Kali ini Afiqa menatap pintu ruangan di depannya dengan gurat ragu terpancar di wajah ayunya. Pintu itu terbuka perlahan sampai menampilkan seorang wanita paruh baya dengan balutan snelli khas seseorang yang berprofesi sebagai Dokter.
Senyum hangat yang disungingkan Dokter menyambut kedatangan Afiqa yang didampingi Ibu dan kembarannya.
"Selamat sore, Afiqa," sapanya dengan tetap mempertahankan senyum hangatnya.
Afiqa menaikan satu alis mendengar sapaan Dokter. Beliau tahu namanya?
"Sore, Dok." Meski kaku, Afiqa akhirnya membalas disertai senyum simpul.
"Ini Dokter Shinta, Dokter yang akan bantu Dik Fiqa selama menjalani pengobatan," tutur Ibu dengan tangan yang menggenggam tangan Afiqa. "Ibu dan Kak Fira sudah menjelaskan apa penyakit yang kamu derita, mulanya kapan, dan gejala yang sering dialami selama ini."
Pantas Dokter Shhinta tahu namanya, rupanya Ibu dan saudara kembarnya sudah menjelaskan dirinya lebih banyak kepada sosok wanita berwajah cantik itu.
"Kami tunggu di sini, ya? Dik Fiqa ikut masuk sama Bu Dokter," ucap Ibu lembut.
Jujur, Afiqa ingin mengatakan jika dirinya tidak mau masuk tanpa Ibu atau Alfira di sampingnya. Resah makin menggerogoti sudut hati di saat Ini menyarankannya untuk mau menjalani pengobatan.
"Kami ada untukmu. So, tenang dan jalani proses awal ini dengan baik," bisik Alfira yang kebetulan berdiri di sisi kanannya. Seakan bisikan itu adalah mantra ajaib, perlahan-lahan Afiqa mengumpulkan keberaniannya disela menghirup udara dalam-dalam.
"Jika tidak sekarang memulai, maka kapan ini akan kembali seperti semula?"
Perempuan itu mengangguk. "Baik, Ibu."
Setelahnya, Dokter Shinta menggiringnya masuk ke dalam ruangan bernuansa putih dengan suhu ruangan sejuk. Afiqa duduk di kursi sebrang Dokter Shinta dengan jari jemari yang saling tertaut, seolah dengan melakukan hal itu mampu mengusir rasa takut, resah, dan cemas dalam dirinya.
"Afiqa?"
"Iya?"
"Bismillah, kita mulai tahap awal, ya? Jangan takut, tenangkan dirimu, oke?" Afiqa balas mengangguk patuh.
Dokter Shinta tersenyum simpul lalu bertanya, "sejak kapan kamu menderita penyakit ini?"
Mengembuskan napas pelan kemudian menjawab dengan pelan. "Sekitar satu tahun lalu."
"Lalu menurut Afiqa, hujan itu apa?"
Tanpa pikir panjang Afiqa menjawab, "hal menyeramkan." Perempuan itu bergidik kala bayang-bayang butir bening dari langit berjatuhan membentur tanah.
Dokter Shinta hanya mengangguk menanggapi. Satu respon baik dalam proses awal yang Afiqa berikan.
"Boleh ceritakan bagaimana mulanya penyakit ini ada? Hmm ... maksudnya pemicunya karena apa?"
Mendengar pertanyaan seputar itu kontan keping demi keping peristiwa di masa lampau memenuhi ruang ingatan Afiqa. Suara dentum petir, teriakan, serta Isak tangis kembali bersahut-sahutan dalam ingatan. Seakan-akan Afiqa ditarik kembali pada masa itu dengan keadaan yang utuh.
Perempuan yang dikerubungi perasaan cemas, takut, dan bersalah itu menceritakan semua peristiwa di hari itu dengan jelas. Tubuhnya bergetar dengan bulir keringat dingin yang bercucuran di pelipis semakin membuatnya tak tahan jika harus tetap bertahan.
Telapak tangan hangat milik Dokter Shinta seakan seperti tali bagi Afiqa untuk kembali pada masa kini, di mana ia berpijak dan meninggalkan kisah kelam di masa lampau secara perlahan. Dan kini Afiqa sadar, bahwa ia memang berada di ruangan milik Dokter Shinta setelah melihat wajah khawatir sosok Dokter Shinta.
"Are you okey?" tanya Dokter Shinta begitu khawatir mendapati reaksi Afiqa setiap mengucapkan tiap inci bagian keping gelap di masa lalunya.
Setelah mengembuskan napas kasar, perlahan Afiqa mendongak dan menjawab bahwa dia tidak apa-apa.
Satu setengah jam lamanya mereka berada dalam ruangan dengan membahas beberapa hal terkait penyakit yang diderita Afiqa. Akhirnya Dokter Shinta mengatakan bahwa proses awal pengobatan sudah cukup.
"Ingat, ya, Fiqa. Ibu hanya bisa membantu, yang bisa memberi kesembuhan hanya Allah Ta'ala dan kemauan kamu untuk sembuh," tuturnya untuk kedua kalinya dalam satu kali pertemuan. "Kamu harus coba dulu, ubah maidseet kamu kalau hujan itu 'bukan sesuatu yang menyeramkan' okey?"
Afiqa mengangguk. Ia akan mencoba apa yang sudah Dokter Shinta katakan tadi. Menanamkan pikiran positif tentang hujan yang jatuh membasahi Bumi tanpa menghakimi ia yang pernah jatuh di kala peristiwa lalu terjadi.
"Sekali lagi, kamu tidak bersalah dalam masalah masa lalu. Bisikan pada dirimu sendiri ; aku tidak bersalah dan besok aku akan baik-baik saja," sambung Dokter Shinta yang tak lepas menggenggam tangannya erat seolah dengan itu ia memberi kekuatan pada remaja perempuan di depannya mampu melewati fase ini.
Afiqa menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan bersama kedua kelopak mata yang tertutup. Dalam hati ia berguman, "aku gak salah dan besok aku akan kembali baik-baik saja." Embus angin seolah membalas gumannya saat itu juga.
"Aku bisa hadapi ini, insya Allah."
***
Akmal meraih ponsel yang tadi bergegas tanda bahwa ada pesan masuk. Sejak ia memberi saran kepada Alfira agar terus membujuk Afiqa menjalani pengobatan, pemuda itu sering bertukar pesan dengan Alfira hanya untuk membahas apa yang mereka sepakati.
Tadi sebelum ia disibukkan dengan cafe, Akmal sempat mengirim pesan yang berisi menanyakan bagaimana proses awal pengobatan Afiqa pada Alfira.
Firakembaranbidadarihati
Udah selesai, tapi aku blm tau gimana tadi Fiqa di dalem. Aku gak boleh ikut masuk soalnya
Akmal hanya bisa berharap tahap awal pengobatan yang dijalani Afiqa berlangsung lancar. Ada harap untuk perempuan pemikat hatinya. Ini bukan semata-mata untuk mencari perhatian Alfira guna memberi restu padanya, tetapi Akmal hanya tak ingin Afiqa tersiksa dengan penyakit yang diderita selama ini.
Akmal jadi teringat ucapan si Bang Toyib, abangnya yang jarang pulang karena kesibukan kuliah dan kerja katanya. Kala itu Bang Toyib bilang, "jangan cuma gedein rasa sayang sama cinta buat cewek aja! Yang harus digedein dan ditinggiin itu rasa empati!"
Saat itu, Akmal hanya bisa mengangguk saja sebab perkataan abangnya memang benar.
"Dari pada lo galau gak jelas mending banyakin baca sholawat, deh. Selain bernilai pahala, hati lo juga bakal tenang."
Mulut abangnya terus mengeluarkan kalimat omelan juga nasihat untuk Akmal dalam waktu bersamaan. Yang bisa Akmal lakukan hanya mendengarkan dengan baik dan memperhatikan wajah abangnya dari layar laptop. Hari itu, abangnya tiba-tiba menghubunginya di saat tak tepat, di mana ia sedang uring-uringan memikirkan sikap jutek sang pujaan hati.
Meski terbentang jarak yang cukup jauh, abangnya itu akan tetap menanyakan kabar melalui chat atau sesekali menelponnya di waktu luang. Mulanya Akmal tak mau bercerita mengenai ia yang menyukai perempuan jutek bernama Afiqa itu, tetapi karena abangnya yang terus mengejek jika Akmal uring-uringan karena mendapat tagihan hutang, maka Akmal membantah dan mengatakan sedang galau karena perempuan.
Kalau kata Azzam tempo hari saat mereka melakukan panggilan video bersama Bang Toyib dan papanya. Yang bisa buat Akmal uring-uringan itu ; Harta, tahta, dan Afiqa. Jika Bang Toyib akan galau ketika tiga hal itu diusik ; harta, tahta, dan nasib jomblo merana.
Haha ... dasar Azzam!
Mari kembali pada kisah Akmal kala berbincang di telepon bersama abangnya.
"Gue mau unjuk rasa, nih," ucapnya kala itu yang sukses mengundang wajah bingung di sebrang sana.
"Demo di mana?"
"Di hati si doi," balas Akmal diiringi gelak tawa dari keduanya. Saat itu abangnya kembali mencibir dan memberikan kalimat bijak.
"Jangan cuma unjuk rasa bucin lo! Unjuk rasa peduli lo ke semua orang, bukan hanya ke si doi yang belum tentu suka sama lo."
Well, Akmal menghargai ucapan abangnya. Ia tahu abangnya berkata demikian bukan hanya karena ingin melarangnya berpacaran, tetapi tak ingin adiknya sakit hati di kemudian hari.
Maka dari itu, Akmal akan menunjukkan rasa pedulinya terhadap Afiqaa bukan karena ingin mendapat perhatian atau balasan perasaan yang sama, melainkan karena dengan itulah Akmal bisa menunjukkan seberapa sayangnya ia terhadap Afiqa.
"Semoga tahap demi tahap bisa kamu hadapi, biar kamu sembuh," rapalnya sebelum kembali menaruh ponsel ke dalam saku celana.
***
Hihiii update lagi
Afiqa udah mulai pengobatan
Kalo ada typo dkk atau kesalahan, yok lapor!
Papay!
Planet Bumi, 06 Maret 2022