Kisah Nak Dare dan Pengayuh S...

By Sari_Atsumi

67 22 4

Cerita berlatar belakang kota Pontianak di tahun 1940an. Tentang kesaksian sejarah kota yang dibom Jepang di... More

1.| Dari Mata Turun Ke Hati
2.| Pelangi Sesudah Hujan
3.| Segala Kebetulan Ini
4.| Sahabat
5.| Aku Cemburu
6.| Proklamasi
7.| Cintamu Kusimpan Rapi Dalam Hatiku
8.| Lalu Bagaimana Kalau Aku Rindu?
9.| Aku Sayap Cintamu
10.| Bukan Digantung Tak Bertali
12. | Kala Janji Harus Ditepati
13. |Kita Berdua
14.| Ikhlaslah
15. | Romansa Kapuas
16. |Aksara
17. |The story of Nak Dare and The Boat Paddler --Till the end of time
18. | Mendung Tak Berarti Hujan

11.| 19 Desember 1941

2 0 0
By Sari_Atsumi

Kisah Nak Dare dan Pengayuh Sampan
*************************

Pontianak,
19 Desember 1941-bagian 1

Ah, pemandangan itu begitu menyesakkan.. Sepasang muda-mudi Belanda berdiri berhadapan dan saling bergenggaman tangan.

Mungkin itu suatu pertemuan? Perpisahan? Atau kelaziman sehari-hari mereka?.. Ah, kupalingkan wajah dan meneruskan mengayuh sepeda menuju gedung sekolahku.

Hari ini Jum'at pagi, cuaca cerah. Sekolahku telah memasuki masa akhir, sepertinya pertemuan hari ini dengan mevrouw -guru dan kepala sekolah- akan menentukan aku magang di sekolah mana.

Kaki melangkah sambil kurapikan lipatan kain batik, kebaya, dan kerudungku.. Ayah mengizinkan aku sekolah di Pontianak ini asalkan memakai kerudung.. Aku tersenyum mengingat wajahnya.

"Ani! Ada surat.. Dari Singapura," Siti, teman sekelasku itu, berlari menghampiri sambil mengacungkan sepucuk surat beramplop putih.

"Makasih, Ti. Kapan datangnya ini?"tanyaku sambil meraih surat itu. Tertulis "Hamid" sebagai pengirimnya. Ah, apa kabarnya?

"Barusan.. Aku ketemu pak pos di gerbang tadi.. Dari siapa tuh? Pacar ya? " tanya Siti dengan seulas senyum menggoda.

"Rahasia", jawabku sambil berlalu meninggalkannya. Wajah Siti penasaran.

Tok.. Tok.. Dua kali aku mengetuk pintu ruang kepala sekolah itu. Ruangan besar dengan jendela besar menghadap sungai Kapuas. Terakhir ke sini, saat April Mop dan aku dikerjai teman-teman sekelasku.

Kata mereka mevrouw memanggilku, dan marah! Kecutlah hatiku saat beringsut-ingsut bak keong menemuinya di ruangan ini. Mevrouw terkenal disiplin dan galak. Saat kusapa dia, mevrouw malah bertanya, "Ada apa kamu kemari? Saya tidak panggil kamu. "
Dasar teman-teman iseng semua!
Tapi hari ini mevrouw benar memanggilku.

"Ani, berdasarkan prestasi belajarmu selama ini, kami memutuskan kamu untuk magang di HIS. Kamu memegang nilai terbaik di kelasmu, jadi kami harap kamu bisa membawa nama baik sekolah kita saat magang di sekolah kalangan atas itu, ya? " begitu katanya.

HIS? Hollandsch Inlansche School.. Tidak jauh sih dari sini.. Masih di area Tanah Seribu juga, letaknya dekat perumahan orang-orang Belanda. Siswanya campuran, anak Belanda dan anak pribumi dari golongan terpandang. Levelnya sekolah dasar..
Hari ini juga aku disuruh lapor ke HIS dan meminta jadwal magang.

Keluar dari kantor mevrouw, aku mencari bangku untuk membuka surat. Tak sabar ingin tahu kabarnya. Kakanda sudah sebulan pergi untuk berdagang ke Singapura.

"Singapura, 28 November 1941
Dinda, aku telah sampai di sini dengan selamat. Perjalanan laut dengan kapal cukup melelahkan tetapi sangat bersyukur perjalanan lancar dan tiba tepat waktu. Di sini aku telah mulai bekerja di toko kain milik seorang India muslim. Aku sedang mempelajari perdagangan dan ingin pula kelak membuka toko serupa di Pontianak. Doakan aku sehat dan berhasil, ya.
Apa kabarmu Dinda? Maaf tak bisa menemani makan siangmu sementara waktu. Apakah kau sudah mulai magang di sekolah? Semoga kau bisa mengajar dengan baik dan memberikan manfaat bagi murid-muridmu.
Kiranya sekian dulu kabar dariku. Kuharap kita segera bertemu dan mewujudkan cita-cita bersama.
Wassalam,
HAMID"

Aku menghela napas.. Ya Allah mudahkanlah segala urusan kami.. Semoga kami segera dapat bersama dalam ikatan pernikahan yang Engkau ridhoi.

Aku menuntun sepeda menuju gerbang, jam di atas pintu masuk sekolah menunjukkan pukul 08.30. Tak kan lama mencapai sekolah HIS dengan bersepeda. Jalan raya ramai orang berlalu lalang dengan berjalan kaki, bersepeda dan bahkan ada yang mengendarai mobil. Langit cerah, tapi ada beberapa pesawat melintas di atas kota. Sepertinya berbendera Jepang. Apa mereka sekedar lewat atau latihan, atau apa? Beberapa tentara Belanda tampak berjaga di pos masing-masing.

*******
19 Desember 1941-Bagian 2

Sinar matahari pagi di kota ini memang terkenal terik.. Menyilaukan.. Tapi tampak jelas pesawat itu milik Jepang. Mengherankan.. Bahwa saat ini yg menduduki kota adalah pemerintah Belanda...dan yang berputar seolah patroli itu pesawat Jepang.

Kuselesaikan kunjungan ke HIS, berjumpa kepala sekolah dan dewan gurunya.. Mendapat amanat untuk datang setiap hari sesuai jadwal sekolah. Yah, semoga ini menjadi tambahan pengalaman yang bermanfaat kelak..

Tiba-tiba terdengar dentuman sangat keras.. Bergegas kami semua keluar gedung.. Orang-orang panik berlarian dan berhamburan ke jalan.. Berteriak kalut dan menunjuk ke arah Broederschool Kampung Bali, yang ternyata ada asap hitam membumbung tinggi..

Belum terlintas sedikitpun apa yang terjadi sampai beberapa pesawat datang dengan suaranya yang memekakkan dan menjatuhkan bom di beberapa tempat, yang meski jauh dari tempatku berdiri, terdengar dentuman yang mengerikan..

"Semua pulang! Selamatkan diri! " begitu kepala sekolah memerintahkan..

Tentara Belanda hilir mudik dengan kendaraannya memaksa semua orang menjauh dari pusat kota.

Langit mendadak kelabu.. Teriakan histeris dan tangisan di mana-mana. Orang-orang ada yg terluka berlumuran darah bahkan ada yang sudah terbujur kaku.. Rasa kaki ini tak mampu melangkah.. Tercengang oleh pemandangan mengerikan di depan mata.. Udara berasap menyesakkan.. Sampai seseorang mencekal lenganku dan menarikku mundur untuk berlindung di sebuah bangunan.

Kiranya seorang ibu paruh baya berkerudung. Tanpa banyak bicara ia meninggalkan aku di kerumunan orang-orang yang berlindung di gedung itu. Sejenak aku berucap syukur pada Yang Maha Kuasa..

*******
19 Desember 1941 -Bagian 3

Setelah kuraih kembali kesadaranku, kutengok sekeliling.. Wajah-wajah cemas, pakaian tak lagi rapi, beberapa terluka. Kami semua tak tahu apa yang sedang terjadi.. Yang kami tahu hari ini hari Jumat menjelang tengah hari.. Masing-masing mencemaskan sanak saudara yang tak bersama mereka.. Tak ada yang tahu kapan dan bagaimana kami bisa keluar dari area ini.. Mencekam dan mendirikan bulu kuduk..

Seorang tentara Belanda yang lewat dan singgah memeriksa keadaan mengabarkan ada sembilan pesawat Jepang yang menjatuhkan bom di kota ini. Salah satunya di Broederschool daerah Kampung Bali tadi. Banyak murid yang menjadi korbannya. Daerah Parit Besar juga.. Semua orang menjadi semakin cemas.. Semua orang dihimbau mengungsi ke luar kota.. Berharap situasi segera membaik dalam beberapa waktu.

Aku lemas.. Ingin rasanya segera pulang ke Singkawang, tempat orangtuaku.. Tapi bagaimana? Keluar dari area ini saja aku belum tahu caranya.

Kuberanikan diri bertanya seandainya bisa menumpang kendaraan militer Belanda sampai ke tepian Kapuas agar aku bisa menyeberang dengan sampan.. Dia membolehkan.. Dan beberapa orang ikut serta..sebagian lain merasa terlalu berbahaya untuk keluar ke jalan pada saat sekarang.. Kami naik menumpang truk tentara.

Pemandangan sepanjang jalan begitu memilukan. Beberapa gedung porak-poranda.. Puing berserakan, hanya beberapa orang bergegas ke beberapa arah yang bisa kulihat. Jantung ini berdebar..

Adakah keselamatan bagi kami semua? Semoga kami semua dalam lindungan-Nya..

Aku turun di dekat sebuah kopol. Mencari-cari sampan.. Ada yang lewat sesak oleh penumpang.. Sepertinya mereka mengungsi.

"Bang! Aku ikut! ", seruku sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi.

"Tak bise! Udah penoh! Kau ikot sampan di belakang! ", begitu pekiknya dari jauh.

Aku mencari sampan yang dimaksud.. Ya, itu ada yang mendekat, penuh juga, tapi mungkin masih ada tempat. Akhirnya aku ikut duduk bersesak-sesak dengan mereka, diam, merasakan gelombang sungai menghempas, mengharap kayuhan cepat mengantar kami ke seberang.

Tak ada yang tahu apakah serangan pesawat akan segera datang lagi atau tidak.

Seraya bersyukur aku melompat dari sampan ke dermaga.. Mengikuti rombongan yang juga mencari tumpangan untuk keluar kota.. Beberapa langkah aku berhenti.. Membalikkan badan sehingga tampaklah kota Pontianak di seberang, gedung sekolahku, dan sungai Kapuas yang panjang terbentang.

Meleleh airmataku.. Sungguh berat meninggalkan ini semua.. Tapi aku akan kembali.. Masih ada janji terhutang.. Masih ada kasih terikat..

Pontianak, 20 Desember 2017.
Kala sejarah terlupa, modernisasi tergagap, namun Kapuas tetap menghempaskan gelombang emosi, angin tetap menghembuskan harapan, dan suara hiruk-pikuk tetap menandakan kehidupan.. Aku cinta Pontianak, apapun jadinya.

Pada foto :
HIS pada tahun 1940-an. Sekarang menjadi SDN 14 lokasi di jalan Tamar kota Pontianak.

Continue Reading

You'll Also Like

416K 16.9K 122
It all started when Princess Catheline married the dangerously attractive and recently crowned King of Anthreal, Xander. After their marriage, he ne...
254K 40.5K 67
I Became A Virtuous Wife And Loving Mother In Another Cultivation World ##start from chapter 199 **I'm just translate this and I don't own anything**
71.9K 6.8K 60
" The darkness closed in around him, like a shroud of silence. Veeranshu's eyes fluttered open, and he was met with an unfamiliar ceiling. Groggily...
53.1M 1.3M 70
after a prank gone terribly wrong, hayden jones is sent across country to caldwell academy, a school for the bitchy, the dangerous and the rebellious...