Satan's Slave (00 Line)

By aviolindn

647 83 6

Kematian Gisella menjadi awal dari keretakan lingkaran persahatan diantara Samudra, Karin, Nathan dan Yeremia... More

Prolog
Face Claim
Bab II - Rooftop
Bab III - Rahasia Tidak Bisa disimpan Selamanya

Bab I - Dia Datang

130 19 0
By aviolindn


Langkah ragu-ragu itu akan selalu menjadi pusat perhatian, dimana pun lorong sekolah yang pemuda itu jejaki. Mata-mata penuh tanya bagai anak panah menghujam tubuhnya, membuat setiap gerakan yang ia buat tak luput menjadi bahan perbincangan.

Rasanya pantas saja pemuda itu menjadi sangat terkenal, karena hampir satu bulan lamanya ia tidak menunjukkan batang hidungnya di sekolah. Kedatangannya membuka kembali tabir itu, membangkitkan berita naas yang terjadi tiga puluh hari yang lalu, dan masih menyisakan kepedihan bagi segelintir orang. Bahkan, kertas berita kematiannya terlihat seperti baru dipasang di papan pengumuman sekolah.

Gisella Pramudya.

Kabar kematian gadis itu adalah duka paling menyakitkan yang terdengar di seluruh anterio sekolah. Upacara pelepasannya dilakukan dengan hikmad, serta diiringi tangis kehilangan yang menyesakkan. Sahabat, teman, guru dan bahkan siswa-siswi yang tidak terlalu mengenalnya saling bersatu, berkabung akan kehilangan gadis sebaik Gisella.

Si baik hati dan periang. Gisella layaknya matahari yang keberadaannya selalu membawa kehangatan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Pribadi gadis itu yang rendah hati dan apa adanya, membuat ia mudah berbaur dengan semua orang. Senyum yang selalu menghiasi wajahnya seakan menularkan semangat kepada orang lain. Tidak mengherankan jika gadis itu begitu mendapat banyak cinta dari seluruh sekolah.

Termasuk dicintai oleh Nathan, kekasihnya. Sepeninggal Gisella, pemuda itu hidup terlunta-lunta bagai mayat hidup ketimbang manusia. Langkahnya lunglai tanpa tujuan, seperti hidupnya sudah kehilangan arah. Wajah Nathan yang dulu bersahabat dan selalu dihiasi senyuman khas, matanya selalu menyipit saat tersenyum, kini tergantikan oleh topeng ketakutan dan tatapan kosong.

Tidak ada yang menyangka jika akan sejauh ini Nathan mengalami kehilangan. Menyaksikan kematian tragis kekasihnya sendiri di depan mata bukanlah sesuatu yang mudah dihapuskan dari kepalanya. Dan dia pula yang menjadi satu-satunya saksi mata pada malam mengerikan itu.

Mungkin akhir hidup Gisella yang tergeletak tak bernyawa setelah jatuh dari lantai lima sebuah gedung tua akan selalu terpatri diingatan Nathan. Bagai belati yang merusak segala kenangan indah bersama kekasihnya yang telah mereka buat. Genangan darah merah di aspal yang bersumber dari tubuh Gisella enggan menghilang dari kepala Nathan, membasahi memori di kepalanya agar makin tenggelam dalam kesedihan yang mendalam.

"Nathan!!"

Langkah pemuda itu berhenti. Telinganya yang masih berfungsi mendengar suara familiar yang memanggil namanya dari kejauhan. Terpantul dari bola mata Nathan yang kosong, ada pergerakan tiga bayangan yang berlari ke arahnya.

"Kita seneng banget akhirnya kamu berangkat sekolah lagi!" Ucap salah satu dari mereka antusias.

Sayang, kehangatan senyum ketiganya tidak bisa menembus lorong gelap di hati Nathan yang masih diselimuti kesedihan. Kepedihan merenggut kebahagian Nathan, mati bersama sang kekasih yang pergi meninggalkannya ke surga. Bahkan harapan-harapan Nathan di masa depan ikut terkubur bersama tubuh Gisella yang telah menyatu dengan bumi. Sehingga tidak ada alasan bagi Nathan untuk tetap berjalan di dunia.

Ketiga manusia di hadapan Nathan mengerti jika yang mereka lakukan tidak akan berguna. Tetapi rasanya akan sangat menyakitkan jika mereka ikut terpuruk dalam duka. Lagi pula senyum mereka juga tidak begitu tulus. Karin, Samudra dan Yeremia juga merasakan kehilangan yang sama seperti Nathan rasakan. Gisella adalah sahabat mereka, termasuk pula Nathan di dalamnya.

Mereka bertiga pun sebenarnya tak punya cukup kekuatan untuk segera bangkit menghadapi kenyataan bahwa dua orang dari mereka telah pergi. Pertama, kehilangan Gisella yang kini di suatu tempat menuju keabadian. Kedua, kematian setengah dari jiwa Nathan yang ikut bersama kepergian Gisella, sumber kebahagian Nathan. Tapi hidup harus terus berjalan, Karin, Yeremia dan Samudra memaksakan diri untuk bangkit, menerima kenyataan jika sahabat mereka telah hidup di dunia yang berbeda.

"Nathan, ke kelas yuk, sama kita?" Bibir Nathan terlalu enggan menjawab tawaran Karin yang tidak menyerah mengajaknya bicara. Wajah pucat Nathan hanya menatap kosong satu persatu temannya yang begitu mengharapkan kehadiran setitik senyum di wajahnya. Kekosongan mata Nathan bagai sillet yang menyayat, tidak menyembunyikan kelaraan yang ia pelihara di hatinya.

"Kasian banget ya si Nathan."

"Ihh, nggak usah kasihan sama dia. Emang si Nathan beneran sedih? Pura-pura aja dia tuh. Pakai sok alasan depresi."

"Sumpah kalian harus tau sesuatu, tapi ini gosip udah lama sih."

"Apa?? Buruan tumpahkan tehnya!"

"Katanya sih sebelum Gisella meninggal, Nathan selingkuh sama Yeremia."

"Keterlaluan banget sih kalo beneran. Jangan-jangan itu lagi penyebabnya ya? Gisella-"

Desas-desus dari bibir segelintir siswa terus menggema, berterbangan mengelilingi lorong sekolah. Kemudian menciptakan anakan-anakan ucapan lain yang secara tidak langsung menyalahkan Nathan atas kematian kekasihnya sendiri. Nathan mendengarnya. Ia tidak bisa berpura-pura tidak mengetahuinya. Ingin Nathan menusuk jantungnya sekarang, agar ia mati dan hidup bahagia bersama Gisella  di keabadian. Ia bahkan tidak tahu apa yang membuat ia harus hidup, padahal alasan untuk ia mati jelas di depan mata.

Mata Nathan sempat menaruh jeda saat melihat seorang gadis yang bersembunyi di antara kedua bahu sahabatnya. Kepala gadis itu yang sedikit menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang tersirat sedikit ketakutan.

Rumor itu sudah lebih dulu Karin, Samudra dan Yeremia dengar. Setelah kematian Gisella, daripada memberikan ucapan bela sungkawa atau sekedar kata penyemangat untuk ketiganya, beberapa siswa memilih membawa topik perselingkuhan Nathan dan Yeremia dalam setiap perbincangan mereka. Mereka memang tidak pernah berterus terang menanyakannya kepada Samudra atau Karin, tapi kabar burung itu tetap saja sampai di telinga keduanya. Karin sudah muak mendengar semua berita bohong itu.

"Kalian kalau bicara hati-hati ya! Jangan sembarangan sebar berita bohong!" Seru Karin memperingatkan beberapa siswa yang asik bergunjing mencari-cari kesalahan atas kematian Gisella yang ditimpakan kepada Nathan. Rongga dada Karin terasa menyempit mendengar kematian sahabatnya malah memunculkan fitnah yang tidak berdasar.

"Ya ampun, Karin. Kok kamu mau-mau aja belain Nathan. Dia tuh pembunuh!" Hardik seorang gadis padanya.

"Nathan bukan pembunuh." Sanggah Karin dengan suara sedikit bergetar. Air matanya bisa keluar kapan saja. "Udah jelas kan Gisella meninggal karena-"

"Bunuh diri? Orang kayak Gisella nggak mungkin loncat gitu aja dari gedung. Pasti ada alasannya. Harusnya sih, kalian yang ngaku sebagai sahabat Gisella yang paling tahu." Lidah Karin mendadak kelu, tidak sanggup menyanggah.

Rasanya sesak saat mendengar orang lain meragukan kedekatan ia dan sahabatnya. Tapi di satu sisi, Karin benar-benar merasa sangat buta tentang Gisella. Padahal ia merasa sangat mengenal sahabatnya, hingga ia tahu banyak rahasia Gisella. Hati Karin begitu lemah, hanya air matanya yang sanggup berbicara.

"Jangan denial deh, Rin. Heran ya, outsider aja bisa menilai kok kalau ada sesuatu antara Nathan sama Yeremia, kalian yang deket kok malah nggak notice. Jangan-jangan emang sekongkol ya kalian semua, biar Gisella bunuh di-"

"JAGA BICARA KALIAN!" Seluruh lorong mendadak sunyi setelah mendengar bentakan Samudra. Semua orang jelas terkejut sekaligus takut melihat tatapan Samudra yang menggelap, mengabsen wajah mereka satu-persatu. Samudra adalah pribadi yang tenang dan sopan, melihat pemuda itu lepas kontrol menandakan bahwa ia berada di puncak kemarahannya. Kemarahan yang ia pendam sejak tadi terpaksa ia keluarkan, akibat tuduhan tidak berdasar yang dialamatkan kepada ia dan sahabatnya. Luka di hati Samudra pun belum sembuh karena kematian Gisella, kini bagai disiram air asam yang kembali menyakitinya.

Dalam hati, Samudra bersikeras tidak ingin membenarkan perkataan murid-murid lain yang sulit ia percaya. Pilihan Gisella untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat dari gedung pasti bukan tanpa alasan. Kepergian Gisella sangat tiba-tiba dan tanpa pertanda. Sahabatnya sama sekali tidak meninggalkan petunjuk atas kematiannya yang kini menjadi misteri. Nathan yang berada di tempat kejadian pada malam naas itu pun tidak dapat memberikan jawaban apapun.

Pipi Samudra diam-diam terasa basah, tidak sadar tangis telah mengalir dari matanya. Namun hati Samudra kian merasa sakit mendapati Nathan sudah jatuh di lantai sambil menangis parau, bersama dengan Karin dan Yeremia yang terdiam kehilangan kata-kata.

Jauh dari ujung lorong, seseorang yang tidak diduga kehadirannya datang dengan wajah memerah menahan amarah. Sepasang kakinya berjalan cepat, tangannya yang mengepal membawa dendam. Matanya lurus mengarah pada satu target yang kini tersungkur di lantai.

"Ngapain kamu disini? Kenapa kamu nggak mati saja, bangsat!"

Pemuda itu langsung menarik kerah Nathan hingga memaksa tubuhnya berdiri. Pandangan mereka saling beradu, sampai si pemuda tadi memukul pipi Nathan hingga kembali jatuh ke lantai. Darah mengalir di ujung bibir Nathan, namun segores luka itu tak cukup baginya untuk membayar kematian Gisella.

"Ibuku jadi gila karena kamu, bajingan!"

Semua wajah terkejut mendengar ucapan pemuda itu. Bibir mereka mulai saling berbisik-bisik, membicarakan kejutan yang baru saja masuk ke dalam telinga mereka, dan mulai menyimpulkan berbagai kemungkinan.

"Arjuna! Jangan memperkeruh suasana." Karin berusaha menarik Arjuna yang kini dilingkupi bara api kemarahan. Matanya berkilat menunjukkan kebencian pada satu orang yang duduk bersujud di hadapannya. Arjuna merasa tidak puas, ingin sekali ia melenyapkan Nathan, manusia yang menjadi alasan kepergian Gisella.

Arjuna kembali menerjang Nathan, memberikan beberapa pukulan yang tak mendapat balasan. Nathan begitu pasrah, bahkan dalam hatinya ia berharap Arjuna langsung saja membunuhnya. "Setan kamu, Nathan! Bisa-bisanya kamu masih bisa hidup setelah membunuh Gisella! Bangsat!" 

Sekuat tenaga Yeremia mencoba menarik Arjuna agar pemuda itu tidak memukul Nathan lagi. Sayang, Arjuna yang sudah dikuasai amarah balik menyerang Yeremia. Arjuna mendorong tubuh Yeremia hingga terbentur dinding. Amarah Arjuna memuncak, dia memojokkan tubuh Yeremia ke dinding. Yeremia meringkuk ketakutan saat Arjuna memakinya dengan kata-kata kasar. "Kamu! Manusia sok suci! Kamu, sahabatnya tapi tega kamu mengkhianati Gisella! Kalian berdua sama saja! Sama-sama setan!"

Tidak ada siswa-siswi yang berani membantu mereka untuk menahan Arjuna yang mengamuk. Semuanya seakan sepakat hanya menjadi penonton dan berkomentar saja. Beberapa malah sibuk merekam perkelahian itu di ponsel mereka.

Sampai Samudra mendorong tubuh Arjuna menjauh dari Yeremia. Tidak hanya didorong, pipi Arjuna harus terasa sakit akibat bogem dari tangan Samudra. Arjuna yang masih dikuasai emosi merasa tersulut untuk melakukan pembalasan, badannya yang jauh lebih kecil dari Samudra sama sekali tidak membuatnya takut. Namun tangannya terlebih dahulu ditahan oleh Karin.

"Arjuna, tolong berhenti ya. Berhenti." Arjuna perlahan menurunkan tangannya yang hendak memukul Samudra setelah mendengar isakan Karin. Gadis itu mencengkram erat lengannya. "Gisella nggak akan maafin kamu kalau kamu nyakitin Nathan."

Mata Arjuna jatuh pada Nathan yang terbaring tak berdaya di lantai. Wajahnya babak belur akibat ulah dirinya.

Samudra menghampiri Nathan yang tergeletak di lantai, memastikan bahwa Nathan masih sadarkan diri. Luka yang dibuat Arjuna memang menyakitkan tapi tidak cukup untuk membuat Nathan menderita cedera berat. Sedangkan Yeremia duduk tersungkur di lantai, tatapannya penuh ketakutan. Saat Samudra hendak menanyakan keadaan Yeremia, gadis itu malah beranjak pergi, menghilang dibalik kerumunan para siswa yang mengerubungi mereka.

"Bubar! Semuanya bubar!" Kedatangan sosok ketua OSIS membuat para siswa patuh membubarkan diri. Bel tanda masuk sekolah akan segera berbunyi, mereka tidak punya pilihan selain kembali ke kelas masing-masing. Setelah keadaan kembali tenang, Mega, si ketua OSIS, segera menghampiri Samudra.

"Sam, ayo Nathan dibawa ke UKS, biar segera diobatin." Samudra hanya bisa mengangguk menerima tawaran Mega. Keduanya kompak memapah Nathan yang terluka untuk dibawa ke UKS. Karin hendak menyusul mereka, namun ia merasa ada seseorang yang lebih penting untuk ia awasi.

Tangan Karin masih menggenggam lengan Arjuna. Sebelum guru datang, Arjuna lebih dulu menarik tangan Karin, membawanya mereka berdua pergi ke suatu tempat.

-satan's slave-

Catatan penulis :

Hai! Aku lupa ngasih tahu kalau Satan's Slave update seminggu satu kali, setiap malam jum'at. Terima kasih sudah membaca :)

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 541 18
"KAMI SEMUA SELAMAT TAPI TIDAK DENGAN......" "SI GADIS CARAMEL."
22.6K 2.4K 26
⚠️ Horror, Sadis, Blood & Angst - πŠπ€π‘πˆππ€ 𝐀𝐄 as Karina - π–πˆππ“π„π‘ 𝐀𝐄 as Winter. ____ "2002, Tahun dimana kau lahir, dan tahun dimana ak...
699K 46K 17
Nakal tapi manja? Siapa lagi kalau bukan Reydar Galaxy Γ‰ros. "ish, aku mau pelukkk Liaa" ⚠️BAPER AREA⚠️
488K 28.3K 60
(tahap revisi) Terlibat dalam sebuah pernikahan dengan Daffin William, dokter dingin yang memiliki hawa mencekam sekaligus membuat Ella merasa aman...