EVERNA SAGA lintas.masa

By Everna

6.2K 501 36

Wahai penjelajah, mari bertualang melintas zaman dan masa Dari masa dunia dipulihkan dan sihir kembali lahir... More

PESAN DALAM BOTOL Andry Chang
PADANG AMRU Grande Samael
KEMBALI DI DESAKU Anjar Adityatsu
KUTUKAN SANG PENYIHIR Kayzerotaku
EVE Bayee Azaeeb
LEINA DAN MALIN Andry Chang
SEBUAH PENGEJARAN Kayzerotaku
SIHIR VS ROBOT Wiendi Lauwinder
DUA GELANG YANG TAK BISA BERSAMA Shin Elqi
CEI: SUDAH BERLALU Mad-Writer
CEI: SUDAH TERKUBUR Mad-Writer
ARTI SEBUAH KEKUATAN Wiendi Lauwinder
LUKA LUNA Renee Keefe
LORONG KRISTAL Rexa Strudel (Bagian 1)
LORONG KRISTAL Rexa Strudel (Bagian 2)
LARCUS Cecilia Lika
LEGENDA LI JUNYANG Andry Chang
SEDEKAPAN ASAGAO Duniamimpigie
KISAH SANG SUMBER Andry Chang
DEWASA ATAU MATI Andry Chang

MALAM 1001 MALAM Dini Afiandri

273 22 1
By Everna

MALAM SERIBU SATU MALAM Dini Afiandri

Namaku Ameera. Usiaku belum lagi genap sepuluh tahun. Sejak aku umur lima dan sudah mulai mengenal kata-kata, kakakku Hassan menjadi satu-satunya keluargaku, dan dia selalu membacakan dongeng 1001 Malam padaku. Aku begitu menyukainya hingga minta dibacakan setiap hari. Namun tak lama kemudian aku mengetahui bahwa aku bisa akrab dengan para tokoh-tokohnya, tidak hanya sebatas di dalam buku saja, tapi juga dengan cara yang tidak semua orang bisa mengalaminya.

Maka, bayangkan betapa terkejutnya aku ketika pada suatu malam yang cerah di pertengahan tahun, Sinbad, si pelaut perkasa sendiri mendarat di depan jendela kamarku dengan kuda terbangnya. Pria separuh baya berwajah awet muda yang mengenakan turban itu mengulurkan tangan padaku dan berkata, "Ikutlah bersamaku ke masa di manadongeng adalah sejarah.... Mempesona namun kadang menyeramkan. 'Buka Sesam,' kawan! Ayo, kita berangkat!"

Kapan lagi petualangan seperti ini? Kulempar sisa roti pita ke samping shish kebab, kurma-kurma di atas piring berlompatan. Dengan penuh semangat kudaki sadel di belakang Sinbad, memijakkan kaki pada sanggurdi, dan kami pun melesat ke angkasa penuh gemintang.

Sejak permulaan segala zaman, malam di Al-Kalam ini seperti siangnya. Panas menyerang, hati menggersang, di tengah gurun yang menampakkan tak keterbatasan. Memang aneh benar..... Tapi suasana bertambah aneh karena Jin Lampu tiba-tiba melayang di sisi tunggangan kami. Ia menyapa Sinbad dan membawa kabar tentang Aladdin, si tikus jalanan, yang dinanti oleh sang putri di balkon istana setiap malam dalam wujud Pangeran Ali Al-Rasyid.

"Hamba bosan, Sayyidi. Setelah menyihir gajah putih dari tikus untuk tunggangannya esok hari, hamba permisi. Ingin rasanya berdiam diri dalam lampu lagi, menenun permadani, andai saja lampuku tidak sedang diminyaki. Dua kali ia menyundut sorbanku karena lupa aku ada di dalamnya dan hendak menggunakan lampuku untuk membaca. Nikmati perjalanan anda malam ini. Salam!" Dan dia menghilang ditelan asap keperakan. Aku tertawa. Sinbad juga.

"Belum pernah dengar versi yang tadi dari dongeng itu, kan? Tunggu saja, yang kau lihat belum seberapa!" Sinbad melecut kudanya dan memacunya meninggalkan siluet obor dinding istana dan kota di bawah sana. Kami menuju tepi barat padang pasir. Bukit-bukit batu.

Tampak kerumunan pasukan berkuda hitam yang mengepulkan debu ke arah perbukitan. Aku terkesiap. "Itu empat puluh penyamun!"

Sinbad mengiyakan. "Kau membaca dengan teliti rupanya. Itu gua tempat para penyamun menyembunyikan harta mereka yang pernah dicuri Ali Baba."

Aku memperhatikan kerumunan itu, agak heran. "Kalau begitu, mengapa mereka masih ada? Bukankah keempat puluh penyamun itu sudah mati disiram minyak panas saat mereka menyamar, masuk di dalam guci?" tanyaku. Sinbad terbahak. "Itu tak sepenuhnya benar. Kenyataannya lebih dari itu. Perhatikan!"

Rombongan itu berhenti di depan mulut gua yang tertutup sebongkah batu besar. Seseorang, yang tampaknya pemimpin mereka, maju dan melambaikan tangannya. "Buka Sesam!" ucapnya. Sedetik, aku mengharap sebuah sihir akan berlangsung dan batu itu akan membuka. Tapi detik-detik berlalu dan tak terjadi apa-apa. "Buka Sesam!!" seru pria itu sekali lagi. Batu itu tak bergeming.

Seseorang di deretan belakang berlari menghampirinya. "Tuan, kata ajaibnya bukan yang itu. Bukankah Tuan sendiri yang mengubahnya karena kata 'Buka Sesam' sudah ketinggalan zaman, dan banyak sekali orang yang tahu dari buku mengenainya?" Pria tua di depan itu melepas cadarnya. Disinari cahaya bulan, aku melihat ternyata Ali Baba-lah yang memimpin mereka semua. Ia meraba-raba jubahnya mencari sesuatu, dan mengeluarkan secarik kertas papirus.

"Ah ya, kata kunci untuk malam ini... Ini dia. 'Buka Wijen!' " Batu di hadapannya mengeluarkan suara gemuruh dan bergetar, tapi tidak terbuka. Terdengar bunyi sesuatu seperti diseret. Ali Baba menggeleng tak sabar. Anak buahnya yang tadi menyambar sebuah guci dari atas sadel, berlari ke pinggir bukit, dan menyiramkan isi guci itu ke bagian samping batu. Terdengar bunyi berdecit-decit dan akhirnya batu besar itu menggeser ke samping, memperlihatkan gua besar di baliknya. Ali Baba berkacak pinggang.

"Pintunya mulai berkarat. Sampai kapan kita harus menyiramkan minyak jagung supaya manteranya bekerja? Aku tak tahu.... Aku pencuri, bukan penyihir. Mungkin lain kali sebaiknya kukencingi saja engselnya biar terbuka dengan lancar." Beberapa penyamun di kerumunan terkekeh.

"Ayo, kita tak punya banyak waktu. Cepat masukkan hartanya sebelum ada orang yang melihat dan kita kecurian lagi!" perintahnya.

Bergasak-gasak guci, karung, dan kotak harta dimasukkan ke dalam gua oleh mereka. Setelah selesai dan semua anggotanya telah berada di luar, Ali Baba berseru 'Tutup Wijen!' dan pintu gua mulai bergerak menutup. Terdengar derak-derak mengkhawatirkan dan pintunya berhenti di tengah jalan. Ali Baba menggerutu, berlari mendekat dan menendang sisi batu besar itu dengan sepatu larsnya. Pintu itu kembali bergerak dan menutup sempurna.

Dari atas pohon palem tempat kami bersembunyi menonton itu semua, aku tak dapat menahan tawaku. Sinbad tersenyum melihat aku tertawa sampai terbungkuk-bungkuk. "Aduh... siapa yang menyangka?" ujarku di tengah tawa. "Ali Baba menggantikan posisi kepala perampok, dan batu gua yang ternyata bisa berkarat setelah bertahun-tahun!" Aku terperangah.

Sinbad mengangguk. "Tampaknya sihirnya sudah mulai luntur. Betapa pun kerasnya Ali Baba berusaha merahasiakan kata ajaibnya dari orang-orang, suatu saat pintu batu itu akan berhenti bekerja dan semua harta akan lenyap ditelan bukit. Itu akhir kisah yang lebih bijak ketimbang bahwa ia memenangkan semuanya."

Kami memandangi para penyamun menderap pergi sebelum akhirnya Sinbad memutuskan bahwa kami harus kembali berangkat. Sekali lagi, kuda bersayap miliknya melejit ke awan.

"Aku telah terbang tujuh kali mengelilingi dunia yang dengan kuda ini aku bertualang, mendapatkan harta. Juga bertemu dengan berbagai orang, makhluk mendebarkan, dan menyaksikan keajaiban. Malam ini adalah penerbanganku yang ke delapan. Bersamamu menyusuri sisa yang nyata dari cerita terkenal dunia," ujar Sinbad.

Aku merasa sangat terhormat karena ia ternyata memilihku.

"Kau seorang pembaca dongeng yang baik dan berbudi, Ameera. Aku berharap kautakkan melupakan kami selamanya."

Ia mengarahkan pecutnya ke langit dan kami menderap lebih tinggi, ke arah bintang-bintang yang gemerlapan. "Dongeng dibuat bukan sebagai penghibur atau pengantar tidur semata. Di dalamnya ada kebaikan dan keburukan, serta contoh yang bisa dipelajari anak-anak lebih dari sekedar pesan moral. Ratusan, bahkan ribuan tokohdalam kisah yang tak terkenal telah dilupakan. Dan mereka naik ke langit menempati rasi-rasi yang berpendar setiap beberapa masa sekali, berharap kisah mereka abadi di atas bumi. Andai ada yang mengerti...." Tatapan Sinbad menerawang. Kami melayang tinggi di antara Orion, Cassiopeia, Castor dan Pollux, Raja Midas, Hercules, dan kelebatan tokoh-tokoh aneh yang tak kukenali.

"Belum saatnya kita menemui mereka. Nanti saja, mungkin di lain waktu, di zaman terdahulu. Sekarang sudah saatnya bagimu untuk kembali. "

Pastilah aku terang-terangan tampak kecewa, karena Sinbad tersenyum dan berkata, "Masih ada sedikit waktu dalam perjalanan kembali ke kamarmu. Akan kuceritakan beberapa detil kisah kami padamu. Tahukah kau, Scheherazade, yang mana dari padanya semua dongeng Al-Kalam berasal, adalah seorang ahli meramu serbuk sheesha sebelum akhirnya diperistri Schahriar? Dan bahwa sandal Ja'Far pernah berisikan sekuntum bunga kaktus? Tahukah kau........"

Fakta-fakta yang diceritakan Sinbad membuaiku hingga aku tertidur di atas sadel, angin malam padang pasir memainkan rambutku. Ketika aku membuka mata, aku telah berada di kamarku.Sisa pitta dan kurma masih ada diatas piring, ini masih dini hari. Aku tak yakin apakah aku bermimpi, karena kakiku masih bisa merasakan bekas kerasnya sanggurdi.Dan ketika kuraba, di antara helaian rambutku masih terselip butiran pasir yang tertiup angin ketika kami terbang di atas gurun.

Sambil meniup lampu minyak di sebelah kasurku, pikiranku mengembara mengulang perjalanan tadi. Apakah sang Jin Lampu mampu menyelesaikan permadaninya sebelum Aladdin dinobatkan menjadi Sultan? Mungkin aku takkan pernah tahu.

Tapi ingatlah, bagimu yang membaca ini, kapanpun kau merasa sendiri, dan imajinasimu menari-nari, bukalah buku dongeng kami, dan akan kuceritakan kisah yang belum pernah diceritakan padamu. Buka jendelamu, biarkan angin menjemputmu dan terbanglah ke angkasa. Di atas gurun, bertemankan lautan pasir, menuju malam keabadian...... Malam paling ajaib dalam sejarah hidupmu.

Di sini.

Di dunia tempatDongeng Seribu Satu Malam adalah sejarah.

Namaku Ameera, dan aku tinggal di Al-Kalam.


Al-Kalam: Jazirah di Terra Everna yang letak dan geografinya mirip Jazirah Arab dan Timur Tengah di Planet Bumi.

Cerpen ini diikutsertakan dalam ajang lomba Cerita Bulanan (Cerbul) Kastil Fantasi di Goodreads pada bulan November 2013. Silahkan klik pada tautan: https://www.goodreads.com/topic/show/1573660-lomba-cerbul-kasfan-november-13

Dini Afiandri lahir di Bandung pada 3 November. Pernah mengikuti Bengkel Penulisan Novel DKJ 2009. Karyanya yang telah terbit adalah novel kolaboratif "Lenka" (2011) bersama Sarekat Penulis Kuping Hitam, antologi cerpen "Tarian Senja" (2013) bersama 7 orang penulis lainnya, serta antologi "A to Z by Request"(2013) bersama 25 penulis lain dari Reading Lights Writers' Circle yang diterbitkan oleh Grasindo. Dini juga turut berpartisipasi dalam antologi Everna Saga- Hikayat Tiga Zaman, dengan cerpennya yang berjudul "Inilah Aku", yang telah diedit dan disesuaikan oleh Andry Chang. Dini bisa dihubungi pada alamat surel diniafiandri@gmail.com atau Facebook: Dini Afiandri.


Sumber gambar sementara:

https://thecandyperfumeboy.files.wordpress.com/2012/06/crazy_fairies_-_arabian_night.jpg



Continue Reading

You'll Also Like

34.3K 4.2K 5
[hanya dipublish di http://wattpad.com/user/just-anny, jika menemukan cerita ini di situs lain artinya itu merupakan PLAGIAT/PENYEBARAN TANPA IZIN] A...
2K 337 16
[Mystery] 1926. Mary kira, dengan menjadi Mario Mitford, ia tak lagi diremehkan. Hidupnya sudah ada di titik nyaman sempurna sejak Perang Dunia I ber...
2.5M 133K 73
โDiam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.โž -Liona Hazel Elnara Genre: 1. Drama Psikologis 2. Thriller / Suspense 3. Action 4. Romance 5. Crim...
78.5K 7.1K 8
"I was wrong, you don't love me anymore. You're lying, she's better than me. And they're right, you look happier now. With her..." GoldenSnow97 Prese...