IMAMA AL-HAFIDZH

By triilyynaa

9.1M 958K 168K

[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki... More

⚠️ S P O I L E R ⚠️
01. IAH - Pacaran
02. IAH - Bertemu Seorang Pemuda
03. IAH - Kembali pulang ke Rumah
04. IAH - Imama Al-Hafidzh
05. IAH - Dijodohkan oleh sang Abi
06. IAH - Menikah
07. IAH - Malam Pernikahan
08. IAH - Rumah di dalam Hutan
09. IAH - Cerita dari Imama
10. IAH - Romantis Ala Rasulullah
11. IAH - Tentang Hisab Kelak
12. IAH - Cerita dari Alisha
13. IAH - Bertemu dengan Masa Lalu
14. IAH - Berhenti untuk Berharap
15. IAH - Dua Lelaki itu saling Kenal dekat
16. IAH - Sempurna itu cinta mereka
17. IAH - Kehilangan
18. IAH - Menyimpan Kecurigaan
19. IAH - Kewajiban Seorang Istri?
20. IAH - Tahajud Bersamamu
21. IAH - Romantis Ala Imama
22. IAH - Tiga Gadis SMA
23. IAH - Cinta atau Nafsu?
24. IAH - Kecewa dalam ketidakjujuran
25. IAH - Pengakuan sebenarnya
26. IAH - Dia adalah Raden
27. IAH - GUS DAN NING
28. IAH - Tentang Irama, Saudaranya.
29. IAH - Iqbal menjadi lebih baik
30. IAH - Pesantren Al-Hafizma
31. IAH - Uji Keimanan dari Hafizma untuk Imama
32. IAH - Cinta Mereka di Ndalem
33. IAH - Tentang Wanita Tarim
34. IAH - Iqbal putus
35. IAH - Perjanjian Hafizma dan Syarat Irama
36. IAH - Menikah Lagi
37. IAH - Rahasia yang berakibat salahpaham
38. IAH - Kerja Sama
39. IAH - Cinta sang Gadis
40. IAH - Kabar Palsu
42. IAH - Ngidam aneh
43. IAH - Kejadian di Pasar
44. IAH - Berita Bahagia
45. IAH - Mati sama-sama
46. IAH - Hijrahnya Ikara
47. IAH - Hidayah yang datang tiba-tiba
48. IAH - Perkelahian
49. IAH - Ima dan Ama
50. IAH - Mengingat Kembali
51. IAH - Berhati-hati untuk ke depannya
52. IAH - Ziarah ke Makam Bunda
53. IAH - Datangnya sosok Pria Asing
54. IAH - Fitnah diantara dua pihak
55. IAH - Salah paham yang kian Menjadi
56. IAH - Menyelesaikan Masalah dengan tenang
57. IAH - Sakit Demam
58. IAH - Terperangkap di Gudang
59. IAH - Kepergian Sang Nahkoda?
60. IAH - Kepulangan yang Abadi.
EXTRA PART + Pesan dan Kesan
ATHALLAH DAN HAFIZMA, PUBLISH.
IMAMA SEGERA TERBIT!
PRE-ORDER IMAMA AL-HAFIDZH

41. IAH - Hanya Satu Wanita

80.4K 11.2K 1.7K
By triilyynaa

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]

•••

Pukul 16.00 sore.

Alisha kini telah turun dari angkot dengan terburu-buru dan langsung berlari kencang menuju ke arah sebuah Taman. Ia berjalan dengan langkah cepat, di mana tatapannya fokus menatap ke sekitar. Seperti mencari sesuatu atau keberadaan seseorang. Saat ia fokus menatap sekitar tanpa menatap depannya, Alisha pun tak sengaja menabrak seseorang.

"Aw," ringis Alisha.

"Ih! Jalan gimana sih! Yang bener, dong!" pekik seorang gadis yang Alisha tabrak dengan berjongkok mengambil handphone miliknya yang terjatuh.

"I-iya, maaf. Gak sengaja.." Alisha meminta maaf pada yang ia tabrak itu. Membuat gadis itu pun tertarik untuk berdiri lagi dan langsung menatap seorang yang menabraknya.

Mata gadis itu menyipit saat menatap Alisha yang berada di depannya dengan keadaan seperti sedang cemas. Sekaligus seperti mengenal suaranya. "Kamu... Alisha Kinanan, bukan?"

Tentu Alisha terkejut, bagaimana gadis itu tahu tentang namanya?

"Iya, aku Alisha."

Berbinar kedua mata gadis itu saat mendengarnya. Dengan cepat ia tersenyum dengan mengulurkan tangannya pada Alisha. "Salam kenal. Aku Devvy."

Beberapa detik kemudian, Alisha pun menerima uluran tangan itu untuk menerima perkenalan. "Alisha."

Devvy, gadis itu melepas uluran tangannya dan menatap Alisha dari bawah sampai atas. Senyuman remeh pun ia tampakkan saat itu juga.

"Ternyata kamu... Istrinya?"

Alisha yang masih dalam posisi cemas itu pun bingung dengan maksudnya. "Maksud kamu apa?"

Bukan menjawab, Devvy malah terkekeh kecil. "Biasa aja."

Masih tak paham, Alisha langsung menjawab gelengan. "Maaf, saya di sini lagi cari seseorang, jadi saya izin pergi."

Ingin melangkah, tiba-tiba langsung terhenti ketika mendengar ucapan Devvy. "Aku yang telepon kamu tadi. Kamu mau ke mana? Mau cari siapa lagi selain aku?"

Alisha memutar tubuhnya menghadap ke arah gadis itu lagi. Tanpa menunggu lama, dengan ekspresi terkejut ia menghampiri Devvy kembali.

"Kamu? Kamu yang tau keberadaan suami saya? Di mana? Suami saya di mana?"

Melihat kecemasan Alisha yang seperti itu, membuat Devvy hanya menjawab senyuman dengan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Devvy mengeluarkan sebuah kaca kecil dan ia hadapkan kepada Alisha.

"Coba, deh, kamu ngaca. Pantesnya jadi istri Kak Imam itu di mananya, sih?"

Deg

Alisha benar-benar kaget dengan ucapan gadis itu padanya. Apa maksudnya berbicara seperti itu? Siapa gadis itu? Merasa sedikit tak terima, ia pun langsung menepis kaca yang di hadapkannya itu dengan kasar. Hingga jatuh ke bawah rumputan di Taman itu. Mata Devvy pun membulat melihat keberanian Alisha.

"Eh, apa-apaan sih!" ingin berjongkok untuk mengambil kaca itu, namun Alisha menghalangi dengan memegang pundak gadis itu.

"Saya tanya suami saya di mana. Kenapa kamu seolah menghindar?" Alisha bertanya dengan tegas sangking khawatirnya ia pada suaminya.

Devvy pun memutuskan untuk berdiri menatap Alisha kembali. Kekehan kecil pun juga ia sertai. "Kamu gak salah tanya suami kamu sama aku? Kan kamu istrinya? Jadi harusnya kamu dong yang tau dia di mana? Iya, kan?" Devvy mulai ingin menyerang. Ia langsung bersedekap dada. "Duh, gak becus banget, ya, jadi istri. Suaminya itu ke mana, istrinya aja gak tau. Gini yang dibilang istri idaman? Pantes aja Kak Imam mau selingkuh sama aku. Ternyata istrinya aja-"

"Tunggu, apa maksud kamu?" belum selesai Devvy bicara, tiba-tiba Alisha memotongnya.

"Selingkuh," gampangnya Devvy kembali menjawab dengan santai. "Suami kamu selingkuh sama aku."

PLAK!

Entah apa yang terjadi pada Alisha, spontan ia langsung mendaratkan tamparan pada wajah gadis itu. Ia benar-benar tak terima akan ucapannya.

"Jaga ucapan kamu. Jangan pernah kamu rendahin harga diri suami saya dengan kalimat seperti itu!" Alisha menunjuk wajah Devvy dengan tatapan tajam.

Devvy yang masih menyentuh pipinya itu menatap tajam balik ke arah Alisha. "What? What's this? You dare slap someone Devvy Thaar?!"

Alisha yang dengan posisi bersedekap dada itu pun mulai mengangkat sebelah alisnya. Bertanya tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh gadis itu. "Why? Kenapa saya nggak boleh menampar seorang... wait, what's your name?"

"Devvy Thaar Elhabizar." Devvy menyebut nama lengkapnya itu dengan penuh penekanan pada Alisha.

Alisha mengangguk mengerti walau tak mengenalnya sama sekali. "Oke. Lalu? Urusan saya dengan namamu juga tamparan yang saya kasih? Itu apa? Nothing, right?"

Deg

"Berani kamu, ya?!" Devvy telah mengangkat tangannya untuk melayangkan tamparan pada Alisha, namun tangannya tiba-tiba terhalangi oleh seseorang yang kini sudah berdiri di depan Alisha.

"Jangan, Mbak."

Sontak Devvy langsung membulatkan kedua matanya. Ia melepas cengkraman dari seseorang yang tiba-tiba datang membela Alisha. "Fatim! Apa-apaan ini?! Kamu ngapain?!"

Fatim. Ya, gadis itulah yang melindungi Alisha dari tamparan Devvy. Bukannya menjawab pertanyaan Devvy, ia kini malah sedikit menolehkan kepalanya saja ke belakang untuk menatap Alisha. "K-kamu gak apa-apa, kan?"

Dugaan Alisha benar saat sejak nama Fatim disebut. Mulut Alisha terbuka tak percaya dengan siapa yang berdiri membelakanginya dan melindunginya dari tamparan Devvy.

"F-fatim?" berlinang sudah air mata Alisha, tangannya sudah ingin meraih Fatim untuk memeluk. Namun belum sempat ia lakukan itu, karena tiba-tiba Devvy menariknya.

"Apa-apaan kamu! Kenapa kamu malah membela mantan sahabat kamu itu?!"

Mata Fatim masih tersorot pada Alisha. Ia pun menggeleng pelan. "Dia bukan mantan apapun. Dia tetap sahabat aku, Mbak."

"IYA TAPI BENCI, KAN?!"

Fatim diam. Ia tak mampu menjawab apa-apa lagi dari pertanyaan sih Devvy itu. Tatapannya tetap mengarah pada Alisha yang sudah meneteskan air mata di sana. Fatim juga tak bisa menahannya, ia ikut menangis.

Devvy yang melihat drama sedih tersebut pun mulai kesal. Ia kini sedikit berjarak jauh dari Alisha karena tadi memang menyingkirkan Fatim dari perempuan itu.

"Ehm!"

Alisha, Devvy dan Fatim. Ketiga-tiganya kini langsung menatap ke sumber suara. Di mana semuanya terfokus pada seseorang yang saat ini berada dekat di samping Alisha. Dia adalah Imama, pemuda itu langsung tersenyum manis menghampiri Alisha.

"Hai, sayang."

Dengan begitu santainya, Imama langsung mendaratkan kecupan di kening perempuan itu. Spontan membuat Devvy langsung membuang wajahnya ke arah lain.

"Kamu kenapa bisa di sini, hm? Saya khawatir banget sama kamu tadi. Jadi saya cari kamu, eh, ternyata ada di Taman kekasih saya ini." Imama mengelus lembut pipi Alisha.

Alisha yang tak dalam posisi memakai cadar itu pun tersenyum malu. "Iya, maaf... tadi Nana nggak izin dulu perginya. Afizh maafin Nana, kan?"

Imama langsung mengangguk. "Tentu! Sudah pasti saya maafin kamu. Syaratnya jangan diulangi lagi, ya? Harus izin sama saya. Kalau perlu saya temani ke mana kamu pergi. Jangan sendiri gini, oke?"

"Oke!" seru Alisha begitu antusias.

Imama tak melepas senyumannya itu, ia kini langsung beralih merangkul pinggang Alisha dan ia langsung ia hadapkan kemesraan itu pada Devvy yang berdiri tak jauh dari mereka. Seperti sengaja sekali.

"Fatim?"

Fatim yang sedari tadi menunduk pun langsung mendongak menatap sekilas Imama yang memanggil namanya itu.

"Terima kasih, ya. Sudah memberitahu di mana keberadaan Alisha," senyum tipis Imama tampakkan pada Fatim.

Sehingga saat ini membuat Devvy lagi dan lagi terbelalak terkejut. Ia menoleh ke sampingnya untuk menatap Fatim. Apa kata Imama tadi? Jadi Imama bisa datang ke Taman ini karena Fatim?

"Fatim," gumam Devvy. Ekspresinya saat ini sudah benar-benar begitu kesal.

"Iya, sama-sama, Kak." Fatim menjawab lembut. Di mana sorotan matanya beralih ke samping. Terlihat jelas bahwa Devvy sudah menatap tajam ke arahnya.

Devvy berdeham. "Kak Imam masih ingat aku, gak?"

Imama menatap Devvy sekilas. "Ya. Kamu adik Bryan, bukan?"

Devvy mengangguk. "Iya! Kita berdua kan pernah janjian ketemu di Kafe," dengan bangganya Devvy mengucapkan.

Imama sedikit tersenyum tipis lalu ia menundukkan kepalanya untuk menatap istrinya itu. Di mana Alisha pun sudah terlebih dulu menatapnya dengan tatapan yang Imama paham akan maksudnya.

•••

"Seperti itu, Na, ceritanya. Jadi jangan salah paham lagi. Oke?"

Imama sejak tadi menjelaskan kepada Alisha tentang bagaimana ia bisa mengenal Devvy. Imama menceritakan secara detail tanpa kebohongan sedikit pun. Dimulai dari bertemunya ia dengan Bryan, dan sampai bisa menjadi seperti ini.

Hingga tanpa sadar pun, jam sudah menunjukkan pukul 19.00 malam, yang artinya waktu Isya akan segera tiba. Posisi kedua pasangan itu kini berada di kamar Ndalem. Mereka sudah pulang dari sebelum waktu ashar tadi. Dan kini pun Imama bangkit dari ranjang saat ia tak mendapat respon apa-apa dari Alisha.

"Saya izin salat di Masjid pondok, ya? Kamu di sini aja sama Ara. Kalau udah dengar saya selesai azan, langsung buru salat. Saya nanti pulang-"

"Iya." Alisha ikut turun dari kasur dan mendekat ke Imama untuk bersalaman. Imama pun langsung tersenyum tipis ketika melihat wajah cemburu dari istrinya itu. Belum selesai bicara, Alisha sudah memotong ucapannya.

"Yaudah kalau gitu. Jangan ngambek lama-lama. Nanti pas saya pulang, saya gak mau lihat wajah perempuan saya ditekuk kayak gitu."

Alisha mengerucutkan bibirnya.

"Jelek, ya?"

"Gemasss."

Memanas pipi Alisha. Segera ia palingkan wajahnya dari Imama agar dia tak melihat wajahnya yang sudah memerah akibat salah tingkah.

Imama terkekeh kecil saat melihat Alisha menyembunyikan wajahnya itu. "Tadi kenapa keluar gak pakai cadar, hm?"

Mendengar pertanyaan itu, wajah Alisha yang dipenuhi kesaltingan kini diganti dengan raut wajah terkejut. Ia juga baru ingat akan hal itu. Spontan ia menatap Imama yang sudah menatap ke arahnya.

"Em... m-maaf, Afizh. Nana lupa pakai cadar pas keluar. Soalnya Nana kaget banget pas ngangkat telepon ada yang bilang Afizh itu kecelakaan." Alisha menjelaskan dengan tangan yang begitu gemetar hebat. Ia begitu menyesal akibat tingkahnya yang sangat ceroboh tadi. Begitu mempercayai panggilan telepon itu hingga lupa pada keadaan diri sendiri.

Imama yang melihat Alisha ketakutan karena mungkin akan dimarahi olehnya pun segera ia mengambil kedua tangan perempuan itu agar tak bergemetar. Ia genggam kedua tangannya.

"Na.. Dengarkan saya, ya? Kalau kamu gak sengaja lakuin itu, kamu gak usah terlalu diiringi rasa bersalah. Saya gak akan marah kok sama kamu. Saya tau posisi kamu tadi itu gimana. Kamu kaget pas dengar kabar saya kecelakaan. Itu artinya kamu khawatir sama saya. Kamu takut kehilangan saya. Iya, kan?" Imama melepas satu genggaman agar ia bisa mengelus pundak perempuan itu. "Gak apa-apa. Saya harusnya malah makasih sama kamu. Saya kagum sama respon kamu saat adik teman saya itu mau fitnah macam-macam tentang saya. Dan saya suka dengan respon kamu. Kamu membela saya. Kamu mempercayai saya. Makasih, ya? Maaf kalau saya dengarkan pembicaraan kamu sama dia tadi."

"Nana ngomong apa adanya kok. Gak mungkin kalau Afizh itu selingkuh. Nana juga tadi sebenarnya bukan marah pas dengar semua penjelasan dari Afizh. Tapi Nana malu." Alisha menundukkan kepalanya dalam. "Malu banget dibelain gitu."

Imama terkekeh. "Kan memang saya sayang sama kamu. Saya cuma mau kamu aja, nggak ada itu yang namanya poligami, selingkuh, atau duain kamu. Kamu ya kamu. Dan kamu adalah istri saya. Istri saya harus satu. Dan itu kamu, Ning Kinana..."

Alisha melebarkan senyumannya dengan terkekeh kecil. Lucu sekali ekspresi perempuan itu saat sedang salah tingkah.

"Kok Kinana, sih?"

Imama mengangguk. "Iya, Kinana. Nanaku, cintaku, sayangku, bidadariku, kekasihku, belahan jiwaku, yang menemani ibadaku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah."

Alisha tak bisa menahan tawanya. Ia tergelak saat itu juga mendengar setiap kalimat dari Imama. Karena salah tingkahnya, dengan beraninya ia mencubit pinggang lelaki itu. "Ih, Afizh. Ada-ada aja, sih, nyambung banget sampai sana."

Imama ikut terkekeh. "Ya karena itu, tuh, mempunyai arti yang sangat mendalam, Na."

"Oh, ya?"

"Iya. Sedalam cintaku padamu."

Alisha semakin tertawa lagi saat mendengar gombalan lelaki itu lagi. Tidak, lebih tepatnya mendengar kalimat rolama lagi. Ia bisa membelah bumi saat ini juga untuk bersembunyi dari lelaki itu.

"Afizh, tolong udah. Cukup, ya? Ini bukan Afizh, deh, kayaknya. Ketuker, ya, pas pulang naik angkot tadi?"

"Kok kayak gitu?"

"Iya. Soalnya ini bukan Afizh banget. Dulu pas tinggal di hutan nggak gini-gini banget, deh. Kok sekarang jadi gini, ya?" rasanya Alisha ingin melamun, ia kembali duduk di pinggir ranjang.

Imama terkekeh melihat ekspresi istrinya itu yang begitu tak percaya. "Yaudah, saya berangkat ke Masjid, ya?"

"Eh, tunggu." Alisha bangkit berdiri dengan mendekat ke Imama yang ingin keluar dari kamar.

"Kenapa?"

"Jangan pernah ketemu sama dia lagi, ya? Nana gak suka."

Imama tersenyum seraya mengelus lembut puncak kepalanya. "Iya. Saya janji untuk kali ini, kalau saya mau ketemu sama perempuan, saya akan izin sama kamu. Apalagi kalau ketemu sama dia. Saya mau ajak kamu. Saya mau yakin kan sama dia, kalau saya ini hanya suami untukmu aja. Oke?"

Alisha tersenyum dengan bergaya hormat. "Baik, siap!"

Imama terkekeh. "Lagian kamu kenapa, sih, Na? Langsung pergi gitu aja. Kan kamu punya nomor telepon saya, saya punya handphone. Harusnya kamu telepon saya untuk mastiin dulu."

Alisha mengangguk. "Iya, maaf.. Ini, nih, yamg lupa. Gara-gara terlalu kaget, takut, khawatir jadi sampai lupa mikirin itu. Jadi gak sempat buat telepon Afizh."

"Yaudah, gak apa-apa. Kamu ambil wudu, gih, ini saya udah mau telat ke Masjid. Ayah pasti nungguin."

"Eh, tapi tunggu sebentar."

Ingin beranjak pergi, namun tak jadi lagi mendengar Alisha lagu dan lagi menghentikan langkahnya.

"Kenapa lagi, Na?"

Alisha cengengesan. "Itu.. Coba dong, ulang kalimat tadi. Kasih ke Nana lagi sebelum pergi," pinta Alisha.

Namun karena Imama tak mengerti, ia mengernyit bingung.

"Panggilan?"

"Iya."

"Panggilan apa?"

"Itu loh, yang pas di Taman," Alisha pelan-pelan mencoba mengasih isyarat agar Imama mengingatnya.

"Di Taman?"

"Iya."

"Terus?"

Alisha mendengus kesal. "Ih, masak gak inget, sih? Yang Afizh nyapa Nana itu, loh, di Taman."

"Yang mana?"

Alisha menghentakkan kakinya saat Imama masih tak paham akan apa yang ia mau. Benar-benar lupa atau emang sengaja memancing dirinya?

"Yang pertama kali Afizh sapa Nana. Afizh kan pakai kalimat sesuatu."

"Kalimat apa itu?"

Benar-benar, Alisha ingin emosi saat ini juga. Tapi ia berusaha tahan. "Ih, yang HAI! Itu loh. Ada sambungannya lagi."

"Terus?"

"Terus apanya?"

"Apa coba sambungannya?"

"Sayang,"

"Iya, sayang?"

•••

Alhamdulillah... Masih aman, kan, ya. Jauh dari konflik. 🙅‍♀️

ADA YANG MAU DISAMPAIKAN SAMA AKUU?

SPAM SUBHANALLAH >

SPAM ALHAMDULILLAH >

SPAM ALLAHUAKBAR >


-13 agustus 2022

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 250 18
Abizar, seorang pemuda yang memiliki masa lalu gelap, sehingga membuat kedua orang tuanya kehilangan kepercayaan. Pemuda tersebut berusaha mengembali...
4.6K 183 9
oke di sini saya akan membuat kata" motivasi buat kalian semua....semoga kalian semua suka🙏 jangan lupa tekan bintang dan komen ye ... semoga berma...
1.5K 184 14
Gak semua orang baik bisa dipercaya. Persahabatan yang awalnya biasa saja berubah ketika satu persatu misteri disekitar mereka terpecahkan. percint...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...