Istriku
Aku nginap di rumah Alin. Kamu kapan pulang?
Setelah mengikuti segala kegiatan ayahnya di Singapura, Arion akhirnya bisa memeriksa ponsel dan menerima satu pesan dari sang istri. Senyum merekah sempurna, dikecupnya layar ponsel, sangking gemas dengan isi chat dari Fidelya.
Anda
Aku pulang besok, kamu mau dibawain apa?
Dipandangnya terus layar ponsel menunggu balasan dari sang istri. Usahanya selama ini akhirnya membuahkan hasil, Fidelya luluh, mulai menerima Arion dalam hidup. Ya, dilihat dari isi chat begitu, ia belum memastikan lebih lanjut, ada hal apa di balik pertanyaan tersebut.
"Kamu kenapa senyum-senyum kayak orang gila?" tegur suara berat.
Arion menoleh, lupa bahwa sekarang berada di kamar hotel ayahnya. "Hehe ...," tawanya, sumbang, "Yah, besok beneran pulang, 'kan?"
Safir mengerutkan kening. "Kenapa nanya mulu? Kamu nggak percaya sama Ayah?"
"Bukan gitu, aku nggak sabar aja buat ketemu Fidelya," ungkapnya.
Sang ayah memutar bola mata, kembali menatap layar ponsel. "Ajak istrimu ke rumah, ibu belum ketemu Fidelya setelah menikah."
Arion mendengkus, menurutnya hal itu bukan salahnya, sebab sang ibu sendiri yang memberi jarak, bersikap seolah-olah tengah marah. Arion yang memang dasarnya tidak peduli, akan semakin tak peduli pada orang-orang yang menentangnya.
"Salah sendiri menjauh, aku nggak peduli," ucapnya, sedikit kesal.
Safir berdeham. "Sebagai anak, kamu iyakan saja kelakuan ibumu. Itu bentuk kecewanya."
Arion berdecak, bangkit dari duduknya, meninggalkan sang ayah di sofa tersebut. "Aku balik ke kamar, Ayah jangan nambahin pekerjaan, besok harus beneran pulang."
Ayahnya itu menggelengkan kepala. "Kamu takut Fidelya kabur?"
"Dih, ngapain juga dia kabur? Cintanya cuma buat aku," ujar Arion, cukup percaya diri.
***
Arion masuk ke kamar dengan cara mengendap-endap, takut membangunkan sang istri yang tengah tertidur lelap. Fidelya masih menginap di rumah Alin. Arion tak menyangka, istrinya itu menuruti tiap keinginannya.
Entah mengapa, meninggalkan Fidelya berhari-hari sendirian di indekos, membuat dirinya merasa takut. Apalagi, indekos tersebut bersifat umum, tidak membedakan gender. Arion takut terdapat orang jahat yang ingin menggunakan kesempatan pada istrinya.
Fidelya itu cantik, Arion yang pemain wanita saja, sampai tergila-gila hanya dalam sekali pandang. Mana mungkin ia akan membiarkan istrinya tinggal sendirian di lingkungan seperti itu. Meskipun belum ada yang memperlihatkan tanda-tanda menyukai, tetapi Arion akan selalu waspada.
Ia membuka pelan kopernya, mengeluarkan beberapa lembar baju dari sana. Meskipun dalam pencahayaan remang, Arion bisa mendapatkan pintu kamar mandi, sebab ia sering menginap di kamar ini jika tak ingin kembali ke rumah.
"Ar?" panggil suara lembut dari arah ranjang.
Seketika Arion lupa cara bernapas, panggilan tersebut baru kali ini didengarkannya, membuat dirinya membutuhkan lebih banyak oksigen. Ketika berbalik, lampu kamar menyala, wajah mengantuk sang istri terlihat jelas, meskipun begitu tetap terlihat sangat cantik di mata Arion.
"Kamu tidur aja, aku mau mandi dulu," ucapnya.
"Aku tunggu."
Arion mengerutkan kening. "Kenapa nunggu? Tidur aja, nggak usah ditunggu."
"Kalau aku bilang tunggu, ya, tunggu," balas Fidelya, sembari mengucek mata.
Arion mengangguk mengiyakan, tak ingin berdebat di tengah malam. "Ya udah, aku mandi dulu, nggak lama, kok."
Segera ia menuju kamar mandi. Tingkah istrinya seakan mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan. Arion menggigit bibir, takut jika obrolan itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan perpisahan. Sebagai seorang laki-laki, Arion sadar bahwa belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai seorang suami.
Jika itu menafkahi, mungkin sudah Arion lakukan, tetapi soal hunian, ia malah menolak mentah-mentah pada sang ayah. Sudah pas Fidelya akan merasa tidak nyaman tinggal berdua di ruang sempit tersebut.
***
Setelah mandi, Arion mengganti pakaiannya dengan kaus oblong dan bokser. Fidelya masih setia menunggu, meski Arion mendapati istrinya itu tengah menguap, tetapi tetap pada pendirian ingin menunggunya selesai mandi.
"Aku jadi takut ngeliat kamu nunggu kayak gini," tutur Arion.
Fidelya menoleh. "Memangnya kenapa? Aku nunggu karena mau ngomong."
"Kalau minta pisah, aku nggak mau denger. Telingaku dimasukin kumbang pas pulang dari bandara tadi."
"Cerewet, duduk aja, dengerin omonganku." Fidelya mendengkus.
Perlahan Arion duduk di tepi ranjang, bokong baru sedetik bertemu kasur, tubuhnya ditubruk oleh Fidelya yang segera melingkarkan tangan di pinggang Arion. Terkejut bukan main, mata Arion hampir keluar dari tempatnya.
"Kangen," aku Fidelya, menyembunyikan wajah di dada sang suami.
Satu kata itu saja, sudah membuat pandangan Arion berkabut karena tak terasa air mata menumpuk di pelupuk. Katakan dirinya berlebihan, memang benar adanya. Arion menjadi lemas, untuk sekedar membalas pelukan tersebut, ia menjadi tak mampu.
"Woi, malah bengong," ucap Fidelya, menjauhkan wajah dari tubuh Arion, kemudian menatap suaminya itu, "kamu nangis?"
Arion terisak tak tertahan, membuat Fidelya segera menjauh. Saat merasakan istrinya itu tak berada di sebelahnya, dengan sisa kekuatan Arion meraih Fidelya kembali ke pelukan.
"Aku ... seneng banget," ungkapnya, terbata.
Fidelya memukul bahu Arion. "Jangan nangis, dong. Kamu kenapa, sih?"
"Se ... neng," isak Arion.
Fidelya hanya bisa melongok dalam pelukan suaminya, sebab suara tangis itu semakin lama semakin menjadi. Bukannya terdengar pilu dan ikut menangis, Fidelya malah ingin menyumpal mulut sang suami.
"Aku pikir kamu mau pisah, karena nggak dibeliin rumah," ucap Arion, setelah cukup tenang.
"Mana mungkin aku minta rumah, kita baru nikah juga. Aku sadar diri, nikahnya sama anak CEO yang miskin, bukan CEO-nya."
Tangis Arion terdengar lagi. "Kamu masih nggak punya hati, ternyata. Ngehina aku tepat di depan mata."
"Cup ... cup ...," Fidelya memberanikan diri mengecup pipi Arion, "udah jangan nangis, bukannya ikut sedih, aku malah pengin nabok."
Arion berusaha menahan tangisnya. Bersama wanita ini, ia sanggup jungkir-balik hanya untuk mendapatkan hati. Selama ini Arion berharap, Fidelya membalas cintanya, dan hari yang ditunggu pun telah tiba.
"Aku sayang kamu," ungkap Arion, memancing pengakuan Fidelya yang sudah terlihat sangat jelas meski belum berkata.
"Aku geli sama kamu," balas Fidelya.
Tamat
Untuk bonus bab sudah tersedia di web/aplikasi Karyakarsa, dengan harga Rp 4.200 bisa baca 4 bab bonus.
Cari menggunakan kata kunci 👇👇
Nama akun : Kanalda Ok
Atau
Judul : Jebakan Pak CEO
Akses seumur hidup, ya. Kalau pengin baca lagi, gak perlu buka pakek koin.
Makasih untuk dukungannya. Sampai bertemu di cerita selanjutnyaaaaaaaa 😁