LOVORENT✓

By heyItsWinka

2.6K 598 81

16+ "Kalau begitu, boleh nggak, saya ganti agennya sama Mbak operatornya aja?" Bukan sekali dua kali, tetapi... More

Say Hi!
LOVORENT
User 00127-0920-99
Visualisasi LOVORENT
Eps. 1: Bisa Diganti Enggak?
Eps. 2: Jatuh Cinta Pada Panggilan Suara Pertama
Eps. 3: Benar-benar Imut, Ternyata
Eps. 5: Ditunggu Pembayarannya
Eps. 6: Salah Fokus
Eps. 7: Makan Malam Keluarga
Eps. 8: Jalan Tuhan?
Eps. 9: Hari Terakhir?
Eps. 10: Kekasih?
Eps. 11: Lari dari Tanggung Jawab?
Eps. 12: Enggak Tahu Terima Kasih
Eps. 13: Buaya Darat, Agaknya
Eps. 14: Lockscreen
Eps. 15: Perkara Motor Baru
Eps. 16: Perkara Bulan Lahir
Eps. 17: Problem Anak Gadis?
Eps. 18: Chat
Eps. 19: Rumah
Eps. 20: Pekerjaannya adalah Membantu Seorang Anak Berbohong?
Eps. 21: Ezra dan Keluarganya
Eps. 22: Video
Eps. 23: Undangan
Eps. 24: Thrifting
Eps. 25: Terbongkar
Eps. 26: Calon Pasangan
Eps. 27: Sepasang Sandal
Eps. 28: Ibu
Eps. 29: Minimarket
Eps. 30: Hari Sabtu?

Eps. 4: Kriteria Khusus

95 20 2
By heyItsWinka

Terlepas dari kejadian yang lumayan memalukan beberapa saat lalu, kini, baik Lavisha dan Ezra terlihat sudah saling mengakrabkan diri satu sama lain.

Iya, tentunya sebagai agent dan user yang dalam hitungan hari akan bekerja sama menjadi sepasang kekasih.

Mulanya memang terasa begitu canggung, terlebih lagi sesaat setelah Ezra yang dengan tidak tahu malunya malah salah fokus---lagi-lagi---hingga mengatakan hal-hal aneh yang terkesan tidak nyambung itu. Namun, beruntungnya lama-kelamaan suasana berubah menjadi jauh lebih nyaman daripada tadi.

Ezra bahkan langsung mengambil kesimpulan jika agent yang dipilihnya adalah pilihan yang benar. Walaupun gadis itu sempat terlambat, tetapi tak apalah, pikir Ezra. Manusiawi karena toh ini juga baru pertemuan pertama mereka.

Pertemuan ini membahas tentang isi kontrak yang sebenarnya bisa dibaca sendiri oleh Ezra lewat file yang beberapa waktu lalu dikirimkan dan telah ditandatangi menggunakan materai olehnya dan si agent yang baru menandatangani isinya hari ini.

"Jadi kesimpulannya tetap sama bagi kedua belah pihak. Misal pihak user ingin membatalkan kerja sama dengan LOVORENT sebelum jatuh tempo waktu pemakaian jasa sesuai yang tertulis di kontrak, artinya user bersangkutan harus membayar denda sesuai jumlah yang tertera."

Penjelasan panjang yang diberikan oleh agent di hadapannya hanya dihadiahi anggukan pertanda mengerti dari Ezra yang kali ini terlihat cukup fokus mendengarkan segala rupa arahan. Lelaki 24 tahun itu duduk tegak dengan posisi kedua tangan berada di atas meja---saling bertaut satu sama lain---sementara tatapannya mengarah tepat pada mata si agent bernama Lavisha tersebut, tanpa mau tahu apakah perempuan yang duduk di hadapan itu nyaman atau tidak?

"Bedanya, bagi agent yang katakanlah diberhentikan sebelum tenggat pemakaian jasa berakhir, mereka akan mendapatkan kompensasi seperti yang tertera pada kontrak, sesuai dengan ada atau tidaknya kesalahan yang terjadi."

Si agent dengan rambut pendek itu kembali melanjutkan penjelasannya, kali ini sambil membolak-balik kertas di tangan demi menghindari tatapan Ezra yang lumayan membuatnya kurang nyaman. Malu sebenarnya karena seketika merasa jika di wajahnya ada sesuatu.

"Um, untuk user 00127---"

"Panggil Ezra aja." Lelaki yang hari ini mengenakan kaus putih berbalut kemeja kotak-kotak perpaduan hitam dan merah serta celana jins panjang itu, segera memotong ucapan agent di hadapannya. "Masa iya nanti setiap hari gue dipanggil sama perpaduan nomor aneh itu, sih?"

"A-ah, iya, maaf-maaf." Perempuan di hadapan Ezra itu tertawa kecil, menyadari kebodohannya. "Jadi, um, Mas Ezra---"

"Aduh, baper gue dipanggil Mas." Tiba-tiba saja Ezra menyeletuk, membuat sosok di hadapannya terlihat begitu syok. Terlihat dari posisi duduk yang seketika diubah menjadi lebih tegak.

"Ternyata Mas Ezra ini aneh, ya, orangnya," gumam Lavisha sambil mengalihkan wajah ke samping.

Beruntungnya, Ezra agaknya tidak mendengar gumaman dari perempuan di hadapannya, terlihat lewat bagaimana dirinya yang malah cengengesan tidak jelas sekarang. "Sori, sori. Gue bercanda tadi."

Si agent hanya mengangguk sekali, seraya memaksakan senyumnya. Es teh manis di hadapan yang kini tersisa setengah dijadikan alat untuk menghilangkan kecanggungan yang tiba-tiba saja terasa menguasai hawa di sekitar. Diaduknya minuman itu menggunakan sedotan sementara tatapannya dialihkan ke sembarang arah.

Kafetaria LOVORENT ketika menerima 'tamu' seperti sekarang ini contohnya, sengaja dibuat lebih privat karena menyediakan sebuah ruangan khusus untuk berdiskusi antar user dan agent sebelum kerjasama dilakukan. Makanya, tidak ada yang dapat Lavisha lihat selain dinding kaca yang sengaja ditutup dengan gorden tebal berwarna krem, agar kesan privatnya tetap terasa.

"Jadi, tadi Mbak Agent-nya mau bilang apa, ya?" tanya Ezra yang menyadari suasana canggung di sekitarnya, terlebih saat si agent di hadapan malah diam sembari memperhatikan sekitar.

"Panggil Lavisha aja, Mas." Lavisha mengingatkan. Ya, seperti yang dilakukan oleh Ezra tadi. Lagi pula, akan sangat aneh jika keduanya saling menyapa dengan panggilan agent dan user seperti tadi, bukan?

Sementara itu, ternyata sosok lelaki dengan tubuh tinggi menjulang di hadapan Lavisha tersebut, rupanya masih belum puas untuk berbasa-basi. Terbukti dari dirinya yang tiba-tiba saja menyeletuk, "Kalau panggil sayang aja, boleh, nggak?"

Klise, sih, tetapi sumpah. Seketika itu juga, Lavisha merutuki kesialannya yang sepertinya akan terjebak dengan pengguna jasanya yang aneh ini untuk tiga bulan ke depan. Kalau saja ia tidak membutuhkannya, mungkin Lavisha akan menghentikan perjanjian ini sebelum masa kontrak di mulai. Benar-benar, deh, ia masih ingin hidup tenang dan waras.

Makanya, setelah berhasil melewati saat-saat bernama 'basa-basi', Lavisha memilih segera membahas inti pertemuan keduanya yaitu mengenai isi form yang diisi oleh Ezra waktu itu. Dalam artian lain, di sini Ezra Wajib untuk menjelaskan apa-apa saja yang harus Lavisha lakukan. Agent dengan pengalaman bekerja selama lebih dari empat tahun itu juga tak lupa menanyakan bagaimana cara ia bersikap ketika menjadi---katakanlah---kekasih Ezra nantinya.

"Cuma gitu aja, sih," ujar Ezra santai. "Nggak neko-neko kalau sama gue, mah. Lo cukup jadi diri sendiri aja."

Dahi Lavisha praktis berkerut samar saat mendengar apa yang Ezra katakan. Menjadi diri sendiri, ya? Aneh juga. Daripada terlihat seperti pemberi dan pemakai jasa, keduanya malah tampak seperti sepasang teman lama yang bertemu dan menceritakan beberapa permasalahan hidup hingga disuruh bersikap apa adanya seperti sekarang.

"Nggak ada kriteria khusus, gitu?" tanya Lavisha memastikan. "Di form yang lo---eum, maksudnya Mas Ezra isi waktu itu memuat beberapa kriteria, bukan? Maksud saya, bisa dijelaskan lebih detail lagi mengenai itu?"

Kali ini, giliran Ezra yang mengerutkan dahinya tak mengerti. "Ya, benar yang gue bilang, kan? Pokoknya Mbak Lavisha cukup jadi diri sendiri aja. Ah iya, Mbak Lavisha suka anak kecil, kan?"

Kedua alisnya kompak naik saat ditanyai seperti itu, seiring dengan tubuhnya yang perlahan menegak kemudian kepalanya mengangguk dua kali. "Suka, kok, Mas. Saya suka gemes sama anak kecil, soalnya."

"Kalau begitu, boleh dong, saya minta nomor ponselnya? Siapa tau kita sama-sama nyaman sampai punya anak-anak sendiri yang lucu-lucu, nanti?"

Stres.

Lavisha kontan mengacak-acak rambutnya ketika kalimat panjang yang diucapkan oleh lelaki buaya bernama Fabiantara Ezra itu kembali terngiang di kepala hingga terbawa mimpi. Sialnya lagi, ia harus terjebak bersama lelaki yang hobi menggombal itu selama kurang lebih tiga bulan ke depan sesuai isi kontrak yang telanjur ditandatangani.

Omong-omong, ini adalah hari ketiga setelah pertemuan keduanya waktu itu. Tepat setelah Ezra melayangkan kalimat penuh tipu daya khas buaya itu, Lavisha langsung mengalihkannya dengan cara membahas hal lain. Salah satunya adalah mempertanyakan beberapa pertanyaan sederhana seperti apakah lelaki itu benar-benar akan menggunakan jasanya atau tidak.

Menurut Lavisha, lebih baik jika memang tidak nyaman, seharusnya diberhentikan sejak awal, bukan? Dalam hati, ia juga bingung sebenarnya. Di satu sisi, dirinya ingin Ezra membatalkan saja perjanjian kerja sama ini daripada ke depannya ia harus tertekan akibat segala tingkah nyeleneh lelaki yang seumuran dengannya itu. Namun, di sisi lain, Lavisha juga merasa kalau ia harus mempertahankan pelanggan pertamanya di tahun ini tersebut.

Sumpah, ya, Lavisha benci dengan yang namanya pilihan.

Jam menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Lavisha benar-benar mengabaikan teriakan orang-orang di luar kamar tidurnya yang menyuruh ia melakukan ini dan itu. Rasa-rasanya, ia butuh istirahat lebih lama untuk hari ini saja, tetapi agaknya tetap tidak bisa. Para iblis itu terus berteriak tanpa tahu malu dengan yang namanya tetangga.

Biar bagaimanapun, mereka tinggal di lingkungan yang cukup ramai penduduknya walaupun tidak begitu padat. Pastinya teriakan sekecil apa pun tetap terdengar oleh orang lain, bukan? Sudahlah, Lavisha pusing. Terkadang beberapa orang memang terlahir tidak tahu malu.

Berbicara tentang malu, Lavisha seketika kembali mengingat sosok Ezra si buaya darat itu. Demi apa pun ia tidak mau dibuat baper dengan segala rupa perkataan lelaki itu demi kepentingan bersama. Entah sudah berapa banyak perempuan yang terjebak hanya karena perkataan manis seorang Fabiantara Ezra. Karena yang jelas, Lavisha tidak mau menjadi salah satu bagiannya.

"Bisa gila gue lama-lama kalo berhadapan sama si Ezra itu." Lagi-lagi, Lavisha mengacak rambutnya, kali ini lengkap dengan sedikit jambakan sebagai pemanis. "Tapi kalau misalnya gue berhenti sebelum perang, sayang banget duitnya."

Tidak munafik, Lavisha mau bertahan dan menjalankan perjanjian kontrak ini tak lain adalah karena uang. Selain itu juga, ia tengah berupaya untuk kembali membersihkan namanya selama kurang lebih setahun terakhir karena tak mendapatkan pelanggan sama sekali. Ya, siapa tahu setelah bersama Ezra nantinya ia akan mendapatkan lebih banyak pelanggan lagi, bukan?

"Lavisha! Kamu mati, ya, di dalam sana!?"

Suara teriakan kembali menggema, membuat Lavisha berdecak keras hingga rasa-rasanya ingin menghancurkan apa saja yang berada di hadapan. Hari masih pagi, tetapi mood baiknya sudah menghilang entah ke mana. Selain karena teriakan-teriakan gorila di luar kamarnya, juga dikarenakan oleh Ezra dan segala rupa bayangan yang menyertai perihal bagaimana perjalanan kontrak mereka nantinya.

"Balik lagi ke kenyataan, Sha. Lo butuh duit, jadi tolong jalanin aja."

ס+!×
Kamis, 7 April 2022

Continue Reading

You'll Also Like

PENDOSA By Gultom

Short Story

9.5K 183 8
menceritakan kehidupan seorang suami yang mencintai selingkuhan istrinya... #homophobic,silahkan menjauh
61.5K 4.6K 55
[REAL ESTATE SERIES] Didukung playlist di spotify. Diamond Real Estate No. 7 Wijaya's Family. Pernah dengar, jika cinta pertama adalah cinta yang pal...
23K 2.4K 13
Chanyeol sama Sehun itu sabahatan tapi.....
365K 27.3K 48
Bisa jadi ini adalah cerita yang menunggu untuk kau temukan. So ya, terimakasih sudah menemukanku. Tentang cara semesta menarik benang-benang kusut...