 1
Lembar 2
Lembar 3
Lembar 4
Lembar 5
Lembar 6
Lembar 7
Lembar 8
Lembar 9
Lembar 10
Lembar 11
Lembar 12
Lembar 13
Lembar 14
Lembar 15
Lembar 16
Lembar 17
Lembar 19
Lembar 20
Lembar 21
Lembar 22
Lembar 23 [END]
Lembar 24; Kenangan Semu

Lembar 18

8.1K 970 60
By aksara_salara

"Mama pakai baju apa hari ini?" tanya Jenggala, yang saat ini tengah bersandar dalam pelukan Dayita.

Begitu mendengar kabar menyakitkan itu dari Andika, Dayita tak pernah beranjak dari sisi Jenggala. Seolah eksistensi Jenggala yang ingin ia hilangkan sejak dulu, kini terkubur oleh rasa bersalah.

Tangan Dayita mengusap helaian rambut Jenggala, lantas menjawab. "Mama pakai baju warna biru."

Mendengar itu, Jenggala tersenyum. "Mama pasti cantik banget. Andai aku bisa lihat Mama lagi."

Gerakan tangan Dayita mendadak kaku, dan pada akhirnya berhenti di udara. Ada sakit yang tak bisa Dayita definisikan saat ini. Ucapan singkat Jenggala nyatanya bisa membuatnya sesak luar biasa.

"Ma?"

"Iya, Nak?"

"Kalau suatu saat Mama tau siapa yang udah buat aku seperti ini, apa yang akan Mama lakukan?"

Dayita diam sejenak. Setelah beberapa saat, wanita itu menjawab. "Mama nggak akan pernah maafin dia. Siapa pun dia, dia tidak akan pernah mendapat maaf dari Mama." Ada keyakinan besar dari setiap kata yang Dayita tuturkan.

"Kalau pun orang itu, orang terdekat kita?"

"Iya. Setidaknya dia harus hidup dalam rasa bersalah yang besar."

Tatapan kosong Jenggala menatap ke selatan. Tepatnya ke jendela ruang rawat yang terbuka. Jika biasanya Jenggala akan menatap langit tanpa awan itu, kini Jenggala hanya bisa melihat kegelapan.

Pernyataan mamanya tak lantas membuat Jenggala merasa di bela. Kecewa memang ada, bahkan jauh lebih besar dari pada sebelumnya. Apalagi saat tahu, jika yang terlibat dalam masalah ini ada seseorang yang selalu ia lindungi mati-matian.

"Permisi, Tante."

Suara seseorang mengistrupsi lamunan Jenggala. Dayita bergerak, menyandarkan punggung Jenggala pada tumpukan bantal, untuk kemudian menyambut seseorang yang baru saja datang.

"Kalian baru pulang sekolah, langsung ke sini?" tanya Dayita pada Sena, Tama dan juga Lino. Entah bagaimana hubungan Lino dan Sena serta Tama bisa sedekat ini setelah kejadian malam itu.

"Iya Tante. Soalnya Lino maksa banget mau ketemu Jenggala." jawab Sena.

Tawa rendah Dayita mengalun, lalu mempersilahkan ketiganya untuk duduk di tepi ranjang Jenggala. Sedangkan Dayita memilih keluar ruangan untuk memberi mereka waktu.

"La, gimana kabar lo?" Tama membuka suara, setelah duduk tepat di samping kiri Jenggala.

"Baik." Diam sejenak, lalu Jenggala berceletuk. "No, Daksa buat ulah lagi sama lo?"

Merasa Jenggala salah paham, Lino buru-buru menjelaskan maksud kedatangannya kemari. "Enggak, gue ke sini karena pengen jenguk lo aja. Bahkan gue nggak pernah lihat Daksa selama beberapa hari ini."

"Iya bener. Di sekolah juga Daksa jarang kelihatan." sahut Sena, walau pun sebenarnya sangat enggan membawa nama Daksa ke dalam topik pembicaraan mereka. Namun melihat Jenggala yang merasa tak keberatan, Sena bernapas lega.

Sena dan Tama sudah tahu dalang di balik ini semua. Mereka murka? Tentu saja. Namun mereka ingin membalas Daksa dengan cara yang lain. Dan kali ini ide Jenggala sendiri.

Hati yang lunak pun bisa sekeras batu. Jenggala mungkin sudah lelah untuk terus mengalah pada adiknya itu. Pada akhirnya Jenggala sendiri yang merencanakan sesuatu.

"Tolong awasi Daksa." kata Jenggala yang secara tak langsung juga meminta bantuan kepada Lino.

Lino mengangguk, walau pun Jenggala tak bisa melihatnya. Tama dan Sena memasang wajah dingin. Benar-benar tengah menahan amarah. Sampai Lino sendiri bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi?

◗◗◗  

Kini Andika hanya tengah berusaha menebus semuanya. Kesalahan di masalalu, dan juga waktu yang terbuang dengan sia-sia. Setiap pulang dari bekerja, Andika akan langsung datang ke rumah sakit, selagi meminta Dayita pulang agar wanita itu bisa beristirahat.

Dan Andika pun tak akan pernah beranjak dari sisi putranya. Menyiapkan apa pun yang Jenggala butuhkan. Berusaha selalu ada di sisi Jenggala setiap waktu.

"Papa pasti capek. Sini, tidur di sebelah aku." Jenggala menepuk tempat kosong di sebelahnya. Andika menurut, dan kini berbaring menjadikan tangannya sebagai bantalan kepala sang putra.

"Pa, langit malam ini cerah atau sebaliknya?"

Andika diam sejenak, seraya menatap keluar jendela yang tertutup tirai. Lalu saat beberapa detik setelahnya, suara Andika terdengar. "Cerah. Bintang bertaburan di langit, sangat cantik."

"Pasti cantik banget. Tapi sayang, aku nggak bisa lihat itu, Pa."

"Sayang, Papa minta maaf."

"No! Jangan minta maaf. Papa nggak salah, nggak ada yang salah di sini. Yang salah itu dia, bukan Papa."

"Kamu selalu menyebut dia? Siapa dia itu, Nak? Ayo bilang sama Papa, supaya penyelidikan juga berjalan cepat dan kita bisa menemukan pelakunya."

Namun Jenggala menggeleng pelan. Tersenyum tipis selagi tangannya meraih jemari yang lebih besar. Jenggala menenggelamkan jemarinya dibalik genggaman hangat Andika.

"Belum saatnya, Pa. Biarkan kita bermain-main dulu."

"Nak ...,"

"Papa jangan khawatir. Sesuatu yang hilang, harus dibayar dengan sesuatu yang sama. Sesuatu yang juga berharga buat dia."

Andika tak pernah tahu sisi putranya yang satu ini. Yang ia tahu, saat pertama kali melihat Jenggala, anak ini manis dan selalu bertutur kata lembut.

Akan tetapi, Andika lupa, bahwa putranya juga manusia biasa. Manusia yang memiliki batas kesabaran, sama seperti yang lainnya.

"Pa, dia harus merasakan kegelapan yang sama. Bukan karena tidak bisa melihat, tapi lebih dari itu. Dia harus tau rasanya jadi aku." ucap Jenggala dengan nada bergetar. Satu tetes air mata jatuh membasahi pipi. Membuat Andika sadar, putranya menyimpan begitu banyak lukanya sendirian.

◗◗◗

Dayita meremat ponselnya dengan gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, namun wanita itu justru terduduk dengan gelisah di sofa ruang tamu.

Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil terdengar. Dayita buru-buru bangkit, berdiri di belakang pintu sampai seseorang membukanya dari luar.

"Ma? Kenapa belum tidur?" tanya Nuraga pada istrinya yang kini berdiri di depannya.

"Pa, Daksa nggak bisa dihubungi. Dari pulang sekolah, dia belum kembali ke rumah. Mama juga udah hubungi Antonio, dan Antonio bilang, hari ini Daksa nggak ke sekolah. Pa, ayo kita cari Daksa!"

Nuraga menghembuskan napas panjang. "Tenang, Ma, tenang. Ayo duduk dulu." Kemudian menuntun Dayita kembali ke sofa. "Biar Papa panggil Sahmura dulu." Langkah Nuraga perlahan hilang di balik anak tangga, meninggalkan Dayita yang masih gelisah di sana.

Lima belas menit selanjutnya, Nuraga datang bersama Sahmura yang nampak kacau. Lingkaran hitam di bawah mata Sahmura terlihat menyeramkan. Cowok itu tadi masih lembur, menyelesaikan tugas yang diberikan Nuraga.

"Kenapa, Ma?" tanya Sahmura.

"Adik kamu, nggak bisa dihubungi. Hari ini kamu nggak lihat dia di sekolah?"

"Enggak. Aku pikir dia bolos sama Antonio."

Wajah Dayita terlihat semakin panik. "Tapi hari ini Antonio bilang, Daksa nggak datang ke sekolah. Gimana dong? Dimana sih adik kamu?"

"Mama tenang dulu, biar Sahmura cari Daksa ke tempat tongkrongan nya."

"Papa ikut." sahut Nuraga yang kini mulai melangkah mengikuti Sahmura.

◗◗◗

Jenggala hanya terus menatap kosong ke atas. Mencari setitik cahaya yang mungkin akan ia tangkap. Namun nihil. Tak ada satu pun cahaya yang berhasil memasuki retina matanya.

Kedua tangan Jenggala mengepal. Heningnya ruangan membuat deru napas Andika terdengar.

"Maaf, tapi lo harus tau rasanya jadi gue, Sa."





Kalian suka, kan, kalau Jenggala jadi badas gini? 😌

Oiya, guys, jangan lupa kenalan sama anak baru aksara ya. Langsung chek profil aksara aja.


Dunia khayalan,
21 Mei 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 45.6K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
645K 25.1K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.8M 130K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...