SURROGACY

By Blackwhisperss

26.4K 4.1K 2.9K

Tiba pada hari sialan yang tak pernah Ahrin duga, tentang kecelakaan mobil mewah yang mengubah setengah dari... More

Prologue
Chapter 1 || Surrogate Mother
Chapter 2 || The House
Chapter 4 || Berhasil!
Chapter 5 || Sedikit Kemajuan
Chapter 6 || Perbaikan
Chapter 7 - Him
Chapter 8 || Berbeda
Chapter 9 || Heaven
Chapter 10 || Our Little Simba
Chapter 11 || Kolam Renang
Chapter 12 || Mereka Kembali

Chapter 3 || Sebuah Rencana

3.4K 498 291
By Blackwhisperss




Ahrin sering berpikir, dimana ia meninggalkan otaknya sampai-sampai bisa melupakan Id Card yang seharusnya ia gantungkan di antara leher agar tidak lari kemana-mana. Hingga beberapa kasus menyebalkan yang kerap terjadi berulang kali nyaris dua kali dalam satu bulan, gadis itu harus mengarungi bus kota yang sesak di pagi hari untuk kembali menuju flat sembari membenturkan kepala pada jendela kaca merutuki kebodohannya sendiri. Lalu setelah itu Ahrin akan menelepon bala bantuan untuk menjemput dan Jungkook dengan senang hati akan mengemudikan mobil seperti roket demi imbalan dua potong roti dan segelas kopi.

"Gantungkan di sini." Menyambar Id card dalam genggaman Ahrin, sebelum meloloskan tali melewati kepala si gadis hati-hati. Kemudian telunjuk Jungkook mengarah pada tas yang tersampir di antara bahu Ahrin hingga suara tenornya menyedot perhatian beberapa orang yang berlalu lalang melewati lobi. "Lalu simpan di dalam tas kerjamu selepas jam kerja berakhir kalau tidak mau aku mentato keningmu dengan tulisan Id card supaya kau selalu ingat saat bercermin."

Berdecak kesal. "Berisik." Ahrin berlalu begitu saja meninggalkan Jungkook yang segera mengekor seperti anak domba di padang rumput yang takut kehilangan sang ibu. "Tidak sopan menunjuk-nunjuk orang yang sudah memberimu sarapan gratis secara cuma-cuma, tahu."

"Pertama, sarapan darimu tidak cuma-cuma. Aku memutar jauh berlawanan arah demi menjemputmu dan yang kedua aku tidak menunjuk wajahmu, tapi aku menunjuk tas di bahumu."

Tak ada seorangpun yang dapat menyadari gurat merah samar di permukaan pipi gadis itu. Ahrin bersemu. Jantungnya berdebar kala jarak dipangkas hingga wajah mereka nyaris bertubrukan ketika Jungkook memasangkan Id card di antara lehernya. Menguarkan segarnya aroma mint yang menyapa dari deru napas menyapu wajah. Ugh, menyebalkan. Ahrin harus melarikan diri dalam situasi ini secepat mungkin sebelum Jungkook menyadari itu.

"Hai, Stephanie. Hai, Angel. Oh, Hallo Yoona, kau cantik dengan baju warna kuning."

Tidak. Tidak. Debaran dalam dada bukan berarti Ahrin menyimpan rasa yang tertanam untuk orang genit di sana. Mana mungkin ia menyukai Jungkook si pria yang mengingat nama hampir setengah dari pegawai wanita? lihat saja kelakuan ajaibnya. Setiap pagi Jungkook selalu menyapa kelewat sumringah setiap gadis yang ia temui di sepanjang kantor menuju ruangan mereka. Menggelikan. Sungguh bukan tipenya.

Lalu debar ini untuk apa?

"Oi ... Cho Jimin!"

Suara Jungkook terdengar lantang di belakang sana disusul oleh derap kaki yang dipacu setengah berlari, menyeret tangan Ahrin ikut serta untuk mengejar Jimin yang hampir tenggelam di balik pintu elevator.

"Lihat apa, sih? Sampai-sampai kau tersenyum sepanjang jalan seperti orang gila." Jungkook menyikut lengan Jimin seraya mengintip lembaran foto dalam genggamannya dengan rasa penasaran yang kian menggebu, terlebih Jimin sengaja enggan memperlihatkan foto tersebut hanya karena berniat mengusili lelaki itu.

"Jangan lihat. Gadis ini cantik sekali, nanti kau jatuh cinta. Bisa bahaya."

"Mana sini aku lihat dulu, biar aku yang tentukan benar cantik atau tidak. Sekedar informasi, mataku lebih berkualitas dari pada mata iritmu."

Ahrin hanya bisa memutar bola mata jengah melihat berdebatan konyol mereka sepanjang elevator melaju cepat menuju lantai lima. Hingga dentingan tersebut berhenti, decit pintu terbuka sementara drama perebutan foto antara Jungkook dan Jimin belum juga usai, bahkan sampai ketiganya menjejak lantai koridor Jungkook masih menggenggam telapak tangan si gadis erat-erat.

"Minggir." Kejadian itu berlangsung cepat. Bagaimana Taehyung mendadak datang dari belakang memutus tautan tangan Jungkook dan Ahrin sampai-sampai tubuh besar Jungkook terhuyung menyenggol Jimin. Ahrin tidak menyangka, tubuh sekecil itu dapat menyamai tubrukan banteng marah yang menghantam matador.

"Ish ... menyebalkan." Jungkook berdecak sembari menyorot kesal pada Taehyung yang seolah tak peduli hingga tak sudi menengok ke belakang. "Melihat punggungnya saja sangat menyebalkan. Apalagi melihat wajahnya."

"Gwan Taehyung kenapa? Sedang datang bulan, ya?" Berbeda dengan Jungkook, Jimin terlihat agak sedih kala foto yang digenggamnya erat-erat tak sengaja terjatuh sampai terinjak sepatunya sendiri. "Ah, sayang. Maafkan Ayah."

Ternyata, foto yang disembunyikan Jimin mati-matian dari Jungkook adalah selembar foto USG seorang gadis kecil meringkuk dalam kandungan sang ibu. Ahrin mendadak tersentak, sepersekian detik dilalui dengan pikiran yang mendadak mengangkasa ketika menyaksikan Jimin menciumi selembar foto sembari terus mengudarakan kata maaf.

Apakah orang seperti Taehyung bisa sehangat Jimin memperlakukan anak mereka nanti? Ah, tidak. Anaknya. Hanya anaknya. Ahrin hanya meminjamkan rahim serta sel telurnya saja dengan tumpukan uang sebagai gantinya.

"Aku harus mempunyai anak agar bisa bercerai dengan istriku."

Ujar Taehyung beberapa hari lalu, tanpa mengatakan alasan di balik semua itu. Yang Ahrin tahu bahwa raut sedihnya tidak menipu. Taehyung menunjukan sisi rapuhnya kala itu. Hanya melalui secangkir rasa empati yang tak sengaja menggergoti hati, bisa-bisanya mengantarkan Ahrin pada tempat ini. Pada tempat yang setengah mati Ahrin hindari.

"Sebelum memulai prosedur penanaman bayi tabung, Bapak dan Ibu akan dihadapkan dengan pengecekan kesuburan terlebih dulu."

Ahrin meremas kedua tangan gugup di atas pangkuan. Aroma antiseptik serta bayang-bayang jarum suntik perlahan terangkai dalam kepala hingga wajahnya mendadak sepucat pasi, pandangan kosong lengkap bersama cucuran keringat dingin membasahi punggung sementara Taehyung duduk tenang merangkum setiap perkataan dokter kandungan dalam diam. Dia tidak terlihat gugup, bahkan jauh dari kata takut sama sekali.

"Kami akan melakukan USG Transvaginal untuk memeriksa organ reproduksi sekaligus memeriksa kesuburan sang calon ibu." Wanita berusia akhir tiga puluhan tersebut menuntun Ahrin berbaring di atas ranjang pasien lalu kembali menukas, "tolong buka celana dalam, berbaring dan buka kedua kaki lebar-lebar ya, Buk."

Beberapa sekon dihabiskan Ahrin dalam diam, antara mau atau tidak seraya memupuk keberanian, mengenyahkan sebagian pikiran buruk yang menggelayuti kepala tak henti-henti. Ahrin takut, gugup sekaligus malu terlebih harus membuka celananya di depan orang asing. Sampai Taehyung menuntun pundak Ahrin agak memaksa, mengarahkan Ahrin untuk berbaring di sana atas pengawasannya.

Entah termasuk salah satu keberuntungan atau tidak, hari ini Ahrin memakai mini dress berwarna gelap sehingga ia hanya perlu membuka celana dalam saja. Tangannya sedikit gemetar ketika Taehyung membantu Ahrin menaiki ranjang agak tinggi. Jantungnya berpacu saat kedua kaki direntangkan di udara, mengangkang lebar, menampilkan selatannya tanpa terbalut apa-apa.

Demi uang. Demi ayah. Demi karir.

Wajah gadis itu bahkan nyaris menyerupai buah ceri dalam lemari pendingin, merah padam apalagi ketika melirik Taehyung yang tak sekalipun mengalihkan perhatian dari bagian bawah tubuhnya sembari menelan ludah hingga sesekali membasahi bibir bawah. Rasanya, Ahrin ingin menjambak surai lelaki itu untuk mengusirnya pergi dari sana. Sialan.

"Tahan napas sebentar ya, Buk. Ini akan sedikit lama namun saya bisa menjamin ini tidak akan sakit."

Sang dokter membawa sebuah tongkat putih dengan kisaran tinggi lima sampai tujuh centi yang terhubung dengan layar monitor. Entah mengapa perasaan Ahrin mendadak menjadi campur aduk. Buruk sekali. "B-benda itu ... "

"Saya akan memasukan benda ini melalui jalan lahir untuk memeriksa area panggul dan rahim."

"Tidak mau." Ahrin sontak merapatkan kembali kedua kaki, bangkit secepat kilat kemudian meloncat turun meraih celana dalam genggaman Taehyung, tidak peduli kalau lelaki itu kini mulai menyorot Ahrin dengan tatapan penuh intimidasi.

Taehyung berdesis. "Song Ahrin, berbaring kembali!"

Secepat ia setuju, secepat itu pula Ahrin berubah pikiran. Tanpa mempedulikan Taehyung yang seolah hendak menumbuhkan tanduk di atas kepala, gadis itu bergesa keluar dari sana setelah memakai kembali panty hingga menyisakan tanda tanya besar pada dahi masing-masing petugas kesehatan yang menanganinya. Berjalan cepat di antara lorong rumah sakit sementara Taehyung mengejar dari belakang.

"Kalau kau berjalan lagi maka kesepakatan kita batal sampai di sini!"

Ancaman tersebut sukses membuat kedua kaki Ahrin layaknya dipaku pada dasar lantai. Hatinya berkata untuk pergi tetapi isi kepala berbisik untuk kembali. Menghela napas berat, si gadis menggigit bibir bawah gugup sebelum berbalik memberanikan diri menatap wajah geram Taehyung dari posisi. "Tidak bisakah...," ia terlihat kesulitan merangkai kata tetapi tetap memaksa berbicara. "Tidak bisakah melakukan dengan cara manual saja?"

Taehyung mendadak tersenyum sarkas. "Kau tahu aku tidak bisa." Pikirannya kembali melanglang buana menuju masa-masa kuliah, pada serbuk heroin, literan alkohol, juga jejeran para gadis yang telah dilecehkan baik secara mental maupun fisik hingga sumpah serapah para mantan yang ditinggalkan begitu saja. Semua seperti karma instan. Kala Taehyung kembali berjalan berpatokan pada garis lurus, secepat itu pula semesta meruntuhkan langitnya.  Merenggut dunianya. "Aku impoten. Puas?"

Perkiraan Ahrin tidak meleset. Taehyung tepat seperti yang ia pikirkan sejak awal. Lelaki tampan, muda dan kaya tiba-tiba datang menawarkan banyak sekali uang demi mengandung anak padahal telah beristri, aneh sekali bukan? Pilihannya hanya dua, kalau tidak impoten ya istrinya mandul, itu saja.

Memutar badan memunggungi Ahrin. Taehyung lantas berujar, "Kembali atau tidak sama sekali."

Langkah demi langkah Taehyung terasa seperti teror yang nyata. Ahrin kebingungan menentukan pilihannya sendiri, antara maju atau melupakan. Padahal, banyak sekali yang harus dikorbankan namun kesempatan emas seperti ini jelas tidak akan terjadi dua kali seumur hidup. Kapan lagi ia mendapat jackpot mendadak kaya secara cuma-cuma? Tidak perlu bekerja, cukup melahirkan saja.

"Tunggu, Gwan Taehyung." Panggilan Ahrin sontak menghentikan langkah Taehyung meski mereka telah berjarak cukup jauh. Lorong sepi tersebut menjadi bukti seberapa sabar Taehyung menanti Ahrin seolah kesulitan mengutarakan kata yang tersendat di kerongkongan. "Tapi ... aku tidak mau diperawani oleh teropong dokter."[]








Makanya jangan nakal.

Continue Reading

You'll Also Like

844K 40.7K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
760K 72.4K 42
𝑫𝒊𝒕𝒆𝒓𝒃𝒊𝒕𝒌𝒂𝒏 J. Alexander Jaehyun Aleron, seorang Jenderal muda usia 24 tahun, kelahiran 1914. Jenderal angkatan darat yang jatuh cinta ke...
65.9K 13.6K 151
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
114K 8.2K 53
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote