VENESIA - Carrington #3

By NaTaYoung

269K 10.9K 573

(18+) MENGANDUNG UNSUR DEWASA DAN KEKERASAN! šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹ Siena Valletta Kennedy, gadis asal Milan yang selalu... More

VENESIA ā€¢ Blurb + Cast
VENESIA ā€¢ Prolog I
VENESIA ā€¢ Prolog II
VENESIA ā€¢ Part 1
VENESIA ā€¢ Part 3
VENESIA ā€¢ Part 4
VENESIA ā€¢ Part 5
VENESIA ā€¢ Part 6
VENESIA ā€¢ Part 7
VENESIA ā€¢ Part 8
VENESIA ā€¢ Part 9
VENESIA ā€¢ Part 10
VENESIA ā€¢ Part 11
VENESIA ā€¢ Part 12
VENESIA ā€¢ Part 13
VENESIA ā€¢ Part 14
VENESIA ā€¢ Part 15
VENESIA ā€¢ Part 16
VENESIA ā€¢ Part 17
VENESIA ā€¢ Part 18
VENESIA ā€¢ Part 19
VENESIA ā€¢ Part 20
VENESIA ā€¢ Part 21
VENESIA ā€¢ Part 22
VENESIA ā€¢ Part 23
VENESIA ā€¢ Part 24
VENESIA ā€¢ Part 25
VENESIA ā€¢ Part 26
VENESIA ā€¢ Part 27
VENESIA ā€¢ Part 28
VENESIA ā€¢ Part 29
VENESIA ā€¢ Part 30
VENESIA ā€¢ Part 31
VENESIA ā€¢ Part 32
VENESIA ā€¢ Part 33
VENESIA ā€¢ Part 34
VENESIA ā€¢ Part 35
VENESIA ā€¢ Part 36
VENESIA ā€¢ Part 37
VENESIA ā€¢ Part 38
VENESIA ā€¢ Part 39
VENESIA ā€¢ Part 40
VENESIA ā€¢ Part 41
VENESIA ā€¢ Part 42
VENESIA ā€¢ Part 43
VENESIA ā€¢ Part 44
VENESIA ā€¢ Part 45
VENESIA ā€¢ Part 46
VENESIA ā€¢ Part 47
VENESIA ā€¢ Part 48
VENESIA ā€¢ Part 49
VENESIA ā€¢ Part 50
VENESIA ā€¢ Part 51
VENESIA ā€¢ Part 52
VENESIA ā€¢ Part 53
VENESIA ā€¢ Part 54
VENESIA ā€¢ Part 55
VENESIA ā€¢ Part 56
VENESIA ā€¢ Part 57
VENESIA ā€¢ Part 58
VENESIA ā€¢ Part 59
VENESIA ā€¢ Part 60
VENESIA ā€¢ Part 61
VENESIA ā€¢ Part 62
VENESIA PART 63 - 73
VENESIA ā€¢ Part 63
VENESIA ā€¢ PART ENDING
Voucher Karyakarsa

VENESIA ā€¢ Part 2

7.5K 272 5
By NaTaYoung

Playlist : Adele - To Be Loved

Siena melirik jam ditangannya. Sudah waktunya pulang karena DL Bookstore hanya buka sampai sore. Siena pergi ke ruang ganti dan mengganti seragamnya dengan baju biasa.

Setelah berpamitan dengan beberapa karyawan lainnya, Siena langsung pulang dengan berjalan kaki juga.

Semakin malam, udara pun semakin dingin. Namun, tidak ada tanda-tanda akan hujan.

Siena melihat sekelilingnya, dan menemukan sebuah restoran dengan dinding kaca yang menjual begitu banyak makanan cepat saji. Pengunjungnya pun lumayan ramai, jadi Siena memutuskan untuk singgah sebentar. Kebetulan dia belum makan malam.

Membunyikan bel di pintu masuk, Siena lalu duduk di meja di sudut ruangan dengan dinding kaca yang menampakkan keindahan dermaga di malam hari. Kelap-kelip lampu berwarna-warni membuat suasana menjadi ramai. Meskipun malam, dermaga ini selalu ramai akan hiruk-pikuk manusia yang beraktifitas.

Pelayan menghampirinya, dan memberi Siena daftar menu makanan yang mereka jual.

"Aku ingin bruschetta dan panini, please."

Pelayan itu mencatatnya, "mau minum apa?"

"Just a cup of hot tea."

Pelayan pun pamit pergi.

Siena kembali menatap kearah dermaga. Dulu, sewaktu dia masih kecil, Siena bersama teman-temannya sering bermain kesini. Kabur diam-diam dari orang tua mereka. Siena masih ingat jelas kalau Lucio-lah yang paling suka pergi ke dermaga ini. Dermaga bernama Port of Leggero ini adalah tempat favoritnya. Mereka sangat suka menumpang kapal milik Kakeknya Lucio untuk bisa mendekat dengan laut lepas.

Siena terkekeh miris.

Ia menghela nafas berat. Rasanya sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan Lucio dan Sunny serta Audy. Siena tidak tahu kapan mereka bisa berkumpul lagi bersama.

Disaat semuanya sibuk mengejar karir dan bisnis, hanya Siena yang tertinggal. Ia rindu dengan mereka. Siena tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena alasan tertentu. Jikapun dirinya bisa, Siena akan memilih universitas yang sangat jauh dari Italia agar tidak berdekatan dengan Yolanda lagi.

Dirinya begitu payah hingga tak bisa melawan Mamanya agar berhenti dari pekerjaan menjijikkan itu.

Diusia Yolanda yang ke tiga puluh enam, Yolanda sudah membangun bisnis prostitusinya. Dan ya, sejak umur tiga belas, Yolanda sudah memasuki dunia pelacur dan melahirkan Siena diumur enam belas. Siena merupakan anak yang tak diinginkan. Bahkan Yolanda tidak tahu siapa ayah anak itu karena sudah terlalu banyak pria yang tidur dengannya.

Suara decitan kursi menghentikan lamunannya. Siena terkejut karena Miguel Benedict sudah duduk dihadapannya, sibuk dengan daftar menu ditangannya.

"Kau! Kenapa ada disini?" Tanyanya dengan shok. Ia masih ingat dengan Miguel Benedict, pelanggannya tadi pagi yang membeli buku Stranger Killed Me.

Pria itu tersenyum miring. "Apa itu urusanmu?"

Kehabisan akal, Siena menatap Miguel tidak percaya. "Maksudku kenapa duduk di meja ini?"

"Apa restoran ini milikmu?"

"Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan juga."

"Dan kau tidak berhak menyuruhku untuk menjawab pertanyaanmu." Kata Miguel dengan senyum paksaan. Wajahnya kembali ketus.

Siena menarik nafas dalam-dalam, pria ini pandai berkelit. "Maksudku, disini banyak meja yang kosong, lihatlah," Siena melihat sekeliling. "Kenapa harus duduk disini? Meja ini milikku, aku sudah duluan disini."

"Memang banyak meja yang kosong. Tapi setiap aku kesini, aku akan duduk disini. Jadi, tutup mulutmu. Aku ingin makan dengan tenang."

Siena ingin protes lagi, namun terganggu dengan pelayan yang menyajikan pesanan Siena. Juga pelayan lainnya yang datang membawakan pesanan yang bukan miliknya, siapa lagi kalau bukan pesanan Miguel.

"Tolong, berikan aku Vodka."

"Baik, tunggu sebentar." Pelayan itupun berlalu.

Panini. Pria itu juga memesan makanan yang sama dengan miliknya. Siena mulai memakan makanan dengan diam, sesekali melirik pria itu yang belum menyentuh makanannya sama sekali. Mungkin menunggu vodka-nya datang.

Lima belas menit kemudian, Siena meneguk tehnya untuk yang terakhir. Dirinya sudah kenyang, namun Siena belum niat untuk pulang. Perutnya terlalu kembung untuk bisa melanjutkan perjalanannya menuju rumah.

Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan pandangannya terarah pada dermaga. Inilah dirinya, selalu overthinking di sela-sela waktu yang ada. Otaknya sudah terlalu lelah untuk memikirkan kehidupan. Siena tidak ingin mengingat apapun lagi. Jika ada suntik insomnia, Siena sangat tergiur untuk membelinya. Huh.

Sementara itu, Miguel baru mulai memakan makanannya. Kebiasaannya adalah meminum bir atau minuman keras dahulu sebelum makan. Tanpa minuman keras, dirinya tidak akan selera makan.

Gadis didepannya itu kini terlihat lebih pendiam dan murung. Miguel terus meliriknya, walaupun tidak kentara.

Miguel mengisi gelasnya dengan Vodka, lalu menyodorkannya dihadapan gadis itu.
"Mau?" Tawarnya.

Siena menoleh, terkejut saat pria itu menawarkannya segelas minuman keras. Jelas dia tidak akan menerimanya, Siena bukan peminum.

"Terimakasih," Siena tersenyum, "tapi aku bukan peminum." Tolaknya halus.

Aneh rasanya jika dirinya bukan seorang peminum, bahkan orang-orang di lingkungannya lebih buruk. Ganja, narkoba, rokok dan minuman keras adalah lingkungannya. Namun, Siena berusaha untuk tidak ikut terjebak dengan mereka.

Miguel tidak menjawab, tapi mengambil lagi gelas itu dan meneguknya. Ia kembali pada panini-nya. Memakannya.

Karena pria itu berniat baik, menawarkannya minuman meskipun dalam konteks minuman keras, Siena mulai mengajaknya berbasa-basi.

"Bagaimana novelnya? Apakah seru?"

"Cukup seru. Akhir yang tragis tapi aku suka,"

"Wah, kau sudah menyelesaikannya dalam waktu beberapa jam." Siena memandangnya takjub, biasanya dirinya akan menghabiskan waktu dua hari untuk menghabiskan sebuah novel.

Miguel tidak menanggapi. Ia lanjut makan.

"Memangnya bagaimana endingnya?" Tanyanya lagi.

"Menarik. Cintanya tidak terbalas. Carlos menembak wanita itu dan memberikan jantungnya pada buaya, ususnya pada anjing, memasak dan memakan matanya, katanya itu sangat enak, dan membuang bangkainya ke--,"

Siena mengangkat satu tangannya.
"Stop it! Aku mau muntah." Dia menutup mulutnya dan menunduk. Cerita itu membuat perutnya mual. Gila. Cerita macam apa itu. Penuh kekerasan. Menurutnya, tak seharusnya cerita seperti itu dijadikan bacaan, tak logis dan menimbulkan efek samping yang buruk bagi pembacanya.

Miguel menatap gadis di depannya dengan aneh. Tadi gadis ini yang sangat penasaran dengan buku itu, tapi sekarang gadis itu sudah akan KO hanya mendengar endingnya. Tak seharusnya dia memberi spoiler pada gadis itu.

Merasa semakin mual, Siena mengambil air putih didekatnya dan meneguknya. Setelah itu, perlahan dia merasa mulai membaik.

"Seharusnya novel seperti itu tidak pantas untuk terbit di pasaran. Sepertinya aku harus bilang pada manager toko untuk tidak menjual novel itu lagi." Ia mendengus.

Sudut bibir Miguel tertarik sedikit. Lucu melihat tingkah gadis didepannya.

"100 :1, Ms. Kennedy. Dan kau satu-satunya."

"Maksudmu?" Dahi Siena berkerut. Apa pria itu bermaksud mengatakan kalau dirinya adalah satu-satunya orang yang tidak menyukai novel itu?

Namun, Miguel tidak menjawab lagi. Dia sudah selesai makan, Miguel mengelap bibirnya dan menyandarkan tubuhnya. Matanya menatap Siena. Mereka saling berpandangan.

"Kau tidak tahu betapa susahnya sang novelis mengarang sebuah cerita. You have to appreciate it."

Siena jelas tidak terima. "Semalam aku baru menjualnya pada seorang remaja, aku tidak tahu kalau buku itu memuat kekerasan. Seharusnya penulis memberikan peringatan agar anak dibawah umur tidak membacanya."

"Jangan menyangkal lagi, Ms. Kennedy. Nyatanya banyak orang yang menyukai buku itu, bahkan sekuelnya akan keluar bulan depan."

Miguel meneguk minumannya.

Siena hanya beroh-ria saja. "Terserah apa katamu, Sir."

"Kau tampak membenci novel itu." Komentar Miguel. Sudut matanya memicing.

"Aku tidak. Seperti katamu, aku menghargai semua buku. Tidak ada buku yang tidak bagus. Namun kelayakannya di umum yang aku tidak suka."

"Lalu seperti apa novel yang kau suka?"

"Novel romantis, seperti pria yang awalnya membenci si wanita lalu mereka terjebak cinta atau tidak saat sang pria mengatakan kata-kata cinta dengan mesra. I love it!" Siena tersenyum membayangkan novel-novel yang sudah ia baca.

"Hm, cerita klasik seperti itu banyak digemari remaja."

"Bagaimana dengan sekuelnya? Apa kau juga akan membelinya?"

"Tentu saja," Senyum Miguel tertahan, "dan saat novel itu keluar, aku ingin kau mengabariku, aku akan membelinya darimu."

"Tidak! Tidak. Datang saja ke DL Bookstore. Aku tidak boleh menjual buku diluar dari pembeli yang membeli di situs kami."

Miguel mengangkat bahunya cuek. "Kau hanya perlu membelinya lalu menjualnya lagi padaku."

Dan saat gadis itu hanya diam, Miguel bertanya. "Tidak ada bantahan?"

Siena mengambil tasnya dan bersiap pergi, "Kuperhatikan, kau itu tipe orang yang tidak bisa dibantah. Lidahmu pandai berkelit. Caramu mendapatkan kontak-ku, membuatku tahu." Lalu ia memanggil seorang pelayan.

Miguel tertegun dengan gadis itu. Sungguh dia semakin tertarik dengan Siena Kennedy.

"Biar aku yang bayar!" Cegahnya saat Siena mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.

"Tidak perlu, aku masih sanggup." Siena memberi uangnya pada pelayan itu.

Sebelum pergi dari restoran, ia menoleh pada Miguel.

"Selamat malam, Mr. Stranger." Lalu pergi meninggalkan Miguel.

"Mr. Stranger?" Tanya Miguel yang entah pada siapa. Senyumnya timbul karena panggilan Siena tadi padanya.

Lucu. Seakan menegaskan bahwa mereka berdua tidak saling kenal. Hanya orang asing.

🌹🌹🌹🌹

Melihat rumahnya sudah dekat, perasaan Siena semakin buruk. Sangat malas untuk kembali ke sana lagi. Satu alasan mengapa Siena belum minggat juga dari rumah itu adalah dirinya yang belum memiliki cukup penghasilan.

Gaji dari bekerja di toko buku selalu ia gunakan untuk kehidupan sehari-harinya. Namun, untuk menyewa sebuah flat atau apartemen, dirinya belum mampu.

Semakin malam, rumahnya semakin ramai. Banyak orang yang berdatangan kerumahnya.

Siena berjalan masuk, untungnya orang-orang itu menghiraukannya. Terlalu fokus pada kegiatannya masing-masing. Asap rokok mengganggu penciumannya. Dia mengambil sapu tangan dari tasnya dan menutup hidung. Bukan hanya rokok saja, di taman dia bisa melihat sepasang kekasih sedang bergantian menghisap ganja. Hal itu sudah biasa terjadi disekitarnya.

Tidak tahan melihatnya lagi, Siena berjalan cepat. Sampai di kamarnya, Siena menutup pintu rapat-rapat dan tidak lupa menguncinya.

Kamar Siena sangat luas. Karena disini, Siena memasukkan segala barangnya. Kamar mandi, closet, barang-barangnya dan mini kitchen. Itu semua tersedia agar Siena tidak perlu keluar kamar. Segala keperluannya sudah tersedia di kamar.

Siena hanya keluar dari pintu kamar ketika akan pergi bekerja saja.

Selesai mandi, Siena mengenakan bathrobe dan mengganti gaun tidurnya di closet.

Saat kembali ke kamar tidurnya, Siena menemukan Mamanya sudah duduk di tepi ranjang sambil menghisap sebuah rokok.

Dia berusaha tidak peduli. Entah dari mana Mamanya mendapatkan kunci kamarnya. Siena berjalan ke pintu, dan menguncinya kembali. Lalu beralih menatap Mamanya yang juga menatapnya. Siena melipat kedua tangannya.

Hal yang jarang ia lakukan bersama Mamanya adalah berbincang. Ia terlalu malas mendengar ocehan Yolanda yang selalu merujuk pada dunia pelacuran.

Siena menutup hidungnya. Terganggu dengan asap rokok Yolanda. Ia mendekat kearah jendela dan membukanya.

"Besok malam, mama akan mengadakan festival lelang disini."

Siena tidak menjawab, pandangannya terarah kearah luar jendela. Pemandangan yang menjijikkan adalah melihat pasangan-pasangan mesum, namun baginya lebih menjijikkan melihat wajah Mamanya.

Yolanda menghisap kembali rokoknya. "Jika kau tidak ingin bergabung, keluarlah untuk semalam saja." Lalu bangkit dari duduknya.

Berjalan menuju pintu, dia kembali menoleh. Anaknya masih bergeming. Yolanda menghembuskan nafasnya, "good night, Si."

To Be Continued

24/2/22

Siena Valetta Kennedy

Miguel Benedict

Yolanda Kennedy

❤️
Na Ta Kim

Continue Reading

You'll Also Like

Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3M 214K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
3.1M 44.8K 30
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
712K 27.9K 59
- First story of The Derizcon Series - Book I Victoria Beverlly Adam--atau yang lebih akrab disapa 'Vic'--adalah seorang gadis yang hidup...
258K 11K 49
Note : Sebagian Chapter di private. Harap follow akun ini sebelum membaca karyanya. **** Evelyn Ainsley Crawford seorang wartawan yang sangat mendam...