|✔| Kedua

By aksara_salara

267K 27.3K 3.2K

Ketika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu men... More

Lembar 1
Lembar 2
Lembar 3
Lembar 5
Lembar 6
Lembar 7
Lembar 8
Lembar 9
Lembar 10
Lembar 11
Lembar 12
Lembar 13
Lembar 14
Lembar 15
Lembar 16
Lembar 17
Lembar 18
Lembar 19
Lembar 20
Lembar 21
Lembar 22
Lembar 23 [END]
Lembar 24; Kenangan Semu

Lembar 4

11.1K 1.2K 203
By aksara_salara

Suasana arena balap malam ini cukup ramai. Entah bisa dibilang malam atau tidak, karena balapan dilaksanakan pada pukul setengah tujuh sampai jam delapan saja. Itu karena permintaan Daksa.

Mana mungkin Daksa berani pulang larut ke rumah, bisa-bisa papanya akan murka. Tadi saja ia beralasan akan menemani Jenggala latihan taekwondo sampai malam. Kebetulan sekali, hari ini Jenggala ada latihan sampai larut.

Kini Daksa dan dua orang lainnya sudah duduk di atas motor masing-masing dengan mesin menyala. Helm sudah terpasang apik di kepala. Hanya tinggal menunggu aba-aba, maka pertandingan resmi di mulai.

Hari ini, bukan hanya SMA Daksya dan Garuda saja yang ikut serta. SMA tetangga, SMA Negeri Sakti pun ikut turun ke jalanan. Mereka berteman, walau pun di arena mereka akan menjadi musuh.

Seorang wanita berdiri di tengah-tengah, dengan membawa bendera kecil. Saat wanita itu menjatuhkan bendera, pertandingan resmi di mulai. Daksa berserta kedua orang lainnya mulai melajukan motor mereka masing-masing dengan  kecepatan penuh.

Tiga putaran, Daksa berhasil memimpin dan di putaran terakhir berhasil melewati garis finish. Akhirnya Daksa ditentukan sebagai pemenang pada pertandingan malam ini.

Daksa turun dari motornya, di sambut oleh sorakan ramai dari teman-temannya. Bukan hanya teman-teman Daksa, teman-teman dari lawannya pun ikut turut mengucapkan selamat.

"Selamat, Sa, tiga kali memang berturut-turut. Sumpah, lo keren banget!" ucap salah seorang siswa Garuda.

Daksa hanya tertawa singkat, sembari menyalami yang lainnya. "Ini cuma sebagian kecil dari keberuntungan gue aja. Jangan berlebihan."

"Selamat, Daksa!"

Sahutan keras dari arah belakang, membuat Daksa berbaik badan. Dilihatnya sang lawan yang perlahan berjalan mendekat. Daksa tersenyum, membalas senyuman tipis Fajar.

"Lo juga nggak kalah keren tadi, Jar." kata Daksa pada Fajar.

Alunan tawa Fajar menyambut pujian Daksa. "Bisa aja lo! Tapi bener, malam ini lo keren banget!"

Mereka tertawa bersama selanjutnya, tanpa menyadari satu tatapan tajam dari seseorang. Mereka memang teman, tapi tak menutup kemungkinan akan ada orang-orang yang tak suka dan memancing keributan.

Setelah jarum jam menunjuk angka delapan, Daksa pergi terlebih dahulu. Arena balap masing menyisakan beberapa orang yang memang ingin menongkrong dahulu sebelum pulang. Salah satunya Fajar.

Fajar berjalan menghampiri Lino yang sejak tadi hanya terdiam. Lino tadi adalah orang yang juga ikut pertandingan bersama Fajar dan Daksa.

"Kalau dendam, cepet lakuin sesuatu. Jangan biarin dendam lo buat penyakit hati." kata Fajar setengah bercanda.

Lino tertawa sarkas. "Tunggu aja tanggal mainnya." katanya sembari menatap jauh ke depan.

◖◖◖

Jenggala tiba di rumah sebelum pukul delapan. Dan kini dirinya sudah mengenakan pakaian santai, hendak turun untuk mencari makanan yang sekiranya bisa mengganjal perut.

Namun saat langkah kakinya menginjak anak tangga terakhir, tatapan dingin sang papa membuat Jenggala berhenti.

"Kenapa, Pa?"

"Dimana adik kamu?" tanya Nuraga.

Mendapat pertanyaan demikian, kedua alis Jenggala berkerut bimbang. "Aku nggak tau. Lagian seharian ini aku nggak ketemu dia."

"Mana mungkin? Tadi dia bilang sama Papa, akan menemani kamu latihan sampai larut malam."

Jenggala telak bungkam. Lagi-lagi Daksa menggunakan namanya untuk lolos dari pengawasan Nuraga. Sungguh, kali ini Jenggala benar-benar muak.

"Pa, maaf, Daksa baru pulang. Tadi Jenggala ternyata pulang duluan, dan nggak bilang sama aku." kata Daksa yang baru saja tiba. Anak itu masih mengenakan seragam di balut oleh jaket hitam.

Tanpa rasa bersalah, Daksa menyalami tangan Nuraga dan tak menoleh ke arah Jenggala sedikit pun.

"Dia bohong, Pa. Tadi aku latihan sendiri, dan Daksa juga nggak ada bilang apa-apa kalau mau temenin aku latihan." Jenggala buka suara, berusaha membela dirinya kali ini. Berharap jika Nuraga akan sedikit mengerti dan mulai mempercayainya.

Namun Jenggala kembali di patahkan. Nuraga justru melayangkan tatapan tajam. "Nggak tau berterimakasih. Sudah ditemani, malah balik menyalahkan. Harusnya kamu makasih sama adik kamu, karena udah menemani kamu latihan. Kamu ini kenapa, sih, Jenggala?"

Tangan Jenggala mengepal. "Bukan aku yang kenapa. Tapi Papa yang kenapa? Papa nggak pernah percaya sedikit pun sama apa yang aku ucapin."

"Itu karena kamu memang selalu mengecewakan!"

"Aku tau. Tapi apa salahnya dengerin penjelasan dari aku? Jangan apa-apa ambil kesimpulan sendiri."

"Jadi kamu menggurui Papa?" Nada suara Nuraga mulai berubah. Suara bariton tersebut terdengar lebih dingin dari biasanya.

Dayita datang dengan langkah tergesa-gesa mendekati anak dan suaminya yang tengah berdebat. "Pa, ada apa, sih?"

"Anak kamu ini! Ajarkan anak kamu sopan santun!" Telunjuk Nuraga menunjuk Jenggala dengan penuh amarah.

Dayita ikut mengalihkan pandangan ke arah putra keduanya. "Ada apa Jenggala?"

"Mama tanya aja sama anak kesayangan Mama. Kebohongan apa lagi yang sudah dia buat kali ini." jawab Jenggala tanpa rasa takut.

Saat ini Jenggala sadar, jika ia tidak bisa tegas, dirinya akan terus terinjak dan disalahkan. Karena di sini, ia tidak memiliki siapa-siapa, kecuali dirinya sendiri.

"Kenapa, Sa?" Kali ini Dayita bertanya pada si bungsu.

Daksa menatap mamanya dengan pandangan berkaca-kaca. "Jenggala nyalahin aku, padahal dia sendiri yang salah. Tadi aku temenin dia latihan, tapi dia pulang duluan tanpa bilang sama aku. Aku nungguin dia selama setengah jam, Ma."

"Bohong! Aku sama Daksa bahkan nggak ngobrol apa-apa seharian ini, Ma!" sahut Jenggala.

"Lo yang udah bohong dan nyiptain drama lo sendiri. Stop, Jenggala, stop bersikap kekanak-kanakan!" Ucapan Daksa kali ini membuat Jenggala menatap tak percaya ke arahnya. Ini sudah melebihi batasan.

"Lo yang kekanakan!"

"Cukup!!" Teriakan serta suara tamparan menggema bersama suara yang Dayita lontarkan. Tangan wanita itu dengan cepat melayang ke arah pipi kanan Jenggala. "Cukup, Jenggala! Jangan membuat Mama marah. Sekarang minta maaf ke adik kamu."

Jenggala meraba pipi kanannya yang terasa panas. Kedua matanya memberat dengan air mata yang menumpuk di sana. Memandang mamanya dengan penuh luka.

"Jenggala, minta maaf!" Lagi, suara teriakan Dayita menggema.

"Nggak! Aku nggak akan pernah minta maaf, karena aku nggak salah!" Kemudian Jenggala berlari naik ke kamarnya. Menutup pintu keras-keras sampai Sahmura yang baru saja tiba tersentak kaget.

"Anak itu," geram Nuraga.

"Ada apa, Ma?" tanya Sahmura dengan suara pelan.

"Nggak ada apa-apa, Bang. Kamu baru pulang?" Nada suara Dayita dengan cepat berubah. Kini wanita itu kembali bersikap seperti ibu pada umumnya. Yang menyambut kepulangan sang anak.

"Iya. Maaf, aku telat pulang, karena tadi ada rapat dadakan."

"Nggak pa-pa. Sekarang kalian lebih baik istirahat terus makan. Terutama kamu, Sa. Pasti capek, ya, udah nunggu Jenggala seharian ini? Nanti makan yang banyak, ya?" kata Dayita kepada Daksa dan Sahmura.

"Nunggu Jenggala?" gumaman Sahmura ternyata di dengar oleh Dayita.

"Iya, Bang, tadi adek kamu nunggu Jenggala latihan. Eh taunya anak itu malah pulang duluan, ninggalin Daksa."

"Tapi tadi—"

Gerakan Daksa yang menyeret lengan Sahmura membuat Sahmura menghentikan kalimatnya. Tanpa perasaan, Daksa membawa sang kakak ke belakang.

Sedangkan Dayita menatap bingung ke arah kedua putranya.

Sahmura melepas cekalan adiknya dengan kasar. Menatap wajah Daksa lekat-lekat. "Lo bohong lagi?"

"Iya," jawab Daksa tanpa beban. "Dan awas aja lo sampai ngadu ke Mama dan Papa."

"Otak lo dimana, Sa?!"

"Nggak usah sok suci! Lo juga sering, kan, jadiin Jenggala sebagai kambing hitam?"

Ucapan Daksa mampu membungkam Sahmura begitu saja. Karena apa yang Daksa katakan, memang benar. Ia sering menggunakan Jenggala sebagai alasan dari kesalahan yang ia lakukan.

Namun itu dulu, sekarang ia tidak pernah melakukannya lagi.





Kotak suara untuk memaki Daksa telah di buka. Silahkan keluarkan semua uneg-uneg kalian di sini ngehehe ....

Haii apa kabar hari ini?
Terimakasih sudah bertahan, kalian hebat. Sehat dan bahagia selalu orang-orang baik.

Maaf, ya, kalau story ini kemungkinan ngebosenin. Tapi aku lagi berusaha untuk menulis dengan baik. Jangan segan kalau mau kasih kritik dan saran.

Itu aja, sampai ketemu dilain waktu.

Bye ♡

Dunia khayalan,
25 Maret 2022

Continue Reading

You'll Also Like

394K 27.9K 26
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
2.4M 132K 29
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
945K 86.3K 32
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...
255K 5.3K 17
Kesepakatan gila yang diberikan Gavriel lalu disetujui penuh oleh Baek Dahyun, secara singkat membuat hidup Dahyun berubah drastis. Keduanya menjalin...