ARSHAVINA [ SELESAI ]

By nathasyamrsv

284K 19K 1K

[ FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH ] Note : Karakter di cerita ini beragama Nasrani ya šŸ™ Sal... More

1'1
1'2
1'3
1'4
1'5
1'6
1'7
2'1
2'2
2'3
2'4
2'5
2'6
2'7
3'1
3'2
3'3
3'4
3'5
3'6
3'7
4'1
4'2
4'3
4'4
4'5
4'6
4'7
5'1
5'2
5'3
5'4
5'5
5'6
5'7
6'1
6'2
6'3
PENGUMUMAN!
6'4
6'5
6'6
6'7
7'1
7'2
7'3
7'4
Baca Yuk!
7'5
7'7
8'1
8'2
8'3
8'4
8'5
8'6
8'7
9'1
9'2
9'3
9'4
9'5
9'6
9'7
10
ENDING.
EXTRA PART
BUAT YANG BELUM TAHU
PENGUMUMAN!

7'6

2.4K 175 14
By nathasyamrsv

HARI INI DOULE UP!!

SEBAGAI GANTI KEMARIN HEHE

HOKAI! HAPPY READING!

JANGAN LUPA SAMBIL DENGERIN LAGUNYA YAA!!

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃

Kaki berbalut kaos kaki putih dan sepatu hitam polos kini sudah menapak di lapangan sekolah. Entah mengapa, hatinya tidak tenang sekarang.

Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari sosok yang tidak ada kabarnya.

Mata coklat miliknya berhenti di satu titik. Laki - laki berjaket jeans gelap dengan tas di salah satu sisi bahunya tengah keluar dari dalam mobil berwarna merah.

Deg.

Pandangan mereka bertemu. Sorotan mata teduh kini saling meresapi satu sama lain dari kejauhan.

Kakinya tidak bisa bergerak, diam di tempat. Begitupun dengan yang di seberang.

Namun, beberapa detik kemudian.. Pandangan itu terputus. Iya, laki - laki itu mengalihkan dengan berjalan lurus memasuki koridor sekolah. Tanpa berniat menghampiri.

Perih. Itu yang dirasakan Sasha sekarang. Hatinya teiris melihat perlakuan sang kekasih 360° berbeda.

"Apa aku keterlaluan ya?" ucapnya dalam hati dengan tatapan nanar.

"Sha!" panggilan itu membuatnya tersentak.

"Lo nggak kenapa - kenapa kan?!" pekik khawatir Kafeel tiba - tiba.

Sasha menoleh dengan memaksa menerbitkan senyumnya. "Gue nggak papa, Kaf.. Tenang aja.."

"Gue tahu dari Gabriel, kalo lo masuk rumah sakit."

Deg.

Fakta barusan mengejutkan dirinya. Seketika ia teringat akan perkataan kekasihnya lalu. "Gabriel?"

Kafeel mengangguk. "Dia kemarin ke rumah, minta maaf."

"Awalnya gue diam, tapi ngelihat dia bersimpuh dengan keadaan kacau buat gue luluh. Tapi, bukan berarti gue mentolerir kesalahannya. Dia tetep salah dan gue nurutin ucapan lo."

Sasha mengernyit. "Ucapan gue?"

"Kan kata lo, harus memaafkan. Karena bebannya di gue bukan dia." jawabnya dengan tawa kecil di akhir.

Sasha mengulum senyumnya sedikit tulus. "Bagus deh haha."

"Yaudah, ma──"

"WOI!" teriak menggelegar dari laki - laki berpenampilan aneh sekarang. Terlihat lengan sekolah yang digulung dengan rambut sedikit naik ke atas.

"Mau jadi preman lo?"

Zidan berjalan menghampiri. "Oes! Kalau takut kalah saing, bilang bos!" ucapnya seraya menyurai rambut ke belakang.

Duk!

"Awssh! Sakit bego!" rintih Zidan setelah kakinya diinjak oleh Kafeel.

"Sinting! Siapa yang mau saingan sama lo?"

"Cakepan juga gue." imbuh Kafeel seraya menoleh ke arah Sasha.

"Hah?"

"Iya kan, Sha?"

Sasha menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kedua makhluk astral ini tidak pernah berubah. "Sama - sama gila! Bye!" pamitnya berangsur pergi.

"Ck! Zidan yang gila!"

"Lo anjir!"

"Bodoh!" cerca Kafeel menyentil dahi lebar itu sembari berjalan menyusul Sasha.

"Sha! Tungguin gue!"

"Dih? Kafeel sinting, tungguin gue!" kejar Zidan sedikit berlari.

Sasha menghiraukan teriakan gila mereka berdua. Ia berjalan seraya melihat - lihat kelas yang mulai penuh dengan segerombolan siswa - siswi. Tampak kebahagiaan terpancar dari tawa mereka.

Seulas senyum mulai terukir di wajahnya. "Sha!"

Sasha berhenti dan menoleh. "Rara! Sini!" serunya.

Rara pun mengangguk dan berlari kecil ke arahnya. "Ciee! Udah jadian nih sama Kak Kelvin kiw kiw"

Seketika senyum itu memudar, membuat Rara kebingungan. "Loh? Kok nggak seneng sih?"

"Dia marah, Ra.." cicitnya pelan yang masih terdengar.

Rara merubah mimiknya serius. "Kenapa?"

"Eh ayang Rara!" bukannya mendapat jawaban dari Sasha, malah buayanya datang.

"Ck!" decak kesal Rara seraya memutar bola matanya.

"Kenapa pada serius sih mukanya?" heran Kafeel.

"Iya, berasa mau ujian maut Bu Sri aja!" ceplos Zidan yang sudah mendarat disana.

Plak!

"Lo cepet banget disini anjir!" keplak Kafeel yang mendapat balasan.

Plak!

"Sakit sialan!"

"Ra.. Sakit.." adu manja Kafeel yang langsung mendapat tatapan geli dari Sasha.

Berbeda dengan Zidan yang berpura - pura muntah. "Huek! Geli bangsat!"

"Terus?" tanya singkat Rara seraya menatap tajam 'teman'nya itu.

"Ya marahin si Zidan!" eluh Kafeel tak terima.

Plak!

Gantian kini Rara yang memukul lengannya. "Gausah manja. Ayo, Sha! Gila disini lama - lama." dirinya menarik lengan Sasha menjauh.

Sasha hanya bisa tertawa melihat wajah pasrah dari Kafeel. Seandainya suasana hatinya bagus sekarang, mungkin akan habis - habisan mengejek teman laki - lakinya itu.

"Sukur!" puas Zidan seraya menjulurkan lidahnya.

Terdengar helaan napas pelan sembari mengusap wajah gusar. "Hadeh.. Nasib suka cewek gengsi ya gini.."

"UDAH TUA JUGA MASIH MANJA KAYAK BOCAH!" teriak Zidan membuat semuanya menatap intens.

"Zidan goblok! Sini lo!" kejar Kafeel tak terima.

Alhasil mereka kejar - kejaran hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃

Kringg kringg..

Bel istirahat sudah berbunyi. Seorang gadis berambut panjang itu sedang meremas roknya gelisah.

"Sha.."

"Lo belum lanjutin omongan lo, gara - gara buaya darat nongol tadi.." tersirat kekesalan.

Hal itu membuat Sasha sedikit tersenyum. "Kalian lucu."

"Lucu darimananya?! Gombal mulu, nggak sat set sat set."

"Mending Kak Kelvin langsung tancap gas." ceplosnya yang sedetik kemudian menutup mulut rapat - rapat.

"Maaf, Sha.."

"Nggak papa, Ra."

"Kemarin gue masuk rumah sakit──"

"HAH?! KOK BISA?! LO KENAPA?!" pekik Rara keras.

"Ra!" tegur Sasha.

Rara menampilkan sederet gigi putihnya. "Hehe, maaf. Lagian lo ngagetin gue.. Kenapa bisa masuk rumah sakit lagi?"

"Panjang ceritanya, nanti kapan - kapan gue ceritain lengkap. Intinya, Kak Kelvin ngelarang gue pulang dari sana. Nah gue kan orangnya nggak mau berlama - lama di rumah sakit, karena nggak suka baunya. Gue juga nggak mau dicap penyakitan. Jadi gue ngeyel pulang."

Tampak Sasha mengambil napas sebentar. "Terus?"

"Gue ngasal mau cabut infus, te──"

"Sha! Gila lo!" cerca Rara tak habis pikir.

"Dengerin gue dulu."

"Hm."

"Belum sempet ke cabut tuh infus, tangan gue udah dicekal kasar sama dia. Sebelumnya juga gini. Ini 2 kali, gue kesal dan berontak. Gue bilang.. Kalau dia cuman pacar bukan Tuhan yang bisa ngatur - ngatur." ucapnya diakhiri tundukan.

Rara shock, ia sedikit menganga mendengar cerita sahabatnya barusan.

Namun, dirinya mengelus punggung yang sedikit gemetar itu.

"Dan.. Kemarin gue bangun, dia nggak ada. Bahkan malemnya gue chat, telpon nggak dibales sama sekali.."

"Gue salah ya, Ra?" tanyanya seraya menahan cairan bening yang hendak lolos.

"Sebenernya, iya. Gue ngerti maksud Kak Kelvin tuh baik. Dia nggak mau lo kenapa - kenapa.. Cuman mungkin caranya salah. Harusnya walaupun marah, dia tetap ada disitu nemenin."

Mendengar jawaban Rara membuatnya semakin merasa bersalah.

Tes.

"T-terus gue harus gimana, Ra.." tersirat nada gemetar.

Rara terdiam, berpikir sebentar. "Hmm, lo belum ketemu sama sekali?"

Sasha menelan salivanya susah payah setelah mengingat kejadian tadi pagi. "Udah. Tadi pagi sempet lihat - lihatan lama, tapi diputus sama dia. Terus, dia pergi tanpa nyamperin gue.."

"Gue sesalah itu ya, Ra?"

Rara menghela napas pelan. "Mungkin dia butuh waktu, Sha. Sekarang lo tenangin diri dulu, nanti pulang sekolah samperin. Lo harus selesain masalah ini baik - baik." sarannya.

Sasha mendongak, terlihat mata sembab dan hidungnya merah. "Gue takut.."

"Nggak usah takut, dia nggak bakal kasar. Dia tuh sayang banget sama lo. Percaya sama gue."

Sasha tidak menjawab, pikirannya menjalar kemana - mana.

Tiba - tiba ada uluran bungkus tissue di depannya. Kedua gadis itu mendongak.

Raut wajah Rara berubah dingin seraya menepis kasar. "Nggak butuh."

"Gue ngasih Sasha, bukan lo."

"Minggir. Sebelum gue tendang aset berharga lo."

Gabriel meringis membayangkan hal itu terjadi. Namun, dirinya bukan laki - laki bermental tempe.

"Emang berani?" tanyanya seraya menaikkan salah satu alis, menantang.

Tidak ingin menimbulkan keributan lagi yang akan membuatnya tambah pening. Sasha mengambil kasar bungkus berwarna hijau tersebut. "Makasih, cepetan pergi." desisnya.

Rara menatap tajam, sedangkan yang ditatap terdiam.

"Nanti pulang sekolah, gue minta waktu lo sebentar."

"Jangan, Sha. Nggak guna."

"Lo diem. Nggak usah ikut campur."

Ia bangkit berdiri dengan batas kesabaran yang sudah habis. "HEH! SASHA SAHABAT GUE! GUE BERHAK IKUT CAMPUR ATAS LAKI - LAKI BRENGSEK KAYAK LO!"

"LO PIKIR LO KEREN DENGAN TIDUR BARENG TEMEN SENDIRI DISAAT PUNYA PACAR?!"

"OTAK TUH DIPAKE!"

Membludak sudah semuanya. Sasha memejamkan mata, menetralisir nyeri yang kembali menyerang jantungnya.

"Ra.. Cukup.." pinta Sasha pelan, lantaran banyak pasang mata menatap mereka.

Deru napas Rara memburu, dirinya akan mengungkapkan semua fakta. "NGGAK BISA, SHA! BIAR SEMUA ORANG TAHU, KALO──"

Sasha berdiri. "RA! STOP!" cegahnya dengan menatap sendu.

"Ngapain masih lihat? Nggak ada yang perlu dilihat!" cecer Sasha tegas membuat semuanya kembali ke aktifitasnya masing - masing.

Terdengar desas - desus miring. "Udah puas? Mending lo pergi, sebelum gue berubah pikiran." ucapnya dingin pada laki - laki yang mematung di tempat.

Gabriel pergi meninggalkan ruang kelas itu dengan perasaan campur aduk. Kepergiannya tepat diiringi bel masuk istirahat.

"Gab.. Udah bel." cegah Becca sembari mencekal pergelangan tangan Gabriel.

"Gue bolos. Lo disini aja. Jangan ikutin gue." Gabriel melepas cekalan itu pelan seraya lanjut pergi.

Becca menatap penuh kebencian ke arah gadis yang tengah mengatur napasnya itu. "Hidup lo nggak bakal selamat."

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃

"Ra.." dirinya benar - benar takut sekarang.

Rara menyunggingkan senyumnya. "Calm down, Sha. Lo pasti bisa. Habis gini pasti sayang - sayangan," godanya di akhir membuat pipi sahabatnya itu merah.

Sasha meremas ujung roknya pelan sebelum membulatkan tekad menghampiri sang kekasih.

"Gue pergi dulu ya.." pamitnya yang mendapat anggukan dari Rara.

"Semangat, Sha!" ucap Rara dengan kedua tangan mengepal ke atas.

Ucapan itu samar terdengar di telinganya. Lantaran dirinya sudah berjalan keluar dari kelas.

Langkah demi langkah dijalaninya hingga kini berada di area kelas 12. Terdapat hulu - hilir siswa - siswi yang hendak pulang.

Matanya berkeliling mencari papan nama kelas satu per satu, hingga akhirnya berhenti.

Kelas 12 MIPA 1.

Deg.

Adrenalin jantungnya berpacu cepat, ia meremas ujung roknya lagi.

Rasa gelisah menyelimuti jiwanya sekarang. "Cari Kelvin?" pertanyaan itu membuat dirinya menoleh.

Ia mendapati gadis berambut pirang yang pernah terlibat masalah dengan mantan teman yang sekarang berkedok musuh. "K-kak.."

Cathleen menaikkan satu alisnya. "Biasa aja. Gue nggak ada masalah sama lo." ucapnya santai.

"Lo pacarnya Kelvin kan?"

Sasha terdiam, sepertinya berita hubungannya sudah terdengar di seluruh angkatan. Ah dirinya lupa, bahwa kekasihnya adalah ketua osis.

"Iya, Kak.. Kakak satu kelas?"

Cathleen mengangguk. "Iya, tapi dia nggak ada di kelas."

Kening Sasha mengerut. "Hmm.. Kakak tahu dimana?"

"Gue sempat dengar kalau Agatha ngajak dia ke taman belakang."

"Gue nggak nguping ya, kebetulan sebangku sama Agatha dan depannya pacar lo. Jadi ya, gue denger obrolan mereka." jelasnya takut dikira ikut campur.

Sasha mengangguk paham. "Makasih ya, Kak. Aku permisi dulu.." pamitnya sopan.

"Tunggu."

Langkah Sasha terhenti. "Iya, Kak?"

"Lo ada masalah ya? Soalnya tadi gue lihat muka pacar lo masam terus gampang emosi, hampir semuanya takut sama dia hari ini."

Deg.

Informasi yang barusan terdengar mampu membuat rasa bersalah semakin menyelimutinya. "Nggak kok, Kak hehe.." alibinya.

"Aku permisi dulu ya, Kak.." pamitnya lagi, buru - buru berlari ke tempat dimana ketos edannya berada.

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘ ᠃

Di taman berumput itu terdapat dua insan sedang merenung. Yang satu sedang duduk di bangku, yang satu berdiri menenggelamkan dirinya dalam sinar matahari yang sudah tidak terlalu terik.

"Vin."

"Hm."

"Kalo lo nggak ngomong, gue nggak ngerti sama apa yang terjadi."

Kelvin menghela napas pelan. "Gue mau putus."

Sontak kedua bola mata Agatha membulat sempurna. "Lo nggak demam kan?" sidiknya tak percaya.

"Gue sehat."

"Terus kenapa lo tiba - tiba mau putus? Bukannya lo sayang banget sama dia?"

"Iya. Tapi gue sayang sama dia sebagai Tasya. Gue nggak pernah sayang dia sebagai Sasha."

Ucapan itu menohok bagi Agatha. Dengan cepat ia berdiri di samping laki - laki itu. "Lo gila!"

Senyum remeh mulai terdengar. "Emang. Gue emang gila."

"Tapi yang lebih gila itu dia." tambah Kelvin.

"Dia siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan gadis penyakitan."

Hal ini benar - benar terulang kembali. Dimana Kelvin yang ia kenal berubah menjadi sosok gelap. Tepat setelah kepergian gadis bernasib malang. Laki - laki itu menjadi kasar, bermulut pedas, bahkan menyenggol sedikit saja dijamin nyawa tidak akan selamat.

"Vin.. Sadar!" gertak Agatha seraya berdiri di hadapan Kelvin.

"Gue sadar, Tha."

"Jangan balik jadi Kelvin gila!"

Senyum mematikan mulai terukir membuat Agatha sedikit memundurkan langkahnya.

"Sasha kembaran Tasya."

Deg.

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘

Note : Spoiler di akhir ⚠⚠

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘

Haii!!

Bagaimana dengan part ini?

Masih berharap happy ending nggak nih?

Hahahaha 😌

Yasudah, utang Author lunas yaa!!

Jangan lupa follow :
Ig : queenielexy.wp
Tiktok : queenielexy

JANGAN LUPA JUGA BINTANG, KOMEN DAN SHARE YAA!! 💛

Selamat Malam dan sampai ketemu di part berikutnya! ☺

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘

"Lebih baik dia nggak usah lahir, daripada jadi beban."

᠃ ⚘᠂ ⚘ ˚ ⚘ ᠂ ⚘

Continue Reading

You'll Also Like

25K 1.9K 40
"Gue deketin lo, bukan karena gue bener-bener pengen deketin lo." Altha. ___________________________________________ [ šŸŽ™P E N G U M U M A N šŸŽ™ ] J...
2.5M 20.8K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
62K 5.6K 43
Si dingin dan gadis berkacamata. Memiliki rahasia yang berusaha disimpan, tetapi terbongkar karena seorang gadis berkacamata? Mungkin dengan menutup...
2.6M 278K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...