See you.

By lxndrhv

57 11 36

Hanyalah kisah cinta remaja biasa. Seorang gadis yang jatuh cinta kepada lelaki. Lalu mulai tumbuh benih-beni... More

I. Kenal

57 11 36
By lxndrhv

"Darani, bisa bicara sebentar dengan ibu?"

"Ada yang perlu dibantu bu?"

"Begini nak Dara, ada siswa pindahan kelas 11. Kamu yang ajak dia keliling sekolah

bisakah? Kebetulan pengurus OSIS sedang sibuk. Tidak apa-apa ya?"

"Kenapa saya, Bu Maria? Kan bisa saja anak kelas 11 yang lain?"

"Betul Dara, bisa saja yang lain. Tapi karena kamu siswa terunggul disini, saya ingin

kamu yang mengenalkan kepada murid baru bahwa inilah sekolah kita. Sekarang ikut saya ke kelas 11B ya, kita jemput dia."

"Baik bu."

09.30 WIB, jam istirahat SMA Bestariwijaya. Salah satu SMA terunggul se-nasional. Tidak mudah untuk masuk ke sini. Nilai ijazah minimal 90, tes untuk masuk SMA Bestariwijaya yang mustahil sehingga tiap tahunnya hanya 90 siswa yang lolos. Gurunya pun merupakan guru-guru terbaik se-nasional. Bahkan kadang, SMA ini bisa saja mengundang guru dari luar negeri yang sudah ahli. Standar guru disini juga tidak rendah, minimal mempunyai S2 atau Magister. Bagi murid beasiswa, biaya sekolah ditanggung sepenuhnya oleh sekolah. Namun, untuk mendapatkan beasiswa di sekolah ini merupakan hal yang mustahil.

Darani Veda Wanodya adalah salah satu siswa yang mendapat beasiswa tersebut. Dia adalah siswa yang unggul sejak di bangku Sekolah Dasar. Dia mendapat banyak penghargaan bahkan mendapat juara 2 kompetisi Matematika internasional. Dan saat SMP, mendapat juara 3 kompetisi Bahasa Inggris internasional. Darani merupakan siswa yang sangat aktif dan mengikuti banyak organisasi. Sifatnya yang lemah lembut, rendah hati, dan ramah membuatnya memiliki banyak teman. Namun kadang, banyak yang hanya memanfaatkan kepintarannya dan membuatnya hanya mempunyai "teman". Dia sendirian kemana-mana, tidak ada yang menemani maupun mengajaknya berbicara. Darani tidak peduli akan hal itu.

"Halo Ady, ini Darani yang akan mengajak kamu keliling sekolah hari ini. Semoga kalian bisa berteman ya. Dara, ibu pergi dulu. Sebentar lagi akan rapat."

"Baik bu." Bu Maria pergi meninggalkan Ady dan Dara.

"Halo kak. Aku Darani Veda Wanodya. Salam kenal ya." dia mengajak Ady untuk bersalaman

"Saya Adyatma Jiwatrisna. Salam kenal."

"Wah kakak dari keluarga Jiwatrisna? Keren banget!"

"Iya terima kasih. Bisa langsung saja keliling nya? Saya tidak mau ketinggalan pelajaran."

"Sip kak, kita berangkat!" Mereka mengelilingi sekolah hampir 1 jam. Sepanjang tur, Dara menjelaskan banyak hal. Namun Ady tidak bicara banyak. Dara sebenarnya marah, namun tidak bicara apa-apa.

"Ok kak, tur kita sudah selesai. Gimana? Keren kan sekolah kita?"

tiba-tiba Ady bertanya "Nama kamu Darani kan?"

"Panggil Dara aja kak."

"Darani, kamu tidak marah saya mengabaikan kamu?" Dara terkejut.

Namun dengan tenang dia menjawab "Kalau aku boleh jujur kak, ya aku marah. Aku sudah menjelaskan panjang lebar tapi kak Ady tidak berkata sepatah kata pun."

"Lalu kenapa diam saja? Kenapa kamu tidak bilang ke saya?"

"Kak Ady, aku harus menjaga sikap didepan semua orang. Kita tidak boleh terbawa oleh perasaan pribadi."

"Tapi kamu juga tidak boleh mengabaikan perasaan kamu sendiri." Ady menyela.

"Darani, ungkapkan semua yang ada dipikiranmu. Kalau kamu begini terus-menerus kamu akan mudah tertipu dan banyak orang akan menggunakan kelemahanmu itu."

"Andai semudah itu kak." Dara menyela Ady. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

"Lebih baik Kak Ady masuk ke kelas. Nanti Kak Ady tertinggal pelajaran. Saya pamit dulu." lalu Dara pergi begitu saja.

"Ungkapkan semua yang ada dipikiranku? Omong kosong. Yang ada aku nanti bisa dihajar mati-matian sama ayah."

"Dara, bantuin dong. Aku nggak ngerti nih."

"Apa yang kamu tidak mengerti?"

"Semuanya. Soalnya susah banget." tentu saja jika ada materi yang sulit dimengerti semua akan bertanya kepada Darani. Dia marah, namun bisa apa?

"Padahal ada dibuku, tinggal ditiru caranya juga sudah selesai." andai dia bisa mengatakan itu, namun tidak. Kalimat itu hanya tertinggal di benaknya.

"Ya sudah, sini aku bantu.".

12.00, istirahat jam kedua. Makan dan menunaikan ibadah, inilah yang dilakukan hampir seluruh siswa. Dan seperti biasa, Dara makan siang sendirian. Dia pergi ke kantin dan mengambil makanan yang sudah disediakan dengan prasmanan. Di depannya ada seseorang yang dia kenal, Ady.

"Loh Kak Ady? Halo kak."

Ady menoleh ke belakang "Oh Darani. Halo juga." Ady berkata dengan wajahnya yang datar.

"Kak Ady mau makan bareng? Aku cuma ngajak kak, tapi kalau kakak mau makan bersama teman kakak yang lain tidak apa-apa kok."

"Ya sudah, saya makan bareng kamu. Tapi memangnya kamu tidak punya teman?"

"Tidak kak. Tapi tidak apa-apa kok, aku sudah terbiasa."

Lalu mereka menemukan bangku dan meja makan di bawah sebuah pohon. Mereka memakan makan siangnya.

"Kakak suka makanan apa?" Dara tiba-tiba bertanya kepada Ady.

"Saya tidak suka apa-apa. Yang penting saya bisa hidup dengan makan."

"Oh begitu. Kalo minuman kak?"

"Sama saja."

"Wih, Kak Ady simple banget ya. Tapi nanti kalo misal aku ingin belikan kakak makanan, aku kasih kakak apa?"

"Ya tidak usah. Ngapain juga kamu kasih?" Darani terkejut. Mengapa dia terdengar seperti marah dan tersinggung? Mereka terdiam.

"Maaf kak kalau aku menyinggung."

"Tidak usah minta maaf, kau hanya bertanya."

Setelah selesai, mereka kembali ke kelas masing-masing.

"BURUNG DARAAAAA" Asmara Matahari, orang paling dekat dengan Darani. Sayangnya dia berada di kelas 10C. Walaupun Asmara merupakan teman terdekat Darani, Darani bukanlah teman utama Asmara. Asmara memang anak yang suka bersosialisasi dengan siapa saja.

"Oh, Mara. Kenapa?"

"Dara Dara, nanti sore aku pengen beli dress, mau ikut nggak? Soalnya fashion kamu tuh yang the best gitu. Ikut ya? Please..."

"Maaf, aku tidak bisa. Aku ikut bimbel tambahan soalnya."

"Ih, kamu tuh sibuk banget ya. Kadang kasian ngeliat kamu."

"Haha, ya aku harus belajar supaya pintar kan?"

"Yaudah deh, eh ngomong-ngomong gimana kakak kelas yang baru? Tadi aku lihat kamu ngobrol sama dia. Ganteng deh, kenalin dong hehe." Darani sebenarnya kurang suka dengan Asmara karena ini. Dia selalu datang ke Darani hanya karena ada kemauannya sendiri.

"Emm kita juga tidak dekat. Tidak banyak bicara juga."

"Kalau ga mau bilang aja. Gausah bohong kayak gitu. Yaudah deh." lalu Asmara pergi begitu saja.

Bel berbunyi, jam pelajaran ketiga akan dimulai. Semua siswa berlarian masuk ke kelasnya karena takut terlambat. Pelajaran dimulai kembali, banyak siswa yang sudah lelah dan tertidur di kelas. Tapi tentu saja Darani menyimak dengan sangat baik, mencatat semua hal yang dijelaskan oleh guru. Teman sekelasnya kadang heran dengannya, bagaimana dia bisa se ambisius itu. Bukan berarti mereka tidak serius dengan pelajaran, tetapi Darani belajar dari pagi sampai pagi layaknya jika dia tidak belajar maka dia akan mati. Semua hal ia lakukan supaya mendapat banyak penghargaan, nilai yang sempurna, dan peringkat satu. Sering sekali dia pingsan di kelas dan ternyata saat malam pun dia tidak tidur. Dia belajar, belajar, dan belajar. Orang-orang menjulukinya "Mad Genius" karena memang dia merupakan jenius yang gila. Namun entah mengapa, orang tuanya tidak pernah menjemputnya dari sekolah. Dia diantar dan dijemput oleh bus sekolah. Di bus sekolah pun dia masih sempat mengerjakan PR nya. Darani adalah siswa yang segila itu akan belajar dan prestasi.

15.30, jam istirahat terakhir SMA Bestariwijaya. Kebanyakan murid pada jam ini akan pulang karena jam pelajaran terakhir hanya mata pelajaran tambahan yang tidak wajib. Darani tetap berada di sekolah karena mengikuti mata pelajaran tambahan.

Darani pergi ke taman belakang sekolah yang lumayan terpencil dan tidak banyak orang disana. Dia duduk termenung, memikirkan segalanya. Masa depannya, keluarganya, nilainya, semuanya. Dia ingin menjadi seperti remaja lainnya, menikmati hidup dan pergi kemana saja. Namun apa yang bisa Darani lakukan? Keluarganya sangat keras pada dirinya, menghukumnya jika dia tidak dapat peringkat, memukulnya jika dia mendapat nilai yang "buruk", dan mengurungnya jika dia tidak memenangkan lomba. Dia takut, takut akan masa depan, takut dengan keluarganya, takut hidupnya hancur. Rasa takut menguasainya, memainkan pikirannya dan hatinya. Sayatan tanpa jejak menggores jiwanya begitu dalam, kelam di hatinya mengukir emosi dan reaksi yang dunia pun tak bisa jelaskan.

Takut, takut, takut. Aku tak bisa bernafas, aku tidak kuat. Tolong Tuhan, ambil nyawaku. Apa artinya hidupku jika hanya seperti ini? Aku muak, aku takut, aku sedih, aku marah, namun aku tidak bahagia. Mengapa aku merasakan segalanya tapi tidak kebahagiaan? Kapan aku akan melihat dunia dengan banyak warna? Hidupku hanyalah hitam putih. Belajar, prestasi, nilai, pujian, hanya itu yang aku tau tentang dunia ini. Aku harus apa Tuhan? Aku takut, sangat takut. Kumohon ambil saja nyawaku, ambil saja. Aku sudah berjuang sekeras ini. Aku tidak tidur, aku mengorbankan semua mimpiku saat aku kecil. Apa lagi yang Kau inginkan, Tuhan? Apa lagi? Kumohon, biarkan aku istirahat. Aku lelah, aku takut, aku tidak kuat, tolong aku. Tolong, biarkan aku istirahat, Tuhan.

10 menit Darani berada di taman, merenungi kehidupannya. Dia meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju kelas. Lalu dia melihat seseorang dan entah mengapa, hatinya berdegup kencang. Apa ini? Gugup? Takut? Darani bahkan tidak tahu dirinya sendiri.

"Loh, Kak Ady belum pulang?"

Ady berjalan menuju gerbang. "Ini sudah dijemput."

"Oh, ya sudah kalau begitu. Hati-hati dijalan ya kak!" Darani tersenyum. Senyum ini berbeda dari senyumnya yang biasa. Senyuman palsu yang dipakai untuk menjaga harga dirinya. Namun kali ini berbeda, entah mengapa.

"Iya." Ady pergi ketika melihat mobil hitam didepan gerbang. Tentu saja mobilnya terlihat mewah dan elegan. Orang-orang yang melewati mobil itu sudah pasti tau harganya. Darani kembali ke kelas. Ada lebih setengah siswa yang sudah pulang di kelas 10A. Yang tetap mengikuti bimbel tambahan ini hanya siswa-siswi seperti Darani yang gila akan belajar.

Kelas pada SMA Bestariwijaya membedakan murid-muridnya dengan memisahkan kelas mereka. A diisi dengan murid-murid berprestasi bahkan dari luar negeri, selalu menduduki peringkat teratas sekolah, dan minimal mendapat nilai 92. B diisi dengan murid yang rajin namun tidak seperti kelas A. Mereka lebih santai namun tetap mendapat nilai yang tinggi dan minimal mendapat nilai 90. C diisi dengan murid yang kebanyakan unggul dalam non-akademik. Namun tentu saja, mereka tetap unggul dalam pelajaran akademik. Tetapi mereka lebih fokus kepada prestasi non-akademik mereka. Nilai minimal mereka adalah 88.

"Darani, bisa bantu jawab soalnya? Sertakan caranya dengan jelas juga ya. Lalu jelaskan kepada teman-teman sekelasmu bagaimana kamu mendapat cara dan jawabanmu itu." Tentu saja, Darani yang akan ditunjuk. Darani, Darani, Darani. Setidaknya minimal 10 kali guru-guru SMA Bestariwijaya memanggil namanya untuk menjelaskan jawaban dalam sehari. Kadang dia muak, tapi dia menjadi lebih dikenal sebagai si jenius yang tidak pernah berhenti berprestasi. Dia haus akan pujian, terutama jika berasal dari keluarganya. Tentu saja karena mereka hanya memberi pujian kepada Darani satu dari 1000 prestasi Darani. Dan di rumah keluarganya sendiri, ada ruangan kecil khusus untuk penghargaan Darani. Apakah karena keluarganya bangga pada Darani? Tidak. Ruangan itu digunakan untuk memamerkan piala dan sertifikat yang selalu ditunjukkan kepada orang-orang yang masuk ke rumah keluarganya. Bukan karena bangga, tetapi untuk membuat nama keluarganya menjadi sangat tinggi. Semuanya hanya demi nama dan takhta. Layaknya Darani dipakai sebagai "boneka" oleh orangtuanya untuk membuat keluarganya dikenal dan dihormati banyak orang.

Pulang sekolah, 18.00. Tentu saja Darani pulang menaiki bus sekolah. Di dalam bus pun dia mengerjakan tugasnya. Lalu sampailah dia, di rumahnya. Rumahku, istanaku. Perkataan itu dipakai dimana saja. Tapi bagi Darani, rumahnya adalah penjaranya. Kelam, tidak harmonis, dan sesak. Rumahnya modern, berlantai dua dengan dekorasi yang lumayan mewah. Di dalamnya banyak barang-barang yang lumayan mahal. Apa pekerjaan orang tuanya? Ayahnya adalah seorang manajer di salah satu perusahaan swasta yang besar. Dia bekerja di bidang keuangan dan telah bekerja disitu selama 10 tahun. Ibunya adalah seorang pedagang kain yang sudah memiliki banyak grosir dan tokonya selalu ramai. Keluarganya berkecukupan bahkan mempunyai duit yang lebih. Namun 15% dari kekayaannya berasal dari Darani. Tentu saja, dia memenangkan banyak penghargaan berjumlah jutaan. Singkatnya, Darani digunakan sebagai "penghasil uang" oleh "keluarga"nya. Walaupun keluarganya menghasilkan uang yang lebih dari cukup, namun dari 5 lomba saja yang Darani menangkan bisa membuat dia menghasilkan 30 juta kurang lebihnya.

"Darani Vena Wanodya, kamu ingat 2 hari lagi ada kompetisi fisika kan? 2 hari ibu sita hp kamu dan untuk makanan minuman nanti diantar ke kamar. Kamu tidak boleh keluar kamar kecuali hanya ke sekolah. Awas kalau kamu langgar, paham?"

"Paham, bu."

Darani masuk ke kamarnya dan tentu saja, kamarnya yang penuh dengan rumus, sticky note untuk hafalan, buku dimana-mana. Kamarnya terasa sesak, hanya ada meja belajar, rak buku, lemari dan tempat tidur yang kecil. "Disita? Yang benar saja. Dia tidak pernah memberikannya kepadaku."

Darani membersihkan dirinya dulu. Lalu dia belajar, makan, belajar sampai waktu dan hari telah berganti. 02.50, dia menyelesaikan belajarnya lalu tidur dan bangun jam 05.00 pagi. Dia menyiapkan diri, makan pagi, dan berangkat ke sekolah jam 05.30. Saat di perjalanan, dia tertidur. Dan sampailah dia jam 05.43.

SMA Bestariwijaya punya satu aturan yang lumayan tidak masuk akal. Siswa-siswi SMA Bestariwijaya wajib absen jam 06.00 walaupun mereka masuk pada jam 06.30. Bagi yang melanggar, maka akan diberi tugas tambahan untuk mereka. Mereka melakukan upacara selama setengah jam lalu memulai pelajaran seperti biasa. Pelajaran Bahasa Inggris dimulai dan kebetulan minggu ini merupakan exchange week dimana guru-guru internasional diundang ke sekolah. Dan kelas 10A melakukan speech di depan kelas. Dan Darani tentu saja mendapat nilai sempurna dari segi precision, grammar, gesture, dan topic. Semua orang mengagumi skillnya, bahkan guru itu sendiri. Sehabis jam pelajaran pertama, guru itu mendatangi Darani.

"Well done Darani, such an amazing speech. This is the first time in my whole life I found someone as genius as you!" Friedreich Korngold, CEO Highway Corp, seorang pebisnis hebat di AS, datang sebagai salah satu tamu exchange week.

"You're exaggerating. I'm not a genius. I'm just a very hard-working person." Darani tersenyum. Ini bukan pertama kalinya Darani dipuji seperti ini. Tapi satu hal yang dia selalu benci adalah kata "jenius". Banyak orang yang memujinya mengatakan bahwa dia jenius. Layaknya, dia tidak bekerja keras untuk kepintarannya.

"I wonder if you want to be one of my picks for the Bright Future Event. It'll be such a great honor to have you as my pick." Bright Future Event, salah satu event terbesar yang digelar 2 tahun sekali bagi para pelajar-pelajar di penjuru dunia yang dipilih lalu di sponsor sebagai perwakilan suatu perusahaan. Merupakan hal yang hampir mustahil untuk mengikuti event ini karena hanya pelajar-pelajar tertentulah yang bisa mengikuti. Rata-rata tiap tahun yang mengikuti event ini hanyalah 45 pelajar dari penjuru dunia.

"Oh wow, I don't know if I'm good enough to accept this amazing offer."

"Please accept it. I'll do anything to help you. You know that if you attend this event, you'll be guaranteed as a student in the top 5 universities in the world right? You can even go to Harvard right away! So please, accept my offer."

"Well if you insist, sir."

"Thank you very much, I'm honored to have you."

"No sir, I should be saying that. Thank you."

"Oh and please give me your number, I'll contact you every time I have any information." Darani memberi nomornya

"Alright, I'll contact you soon. Goodbye Darani."

"Kamu sangat hebat Darani, sampai mengikuti event yang mustahil untuk diikuti." suara pria yang selalu didengar oleh Darani, Ady.

"Loh Kak Ady, kok disini?"

"Saya disuruh mencari kamu, Bu Maria ingin berbicara dengan kita berdua."

"Oh, ok kak." lalu mereka pergi ke Ruang Konsultasi.

"Darani, Ady. Silahkan duduk."

"Saya akan langsung ke inti saja. Darani, tadi saya bertanya kepada Ady untuk memilih seseorang sebagai pendampingnya untuk sebulan kedepan ini. Dan secara mengejutkan Ady memilih kamu. Nah, mulai hari ini Darani akan membantu Ady untuk pergi ke wilayah-wilayah yang ada di sekolah ini dan sepanjang waktu sekolah. Saya berharap kalian bisa akur ya. Ya sudah begitu saja, kalian boleh pergi."

Mereka keluar dari ruangan tersebut. Lalu Darani bertanya "Kak, kenapa aku? Apa karena aku satu-satunya orang yang kakak kenal?"

"Ya, itu salah satunya. Dan ada alasan lain."

"Darani, saya akan membantu kamu."

"Maksud kakak? Maaf kak, aku bingung. Apa maksud dari perkataan kakak?"

"Begini, Darani. Saya ingin membantu kamu. Karena saya pikir, tidak ada yang mau bersama kamu. Mereka hanya mendatangi kamu jika mereka butuh sesuatu. Jadi setidaknya, saya ingin jadi teman kamu."

Entah kenapa, rasanya Darani seperti dihina. "Maaf kak, maksudnya kakak ingin jadi teman saya karena kakak melihat bahwa saya selalu sendiri dan tidak satupun orang yang menjadi teman saya? Singkatnya kakak mengasihani saya?"

"Darani, sepertinya kamu salah paham. Bukan begitu."

"Lalu apa kak? Jika kakak ingin sesuatu dari saya bilang saja. Tidak usah berbelit-belit." ya, seumur hidupnya tidak ada yang mau berteman dengannya tanpa ada keinginan tersembunyi.

"Darani, sepulang sekolah ikut saya. Saya ingin meluruskan kesalahpahaman ini." lalu Ady pergi begitu saja. Darani bingung, apa maksud dari semua ini? Apakah dia bisa percaya Ady atau apakah Ady hanyalah manusia sampah lainnya? Bertanya dalam pikirannya, siapa yang benar-benar bisa ia percaya? Apa yang sebenarnya orang itu pikirkan? Ataukah bagaimana rencananya ke depan nanti? Perasaan yang mengekang ini sejujurnya memang sangat menyayat dan membebani pikiran, namun kecemasan tidak membolehkannya tinggal diam dalam lingkaran ketidakpercayaan tersebut.

Seperti yang dikatakan Ady, ia menjemput Darani didepan kelasnya. Terlihat jelas di wajah gadis tersebut kebingungan yang tak berujung.

"Percaya padaku. Memang sulit, namun cobalah untuk sekali saja percaya kepada seseorang. Mari, Darani."

Ady membawa Darani sampai pada mobil pria muda itu. Tentu saja banyak mata yang memandang dan mulut yang berbisik. "Apa yang dilakukan si jenius dengan si pria muda kaya raya itu?"

Mereka masuk kedalam mobil tersebut. Darani dan Ady duduk bersebelahan di kursi tengah mobil itu. Dan tentu saja ada sopir pribadi yang mengendarai mobil miliaran itu.

"Hari ini kita kemana tuan?"

"Mari menemui ibu."

Sepanjang jalan, ada keheningan tak berujung yang tentu saja mencekam Darani. Karena ia cemas dengan apa yang akan dilakukan Ady dan juga karena ini pertama kalinya ia tidak langsung pulang ke rumahnya. Dimana jika ia tidak memberi penjelasan kepada "orang tua"nya, maka bisa saja dia dihajar habis-habisan.

Lalu setelah sejam lebih, mereka sampai.

"Kak Ady, ini..."

"Ikuti saja saya."

Mereka berjalan cukup jauh, lalu sampailah mereka.

"Ibu, sudah lama tidak berjumpa."

Ady memandang makam ibundanya. Ibu nya meninggal akibat melahirkan. Darani terdiam. Dia sungguh tidak paham mengapa Ady mengajaknya kemari.

Ady menaruh setangkai bunga anyelir merah di pot bunga yang sudah terisi berbagai macam bunga di samping batu nisan. Bunga marigold, mawar putih, lily putih, dan lainnya.

"Kak Ady, mengapa–"

"Ibuku meninggal saat melahirkanku. Dia masih sangat muda, umurnya 25 tahun saat itu. Saya tak pernah sempat melihatnya secara langsung, namun saya rindu. Saya ingin sekali saja memeluknya walau itu mustahil. Namun sungguh, saya sangat rindu dengannya."

Darani terdiam. Dia tidak menyangka bahwa Ady kehilangan ibunya saat melahirkan.

"Terkadang saya benci diri sendiri. Saya selalu menyalahkan diri saya untuk lahir ke dunia ini. Andai saja saya tidak lahir, mungkin ibu masih hidup sampai sekarang."

"Kak Ady jangan berpikir seperti itu." sela Darani.

"Ini bukan salah kakak. Bahkan jika ibu Kak Ady masih hidup, dia akan sangat bersyukur memiliki putra seperti kakak."

"Darani, memangnya kamu tau siapa saya? Bagaimana saya? Kalau kamu menjadi saya, mungkin kamu akan membenci dirimu sendiri."

"Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang tidak baik. Fakta bahwa kakak lahir didunia ini dan masih bernafas sampai detik ini, kakak adalah orang hebat. Kakak masuk SMA terbaik, nilai yang bagus, dan memiliki banyak prestasi. Lalu mengapa kakak membenci diri sendiri. Aku yakin, ibu Kak Ady tidak pernah menyesal mengorbankan nyawanya untuk kakak. Dia pasti bangga dengan kakak."

"Kalau Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang tidak baik, lalu mengapa banyak sekali kriminal di dunia ini?"

"Layaknya pisau yang diciptakan untuk kebutuhan sehari-hari namun banyak orang yang menyalahgunakannya, seperti itu juga manusia. Mereka menyalahgunakan kuasa Tuhan yang memberi mereka nafas kehidupan dengan bertindak seenaknya. Tetapi aku yakin, kakak bukan orang seperti itu."

Ady tak pernah merasakan kehangatan seorang ibu dan selalu menyalahkan dirinya untuk kematian ibunya. Namun perkataan Darani membuatnya tersenyum.

"Mengapa kau tidak mengatakannya kepada dirimu sendiri? Kau lebih butuh perkataanmu itu daripada aku."

Darani hanya bisa terdiam. Entah mengapa, Ady memahami pikiran dan hati Darani. Dia selalu memberikan kata-kata manis kepada semua orang kecuali dirinya sendiri. Mengatakan hal-hal yang dia ingin dengar kepada orang lain. Darani, mengorbankan dirinya demi orang lain.

"Namun Darani, saya perlu berterima kasih. Kau mau menemani saya kemari walaupun mungkin engkau terpaksa. Saya mengajakmu kemari karena kau mengingatkan saya kepada ibu. Mengorbankan dirimu hanya untuk orang lain. Jujur saja kepada saya, kau selalu berusaha menjadi yang terbaik karena keluargamu bukan?"

"Mereka bukan keluarga." tentang Darani. Nyaris seperti, amarah.

Darani menunduk, menahan amarah dan tangis. Ady menyadari yang terjadi. Dia berjalan perlahan dan menghadap Darani. Dia mengulurkan kedua tangannya.

"Bolehkah?"

Darani mengangguk pelan. Lalu Ady memeluk Darani perlahan. Pecahlah semua emosi yang selama ini Darani pendam. Tangisan dan teriakan yang menyakitkan diluapkannya. Ady membelainya, membuat Darani sadar bahwa dia tidak sendiri sekarang. Seseorang benar-benar berada disampingnya kali ini.

Matahari sudah terbenam. Ady mengantar Darani pulang. Sepanjang perjalanan, mereka tidak mengatakan sepatah kata pun. Tidak beberapa lama kemudian rumah Darani sudah berada di depan mata mereka.

"Saya akan menjelaskan kepada mereka mengapa kau pulang semalam ini."

"Tidak perlu kak. Aku bisa kok."

"Darani, saya tidak meminta saran. Saya mengatakannya kepadamu. Saya tahu kau akan mengatakan tidak."

Mereka sampai di depan pintu rumah Darani. Lalu Darani menekan bel, namun jarinya gemetaran.

"Darani, kau—"

"Kak, tidak usah diungkit."

Lalu, ayah Darani membuka pintu. Sudah jelas di wajahnya dia sangat marah, layaknya dia akan meluapkan semua amarahnya jika Ady tidak disitu.

"Darani, kenapa kamu baru pulang? Dari mana saja kamu?"

"Maaf, saya—"

"Saya tadi meminta Darani untuk menemani saya sebentar mencari buku untuk olimpiade yang saya partisipasi kelak. Kebetulan dia mengenal buku-buku yang perlu saya beli. Maaf jika saya lancang." Ady menyelak Darani karena ia melihat Darani gemetaran.

"Oh begitu. Kalau tidak salah, kamu Adyatma Jiwatrisna ya? Saya lihat kamu kemarin di kantor saya."

"Bapak bekerja di Abyudaya?"

"Iya betul, saya manajer keuangan disana."

"Pantas. Baik pak, saya harus pergi. Maaf tadi saya yang meminta Darani, jadi mohon jangan tegur dia."

"Baik, tidak akan kok. Tenang saja. Ayo masuk nak Darani."

Darani berjalan pelan, melepas dan menaruh sepatunya di rak sepatu lalu masuk kedalam rumahnya.

"Terima kasih Ady, sudah mengantarkan anak saya. Kalau sudah, saya masuk ya."

"Baik pak."

Pintu itu ditutup cukup keras. Sejujurnya, Ady khawatir sesuatu akan terjadi. Namun dia harus cepat pergi. Masuklah dia ke dalam mobil, duduk, dan menutup pintunya. Lalu mobil itu pergi.

Darani berdiri diam layaknya patung. Ketakutan sekali lagi menguasainya.

"Darani. Kamu pergi dengan anak bos saya, jadi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Ya sudah, pergi ke kamarmu sana."

"Baik." Darani membungkuk 90° sebentar lalu dia pergi.

Dia menutup pintu kamarnya dan duduk nyaris seperti terjatuh. Sesak, gemetar, keringat dingin, jantung berdetak kencang. Darani berusaha menenangkan dirinya. Dia berusaha menelepon seseorang, namun hp nya disita.

SADARLAH! KAU HARUS BELAJAR! BESOK KAU BERKOMPETISI. JIKA TIDAK BELAJAR SEKARANG DAN TIDAK MENDAPAT JUARA 1, KAU AKAN MATI! SADARLAH DARANI!

Dia ingin berteriak, ketakutan sudah menjadi satu dengannya. Butuh beberapa saat sampai dia "tenang". Lalu dia berjalan ke meja belajarnya, dan belajar untuk esok hari. Dia bahkan tidak mengganti bajunya. Apa yang ada di dalam pikirannya?

belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar belajar

Lalu dia belajar, makan, belajar sampai waktu dan hari telah berganti. 03.30, dia tertidur saat sedang belajar dan bangun jam 05.00 pagi. Dia menyiapkan diri, makan pagi, dan berangkat ke sekolah jam 05.30. Sampai pukul 05.45 dan masuk kedalam kelasnya dan melanjutkan materi yang dipelajari dirumah. Kelas sudah lumayan penuh dan tentu saja semua mata ada pada Darani.

"Belajar sepagi ini, benar-benar gila."

08.33 pelajaran Bahasa Indonesia sedang berlangsung. Semuanya kelihatan normal, namun Darani terlihat pucat.

"Darani, bisakah kamu—"

Darah menetes dari hidung Darani. Semua orang melihatnya.

"Darani, kamu sakit! Saya antar ke UKS ya!"

"Tidak usah bu, saya—"

Continue Reading

You'll Also Like

533K 26K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
481K 17.9K 32
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
253K 15.3K 34
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...