What should we do?

By Secrettaa

337K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

6 | PECAL AYAM

14.8K 1.5K 270
By Secrettaa

JANGAN LUPA BAHAGIA HARI INI🐋

FOLLOW WP Secrettaa
INSTAGRAM @aleeeeeeeee_0019

PART INI 2K WORD LEBIH, SEMOGA KALIAN GA BOSAN YA🐯

VOTE+KOMEN SETIAP PARAGRAF KALO BISA, OK?


🌻HAPPY READING🌻

_
_
_

"Jangan bohong sama Abang, selimut kamu bau alkohol, Arion pasti masuk ke kamar kamu 'kan?"

"Iya, Bang Al masuk kamal Alika. Bang Al mau bobo sama Alika katanya," jawab Arika yang lagi-lagi berbohong.

Artan tampak menatap curiga pada gadis mungil di depannya ini yang sekarang juga ikut menatap balik dirinya.

"Benelan, Bang," tambah Arika seraya mengangguk yakin. Baru kali ini ia berbohong pada abangnya, lagipula mau bagaimana lagi? Arika tidak mau Arion marah jika tahu ia mengatakan kebenaran pada Artan.

"Arion nggak ngapa-ngapain kamu 'kan?" tanya Artan khawatir. Ia menangkup pipi chubby milik Arika, seolah tengah memastikan sesuatu. "Mata kamu bengkak."

"Iya, enggak Abang. Mata Alika bengkak kalena nangis tadi. Udah ah, yuk kita pelgi jalan-jalan!"

Meski masih ragu dengan jawaban adiknya, Artan tetap menganggukkan kepala dan menuruti keinginan Arika.

"Mau sarapan dulu, nggak?" tanya Artan ketika mereka sudah berada di lantai bawah.

"Enggak. Alika mau makan pisang," tunjuknya pada buah berwarna kuning yang berada di atas meja makan.

"Tunggu di sini, abang ambilin dulu."

Arika tersenyum senang ketika Artan benar-benar berjalan menuju meja makan itu, tetapi ia kembali teringat sesuatu.

"Bang, susu pisangnya juga ya!" teriaknya dibalas ancungan jempol dari Artan yang kini beralih ke arah kulkas.

Arika terus memperhatikan gerak-gerik Artan, ia sedikit merasa lega sekarang, karena abangnya itu tidak lagi membahas persoalan Arion.

Huh, nanti Alika tanya Bang Alion kali ya, ini Alika udah benelan jadi vampil apa ndak. Soalnya kok masih doyan pisang? Batinnya dengan tatapan tertuju pada Artan yang tengah berjalan menuju padanya.

Namun, sepertinya laki-laki itu tengah berbicara dengan Bi Siti yang tidak sengaja melintas di sana. Arika masih memperhatikan, sampai Artan benar-benar berada di sampingnya.

"Makan pisangnya nanti aja ya, pas di mobil."

Arika hanya mengangguk patuh dan mengikuti setiap langkah Artan.

"Abang tadi bicala apa sama Bi Siti?"

"Minta tolong gantiin selimut kamu."

"Oh gitu. Kenapa ndak sekalian minta gantiin semua yang ada di kamal aku, Bang? Gantiin cat kamal contohnya,"

"..."

Arika tertawa ketika melihat ekspresi kesal yang Artan tunjukkan padanya.

"Muka abang lucu."

"Kayaknya kamu baru sadar ya. Abang emang lucu dari dulu," ucap Artan dengan penuh percaya diri berhasil membuat Arika terkekeh geli mendengarnya.

Beberapa menit setelahnya, keduanya kembali terdiam dengan pemikiran masing-masing. Bahkan, saat keduanya sampai di depan rumah dan hendak menaiki mobil yang memang sudah dikeluarkan dari garasi oleh supir pribadi Artan.

"Silakan masuk, tuan putri." Layaknya seperti pengawal, Artan membukakan pintu mobil untuk Arika dan sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Telima kasih, latu pisang masuk duluan ya," ucap Arika bangga dengan kedua belah tangan sibuk membawa buah pisang serta susu pisang yang ia minta pada Artan tadi.

Artan ikut masuk ke sana dan setelah memastikan adiknya duduk dengan nyaman, Artan langsung melajukan mobilnya. Ia memilih menyupir sendiri, karena benar-benar ingin menghabiskan waktu bersama adik tercintanya yang sekarang tengah asik menikmati buah pisang.

"Jangan dimainin seatbelt-nya."

"Iya Abang, nggak dimainin lagi kok."

"Rotinya dimakan," ujar Artan menunjuk pada tempat makanan yang sudah ia isi dengan roti berselai coklat, persis seperti kesukaan adiknya.

Arika menganggukkan kepala masih dengan mulut yang penuh oleh pisang. Cepat-cepat ia meraih roti di dalam tempat itu dan hendak memasukkan ke dalam mulutnya, tetapi nasehat dari Artan menghentikan pergerakan Arika.

"Pelan-pelan makannya."

"Ndak bisa pelan-pelan, Alika lapal banget Abang." Tanpa perlu waktu lama, kini gadis itu sudah memakan rotinya. Bahkan, sudah tinggal setengah saja.

Melihat sang adik yang tampaknya memang sangat lapar itupun membuat Artan menggelengkan kepala tidak percaya. Padahal seharusnya tadi ia memaksa Arika saja untuk sarapan dulu.

Tanpa banyak bicara lagi, Artan pun mengarahkan mobilnya menuju sebuah tempat makan.

"Ayo turun, kita sarapan dulu," intrupsinya seraya membukakan seatbelt di tubuh Arika.

Arika menatap bangunan mewah di depannya, lalu menggelengkan kepala cepat. "Alika mau makan pecal ayam, Bang."

Artan mengerutkan alisnya bingung.

"Di tempat makan sama ayah bunda itu loh Bang," ujar Arika mencoba mengingatkan Artan pada tempat makan yang entah sejak kapan sangat disukainya. "Yang kalo ayah sama bunda sukanya pecel lele, Alika pecal ayam."

"Kita sarapan bubur aja ya, sekarang masih pagi. Nanti kamu sakit perut lagi, karena makan sambal." Artan mencoba membujuk adiknya, tetapi sepertinya tidak akan berhasil. Terlihat dari Arika yang langsung dengan cepat menggeleng, pertanda tidak setuju dengan usulan abangnnya.

"Udah lama Alika nggak makan pecal ayam. Pokoknya kita salapan pecal ayam ya, Bang!"

"Perasaan baru tiga hari yang lalu ayah sama bunda ngasih tau abang soal kalian yang makan di tempat itu," jelas Artan masih kebingungan.

"Alika ketagihan Abang, soalnya lasanya itu, enaj banget! Walaupun lebih enakan pisang sama susu pisang Alika."

"Ya udah, kita ke sana. Tapi Arika janji dulu sama Abang," ujarnya seraya menatap manik sang adik yang sekarang tampak berbinar senang.

"Janji apa?"

"Janji nggak boleh makan sambal banyak-banyak, oke?"

Arika langsung mengangguk antusias, itu masalah kecil. "Janji, tapi kalo nggak lupa ya, Bang. Telus juga, Alika nggak janji buat nggak nambah ayamnya, ya. Kalo makan satu doang, kulang Bang."

Artan menggelengkan kepalanya seraya terkekeh, ada-ada saja kelakuan adiknya yang satu ini. Setelah mendapat alamat rumah makan yang Arika inginkan dari sang ayah. Tanpa membuang waktu, Artan langsung melesatkan mobilnya ke tempat tujuan.

Pagi ini, seluruh anggota keluarga Artawijaya terlihat sibuk sekali.

Arjuna yang tidak kunjung menemukan kaos kakinya dan sang bunda yang menemani Arjuna mencari kaos kaki anaknya. Sedangkan sang kepala keluarga, tampak cemberut dengan pakaian harian biasa.

"Ayo cepetan, ayah udah lapar!" teriak Gino frustrasi. Sudahlah waktu istirahatnya diganggu oleh sang anak yang pagi-pagi buta menggetuk pintu kamarnya. Gino sangat kesal dengan tingkah putranya itu.

"Sabar Mas, belum ketemu ini kaos Arjuna," balas Raini seraya masih sibuk berkeliling dari satu sudut ke sudut lainnya.

"Kayak orang nggak ada uang aja, kaos kamu 'kan banyak Arjuna! Jangan buat emosi pagi-pagi gini," gerutunya, tapi tak urung ikut melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh istrinya.

"Ayah aja yang sensian pagi-pagi gini. Bunda enggak tuh," celetuk Arjuna. "Bun, kaosnya udah dapat!" Arjuna menunjukkan kaos kaki hitam miliknya.

"Cepetan dipakai! Lama-lama pingsan juga ayah karena kelaparan," ujar Gino seraya menarik istrinya yang hendak merapikan seragam sekolah Arjuna. "Dia bisa sendiri."

"Cemburu terus," cibir Arjuna tidak dipedulikan oleh Gino.

"Mas kenapa nggak mau sarapan di rumah aja sih? Aku 'kan bisa tinggal masakin," tutur Arinda menatap aneh sang suami.

"Lagi mau makan di luar, Sayang. Makan pecal ayam yang malam minggu kemarin kita datangin. Kamu nggak mau?"

"Mau kok," jawab Arinda seraya tersenyum.

"Juna ikut ya, Bun."

Baru saja Gino hendak menolak, tetapi Arinda lebih dulu membuka suara dan memperbolehkan Arjuna ikut dengan mereka.

"Ikut dong, masa tinggal di rumah. Oh iya, bunda udah bawa kotak bekal kamu, nanti pas di sana bunda minta sama penjualnya buat di ma---"

"Udah gede, masih aja bawa bekal," potong Gino terdengar mengejek Arjuna.

"Ayo Bun, kita pergi berdua aja, nanti Juna yang bayar." Arjuna menarik tangan sang bunda yang ternyata masih dipegang erat oleh Gino.

"Nggak usah pegang-pegang istri saya!"

Arinda hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah suaminya dan sang anak. "Udah, jangan berantem mulu. Kapan kita perginya?"

"Gara-gara anak kamu tuh."

Spontan Arinda langsung mencubit lengan suaminya geram. "Anak kamu juga, Mas!"

"Ah, iya lupa." Gino menampilkan cengirannya dan segera mengajak istrinya memasuki mobil.

"Kamu ikut pakai mobil atau naik mobil kamu sendiri?" tanya Gino menatap heran sang putra yang tidak kunjung memasuki mobil.

"Juna naik motor. Ngikutin dari belakang nanti," jawabnya dan dibalas anggukan oleh Gino.

"Hati-hati ya, anak bunda," ujar Arinda memperingati Arjuna yang sudah menaiki motor dan memakai helm hitam kesayangannya.

Arjuna hanya mengangguk. Begitu mobil ayahnya melaju, ia pun langsung menancap gas, mengikuti mobil sedan hitam itu dari belakang.

Setelah perjalanan yang tidak terlalu memakan waktu, mobil hitam itu tampak berhenti di depan sebuah warung sederhana, bukan restoran mewah yang biasanya orang-orang berduit datangi.

Arjuna memarkirkan hondanya, tidak lupa juga melepaskan helm. Ia mengikuti langkah ayah dan sang bunda dari belakang, tetapi saat melewati sebuah meja yang berada tepat di dekat pintu masuk, tatapannya langsung terpaku melihat gadis yang tempo hari lalu ia temui kini tampak asik menikmati makanan di depannya.

"Heh, ngapain masih berdiri di situ, cepat cari tempat duduk!" penuturan dari ayahnya membuat lamunan Arjuna buyar seketika. Laki-laki itu tampak menatap jengkel sang ayah yang sepertinya tidak tahu malu, berteriak di tempat yang lumayan ramai ini.

Beberapa pengunjung menatap keluarga itu dengan berbinar dan ada juga tatapan tidak percaya. Mereka tentu tahu, jika ketiga orang yang baru masuk itu adalah keluarga Artawijaya, keluarga terpandang yang dikenal banyak orang.

Mungkin mereka merasa aneh, karena orang dari kalangan atas seperti keluarga Artawijaya bisa juga makan di warung sederhana seperti ini.

Gino dan Arinda menghampiri Arjuna yang masih berdiam diri di tempatnya dengan tatapan yang masih sama.

"Ganteng-ganteng budek," cibir Gino.

"Tempat duduknya udah penuh semua," ujar Arinda menatap sekitar yang memang tengah ramai oleh pengunjung.

"Itu ada yang kosong." Gino segera membawa istri dan anaknya ke dekat meja yang sepertinya masih bisa mereka tempati.

Meja di dekat pintu masuk yang tidak lain adalah tempat Arika dan Artan tengah menikmati makanan mereka.

"Permisi, apa saya dan istri saya boleh gabung duduk di sini?" ucap Gino terdengar formal, tetapi saat melihat siapa pemuda di depannya, ia sedikit terkejut. "Anak Pak Darma, ya?"

Artan mengangguk cepat, tidak lupa melemparkan senyum pada Gino dan juga Arinda.

"Pak Gino Artawijaya?" tanyanya hendak nemastikan.

Gino langsung mengangguk dan segera menyuruh istrinya agar duduk di sana.

"Nikmati saja makanan kalian. Jangan merasa segan dan tidak enak," paparnya seolah sadar jika Artan merasa canggung dengan kehadirannya.

Artan hanya tersenyum menanggapi itu sedangkan Arika yang berada di sebelahnya, tampak tidak memedulikan sekitar dan tetap menikmati pecal ayamnya yang kini merupakan piring kedua setelah berhasil menghabiskan piring pertamanya.

Namun, pergerakan Arika langsung terhenti ketika tanpa sengaja melihat sosok Arjuna duduk di sampingnya.

"Kamu yang kemalin di lampu melah 'kan?! Kok plestelnya nggak dipakai? Udah sembuh ya? Makanya jangan belantem lagi, jadi nggak ganteng 'kan," ujar Arika dengan mulut sesekali mengunyah makanannya dan terlihat santai dengan apa yang barusan ia katakan. Tidak menyadari bahwa beberapa tatapan kini tertuju padanya.

Begitupula dengan kedua orang tua Arjuna yang menatap gadis bersweater kuning itu gemas. Apalagi saat mendengar nada cadelnya.

"Kamu kenal sama dia?" bisik Artan dibalas anggukan semangat oleh Arika.

"Laki-laki yang mukanya melah-melah, telus ngejek Alika kalena nggak bisa ngomong Lr," ucapnya polos membuat mereka yang ada di meja tersebut tidak dapat menahan senyum.

"Nama kamu siapa cantik?" tanya Arinda akhirnya karena tidak tahan dengan anak perempuan itu.

Arika langsung menghentikan kunyahannya, menatap bingung orang asing di sekitarnya, tapi tak urung ia menjawab pertanyaan Arinda. "Alika tante. Bang, tolong bilangin yang benel nama Alika."

"Namanya Arika," ujar Artan.

"Nama lengkap?" celetuk Arjuna tiba-tiba.

Artan menatap laki-laki yang sepertinya sepantaran dengan adiknya ini bingung. "Arika Angelina."

"Yang sopan Arjuna," bisik Arinda memperingati. Tatapannya tidak pernah lepas dari Arika, setiap pergerakan gadis itu entah kenapa membuat perasaannya menghangat.

"Maaf," jawabnya dan kembali menatap pada Arika yang tampak menikmati makanannya lagi.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Arika pada Arjuna yang langsung mengernyitkan sebelah alisnya bingung.

"Sarapan," jawab Arjuna cuek dibalas anggukan oleh Arika.

"Bukan kalena ngikutin Alika lagi 'kan?"

Saat itu juga Arjuna kembali teringat pada hari di mana mereka pertama kali bertemu. Sial, ia baru sadar saat itu mengikuti gadis ini sampai ke rumah.

"Maaf soal itu, gue cuma khawatir lo kenapa-kenapa."

"Duh, kamu namanya siapa sih, pipi Alika panas dengel omongan kamu."

Gino, Arinda dan Artan yang melihat kedua remaja itu asik dengan obrolan mereka sendiri hanya saling tatap. Terlebih pasangan suami-istri itu, mereka seolah-olah tengah memikirkan hal yang sama.

"Gue Arjuna. Panggil Sayang juga boleh."

Spontan Arika tertawa mendengar itu, "Kamu lucu, nama sama panggilan beda jauh, aneh banget."

"Lo lebih lucu," balas Arjuna seraya mengusap sekitar bibir Arika yang terdapat kecap dan sisa makanan.

Arika yang mendapat perlakuan seperti itu hanya mengerjapkan matanya lucu. Menatap polos pada Arjuna yang sekarang tersenyum tipis.

Artan berusaha menikmati makanannya, Gino dan Arinda sibuk bertatapan entah memikirkan apa. Tidak ada yang ikut larut dalam obrolan keduanya.

Arinda masih betah menatap gadis lucu itu, ia tidak berhenti tersenyum ketika mendengar penuturan polos dan cadelnya.

"Mereka keliatan dekat banget ya, Mas?" bisik Arinda pada suaminya.

Gino kembali menatap sepasang remaja itu, "Si Arjuna aja yang sok deket tuh. Anak ka--awh ... iya-iya, maaf Sayang."

"Anak kamu juga kalo lupa," kesal Arinda.

Obrolan mereka akhirnya terhenti karena pesanan mereka sudah datang. Begitu juga dengan milik Arika yang beberapa saat tadi mengatakan ingin satu porsi lagi.

"Selamat menikmati makanannya, Pak, Bu. Jika ada perlu sesuatu, panggil saja. Saya ke belakang dulu, permisi."

"Makasih," jawab Arinda dan Gio seraya mengangguk.

"Itu punya Alika!" teriak Arika saat Gino baru saja hendak menyuap makanannya.

"Ini punya saya," ucap Gino tidak mau mengalah, sedikit menjauhkan piringnya dari tempat semula.

"Bukan, itu dada punya Alika, Om!"

Semua orang yang ada di sana, langsung mengalihkan tatapan pada sosok mungil itu.

Sedangkan yang ditatap, justru masih bersikeras jika pecal ayam yang hendak Gino nikmati adalah miliknya.

"Alika tadi nambahnya yang dada. Bukan ini!" ujar Arika seraya menunjuk paha ayam di depan piringnya yang masih utuh.

Gino menatap miliknya dan milik gadis itu bergantian. Lalu tatapannya beralih pada sang istri seolah meminta bantuan.

"Kasih Mas, kamu salah ambil itu," bisik Arinda.

"Oh, iya tertukar," ucapnya sedikit kesal dan memberikan pecal ayam yang harusnya sudah ia makan pada Arika.

"Makasih Om! Om baik deh," balas Arika senang seraya bertepuk tangan.

Arjuna yang melihat tingkah Arika semakin merasa gemas pada gadis itu.

"Maafin adik saya Pak." Artan menatap tak enak pada laki-laki yang kini sudah asik dengan makanannya.

"Santai saja. Anak kecil 'kan memang suka seperti itu?"

"Ayah," panggil Arjuna dengan suara geram. Bisa-bisanya ayahnya ini mengatakan gadis di sampingnya anak kecil.

"Kenapa?!" balas Gino kesal. "Jangan ganggu ayah lagi ma--"

"Om jangan belisik, kasian yang lagi makan keganggu sama suala om yang belisik kayak ibu-ibu komplek," potong Arika cepat dengan wajah tidak berdosanya.
_
_
_

KENAPA BANYAK YANG SIDERS SIH😭😭😭

TIM PECAL AYAM ATAU PECEL LELE?

ATAU SAMBALNYA, KALO AKU SIH TIM SAMBALNYA AJA WKWK

LANJUT GA NIH?


SPAM "NEXT"

MAKASIH UNTUK VOTE DAN KOMENNYA

ADA YANG MAU DISAMPAKAN LAGI GA?

MAU UPDATE KAPAN?

SEE YOU NEXT PART

Dipublikasikan:
Sen, 21 Februari 2022
21:12

Jum'at, 27 Januari 2023
17:47

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 129K 49
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
10.6M 675K 44
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
2.7M 136K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
4.2M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...