ASAVELLA [TERBIT] ✓

By jerukminii

9.3M 663K 52.4K

Aku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinteres... More

Asavella 🍁
Asavella 🍁2
Asavella 🍁3
Asavella 🍁4 +
Asavella 🍁5
Asavella 🍁6
Asavella 🍁7
Asavella 🍁8
Asavella 🍁9
Asavella 🍁10
Asavella 🍁11
Asavella 🍁12
Asavella 🍁13
Asavella 🍁14
Asavella 🍁15
Asavella 🍁16
Asavella 🍁17
Asavella 🍁18
Asavella 🍁19
Asavella 🍁20
Asavella 🍁21
Asavella 🍁22
Asavella 🍁23
Asavella 🍁24
Asavella 🍁25
Asavella 🍁26
Asavella 🍁27
Asavella 🍁28
Asavella 🍁29
Asavella 🍁30
Asavella 🍁31
Asavella 🍁32
Asavella 🍁34
Asavella 🍁35
Asavella 🍁36
Asavella 🍁37
Asavella 🍁38
Asavella 🍁39
Asavella 🍁40
Asavella 🍁41
Asavella 🍁42
Asavella 🍁43
Asavella 🍁44
Asavella 🍁45
Asavella 🍁46
Asavella 🍁 47
Asavella 🍁48
Asavella 🍁49
Asavella 🍁50
Asavella 🍁51
Asavella 🍁52
Asavella 🍁53
Asavella 🍁54
Asavella 🍁55
Asavella 🍁56
Asavella 🍁57
Asavella 🍁58
Asavella 🍁59
Asavella 🍁60
Asavella 🍁61
Asavella 🍁62
Asavella 🍁63
Asavella 🍁64
Asavella 🍁65
Asavella 🍁66
Asavella 🍁67
Asavella 🍁68 pt.1
Asavella 🍁 68 pt.2
Asavella 🍁69 pt.1
Asavella 🍁 69 pt.2
Asavella 🍁70 (A)
Asavella ending?
ENDING ASAVELLA
EPILOG
ARKHAN : AKU JUGA PERNAH BAHAGIA
VOTE COVER ASAVELLA
OPEN PRE ORDER ASAVELLA
ASAVELLA 2: BALLERINA BERDARAH

Asavella 🍁33

103K 8K 338
By jerukminii

Tiga hari belakangan ini Brian seusai daring maupun masuk sekolah hanya untuk membahas materi-materi ujian sekolah dan memenuhi tugas sebagai kapten basket. Ia tidak langsung pulang ataupun pergi ke pemakaman lagi. Sebab, ada gadis yang tengah menanti kehadirannya.

Sialnya, ketika ia akan beranjak pergi keluar dari perbatasan sekolahan. Jalannya, dihadang oleh sosok gadis bersurai gelombang yang terurai, tengah menatapnya datar tapi dua netra indah itu menyimpan beribu pertanyaan dan mungkin juga … sebuah rasa rindu yang mendalam.

Brian, menatap malas. Ia mencoba melangkah ke lain arah, namun sayang lagi, gadis itu berhasil menghentikan.

“Apa?” tanya Brian yang kemudian membuka masker hitamnya begitupun dengan Jysa.

“Lo masih tanya apa, seusai mengabaikan pesan gue selama tiga hari? Dan lo, enggak ngabarin gue soal adek gue yang gue kira kabur dari rumah, ternyata di rumah sakit?” sembur Jysa yang kemudian mendorong pelan dada kiri Brian.

“Kenapa lo malah diem aja? Gimana pun, dia adek gue! Keluarga gue!”

Mata gadis itu berkaca-kaca seusai berujar.

“Ngabarin lo, atau enggak. Itu enggak ada perubahan untuk psikis, Langit.”

Brian menyatukan kedua tangannya—seolah memohon sesuatu dan sesekali menunduk kepala. Dan kemudian, ia berujar.

“Gue mohon, jangan beri luka lagi. Dia udah mati dan jangan buat dia abadi dengan luka ini.” finish Brian yang kemudian melangkah pergi. Mungkin ini tidak diinginkan laki-laki tersebut, tapi lihatlah, langkah yang baru dua rajutan harus terhenti ketika Jysa menggenggam pergelangannya.

“Langit?” Jysa menggeleng dengan tawaan samar ketika mengulang satu kata yang terlontar dari banyaknya kalimat yang Brian sebutkan dalam tiap dialognya.

“Gue enggak salah denger? Lo panggil nama itu lagi? Inget posisi. Lo juga pelaku dan ingat siapa lo sebenarnya, bodoh,” tekan Jysa dalam tiap kata namun hanya disambut senyum miring dari laki-laki tersebut dengan gelengan kepala samar.

“Gue pacar lo. Gue berhak—”

“Pacar?” pangkas Brian cepat. Brian tersenyum tipis. Kepalanya menggeleng samar. sesekali membuang wajah dan mengangguk. “Gue berharap itu masih berlaku diantara kita berdua. Semesta bahkan juga menginginkannya untuk kembali bercinta dan melanjutkan kisah.”

“Tapi … apa lo lupa sesuatu, Jy? Kita udahan dan lo juga yang mengakhirinya. Lo lupa?”

“Lo beneran lupa?” ulang Brian sekali lagi. “Andaikata itu bisa terjadi pada memori gue juga, gue hari ini bersama lo.”

Dengan lantang Jysa menjawab. “Lo anggep serius ucapan gue waktu itu? Gu-gue, cuma kebawa emosi. Seharusnya lo ngerti!!” hardik Jysa dengan gelengan kepala yang menunjukkan kekecewaan dengan sikap Brian.

Brian hanya tersenyum tipis. Apa gadis yang dulu mengikat hubungan dengannya mulai mempermainkan perasaannya?

Brian membuang napas berat, dua netranya sekilas menatap langit biru dan kemudian kembali menatap raut sendu Jysa. Dengan deru napas yang cepat—mata penuh rasa kecewa yang terlontar untuknya.

“Semesta memang suka bercanda dengan kita. Tapi kenapa, lo ikut larut dalam sebuah candaan yang melibatkan hubungan dan perasaan?"

"Kenapa, Jy? Jika emosi, kita bisa bicara dengan kepala dingin, bukan apa-apa putus. Putus. Kita bukan lagi anak kecil!”

“Jika masih cinta gue, gapapa. Gue enggak pernah ngelarang lo. Gue juga masih cinta. Tapi maaf, jangan menunggu gue untuk kembali pada lo.”

“Tetap mencintai dengan cara komunikasi tidak perihal untuk kembali.”

Jysa mengangguk paham. Bagaimana sosok laki-laki itu menolak begitu lembut. Ia sesekali menggigit  bibirnya.

“Tapi, biarkan gue menunggu hari dimana lo akan mencintai gue sekali lagi, dan menjadikan diri lo tokoh utama dalam kisah gue,” balasnya.

Laki-laki itu mengangguk mengerti. Meraih puncak kepala sang gadis dan sesekali memperhatikan wajah cantik dengan tatapan yang hangat.

“Jy, dengerin gue ya, hari ini.” Brian mengusap lembut kedua pipi Jysa menggunakan dua ibu jarinya.

“Kalo nanti ternyata gue bukan tokoh utama di kisah lo, gapapa, kok. Lo bisa cari orang lain yang mirip sama gue. Jadi pengganti gue di kisah lo nanti.”

Gadis itu menggeleng cepat. Seakan tidak menyetujui monolog sang mantan. Kali ini ia menolak apa yang laki-laki itu ucap.

“Lo gila? Tapi gue, maunya lo yang jadi tokoh utama di kisah gue dan bukan orang lain!” sarkas Jysa dengan derai air mata dan mengundang perhatian para siswa yang hendak pulang. Emosional meledak. Ia benar-benar tidak bisa mengontrol dengan baik. Seakan tekanannya begitu banyak.

“Tapi gue gabisa kembali, maafin gue. Walaupun gue juga masih cinta lo.”

“A-atau gini, aja. Kita kobam kita tidur bareng kita bercinta atau nggak gue rela kasih perawa—”

“JY! LO GILA? UDAH INI SEKOLAHAN!” potong Brian meninggikan suara dan menenggelamkan suara Jysa yang belum usai.

“Pakek otak lo, kita masih SMA! Jangan buat gue ninggiin suara karena omongan lo diluar ba—”

“IYA, GUE GILA! KENAPA! GUE RELA NGERENDAHIN HARGA DIRI GUE KEK CEWEK DI LUAR SANA BIAR LO MAU BALIK SAMA GUE! LO BOLEH CICIPI SEMUA TUBUH GUE!! BUKAN ITU YANG DI MAU COWOK?”

Entah tempurung Jysa benar-benar kehabisan cara untuk membujuk laki-laki di hadapannya atau justru berada ditingkat penuh amarah.

Bagaimana tidak! Lihat! Gadis itu sampai-sampai tidak peduli tiap kata yang keluar dari birainya.

“GUE RELA JADI LEBIH MURAHAN DARI ADEK GUE!!”

"AYO KE HOTEL! ATAU KE RUMAH GUE. BUKA KANCING GUE! BUKA MAU LO NYICIPI MANA! ASAL ... LO BALIKAN SAMA GUE!"

“Nafsu lo akan menjadi garis finish kepuasaan lo, di saat lo cicipi tubuh gue! Gue lebih mulus dari adek gu—”

Plak!!

Semua siswa menonton bagaimana tangan Brian baru saja menampar keras pipi sang mantan. Bahkan, satu persatu siswa mengambil momen ini dan mengabadikan melalui rekaman.

“Jaga batasan lo, gue ulangi. ini sekolahan,” tekan Brian dalam tiap kata. Matanya memerah—kecewa.

Brian menggeleng. “Hari ini, lo bener-bener kelewatan batasan lo. Gue sampek enggak kenal siapa lo hari ini? Jysa gue, enggak pernah sepicik ini.” finishnya yang kemudian menabrak kasar bahu kanan Jysa dan pergi melangkah jauh dengan penuh rasa kecewa.

Mendengar tiap ucapan Brian membuat Jysa sesak tak karuan.

Kenapa sosok laki-laki itu tidak mengejarnya ataupun meminta sebuah permohonan untuk kembali dalam sebuah hubungan. Apakah sosok laki-laki itu, benar-benar secepat itu melupakannya? Apa namanya benar-benar sudah tergantikan oleh saudari kandungnya?

Gadis tersebut meremas seragam sekolahnya tepat pada dada. Ia berlutut. Menangis—menyesali kesalahannya yang begitu bodoh.

Air matanya turun deras tanpa sadar. Menyesali kebodohannya yang memilih putus. Tapi bagaimana? Haruskah ini keseluruhan salahnya?

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Senyuman terbit dibalik masker hitam dengan puas di kala melihat beberapa lembar foto gadis berambut pendek berhasil ia cetak beberapa. Ia dengan puas memberikan imbalan kepada wanita berseragam putih. Amplop cokelat tebal berisi lemberan kertas merah juga membuat puas perawat tersebut.

“Mau buat apa, sampai lo berani keluar uang sebanyak ini?”

Laki-laki itu tersenyum kembali dibalik masker hitamnya. “Mengoleksi dan memajang di kamar? Menarik bukan? Gue sayang dia gue cinta dia. Gue mau dia.”

“Tapi ini terlalu sensitif,” bisik perawat itu yang tengah berbicara dilorong sepi dekat dengan kamar jenazah dengan was-was. Perawat tersebut tidak sedang berbicara dengan mayat, melainkan dengan laki-laki berhodie hitam, masker hitam dan topi hitam.

“Hanya punggung bukan?” balasnya sesekali mengusap cetakan gambar yang melihatkan punggung kurus penuh luka dengan tangan yang sesekali membenarkan poni.

"Tapi ini telanjang bodoh!" sembur samar perawat tersebut dan mencubit dada laki-laki tersebut.

“Kamera??” tanya laki-laki tersebut sembari mengulurkan tangan dengan mata yang masih fokus melihat bagaimana foto terakhir gadis itu tersenyum seusai memakai pakaian ganti dari rumah sakit.

Kini, netranya melotot ketika menatap perawat tersebut. Seakan di tengah kebahagiaannya tertimpa juga kesialan secara beruntun.

“Cepat ambil dan jangan sampai seseorang mengetahui kamera gue, jika umur orang tua lo masih ingin panjang di dunia,” tekannya sedikit mencengkeram lengan perawat tersebut.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Sosok laki-laki berkulit kuning langsat  yang bersih—tengah berdiri menatap ruang inap yang setengah terbuka. Melihat sosok gadis yang tengah terbaring lemah. Dua cairan infus terpasang dalam satu jarum infus.

Senyuman hangat terbit di balik masker. Ia menunduk, menatap buket bunga mawar merah maroon  yang terbalut dengan flanel hitam dan plastik bermotif kucing dengan pita emas yang menghias.

Ia melangkah satu langkah maju—sedikit menunduk. Meletakkan buket bunga tersebut di tengah pintu. Ia memakai kupluk hoodienya dan membuka masker sampai dagu.

Berharap gadis yang ia pandang menatap dan menyapanya.

“Aca …,” lirihnya memanggil.

“Sebuah epilog tanpa prolog, gue kira hanya sebuah kata-kata melainkan sebuah kisah yang nyata.”

Ia menarik napas panjang dan membuang perlahan dengan tangan yang ia selipkan pada dua kantong saku celana sekolahnya. “Gue adalah pemeran sementara yang tidak dapat dialog.”

Sementara di sisi lain, sosok laki-laki berhoodie hitam dengan gambaran siluet putih sosok seekor kucing dari arah kejauhan tengah mengamati. Dua mata sabitnya menyipit untuk mempertajam indera penglihatannya.

Dan sekarang, laki-laki tersebut bisa melihat seseorang yang tengah berdiri diam kini merajut langkah pergi dan meninggalkan bunga di depan ruang inap Asavella.

Brian merajut langkah cepat untuk sampai di titik ruang inap. Ingin mengejar—tapi ia tidak terlalu berminat, meskipun tempurungnya bertanya-tanya apa yang dilihatnya itu benar-benar sosok yang ia kenal atau orang lain?

Ia memutuskan masuk dengan membawa bunga tersebut dan senyumannya terbit hangat.

Merajut lima sampai delapan langkah untuk sampai pada brankar. Tubuhnya sedikit membungkuk mendekat tepat pada telinga Asavella.

“Langit ...”

Gadis yang memiliki nama itu mendengar dan mengerjap pelan—mengusap mata kanan dua kali. Dan mendapati sosok laki-laki.

"Mimpi indah, ya? Gimana kabarnya?" tanya Brian yang kemudian mendekatkan bibirnya—menempelkan pada kening Asavella, itupun membuat Asavella memejam cukup lama kembali merasakan sengatan luar biasa.

"Tadi siang, Bunda Riri ke sini. Katanya, Lo enggak pernah pulang. Pulang cuma buat ganti baju doang. Kenapa sih?" Suara seraknya tidak membuatnya untuk menginterogasi sosok Brian Claudius.

Dua netra itu kemudian turun, mendapati lagi tangan Brian yang menggenggam buket bunga mawar. Namun kali ini berwarna merah maroon.

Asa beranjak bangun perlahan—turun dari brangkar. Dan satu alisnya terangkat satu. “Lo ... juga lagi mendoakan kematian gue?” Omongan asal Asa menimbulkan kerutan pada dahi Brian.

“Jadi empat kali dan ini kelima kali, lo yang kirim bunga ke gue? Dan sok-sokan sok misterius naruh di depan pintu, gue enggak suka bunga. Seharusnya lo tau—”

"Lo salah paham. Bukan gue."

“Bukan gue, tapi Tio.” Sebenarnya Brian paling benci memotong pembicaraan orang. Tapi ini kesekian kali dia dituduh pengirim bunga dalam tiga hari belakangan ini.

Ya. Tiga hari belakagan ini, Asa mendapat bunga tiap harinya yaitu bunga mawar, namun hanya berbeda warna, kurang lebih ... lima kali dalam tiga hari. Asa mengetahui tiap perawat akan membantu Asa mengganti pakaian dan mengganti cairan infus yang baru.

Tentu Asavella hanya menggeleng kebingungan. “Tio?”

Brian meletakkan sejenak bunga mawar merah di atas nakas. Lalu, menghampiri Asa dan berucap.

“Gue baru aja liat dia berdiri di depan pintu kek patung entah sejak kapan, dan pergi begitu aja, gue kira lo usir dia.”

“Gue aja gatau kalo itu anak ke sini,” ujar Asa.

“Aneh,” lirih Brian yang kemudian memilih membaringkan badan pada brankar Asavella dan membiarkan gadis itu berjalan dengan menjinjing cairan infusnya. Ia mengintip keluar, melihat tidak ada siapa-siapa di sana.

Sementara pikiran Brian tengah kacau. Memikirkan sosok Jysa yang begitu tidak terbayang akan berkata seperti itu kepadanya.

“Sa, gue boleh tanya?” monolog Brian dengan kedua mata menatap langit-langit kosong pada atap.

Asa menutup pintu dan hanya berdeham.

Ia menghela napas kecewa, andai apa yang dikatakan Brian benar itu adalah sosok sahabatnya, kenapa tidak menghampirinya?

“Menurut lo, lebih sakit mana? Gabisa move on atau ... friendzone?”

“Gue bakalan jawab kalau lo bisa jawab pertanyaan gue juga,” ujar Asa yang membalik badan dan menatap Brian yang kini juga menatapnya dengan posisi duduk di atas brankar.

“Apa coba pertanyaannya?”

“Lebih sakit mana? Epilog tanpa prolog atau monolog tanpa dialog?”

“Bukankah semua menyakitkan?” tanya balik Brian dengan mudah.

“Lo udah tau jawabannya. Kalau semua menyakitkan, tapi … kenapa lo seakan bersikap enggak tau dari pertanyaan lo sendiri, ha?”

Mereka terdiam. Seakan bisunya dari dua suara adalah berakhirnya dari sebuah dialog pada hari ini.

Padahal, mereka berdua tahu dua pertanyaan itu memiliki jawaban yang sama. Pedih. Jika dijabarkan satu persatu. Namun, bukankah dua pertanyaan itu tengah menjadi cerita kisah dalam diri mereka sendiri?

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Next?

Jangan lupa komentar dan votenya 😭💔

Makasih yang udah baca.🧡☺️🍊🍁

Ada yang bisa mecahin teka teki mudah ini? Ada hubungannya atau enggak sama Tio?

Continue Reading

You'll Also Like

1M 33.2K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
5.1K 1.6K 15
‼️BELUM REVISI‼️ "Bianca, kamu sempurna. Apa kamu tidak lelah akan kesempurnaan yang kamu miliki?" " Kak, aku tidak sempurna, bahkan aku jauh dari k...
7.6M 172K 26
[SUDAH DINOVELKAN DAN SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA SELURUH INDONESIA] [Complete story✔] [Highest rank : #5 in Teenfiction] ●●● "Gue tau gue bodoh, dan...
4.9K 961 25
Rif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.