(Bukan) Pernikahan Impian

By OliphianaCubbytaa

159K 10.6K 923

"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi l... More

Sepatah Kata
BPI [1]
BPI [2]
BPI [3]
BPI [4]
BPI [5]
BPI [6]
BPI [7]
BPI [8-a]
BPI [8-b]
BPI [9]
BPI [10]
BPI [11]
BPI [12]
BPI [13]
BPI [14]
BPI [15]
BPI [16]
BPI [17]
BPI [18]
BPI [19]
BPI [20]
BPI [21]
BPI [22]
BPI [23]
BPI [24]
BPI [25]
BPI [26]
BPI [27]
BPI [28]
BPI [29]
BPI [30]
BPI [31]
BPI [32-a]
BPI [32-b]
BPI [33]
BPI [34]
BPI [35]
BPI [36]
BPI [37]
BPI [38]
BPI [39]
BPI [40]
BPI [41]
BPI [42]
BPI [43]
BPI [44]
BPI [45]
BPI [46]
BPI [47]
BPI [48]
BPI [49]
BPI [50]
BPI [51]
BPI [52]
BPI [53]
BPI [54]
BPI [55]
BPI [56]
BPI [57]
BPI [58]
BPI [59]
BPI [60]
BPI [61]
BPI [62]
BPI [63]
BPI [64]
BPI [65]
BPI [66]
BPI [67]
BPI [68]
Extra Part

BPI [69] End

3.5K 162 18
By OliphianaCubbytaa

"Ra."

"Je." Rara segera mendekat dengan raut khawatir yang kentara. "Aku dah tanya perawat, tapi gak ada nama Mas Shaka tercantum. Di mana Mas Shaka sekarang, Je?"

"Ayo ikut aku!"

Tanpa menunggu jawaban Rara, ia berjalan terlebih dahulu di depan. Mereka masuk ke dalam lift dan menuju ke lantai tiga. Sementara itu, Rara setia mengikuti.

"Shaka ada di dalam," ujar Jeje sambil berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan nomor 311.

Rara segera mengulurkan tangan untuk membuka pintu di hadapannya.

"Mas Shaka."

Terlihat seorang pria terbaring di atas ranjang rumah sakit. Di sampingnya terdapat seorang wanita paruh baya dan seorang remaja berseragam SMP.

"Lho, Ra? Kamu ke sini sama siapa?"

Suara Shaka terdengar dari arah sampingnya. Terlihat ia sedang terduduk di sofa panjang yang terdapat di ruangan inap tersebut.

Melihat sosok itu, Rara tak kuasa membendung air mata yang sejak tadi telah tergenang di pelupuk.

"Lho, kamu kenapa, Ra?" tanya Shaka begitu Rara menghambur ke dalam pelukannya dengan berderai air mata.

"Kamu baik-baik aja, Mas?" tanya Rara dengan suara yang terdengar serak. Bahunya terlihat bergetar. Shaka tau Rara terisak di pelukannya.

"Iya, aku baik-baik aja, Ra. Kamu kenapa?"

Merasa tak akan mendapat jawaban Rara, Shaka beralih kepada Jeje. "Je, ini kenapa?"

Jeje tersenyum jahil. "Kalian kayanya butuh bicara berdua."

"Maaf." Rara yang terlihat tenang mulai menjauh dari tubuhnya.

Shaka tersenyum dan pamit kepada karyawannya yang cidera dan sang istri yang menungguinya. "Pak Hasan, Bu Delia, saya permisi ke depan terlebih dahulu."

"Silakan, Pak Arshaka."

Begitu sampai di taman rumah sakit, mereka lalu duduk bersisian di bangku kayu. Terdapat kolam ikan koi di hadapan mereka.

"Aku khawatir."

Shaka mengernyit heran. Namun, ia tetap bungkam, membiarkan Rara mencurahkan kegundahannya.

"Jeje bilang ada kecelakaan di proyek. Dia bilang Mas di rumah sakit. Aku khawatir dengan keadaan kamu, Mas." Rara menunduk dan mengusap air mata yang kembali mengalir. "Kenapa sih kamu selalu buat aku khawatir, Mas?"

"Maaf, aku buat kamu khawatir. Memang ada kecelakaan di proyek saat aku meninjau ke sana. Tapi, itu bukan aku, Ra. Aku hanya mengantar Pak Hasan karena merasa bertanggung jawab, karena ini proyek pekerjaan yang harus aku tangani. Sementara aku ke rumah sakit, Jeje yang mengurus kekacauan di proyek."

"Kamu itu belum sehat betul, Mas. Baru aja tiga hari keluar dari rumah sakit. Harusnya kamu istirahat aja di rumah. Gak usah kerja dulu," omel Rara yang rasanya tak puas-puas. Walaupun lega mengetahui bahwa Shaka baik-baik saja, tapi debaran jantungnya karena khawatir masih bersisa.

Bukannya mengaku salah, Shaka justru ingin tersenyum. Ia menyerongkan posisi duduknya dan membimbing Rara untuk menghadap ke arahnya juga.

"Aku bosen istirahat sendirian di rumah, Ra. Apalagi gak ada kamu di dekatku. Rujuk yuk! Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua."

Rara sontak terkejut mendengar ajakan Shaka. Ia segera menoleh dan mendapati wajah tampan itu tengah serius menatap ke arahnya.

"Aku gak bisa janji untuk selalu membuatmu tersenyum. Namun, apa pun masalah yang nanti menghadang kita, akan kuusahakan kebahagiaanmu menjadi prioritas dalam hidupku." Shaka sedang mencoba peruntungannya. Baginya lebih baik berusaha daripada tak berikhtiar sama sekali. "Rujuk yuk, Ra, please!"

Ajakan itu sangat mengejutkan, tapi sekaligus menggiurkan. Rara merasa bimbang.

"Kita sudah bercerai," ujar Rara lirih.

"Tapi kita masih bisa rujuk dalam masa iddah."

"Mas yakin, mau rujuk denganku?"

"Insya Allah, Mas yakin sepenuh hati. Jadi, terima ya?"

Rara mengangguk lalu ia tersenyum malu-malu. "Iya, Mas. Aku mau rujuk."

Shaka mengepalkan tangan ke udara sambil bersorak senang. "Yes! Makasih, Ra."

Beberapa pengunjung yang lewat, memperhatikan mereka. Rara malu, tapi rasa bahagia lebih mendominasinya. Shaka pun sama bahagianya, atau bahkan mungkin lebih bahagia. Perjuangannya untuk kembali bersatu dengan sang kekasih hati seperti menemukan titik terang. Jalan pulang tempatnya akan selalu kembali ketika ia pergi.

* * *

"Cieee cieee ... cantik banget putrinya Bunda," goda Milea begitu ia memasuki kamar sang putri.

Lima hari yang lalu, baik Rara maupun Shaka telah memberitahu kedua orang tua masing-masing bahwa mereka akan rujuk. Milea dan Zaza menjadi yang paling bahagia saat mendengar berita itu. Mereka segera melakukan video call dan merencanakan banyak hal.

Milea dan Rayhan pun segera mempercepat jadwal kepulangan ke Indonesia untuk membantu persiapan sang putri dan merealisasikan segala rencana mereka. Milea dan Zaza menyiapkan paket bulan madu kedua untuk putra putrinya ke luar negeri. Lebih tepatnya ke negara seribu menara.

Walaupun rujuk dalam masa iddah tak perlu melakukan akad nikah ulang, tapi Shaka berencana akan melakukannya. Jika dulu ia melafadzkannya karena dendam yang terselubung, maka sekarang ia ingin melisankannya setulus hati. Sekuat tekadnya untuk menghalalkan wanita yang dicintai.

Pada hari penting ini, Rara menggunakan gamis brokat putih dengan aksen payet di bagian tengahnya. Tak ingin terlalu mencolok, Rara hanya menghias wajah ayunya dengan make up tipis natural yang membuat wajahnya tampak cerah dengan sedikit pewarna pink lembut di bagian bibir dan tulang pipinya. Sementara di kelopak mata, Rara mengaplikasikan eyeshadow dengan teknik blanding dua warna, gelap dan terang.

"Shaka barusan ngasih kabar ke Bunda kalo dia sudah sampe di KUA."

"Lho, kita aja masih di rumah. Kok, Mas Shaka dah sampe duluan, sih? Dia juga nggak ngabarin aku, Bun."

"Nggak pa-pa. Itu namanya dia terlalu semangat. Semangat menghalalkan kamu kembali." Milea terus saja menggoda sulungnya hingga wajah Rara semakin merona merah karena malu.

Sementara itu, di tempat pencatatan nikah Shaka pun tak luput dari godaan sahabat, adik dan sang mama.

"Kok masih sepi, Ka? Kayanya kita kepagian, deh. Mama belum lihat ada dari pihak Rara yang dah sampe." Zaza duduk di kursi tunggu yang terdapat di depan KUA. Ia melirik arloji di pergelangan tangan kiri dan mendapati jarum jam menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit. Matanya kembali menyusuri kondisi sekitar.

"Maklum, Mah. Mempelai laki-lakinya udah kebelet kawin lagi."

"Hust! Kawin kaya kucing aja. Nikah, Arkan, nikah! Tapi, habis nikah sih kawin juga boleh-boleh aja." Jeje terkikik. Ia sengaja menekankan kosa kata berkonotasi beda itu tapi dengan makna yang sama untuk menggoda Shaka.

Sambil menahan tawa Zaza berucap, "Apa kita pulang dulu aja ya, Pah. Kayanya masih lama, nih. Enakan kita nunggu di rumah."

"Aku setuju," timpal Arkan. "Bang Jeje, sih. Mau tunggu di sini apa ikut balik ke rumah?"

"Aku sih, ngikut apa kata Tante Zaza aja."

"Duuh, jangan balik dulu dong, Mah. Bentar lagi, kok. Aku dah hubungi Bunda Milea, sebentar lagi mereka sampe, kok." Walau tahu ia hanya sedang diledek, tapi Shaka ketar-ketir juga jika keluarganya beneran balik dan meninggalkannya seorang diri. "Please, Mah. Tunggu ya, Mah. Nggak lama, kok. Sebentar lagi."

Wajah panik dan memelas yang Shaka tampilkan semakin membuat Zaza tak bisa menahan tawanya lagi. Arkan, Jeje, serta Atharizz pun ikut meletupkan tawa renyah. Setelah ini Zaza bertekad akan mengucapkan terima kasih kepada Rara karena berhasil membuat putra sulungnya menampilkan berbagai macam ekspresi. Hal ini benar-benar menjadi hiburan baginya. Padahal sebelumnya, Shaka tipe manusia dengan ekspresi datar. Sedatar triplek.

"Oke-oke, Mama bakal tunggu di sini."

Setelah tiga puluh menit, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga--Rara dan keluarganya.

"Maaf ya, kami datang terlambat," ujar Milea sambil cipika cipiki bersama Zaza.

"Nggak apa-apa, Mbak. Ini kita yang emang kecepetan. Maklum mempelai prianya dah nggak sabaran pengin malam pertama lagi," bisik Zaza sambil cekikikan. Walaupun berbisik, hampir semua yang ada di dekat mereka dapat mendengarnya dengan jelas. Memancing senyum di wajah Rara dan raut malu-malu kucing di wajah Shaka.

Shaka merasa mamanya seperti cenayang. Ucapannya sangat tepat sasaran. Melihat betapa cantik Rara hari ini, Shaka sempat berpikir ingin segera membawa lari mempelai wanitanya pergi dari sini. Mengurung Rara di kamar tidur rumah mereka.

"Astaghfirullah." Shaka menggeleng-gelengkan kepala, mengusir pikiran kotor yang tiba-tiba terlintas di benak.

"Pak Arshaka Hamizan Erlangga dan Ibu Azzahra Putri Adhiatama." Tidak lama setelah petugas memeriksa akta cerai dan berkas lain yang dinyatakan lengkap, nama keduanya pun dipanggil.

Shaka melisankan pernyataan rujuk dan diterima oleh Rara dengan dilihat oleh dua orang saksi. Selanjutnya, Shaka pun mengucap ulang akad nikahnya bersama Rara. Semua berjalan lancar hingga mereka menerima buku keterangan rujuk yang selanjutkan harus diserahkan kepada pengadilan agama untuk kembali mendapatkan akta nikah.

Malam harinya, sebuah pesta kecil yang dihadiri dua keluarga diselenggarakan di kediaman Atharizz. Mereka makan malam bersama dan berdansa di taman yang berdampingan dengan kolam renang luas yang telah dihias dengan bunga warna-warni dan lilin. Suasananya begitu menggembirakan. Namun, karena sudah tak sabar untuk memiliki waktu hanya berdua dengan sang istri, Shaka pun menarik Rara ke lantai dua. Masuk ke dalam kamar tidurnya.

"Di luar keluarga kita masih pada kumpul lho, Mas."

"Iya aku tahu. Tapi, mereka pasti maklum, kok. Maklum sama kebutuhan pengantin baru."

"Kalo Mas lupa, kita itu dah pernah nikah sebelumnya."

Diingatkan tentang hal itu, Shaka meringis. Pada pernikahan kali ini ia seperti puber kembali. Rasa cintanya meluap-luap dan butuh pelampiasan. "Iya, sih. Tapi, kali ini lebih istimewa, Ra. Aku ingin segera membawamu menapaki tangga-tangga kenikmatan surgawi."

Rara tertunduk malu. Entah sejak kapan suaminya itu pandai merayu. Kalimat puitisnya seolah magnet yang menarik tubuhnya untuk semakin merapat. Membungkam jarak yang tercipta di antara keduanya.

"Terima kasih." Shaka mengecup kening Rara dengan lembut. "Terima kasih karena bersedia memberiku kesempatan kedua. Terima kasih atas kesabaran dan maaf yang kau berikan. Terima kasih karena bersedia menerima kekuranganku. Terima kasih karena telah kembali mempercayakan hatimu hanya untukku."

Rara tersenyum manis. Membiarkan cawan-cawan semanis madu menjamah raganya dan menelusup ke dalam sanubari, hingga akhirnya kenikmatan sempurna menghampiri keduanya yang telah saling menyatu. Melebur menjadi satu dalam cinta yang saling bersambut.

* * *

"Ra, aku pengin kita punya tim kesebelasan, deh."

"Maksudnya?"

"Ya itu, Ra. Tim kesebelasan sepak bola gitu. Kita buat jagoan yang bisa mengharumkan nama bangsa."

Rara memincingkan mata. Ia mulai paham ke mana arah pembicaraan mereka. "Kamu kira ngelahirin gak sakit, Mas! Kalo mau buat kesebelasan, kamu aja yang hamil dan melahirkan. Lagian aku juga pengin punya anak cewek, Mas. Aku kan pengin kepangin rambut panjangnya. Pengin dandanin dia biar cantik kaya ibunya."

Shaka nyengir tanpa dosa. Selain kesebelasan, ia sebenarnya juga ingin beberapa anak perempuan yang secantik Rara. Namun, belum dilisankan saja Rara sudah protes kepadanya. Ia lalu mengecup seluruh wajah Rara, mulai dari mata, hidung, pipi, bibir dan terakhir keningnya. Menggoda kekasih hatinya agar tak kesal lagi. "Maaf ya, aku terlalu semangat. Jangan ngambek ya. Kita lanjut lagi yuk, ronde selanjutnya."

"Ngantuk, Mas! Aku pengin tidur."

Rara membelakangi Shaka. Namun, posisi itu segera dimanfaatkan Shaka untuk memeluk istrinya dari arah belakang. Membenamkan wajah rupawannya ke tengkuk sang istri. "Good night, Sayang. Have a nice dreame. I love you."

~ END ~

.
.

Alhamdulillah, selesai juga di penghujung cerita.
Semoga kalian menikmati cerita ini dari awal hingga akhir.
Maaf ya, kalo update-nya sering lama 🤭

Boleh dong, kalian meninggalkan kesan saat membaca cerita ini. Bagaimana kisah Rara dan Shaka menurut kalian?

Oh iya, jangan hapus dulu cerita ini dari library kalian ya. Semoga Olif bisa lanjut buat extra part kisah after keduanya rujuk.

Jangan lupa selalu tinggalkan jejak dengan komentar & vote, ya.
Terima kasih telah setia menjadi readers dari penulis amatiran ini.

Jazakumullah khairan katsir
Salam sayang selalu
💕💕💕

Tegal, 010322

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 30.2K 27
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
656K 26K 52
Kutemui kamu, kamu yang sengaja Tuhan simpan terlebih dahulu sebelum aku merasakan sakitnya ditinggalkan. Dan ... Kutemui kamu, Kamu yang nyatanya a...
30K 1.3K 22
Part ke 2 dari kisah antara mahasiswi bernama Shelina Agassi & seorang polisi bernama Bhanu Handaru Pramono. 1/11/2020 #sedangdirevisi
2.7M 195K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...