|✔| Kedua

By aksara_salara

245K 26.3K 3.1K

Ketika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu men... More

Lembar 1
Lembar 2
Lembar 3
Lembar 4
Lembar 6
Lembar 7
Lembar 8
Lembar 9
Lembar 10
Lembar 11
Lembar 12
Lembar 13
Lembar 14
Lembar 15
Lembar 16
Lembar 17
Lembar 18
Lembar 19
Lembar 20
Lembar 21
Lembar 22
Lembar 23 [END]
Lembar 24; Kenangan Semu

Lembar 5

9.8K 1.2K 166
By aksara_salara

Sejak kejadian malam itu, Jenggala benar-benar menghindar dari seluruh keluarganya. Jika berangkat sekolah, Jenggala akan berangkat sebelum mereka berkumpul di ruang makan. Dan pulang sekolah, Jenggala akan langsung menuju kamar tanpa memperdulikan siapa yang saat itu bertatap muka dengannya.

Ia hanya sudah terlanjur kecewa dengan semuanya. Dengan mama, dengan papa, semuanya. Bahkan Jenggala juga kecewa dengan dirinya sendiri.

Saat ini, Jenggala dan Sena berada di pinggir lapangan. Sebelum bel masuk, mereka memang sering menunggu Tama di sini, setelahnya baru pergi ke kelas bersama-sama.

Entah lah, sejak kapan kebiasaan ini mereka lakukan. Yang pasti, baik Jenggala, Tama, dan Sena senang melakukannya. Itu juga bisa mempererat hubungan pertemanan mereka.

Di sela-sela menunggu Tama, Jenggala dan Sena dikejutkan dengan kedatangan anak-anak SMA Negeri Sakti. Ada sekitar lima motor yang kini masuk ke area sekolah. Untung saja, saat ini masih terlalu pagi bagi para guru untuk memenuhi lingkungan sekolah.

Sena adalah orang pertama yang berdiri dan berjalan ke arah sekumpulan murid SMA dari tetangga sebelah. Karena Sena mengenal salah satu dari mereka.

"No, ngapain?" tanya Sena begitu dirinya sudah mendekat ke arah Lino.

Lino yang baru saja melepas helm lantas mengalihkan pandangan pada seseorang yang mengajaknya bicara. Kemudian Lino tersenyum kepada Sena. "Nunggu seseorang."

"Siapa?"

"Daksa."

"Ngapain lo nyari Daksa?" Bukan Sena yang bertanya, melainkan Jenggala. Kini Jenggala sudah berdiri di samping Sena, menatap ke arah Lino dan teman-temannya.

"Lo siapa?" tanya Lino.

"Dia—"

"Gue temennya Daksa. Gue tanya sekali lagi, mau apa lo nyari Daksa?" sahut Jenggala yang menghentikan ucapan Sena.

"Gue ada urusan sama dia. Yang pasti, nggak ada sangkut pautnya sama lo."

Hanya dengan sekali lihat, Jenggala sudah tahu, bahwa anak di depannya ini tidak memiliki perangai yang baik. Dari bagaimana ia berbicara, Jenggala sudah bisa menebak, bahwa Lino memiliki sedikit kebencian untuk Daksa.

Mendadak, Jenggala waspada kepada Lino. Mau bagaimana juga, Daksa tetap adiknya. Seseorang yang yang ia jaga dengan nyawanya sendiri.

Mungkin saat ini, kemarahan dalam dadanya belum padam. Namun bukan berarti hubungannya dengan Daksa terputus begitu saja. Mereka tetap lah kakak dan adik.

"Daksa hari ini nggak sekolah. Kalau lo mau titip pesan, boleh ke gue. Nanti gue sampein ke dia."

Ucapan Jenggala memang benar. Daksa demam semalam, entah karena apa. Dan hari ini, anak itu tidak datang ke sekolah.

Lino berdecih, kemudian membuka suara. "Sampein pesan gue ke dia, bilangin, minggu depan siap-siap tanding sama gue. Untuk hadiah pemenang, biar gue sendiri yang bilang ke dia."

Jenggala diam sejenak. Setelah beberapa detik kemudian, baru lah Jenggala membuka suara. "Oke. Nanti gue sampein ke dia."

"Guys, cabut!" ucap Lino pada teman-temannya.

Setelah kepergian Lino, Sena menatap penuh selidik ke arah Jenggala. "Apa yang sekarang lo pikirin? Jangan aneh-aneh, La."

"Gue bakal gantiin Daksa. Perasaan gue nggak enak, Sen. Gue yakin, tuh anak udah ngerencanain sesuatu."

Mendengar itu, Sena menggeleng kuat-kuat. "Nggak, nggak! Lo nggak ahli dalam balapan. Lino bukan lawan lo. Lo bisa mati konyol gara-gara dia, La!"

"Tapi gue lebih rela mati konyol, daripada diem aja dan jadi saksi dari kematian adik gue sendiri. Keputusan gue udah bulat, Sen. Dan, gue juga butuh bantuan lo dan Tama." Kini Jenggala menatap Sena penuh harap.

"Apa?" Sena tak memiliki kuasa lagi untuk mendebat keinginan Jenggala. Jenggala mendekat, kemudian berbisik di telinga Sena.

Keputusan sudah dibuat, dan kini Sena hanya berharap bahwa semoga semua akan baik-baik saja.

Tak lama kemudian, Tama datang dengan adiknya. Mereka bertiga saling sapa satu lain, lantas berjalan pergi menuju kelas.

Di pertengahan koridor, Jenggala tak sengaja berpapasan dengan Sahmura. Mereka sempat berhenti, dan saling melemparkan tatapan satu sama lain.

Sudah tiga hari, Jenggala tidak menegur kakaknya tersebut. Dan Jenggala juga merasa, Sahmura memang menjaga jarak dirinya. Walau pun mereka memang tidak dekat satu sama lain, namun tingkah Sahmura akhir-akhir ini sangat mudah di tebak.

Sahmura fikir, Jenggala akan menyapanya seperti biasa. Atau jika tidak, Jenggala akan melemparkan pertanyaan basa-basi padanya. Namun sampai mereka memutus tatapan satu sama lain, tidak ada satu pun kata yang Jenggala ucapkan.

Kedua mata Sahmura mengerjap, menatap punggung Jenggala. Entah mengapa, melihat sikap dingin Jenggala kali ini, membuatnya sesak. Membuatnya tak rela. Seolah Jenggala sulit diraih.

"Heh! Malah ngelamun!"

Guncangan hebat yang dilakukan Olivia berhasil menyadarkan Sahmura. Cowok itu mendesah panjang, lalu berjalan pergi mengikuti Olivia yang sudah lebih dulu melangkah.

"Maaf, La." gumam Sahmura tanpa sadar.

◖◖◖

Jenggala mengerjap tak percaya, saat melihat sosok mamanya berdiri di depan gerbang sekolahnya. Awalnya Jenggala fikir, mamanya datang karena menjemput Sahmura. Namun ternyata salah, mamanya datang untuk dirinya.

"Temani Mama makan siang, ya?"

Itu ucapan mamanya sebelum tangannya ditarik begitu saja. Kini mereka ada di sebuah restoran yang cukup mewah. Hanya berdua. Duduk berhadapan dengan perasaan canggung.

Hampir dua tahun tinggal bersama mamanya, semenjak kematian sang kakek, ini pertama kalinya bagi Jenggala duduk berhadapan dengan Dayita.

"Tadi Mama pesan sushi, kamu suka, 'kan?"

Jenggala menggaruk tengkuknya gugup sebelum menjawab. "Maaf, Ma, aku nggak bisa makan ikan salmon. Ada alergi."

Kedua mata Dayita membulat. Diam-diam merutuki dirinya sendiri. "Ah! Maaf, Mama nggak tau, La. Kalau gitu, kita ganti pesanan. Kamu mau apa?"

"Terserah Mama aja. Sebenarnya, aku nggak tau ada makanan apa aja di restoran mahal kayak gini. Jadi daripada bikin malu Mama, lebih baik Mama aja yang pesan. Asal jangan hidangan daging mentah, aku makan kok."

Ucapan Jenggala barusan tanpa sadar menampar telak Dayita. Selama ini Dayita selalu tahu apa makan kesukaan kedua putranya yang lain. Namun Dayita bahkan tak pernah tahu apa pun tentang Jenggala.

Akhirnya Dayita mengganti pesanan. Kini mereka hanya tinggal menunggu pesanan datang. Sesekali Dayita mencoba membangun obrolan. Ternyata, berdua dengan Jenggala membuat Dayita sadar, sejauh apa hubungan mereka.

"La," panggil Dayita dengan suara pelan.

Jenggala menoleh. "Hm, kenapa, Ma?"

"Tentang malam itu, maafin Mama. Mama kebawa emosi, dan akhirnya nyakitin kamu. Mama minta maaf."

Tangan Jenggala reflek menyentuh pipinya. Rasa perih itu memang sudah tidak terasa. Namun luka dihatinya masih membekas sampai hari ini.

"Nggak apa-apa. Aku udah maafin Mama, jauh sebelum Mama minta maaf. Lagian aku juga salah kok, jadi wajar Mama pukul aku. Aku juga minta maaf, ya, Ma."

"Iya." Dayita menyesal. Sebenarnya bukan kata ini yang ingin ia ucapkan. Tapi otak dan hatinya bergerak secara tidak sinkron.

"Ma," Kini berganti Jenggala yang meminta atensi dari sang mama.

"Kenapa, La?"

Diam sejenak, Jenggala hanya mengulas senyum tipis. Senyum yang benar-benar teduh. Senyum yang belum pernah Dayita saksikan.

"Nggak pa-pa. Aku cuma mau bilang, aku kangen banget sama Mama. Terakhir Mama peluk aku, mungkin dua belas tahun lalu. Setelah ini, aku boleh minta peluk, nggak, Ma?"

Ucapan Jenggala lagi-lagi membuat Dayita kehabisan kata-kata. Tak ada jawaban, Dayita melainkan menatap Jenggala dengan lekat.

Senyum Jenggala perlahan luntur. Diamnya sang mama sudah menjadi jawaban. "Maaf aku banyak minta. Lupain, Ma. Sekarang ayo nikmati waktu berdua kita. Kita harus banyak buat kenangan berdua."

"La—"

"Nggak pernah ada yang tau kematian, Ma."

Hallo, apa kabar kalian??

Btw, ada yang kangen Jenggala nggak??

Dunia khayalan,
1 April 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 45.5K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
2.7M 136K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
2.6M 143K 63
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
10.6M 675K 44
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...