______
"Abang!! "
Kedua kakinya berlari menuju ke sebuah brankar yang diatasnya berisi seseorang yang sangat ia sayangi. Setelah mendapatkan panggilan dari salah satu teman kakaknya yang memberitahu jika sang kakak tiba-tiba jatuh pingsan di atas tangga dan mengeluarkan banyak darah di hidungnya. Mendengar panggilan telepon itu saja pemuda itu sudah mampu dibuat khawatir olehnya.
Manik mata mereka bertemu, ternyata sang kakak sudah sadar, untunglah.
Namun di tangan kirinya masih terlihat sebuah jarum infus yang terdapat disana.
"Bang, kenapa bisa jatuh? Abang tadi pagi udah makan? " Tanyanya khawatir.
Sebuah jawaban berupa gelengan kini lelaki itu berikan. Pemuda yang bernama Fadli Maulana atau lebih sering dipanggil Nana itu kemudian menghela napasnya. Bagaimana bisa kakaknya selalu meninggalkan sarapan pagi yang jelas-jelas hal itu sangat penting?
"Abang, kenapa gak makan dulu? Bukan satu kali Lo Abang pingsan, terus masuk rumah sakit... "
Sudah terbaca jelas wajah khawatir dari adiknya. Melihat hal itu membuat sang kakak merasa bersalah. Seharusnya ia tidak membuat Nana nya khawatir seperti ini. Bahkan saja masih terlihat jelas seragam dan juga Hoodie yang melekat di baju sang adik, menandakan bahwa adiknya itu sama sekali belum pulang dahulu kerumah.
"Abang gak papa, cuman kecapean aja tadi. " Jawab sang kakak tidak ingin membuat adiknya khawatir.
Kali ini Nana berdecak kesal karena selalu saja kata-kata yang keluar dari mulut kakaknya sama persis seperti hari-hari yang lalu. Membuatnya jengkel saja.
"Bosen aku bang dengerin kaya gitu-gitu terus. Gak ada apa kalimat lain yang keluar? "
"Abang cuman kelelahan, Na... " Ucap Jeffin yang bahkan sama sekali tidak ada bedanya dengan ucapan sebelumnya.
Nana hanya tersenyum menanggapi ucapan kakaknya. Lelaki itu kemudian melepas kasar Hoodie yang berada di tubuhnya.
"Kamu gak pulang dulu? " Tanya Jeffin dengan nada lembut yang selalu ia berikan kepada adik tersayangnya.
Sebuah gelengan kepada Nana berikan, ia tidak akan pulang jika tidak bersama dengan sang kakak. Mau pulang pun dirumah pasti tidak ada orang sama sekali yang menunggu kedatangannya. Ibunya pasti tengah berada di warung bakso miliknya, sedangkan ayah pasti juga tengah berada di kantornya.
Pekerjaan ayah di kantor hanyalah sebagai bawahan saja. Bukan pemilik perusahaan ternama atau apapun itu. Sedangkan ibunya bekerja di sebuah warung bakso miliknya sendiri, hitung-hitung untuk menambah pemasukan bagi keluarganya.
Mereka semua sudah tahu jika anak sulungnya saat ini tengah sakit-sakitan. Oleh karena itulah keduanya sangat giat bekerja untuk mendapatkan penghasilan.
"Abang mau pulang sekarang, Na. Boleh gak ya? " Gumam sang kakak sambil melihat kearah langit-langit ruangannya.
Nana lantas segera menatap kembali ke arah sang kakak. "Nanti ku tanyain ke dokter. Abang istirahat aja dulu nanti takutnya malah tambah parah. "
Kali ini helaan napas terdengar dari mulut Jeffin. Lelaki itu lantas mengalihkan pandangannya ke arah Nana yang tengah sibuk melepas tautan tangan dengan Hoodie abu-abu di tubuhnya.
Jeffin sudah berkali-kali datang ke tempat ini, dan itu tentunya membuat dirinya merasa sangat bosan. Bahkan kini rumah sakit sudah bagaikan tempat keduanya setelah rumah.
"Nilai kamu gimana? "
Nana lantas menautkan jari telunjuk dengan jempolnya. "Aman bang. Ayah gak mungkin marah. " Jawab sang adik dengan santainya.
Syukurlah jika nilai yang didapatkan Nana tidak seburuk kemarin, atau yang ada nanti adiknya itu akan terkena amarah lagi dengan ayahnya.
Hening beberapa saat, Nana sibuk dengan isi tasnya sendiri sedari tadi. Kini pintu ruangan terbuka menampilkan seseorang yang sudah lengkap dengan seragam hariannya. Lelaki itu adalah seorang dokter yang sudah biasa menangani keadaan Jeffin ketika pemuda itu tiba-tiba saja drop.
Kondisi tubuhnya kadang naik dan juga turun. Bahkan jika dilihat dari data-data yang terkumpul beberapa kali nama Jeffin Aditama tertera di sebuah buku riwayat pengobatan.
"Dok, apa saya boleh pulang? " Tanyanya tiba-tiba, bahkan saat sang dokter belum memeriksa lebih lanjut kondisinya.
"Abang ni udah tanya-tanya kaya gitu aja. Liat dulu kondisi Abang, parah apa enggak. " Omel Nana kepada kakaknya.
"Iya bener kata adekmu, kamu harus di periksa dulu. Siapa tau malah harus dirawat dirumah sakit ini. " Ucap sang dokter ikut menimpali.
Sedangkan disini Jeffin hanya meringis setelah mendengarkan ucapan keduanya. Seharusnya ia tahu jika tidak secepatnya bertanya seperti itu. Yang ada ia hanya akan mendengarkan Omelan cemas dari adiknya.
"Nana tunggu di luar ya, bang? Sekalian beli obat. "
Jeffin hanya mengangguk sebagai jawaban, tidak lupa juga lelaki itu memasangkan senyuman indah di wajahnya hingga membuat kedua pipi miliknya mengukirkan sebuah lesung pipi yang indah.
"Hoodie sama topinya nya dipake dulu, jangan sampe lupa! " Perintah sang kakak ketika Nana hendak melangkahkan kakinya menuju keluar pintu.
Disini Nana sepenuhnya lupa, lelaki itu kemudian mengangguk lalu berjalan kembali menuju ke tempat tas nya berada. Ia pasangkan Hoodie, topi beserta masker yang sebelumnya sudah ia bawa sampai kesekolah.
"Jalannya hati-hati! Kalo pusing langsung balik aja kesini. "
"Iya Abang..."
°°°
Keadaan rumah yang sepi sudah biasa terjadi, mengingat kedua orang tuanya yang super sibuk di jam kerjanya masing-masing.
"Kayanya bakso mama banyak yang beli. Biasanya dia jam segini udah sampe rumah, Na. "
Nana yang berjalan tidak jauh dibelakangnya tersebut mengangguk mendengar ucapan sang kakak. Bukan hanya mama saja, disini juga sang ayah sama sekali belum terlihat. Mungkin juga tengah bekerja, pikirnya.
Keduanya lantas segera berjalan menuju kedalam kamar yang diisi oleh mereka. Sengaja ayah tidak memisahkan kamar mereka untuk berjaga-jaga sewaktu-waktu ada saudaranya yang ingin berkunjung dan menginap ditempat mereka.
Tentunya ranjang keduanya terpisah.
Sesampainya didalam kamar, Nana melihat ke arah benda bulat yang terdapat didinding. Jam sudah menunjukkan pukul 17.56 dan sebentar lagi pastinya sudah memasuki waktu malam.
Pemuda itu menaruh obat yang sudah ia beli tadi, kemudian dengan cara kasar Nana melepas topi dan juga Hoodie yang tadinya ia pakai ditubuhnya.
"Abang beneran udah baikan? " Tanya Nana masih kurang percaya. Entah mengapa rasanya sang kakak masih terlihat sedikit pucat. Semoga saja Jeffin tidak mengalami demam setelah ini.
"Abang udah baikan, buktinya dari tadi bisa jalan sampe kerumah, kan? "
Nana mengangguk, ia tahu jika kakaknya sudah terlihat sedikit baik. Namun entah mengapa rasanya hal itu hanyalah kebohongan semata.
Mereka berdua memang berjalan sampai kerumah, tidak ingin membuat pengeluaran bertambah hanya karena menaiki taxi yang tentunya akan mengeluarkan biaya.
Kakaknya sakit, dan untuk mengobatinya tentu saja tidak membutuhkan dana yang sedikit bukan? Mengingat penyakit ginjal adalah hal yang mematikan. Setiap bulan dua kali Jeffin harus melakukan pencucian darah yang tentunya membutuhkan dana banyak.
Nana mengambil sebutir pil obat yang sudah ia beli sebelumnya. Dengan bantuan air pemuda itu meneguk sebutir obat tersebut. Obatnya tadi habis, jadi oleh karena itu ia harus membelinya lagi di apotek dekat dengan rumah sakit tersebut. Untung saja jaraknya tidak terlalu jauh.
"Bang, sampe kapan Nana kaya gini terus? "
Jeffin yang tengah melepas kaus kakinya lantas segera menoleh ke arah belakang, dimana terlihat sang adik yang tengah menelan obatnya kemudian mengusap kasar mulutnya setelah meneguk air disana.
Helaan napas kembali terdengar dari mulut Nana, ia tahu jika adiknya itu juga ingin seperti anak lainnya yang saat keluar rumah tidak harus menggunakan pakaian yang berat. Sedari kecil hal seperti ini selalu ia rasakan.
"Tunggu aja waktunya, nanti juga sembuh, Na. " Jawab sang kakak mencoba menenangkan.
"Dari dulu ngomongnya kaya gitu, tapi tetep sama aja gak sembuh-sembuh. "
~~~
Fadli Maulana [ jaemin]
Jeffin [Jaehyun]