Protect At All Costs (END)

By an_ssky

15K 2.1K 3.5K

C A M P U S S T O R Y *** "Kamu cowok, kan? Aku nggak pernah kenal kaum kamu. Tepatnya, nggak kenal makna sal... More

p r a k a t a
a b o u t
prolog
01_alleged trouble
02_(don't) care about
03_touch
05_toes and arguing
06_unsee scenery
07_hard-to-get approval
08_anxiety ring
09_wrong way to interact with you
10_silly perspectives and thoughts
11_memory caller
12_space and squeeze
13_like a rain
14_with you, again
15_a rush of blood
16_thank you in silence
17_hated stare
18_with you, always
19_belief
20_closer
21_falling for you
22_words to believe
23_his existence
24_she and her past
25_stay stay stay
26_apology
27_people come and go, so you do
28_night of confession
29_she's the present
30_his world is hers
epilog
extra chapter
1.1_you're not alone
1.2_such a hard time
1.3_he want, but he can't
1.4_messed up
1.5_choices
1.6_turning point [END]

04_unidentified

455 84 304
By an_ssky

Dari orang lain, kamu bisa jadi melihat senyum, tutur lembut, juga banyak uluran bantu yang disambut. Tetapi tidak dengan beberapa hal lain yang dibiarkan tersimpan untuk diri mereka saja.

***

Pelataran sekretariat memang kerap ramai, tetapi keramaian yang terjadi sekarang ini bukanlah sesuatu yang dapat setiap hari ditemui. Tangan-tangan saling terulur, memindahkan berbagai benda ke mobil pick up yang terparkir di sana. Beberapa lagi tengah sibuk memindai, mencari adakah yang tertinggal atau yang masih bisa dibawa di pemberangkatan selanjutnya. Sebab, kondisi desa tujuan yang sedang terendam banjir akan membuat mereka kesulitan menyimpan barang di sana.

Mobil pick up terlihat tidak begitu penuh, hingga beberapa tas pribadi bisa diletakkan di sana. Sedang Isy memilih tetap mencangklong tas di punggung saja. Isinya tidak seberapa, jadi dia tidak perlu khawatir akan terkendala saat berkendara nanti.

Gadis itu turut membantu menaikkan beberapa barang lagi yang tersisa, selaras dengan gerakan mahasiswa di sana yang belum terhenti sepenuhnya. Akan tetapi, distraksi segera hadir kala suara cukup keras terdengar di sana, dari seseorang yang baru datang dari arah parkiran.

"Guys, ini barang yang udah dinaikin sesuai list kemarin?" Jaza berujar lantang, mungkin memang sengaja ditunjukkan untuk semua orang.

Isy pun menoleh ke arahnya, meski barang tentu tidak tahu betul apa jawaban yabg tepat untuk pertanyaan itu. Sebab pemegang list barang adalah teman-teman BEM Fakultas.

Benar saja, yang menjawab pertanyaan itu adalah Thea—jika Isy tidak salah ingat namanya—dengan papan jalan di dada, yang Isy yakin di baliknya terdapat lembar daftar barang yang harus dibawa.

"Iya, Kak Jaza. Ini udah gue ceklis hampir semua, sih. Beberapa doang yang belum masuk pick up. Ada perubahan, ya?"

Isy dapat melihat gerakan Jaza yang mendekat ke arah Thea. Sama seperti yang lain, gerakannya terhadap barang yang akan dinaikkan terhenti, merasa kalau ada instruksi lain yang harus dipatuhi.

Dari tempatnya, sembari menelisik kertas di tangan Thea, benar saja bahwa Jaza memberi informasi terbaru. "Ini barang buat lusa, bisa diturunin dulu aja, ya," katanya sembari mengalihkan tatap dari tempat semula.

"Kenapa, Za?" Kali ini, Riko yang mendekat, mengambil daftar di tangan Thea.

Sebelum memberikan jawaban, Jaza terlebih dahulu mengedarkan pandangan. Di satu titik, Isy bertemu dengan sorot mata itu dalam satu garis lurus. Tidak lama, sebab Jaza lebih dulu beralih dari sana.

"Aku baru diinfoin pihak desa binaan, katanya banjir di sana malah makin tinggi. Kalau kita bawa terlalu banyak, takut nggak ada tempat buat nyimpen. Jadi, bawa buat hari ini sama besok aja."

Penjelasan Jaza segera diterima semua orang. Percakapan lain pun tercipta di sana, termasuk oleh Nawang dan Tiara yang berada di dekat Isy. Sedang Isy turut mendengarkan, tetapi tidak banyak memberi komentar. Hingga kepalanya kembali menoleh ke arah Jaza saat suara lain terdengar dari sana, meski tidak sekeras milik Jaza tadi.

"Terus pick up-nya gimana, Za? Budget sewa buat sehari doang, kan?" Itu Riko, yang membuat Jaza mengusak hidungnya sekali.

"Gampang, deh, nanti. Kalo pas bawa dikit, kita bawa pake motor aja." Terlihat Jaza kembali mengedarkan pandang ke sekitar sebelum berucap dengan kencang. "Temen-temen, minta tolong beberapa barang diturunin lagi, ya, biar Thea yang instruksiin mana aja yang dibawa. Terus buat yang ke sana hari ini juga dikurangi, khususnya cewek. Maaf banget infonya mendadak."

Sahutan datang dari sana sini, membuat Isy merasa bahwa suaranya pun sudah terwakili.

"Terus yang berangkat siapa aja, deh, jadinya? Aku kok rada ngeri ya kalo banjir gitu." Itu suara Tiara, yang ditujukan entah untuk siapa karena matanya fokus pada Jaza, Rhea, dan Riko yang entah sedang memperbincangkan apa.

"Takut ada buaya, nggak, sih, Ra?" Nawang menyahuti, membuat Isy menarik senyum kecil.

Isy dapat melihat Tiara yang memutar bola mata, sebelum berkata, "Nggak buaya juga, dong."

"Loh, nggak ada yang tahu, kan?"

Gelengan kepala menjadi satu-satunya respons Isy. Teman-temannya ini memang gemar sekali memperdebatkan sesuatu yang tak begitu penting. Hingga akhirnya, nama Isy terseret dalam dialog.

"Kamu bakal tetep ikut, nggak, Sy?" tanya Tiara, membuat Isy menoleh dan memberikan atensi sepenuhnya ke sana.

"Emang milih sendiri gitu, ya?" Memang, mereka belum mendapat kepastian. Sebenarnya, memilih sendiri atau mengikuti daftar terbaru, Isy sama-sama tidak keberatan.

"Nggak tahu juga, sih. Tapi kalo milih sendiri, kamu mau tetep?"

Isy mengangguk, memberikan jawaban untuk Tiara—dan mungkin Nawang, karena dia terlihat menunggu jawaban juga. "Tetep ikut, sih, kayaknya."

"Ih, nggak takut buaya?" Nawang memekik, hingga beberapa orang di sekitar mereka menoleh, membuat Tiara mengangkat kedua jari ke arah mereka, lalu lanjut menyenggol perut Nawang hingga sang pemilik meringis.

Isy turut tertawa kecil. Tingkah mereka memang sering ajaib. Namun, baru saja dia menyadari bahwa Tiara hendak memberikan respons, suara lantang kembali terdengar. Tidak berbeda dari sebelumnya, Jaza menjadi sumbernya.

"Temen-temen, karena tinggi airnya hampir sepinggang, dengan alasan keamanan, untuk dua belas cowok yang tugas hari ini bisa berangkat semua. Tapi kita masih butuh cewek buat bantu-bantu di dapur. Aku nggak mau neken kalian, jadi boleh mengajukan diri aja. Aku butuh seenggaknya tiga orang. Nggak harus satu kelompok tugas juga. Ada yang bersedia?" Jaza menjelaskan panjang lebar. Di akhir, entah kebetulan atau apa, Isy mendapati mata itu menyorot ke arahnya dalam waktu yang cukup lama.

Namun, dia tidak terlalu menghiraukan, lebih memilih masuk ke obrolan teman-temannya.

"Tiga doang. Aku nggak dulu, deh, kayaknya." Tiara yang lebih dulu mengambil keputusan, diikuti anggukan Nawang.

"Kamu gimana, Sy?" Suara Tiara yang terdengar, tetapi jelas bahwa tanya datang dari kedua orang di sebelah kanannya itu, terlihat dari tatapan mata yang ditujukan Nawang dan Tiara ke arahnya.

"Aku tetep ikut aja," jawab Isy mantap.

"Serius?"

Koor dari Nawang dan Tiara belum terjawab, tetapi mulut Isy sudah lebih dulu terbungkam karena suara Jaza.

"Boleh angkat tangan dulu, nggak, yang bersedia?"

Isy melakukan instruksi itu, lalu menoleh ke arah Nawang dan Tiara. "Iya."

Kedua temannya berkomentar dengan berbagai ekspresi ketidakpercayaan. Akan tetapi, ada respons lain yang ditemui Isy, dari seseorang di seberang sana. Tepat sejak tangannya terangkat, Isy mendapati lengkungan di bibir Jaza. Rasanya, terlalu mustahil jika kontak-kontak kecil itu dia artikan sebagai kebetulan. Jaza memang memperhatikannya, bukan?

Perlahan, dia merotasikan mata. Untuk apa pula lelaki itu memberikan atensi saat yang lain hanya merespons sebatas angin lalu saja? Merepotkan.

***

Beberapa barang sudah diturunkan dari mobil pick up dan rombongan FISIP Heroes sudah siap untuk berangkat. Akan tetapi, bukannya berjalan ke arah tempatnya terparkir, Jaza justru mendekati tempat lain. Yakni di satu titik parkir di mana seseorang terlihat tengah mengencangkan tali tas punggungnya.

Dia adalah satu dari lima perempuan yang akan berangkat hari ini. Benar, dia adalah Isy. Perempuan yang mengangkat tangan bersama satu orang lainnya, sedang tiga sisanya yang berangkat adalah hasil tunjuk Jaza dari BEM Fakultas.

Sisa beberapa meter dari berdirinya Isy di samping motor, senyum Jaza terkembang. Dalam hatinya dia bergumam, tentang betapa lucunya Isy saat fokus seperti ini. Hingga akhirnya, tubuh lelaki itu semakin dekat pada objeknya, membuat dia bisa segera melontarkan kata.

"Mau berangkat sama aku aja?"

Respons yang pertama didapati Jaza adalah sebuah keterkejutan. Ada perasaan tidak enak, tetapi tawa kecil lebih mendominasi sebagai respons kala dia mendapati raut terkejut Isy. Lucu, batinnya.

"Sorry, sorry. Nggak maksud ngagetin kamu," katanya sambil menetralkan kekehan.

"It's ok."

Memang itu respons Isy. Akan tetapi, Jaza tidak buta untuk melihat raut kesal di sana. Tipis, dan perlahan memudar.

"Jadi?" Jaza bertanya lagi, membuat Isy memfokuskan netra ke arahnya, dan entah mengapa itu membuat Jaza sedikit gugup.

"Apa?"

"Tawarannya? Perjalanan lumayan jauh, nanti kalau capek biar bisa gantian bawa motornya." Jaza menyuarakan inginnya sekali lagi, tetapi sekali lagi pula wajah raut yang dia temui di wajah Isy.

Tatapan Jaza tidak lepas dari pergerakan Isy, yang kali ini tengah menarik tali tasnya agar tas tersebut menggantung lebih tinggi di balik punggung. "Makasih tawarannya, tapi nggak usah."

"Kenapa?"

Kali ini, kernyitanlah yang tercipta di dahi Isy. "Is there a reason for me to make excuses? Makasih dan nggak kayaknya udah cukup jadi jawaban. Di luar itu, bukan urusan kamu, kan?"

Kesal? Tergores egonya karena ditolak dengan sedemikian rupa? Jawabannya adalah tidak. Karena entah mengapa, Jaza justru semakin terkesima, sekaligus penasaran dalam satu waktu yang sama. Sebelumnya, dia tidak mengira bahwa gadis yang dia pandang memiliki kelembutan hati yang teramat ini, ternyata mampu memberikan respons penolakan yang amat tegas.

And is there a chance for me to know about you furthermore? Jaza bergumam dalam hati. Tak dilisankan, karena respons fisik yang dia berikan hanya anggukan dan seulas senyum.

"Oke kalau gitu. Hati-hati, ya. Boleh call aku kalau ada apa-apa di jalan, walaupun kita barengan jalannya, tapi jaga-jaga aja." Jaza masih membalas dengan nada yang biasa, dengan senyum yang turut serta.

Dari sana, dia dapat melihat ekspresi Isy yang mengendur, tidak sekesal tadi.

"Hm, thanks."

Setelahnya, mereka berpisah. Jaza menghampiri motornya dan memberikan instruksi kepada yang lain untuk tidak memberi jarak terlalu jauh di jalan nanti. Total ada delapan motor yang akan berangkat, beberapa saling berboncengan. Akan tetapi, tidak sepenuhnya fokus Jaza berada di sana. Sebab di ruang kepalanya, ada Isy yang membuatnya mengulas senyum teramat lama.

AN, bersama senyum yang terulas lama.

March 24, 2022.

Continue Reading

You'll Also Like

If I Got You By disa

Teen Fiction

1.7K 216 23
"Aku Ayana, lengkapnya Ayana Azkayra. Bunda bilang, arti namaku bunga yang indah, bunga yang dihormati semua orang. Tapi kenyataannya dalam hidup, ak...
256K 684 54
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
2.3M 73.1K 17
Sebagian sudah diunpublish Link ebook di google play : https://play.google.com/store/books/details?id=uA5QDwAAQBAJ Pesona pria itu mengacaukan indran...
4.8K 1.1K 33
"Aku tidak suka gadis bodoh." Adam dan Naira yang kini beranjak dewasa dan memasuki masa-masa indah selama di SMA. Menjalani kehidupan dari masa rema...