What should we do?

By Secrettaa

337K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
6 | PECAL AYAM
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

7 | HUKUMAN

16.8K 1.3K 268
By Secrettaa

BAGAIMANAPUN KEADAAN KAMU HARI INI, JANGAN LUPA UNTUK SENYUM🐯

GIMANA FEBRUARI KALIAN? 📈📉

FOLLOW WP Secrettaa
INSTAGRAM @aleeeeeeeee_0019

VOTE+KOMEN SETIAP PARAGRAF KALO BISA, OK?

🌻HAPPY READING🌻

_
_
_

"Arika, nggak boleh ngomong gitu. Nggak sopan." Artan menatap serius pada adiknya yang sepertinya masih mencerna situasi sekarang.

"Om itu ambil dada ayam Alika, Bang. Huaa ...." teriaknya menunjuk pada Gino yang pura-pura tidak mendengar teriakan itu dan tetap fokus dengan ayam yang baru saja ia ambil dari Arika.

Mungkin karena kesal dan juga lapar, Gino dengan entengnya menyomot ayam milik Arika yang masih terlihat utuh. Bahkan, ia sangat menikmati makanannya, tanpa banyak bicara dan tidak peduli pada tatapan sekitar. Apalagi tatapan istrinya yang seolah memperingati dirinya.

"Aku kesel sama dia, Yang. Masa ngejek aku gitu," ujar Gino berbisik di telinga istrinya, memberi penjelasan maksud ia memakan dada ayam milik Arika.

"Tapi nggak pa-pa deh, Alika udah kenyang juga kok. Om makan aja sepuasnya," tambah Arika menormalkan kembali mimik wajahnya yang semula sudah siap menangis. Arika meminum susu pisangnya seraya menatap Arjuna yang sudah selesai dengan sarapannya.

"Enak 'kan?" tanya Arika seolah sudah kenal lama dengan laki-laki berwajah tegas itu. Padahal kenyataannya tidak sama sekali, tetapi entah kenapa Arika merasa nyaman mengobrol dengan laki-laki ini, tidak ada rasa canggung dan takut ia rasakan. Terlepas dari bagaimana pertama kali mereka bertemu.

Arjuna mengangguk, lalu menerima kotak bekal dari sang bunda yang tentu saja sudah diisi. "Makasih, Bun," ucap Arjuna dan kembali menatap pada Arika.

"Gue pergi dulu, sampai jumpa nanti," pamitnya pada Arika yang masih mencerna maksud dari perkataan Arjuna.

"Kak Juna, kalau ke sekolah itu, harus bawa bekal, ya?" celetuk Arika berhasil menghentikan pergerakan Arjuna.

"Kak Juna?"

Arika menampilkan senyum polosnya seraya mengangguk. "Alika 'kan nggak bisa ngomong el, jadi disingkat aja, Juna. Telus pas liat Kak Juna sedekat ini beldili di dekat Alika ... Alika balu sadal, halus manggil kamu Kak, soalnya badan Kak Juna besal."

Arjuna hanya tersenyum tipis mendengar penjelasan yang tidak masuk akal dari Arika. Sebelah tangannya spontan terangkat dan mengacak gemas rambut hitam itu.

"Ish, jangan diacak!" kesal Arika melototkan matanya pada Arjuna yang justru terlihat sangat menggemaskan.

"Gue emang suka bawa bekal," ujar Arjuna menjawab pertanyaan Arika beberapa saat tadi.

"Oh gitu ...." Arika tampak menganggukkan kepalanya dan terus menatap pada Arjuna yang sekarang mulai melangkah keluar setelah tadi berpamitan pada kedua orang tuanya.

Sebelum memakai helmnya, Arjuna lebih dulu menatap Arika.

"Hati-hati, Kak Juna!" ujar Arika seraya melambaikan tangan.

Lagi-lagi Arjuna tersenyum tipis. Cepat-cepat ia memakai helm hitamnya, karena kedua pipinya terasa panas sekarang dan Arjuna tidak ingin ada orang yang menyadari pipinya memerah hanya karena ucapan hati-hati dari Arika. Bisa-bisanya ia dibuat salah tingkah oleh gadis polos nan menggemaskan itu.

Motor sport hitam itupun akhirnya melaju, ikut bergabung dengan pengendara lain di jalanan yang tampak padat.

Arjuna berusaha fokus, tetapi bayang-bayang senyum dan celetukan polos Arika kembali menghantuinya pagi ini. Ia terkekeh dan beberapa saat kemudian menambah kecepatan motornya.

Entahlah, Arjuna awalnya tidak pernah seperti ini. Merasa sangat bahagia hanya karena bisa bertemu dan mengobrol dengan Arika.

Sepertinya semesta benar-benar mengabulkan perkataannya. Mempertemukan ia dengan Arika tanpa sengaja dan sekarang semesta seolah kembali mengulangnya.

Namun, semua rasa bahagia Arjuna buyar seketika saat ada beberapa motor yang mengikutinya, seolah hendak mengepung dirinya. Tanpa bertanya pun Arjuna sudah tahu siapa mereka semua. Terutama motor yang berada tepat di samping motor miliknya.

Siapa lagi kalau bukan Nataya Bagaskara. Laki-laki itu seolah tidak pernah bosan menganggu Arjuna.

"Berhenti lo!"

Teriakan Nata sama sekali tidak dipedulikan oleh Arjuna. Malahan laki-laki itu semakin menambah kecepatan motornya, sampai-sampai beberapa motor tadi tampak kewalahan mengikutinya.

Dibalik helm fullface hitamnya, sebuah senyum miring terbit. Arjuna tidak ada waktu meladeni segerombolan pengacau itu. Lebih baik ia melajukan motornya agar cepat sampai di sekolah, karena beberapa menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.

"Pengecut lo!" teriak Nata penuh amarah setelah menghentikan motornya. Sepertinya laki-laki dengan postur tubuh tinggi itu tidak mau lagi mengejar Arjuna, karena tidak ada tanda-tanda motor Arjuna akan berhenti.

"Sialan," kesalnya seraya menatap beberapa temannya yang juga sama menghentikan motor.

"Udahlah, Nat. Nggak ada gunanya juga lo nyuruh dia berhenti, mending kita ke sekolah," ujar Arion. Laki-laki yang merupakan adik dari Artan itu memang adalah salah satu teman dekat sekaligus sepupu dari Nataya dan Angkasa.

"Lo duluan aja Bang, gue mau nyebat dulu," ujar Nata segera melajukan motornya.

"Bang, kita ikut Nata ya, lo berani 'kan sendiri?" tanya sahabat Nata yang bernama Zaki bercanda.

Arion hanya mengangguk dan membiarkan segerombolan remaja berseragam SMA yang dibalut jaket jeans itu pergi dari sana. Setelah memastikan tidak ada lagi yang tertinggal. Arion pun langsung melajukan motornya menuju sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, pikiran Arion terus tertuju pada apa yang ia lihat beberapa saat tadi sebelum pada akhirnya ia dan Nata mengejar laki-laki bernama Arjuna itu.

Ternyata dia berani juga dekatin adik gue. Batin Arion setelah mengingat bagaimana kedekatan Arika dan Arjuna saat di rumah makan beberapa saat tadi.

Arion memang mengikuti abang dan adiknya, memantau dari jauh kemana mereka pergi, tetapi yang ia dapati justru hal tidak terduga.

Rekan bisnis ah, apa mereka bisa dikatakan rekan bisnis sedang diantara keduanya tidak pernah terlihat menghabiskan waktu bersama. Keluarga Artawijaya yang ikut makan di sana dan memilih tempat duduk di dekat Arika dan Artan yang lebih dulu datang.

Arion tersenyum, mengingat bagaimana gilanya ia pada adiknya malam tadi. Ah, pikirannya sepertinya kacau sekarang.

"Sudah berapa kali bapak katakan, jangan pernah ikut tawuran. Bagaimana jika nanti kalian terluka dan bisa saja berakibat fatal? Kalian mau menghabiskan masa muda hanya untuk nakal-nakalan seperti itu. Harusnya kalian belajar dan bermain sewajarnya saja. Jangan sampai adu otot tidak berguna. Kamu juga Arjuna, bukannya memberikan contoh yang baik pada teman-temanmu ...."

Arjuna, Belvan, Niko dan beberapa anak AHS lainnya yang ikut tawuran waktu itu dikumpulkan di lapangan besar dengan Arjuna yang tampak berdiri paling depan.

Guru BK itu seolah ingin menunjukkan pada semua siswa-siswi Arjuna High School, bagaimana sikap buruk dari anak pemilik sekolah yang tidak patut untuk dicontoh sama sekali.

"Sekarang kalian lari keliling lapangan sebanyak tiga puluh kali, lalu dilanjutkan dengan membersihkan seluruh lapangan AHS. Baik indoor maupun outdoor. Saya akan selalu memantau kegiatan kalian, cepat lari. Dimulai dari kamu, Arjuna!" perintahnya mutlak tanpa bisa diganggu gugat.

Bahkan, Arjuna yang biasanya membantah dan tidak mau diperintah itu pada akhirnya kalah. Ia harus menerima hukuman ini, begitupula kedua sahabatnya dan beberapa anak AHS.

"Jun, kenapa kemarin lo nyuruh Belvan nyari info tu cewek imut?" bisik Niko seraya mendekatkan tubuhnya pada Arjuna. Sedangkan Belvan masih fokus pada langkahnya.

"Not your bussiness."

"Ya elah, Jun. Gue pengen tau doang kok, pelit amat sih lo!"

"Niko, lari dengan benar! Kamu mau ditambah hukumannya?!" teriak Pak Bimo dari seberang lapangan yang langsung membuat Niko kembali melanjutkan hukumannya dan berlari dengan benar. Begitupula beberapa siswa lainnya yang tadinya masih asik bercanda gurau.

Mereka semua tidak mau mendapat hukuman tambahan lagi.

Setelah selesai dengan hukuman lari yang menurut Arjuna tidak seberapa, mereka semua kompak membersihkan setiap lapangan dengan dibagi menjadi dua kelompok.

Arjuna tentu saja masuk ke dalam kelompok membersihkan lapangan indoor.

"Pokoknya habis ini, gue mau ke kantin. Udahlah pagi tadi ayah gue nggak bangun kayak biasanya, nggak ada yang masakin sarapan," gerutu Belvan setengah curhat. Belvan memang hanya tinggal bersama ayahnya saja, sebab ibunya telah meninggal saat Belvan berumur satu tahun karena sakit.

"Sekarang aja," saran Arjuna yang melihat wajah Belvan pucat, tidak tega pada sahabatnya yang satu itu. 

Belvan justru menggeleng, menolak saran dari Arjuna. "Tinggal bentar lagi selesai. Kasian yang lain kalo gue ke kantin sendirian."

"Halah, bilang aja kalo nggak ada yang bayarin," celetuk Niko berhasil mengundang tawa dari anak-anak AHS lainnya.

"Tau aja lo." Belvan kembali dengan pel di tangannya dan melanjutkan hukuman. Sedangkan Arjuna yang memang sedari tadi fokus pada hukumannya, tidak begitu peduli lagi pada obrolan dua sahabatnya.

Rasa lelahnya saat menjalani hukuman, terasa biasa saja sebab bayang wajah polos Arika kembali hadir diingatan.

Bagaimana gadis itu tersenyum dan berbicara, membuat Arjuna tanpa sadar tersenyum ceria. Beberapa orang yang sedang fokus, langsung mengalihkan tatapan tidak percaya.

"Woi, Jun! Lo kesurupan?!" teriak Niko heboh sambil mengguncang tubuh Arjuna.

"Lepasin." Arjuna langsung mendatarkan ekspresi wajahnya dan melanjutkan hukuman, seolah tadi dia tidak berbuat apa-apa, tapi memang benar 'kan Arjuna tidak melakukan apa-apa?

"Anjir, Juna tadi senyum woi!"

"Nyengir dia!"

"Sama aja goblok."

Teriakan dari teman-temannya tidak Arjuna hiraukan. Ia beranjak dari tempatnya semula, memilih sudut lapangan lain yang belum selesai dibersihkan. Merasa malu sekaligus kesal di waktu bersamaan.

Bisa-bisanya Arjuna kembali mengingat gadis yang bahkan belum lama ia kenal.

Bel istirahat berbunyi, bertepatan dengan selesainya hukuman mereka semua. Pak Bimo terlihat berdiri di depan lapangan, menyuruh mereka semua kembali berkumpul.

"Bapak harap ini terakhir kalinya kalian dihukum. Terutama kamu, Arjuna. Bapak tidak mau lagi mendengar kamu terlibat tawuran. Berhubung bel sudah berbunyi, silakan kalian istirahat." Pak Bimo pergi dari sana dengan langkah lebarnya.

"Akhirnya selesai juga. Yuk, ke kantin!" teriak Niko seraya merangkul Belvan yang tampak masih kelelahan.

"Lo ikut Jun?"

Arjuna mengangguk, mengambil tasnya yang berada di dekat pinggir lapangan. Lalu melangkah menuju kantin.

Belvan dan Niko serta anak-anak AHS yang tadi dihukum mengikuti dari belakang, ada juga yang menuju ke kelas.

"Kata ayah gue, keluarga Darma mau masukin salah satu anaknya ke sekolah sini, Jun."

Perkataan Belvan barusan berhasil membuat Arjuna yang awalnya sibuk menikmati bekalnya mengalihkan tatapan.

Namun, ia hanya menganggukkan kepala dan kembali menikmati makanannya. Sepertinya ia sudah tahu siapa anak yang dimaksud oleh Belvan.

"Lo nggak penasaran siapa orangnya?"    

"Gue udah tau," jawab Arjuna santai.

"Bohong lo ya?"

"Ngomongin apa sih kalian berdua?" celetuk Niko ditengah menikmati baksonya yang tinggal setengah saja.

Belvan dan Arjuna kompak menggeleng. Keduanya terkekeh, ketika melihat wajah Niko yang masam.

"Oke, fine. Kita nggak temenan lagi!" kesalnya seraya menggeser tempat duduknya menjauhi Belvan dan Arjuna.

"Ngambek?"

"Enggak!" ketus Niko menatap sinis pada Arjuna.

Laki-laki yang biasanya tidak pernah menampilkan senyumnya itu tampak berbeda hari ini. Belvan dan Niko menyadari itu semua, entah apa yang dipikirkan sahabat mereka yang satu itu, tapi pasti menyangkut soal gadis di lampu merah yang beberapa waktu lalu mereka temui.

"Padahal ya, kemarin muka kita bonyok juga, tapi kenapa cuma Arjuna yang disamperin tu cewek," bisik Niko pada Belvan. Niko sudah tidak marah lagi, karena Belvan menceritakan apa yang dia dan Arjuna bicarakan.

"Mungkin Arjuna yang paling mencolok. Lagian juga, kita baru sadar tu cewek ada pas udah di dekat Arjuna. Bisa aja si Arjuna yang liatin tu cewek duluan."

"Udah ah, gosip mulu. Kayak cewek jadinya."

Belvan langsung menoyor kepala Niko, sebab laki-laki itulah yang duluan sibuk ingin diceritakan apa yang ia katakan pada Arjuna.

"Santai aja dong, ntar gue hilang ingatan gimana? Lo juga yang nangis," ucap Niko sambil mengusap kepalanya.

"Lebay lo!"

"Gue ke kelas," celetuk Arjuna yang telah selesai dengan bekalnya dan bersiap meninggalkan meja kantin.

Belvan langsung menghabiskan suapan terakhir nasi gorengnya dan bergegas mengikuti Arjuna. Sedangkan Niko pun demikian, ia memakan baksonya yang memang sengaja ditinggal untuk dimakan diakhir terburu-buru.

"Arjun bangs--"

"Woi, cepet Nik!"

"Anjing, sabar woi!" teriak Niko bergegas lari setelah bakso dimangkuknya benar-benar habis.

Ketiga sahabat itu memasuki kelas dengan saling merangkul, walaupun pintu kelasnya tidak muat jika dimasuki tiga orang sekaligus.

"Gue masuk duluan!" teriak Niko tidak mau kalah. Sedangkan Arjuna sama seperti Niko, tidak mau mengalah juga.

"Lo juga sih, pake ngerangkul segala," cibir Belvan yang akhirnya mengalah pada kedua sahabatnya. Membiarkan keduanya lebih dulu memasuki kelas.

"Van, lo belum bayar uang kas dari bulan kemarin!"

Baru saja Belvan melangkah masuk, suara melengking milik Zila sang bendahara kelas sudah menyambutnya.

"Nanti gue bayar Zil, sabar."

"Halah, lo omongan doang nanti-nanti. Lo berdua juga, udah nunggak satu bulan. Pokoknya hari ini kalian harus bayar semuanya!" teriak Zila marah. Bahkan, perempuan yang satu itu tidak takut sama sekali dengan tatapan Arjuna.

"Nanti gue bayar," ujar Arjuna yang hampir sama dengan Belvan. Sedangkan Niko tampak tidak ambil pusing dan hanya duduk santai di kursinya.

"Nanti itu kapan! Lo bertiga ya, bener-bener keterlaluan! Bayar lima ribu seminggu doang nggak bisa."

"Uang kas doang, ribet banget sih lo," cibirnya berhasil membuat emosi Zila semakin menggebu.

"Katanya anak orang kaya, kok uang kas lima ribu seminggu doang, nggak bisa bayar!" balas Zila kesal dan bergegas duduk di kursinya kembali.

"Besok," ujar Belvan dibalas anggukan oleh Zila.

"Awas aja besok lo bertiga nggak bayar, gue laporin ke wali kelas."

"Santai kali Zil. Tanduk lo keluar mulu perasaan."

"Tau, nih gue kasih tau ya. Nggak baik marah-marah terus, Zil. Nanti lo cepat tua dan nggak bisa tinggi lagi," celetuk Belvan.

"Lo ngatain gue pendek gitu?!"

"Lah, lo sendiri yang nyadar tuh," ujar Niko semakin membuat Zila kesal.

Semua yang ada di kelas langsung tertawa mendengar candaan Belvan dan Niko. Kecuali Arjuna yang sekarang asik dengan ponselnya. Menatap gambar seorang gadis yang begitu lahap menikmati pecal ayam. Memang benar, diam-diam Arjuna memfoto Arika makan saat sarapan pagi tadi. Tentu saja tanpa sepengetahuan Arika dan orang-orang di sana.

Arjuna tidak bosan melihat wajah menggemaskan Arika, bahkan jika bisa ia ingin terus berada di sisi gadis itu, bercanda bersamanya. Membayangkan semua itu, rasanya Arjuna sudah benar-benar gila. Ia jadi tidak sabar menunggu kedatangan gadis polos nan menggemaskan itu di sekolah ini.

Sosok yang tengah dipikirkan Arjuna, justru tengah asik menikmati susu pisang dan beberapa camilan di dalam mobil.

Setelah asik berkeliling bersama sang abang, mereka pun memutuskan untuk pulang. 

"Alika nggak sabal ketemu Janet. Nanti kalo Alika sekolah, boleh bawa Janet kan, Bang?"

Artan mengangguk, mengiyakan ucapan adiknya. Entah kenapa ia merasa aneh saat pagi tadi bisa satu meja dengan keluarga Artawijaya.

Tidak seburuk yang ia bayangkan sebelumnya. Jika keluarga Artawijaya itu dingin, tapi yang ia lihat justru malah sebaliknya. Keluarga mereka terlihat baik, tidak seperti yang sering ia dengar dari para rekan bisnisnya.

"Alika ngintip sedikit tadi, telnyata baju Kak Juna bagus ya, Bang. Alika pengen baju gitu juga."

"Abang udah bilang sama ayah kok, supaya kamu bisa sekolah."

Arika langsung menoleh, menatap Artan yang sekarang tersenyum tipis melihat reaksi adiknya.

"Benelan, Bang? Sekolah di mana?"

"Soal itu Abang belum tau."

"Yah, kilain Abang udah tau," ucapnya sedih dengan kedua tangan yang sibuk membuka kulit pisang. "Nanti kalo Abang udah tau, bilang ke Alika ya."

"Iya, little sister." Artan mengacak gemas rambut adiknya. Ia menatap Arika yang sekarang tengah menikmati pisang sampai kedua pipinya terlihat mengembung dengan senyum tipis, adiknya ini kenapa selalu menggemaskan. "Pelan-pelan makannya."

Dengan mulut yang masih penuh, Arika menganggukkan kepala. Ia kembali mengambil satu buah pisang untuk dinikmati, padahal mulutnya masih penuh.
_
_
_

GIMANA SAMA PART INI?

LANJUT GA?

ADA YANG MAU DISAMPAKAN KE ARJUNA?

ARIKA?

BELVAN?

ZILA?

NIKO?

PAK BIMO?

BANG ARTAN?

ATAU AUTHOR?

SEE YOU NEXT PART

[Tetap jaga kesehatan semua. Jangan lupa bersyukur juga, gimana pun keadaan kalian hari ini. Stay safe and stay strong!]

Dipublikasikan:
Senin, 28 Februari 2022
22:10

Min, 29 Januari 2023
14:43

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 81.7K 37
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
632K 24.8K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
3.4M 179K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...