What should we do?

By Secrettaa

337K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
6 | PECAL AYAM
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

5 | VAMPIR

16.7K 1.4K 165
By Secrettaa

JANGAN LUPA SENYUM DAN BAHAGIA HARI INI🐻

Jangan lupa follow wp : Secrettaa
Ig : aleeeeeeeee_0019

VOTE+KOMEN SETIAP PARAGRAF KALO BISA, OK?

KENAPA BANYAK YG JADI SILENT READERS:(


🌻HAPPY READING🌻

_
_
_

Arion mengerjapkan mata perlahan, menyesuaikan sinar matahari yang tepat mengenai wajah tegasnya. Rasa pusing yang kembali datang, membuatnya harus memejamkan mata untuk beberapa saat.

Setelah merasa lebih baik, Arion baru menyadari jika ia tidur diatas tubuh seorang gadis yang tidak lain adalah adiknya sendiri.

Berarti semua yang ia lakukan malam tadi .... Arion bergegas menjauhkan tubuhnya dari atas sana, tetapi tatapannya justru terfokus pada beberapa bercak merah di leher Arika.

Gue beneran gila. Batinnya dengan sebelah tangan menyentuh leher putih itu.

Arika tampak terganggu dengan apa yang Arion lakukan dan mulai membuka matanya. Menyadari itu, langsung saja Arion kembali menormalkan mimik wajahnya seperti biasa. 

Mengambil posisi duduk di dekat tubuh Arika yang tampak bergerak kaku sekarang. Ah, tubuh adiknya pasti sakit karena harus menahan bobot tubuhnya yang jauh lebih berat dari lima buah bantal. 

"Badan Alika sakit semua," gumam Arika seraya berusaha duduk.

"Jangan bilang sama siapa-siapa soal malam tadi, paham?"

Tubuh Arika menegang saat mendengar sebuah suara serak dari samping tubuhnya. Ia kaget, ketika melihat Arion begitu intens menatapnya atau lebih tepatnya menatap tubuhnya?

"Denger nggak lo?" tanya Arion sekali lagi sambil mendekat pada Arika yang refleks langsung hendak menjauh, tetapi tidak berhasil.

"Dengel, Kak ...." jawab Arika gugup. Apalagi saat tangan kekar itu menyentuh wajahnya, menyuruh Arika agar mendongak. Arika sudah ingin menangis karena tidak tahan dengan tatapan tajam dari sang abang serta ia takut abangnya akan kembali seperti malam tadi.

"Kalo sampai lo ngadu ke Artan atau siapapun, gue nggak segan-segan ngelakuin yang lebih dari malam tadi. Jadi, gue minta lo diam," bisik Arion tepat di telinga Arika.

Gadis itu langsung menganggukkan kepalanya beberapa kali, jangan lupakan juga tangisannya yang mulai terdengar.

"Alika janji nggak akan bilang sama siapa-siapa, Bang ...."

"Good girl." Arion mengusap lembut rambut hitam milik adiknya. Tidak memedulikan bahwa sang empu sangat ketakutan sekarang. "Lo ngerti sama apa yang gue lakuin malam tadi?"

"Enggak hiks ... Abang meluk sama nyium lehel Alika. Alika cuma tau itu ...."

Arion tersenyum sinis, ternyata selain polos adiknya ini juga bodoh, ah atau lebih tepatnya kelewat polos? Dalam hatinya Arion sudah tertawa. Di zaman seperti sekarang, masih ada saja gadis seperti Arika yang bahkan tidak tahu sama sekali dengan perlakuannya malam tadi.

Tanpa berkata lagi, Arion bangkit dari duduknya. Meninggalkan kamar bernuansa kuning itu dengan rasa bahagia. Tidak ada sama sekali penyesalan dalam dirinya setelah berbuat demikian pada Arika yang kini masih menangis ketakutan.

"Kenapa Alika nggak boleh celita soal malam tadi, p-padahal Alika mau celitain semuanya sama Bang Altan," ujar Arika dengan sesegukan. Ia berusaha berdiri karena tidak tahan dengan aroma ditubuhnya.

"Badan Alika sakit semua, ini semua gala-gala Bang Al. Alika juga telat bangun, ayah sama bunda pasti udah pelgi kelja ...."

Arika sudah berada di kamar mandi, menatap kaca di sana dengan tatapan tertuju pada bagian leher bawahnya yang tampak ada beberapa bercak merah keunguan.

Tiba-tiba pikirannya langsung tertuju pada sebuah film yang dua hari lalu ia tonton bersama Artan.

"Jangan-jangan Bang Al udah belubah jadi vampil?" teriaknya dengan kedua tangan langsung menutup wajah. "Ih ngeli. Duh gimana ya, apa jangan-jangan malam tadi sebelum sampai lumah, Abang digigit Vampil, telus sekalang Bang Al ketulalan jadi vampil juga?! Alika takut, tapi kasian Abang ...."

Tangisan perempuan yang masih setia dengan baju tidur bermotif pisang itu tidak lagi terdengar, tetapi tergantikan dengan pemikiran anehnya  mengenai sang abang. 

"Alika jadi pengen celita sama Bang Altan, bial Bang Altan nggak digigit juga kayak Alika."

"Hah?! Belalti Alika udah jadi vampil juga dong sama kayak Bang Al, duh gimana ya." Arika berteriak histeris setelah sadar dengan ucapannya barusan. Ia jadi gelisah sekarang, bagaimana nanti jika ....

Arika menggelengkan kepalanya kuat, berusaha menghilangkan pemikiran barusan.

"Stupid," gumam Arion yang tidak sengaja mendengar perkataan Arika di kamar mandi. Tadinya ia hanya hendak mengambil ponselnya yang terjatuh di ranjang gadis itu.

Namun, telinganya yang memiliki pendengaran tajam tidak sengaja mendengar penuturan Arika.

Karena tidak mau mendengarkan hal aneh lainnya, Arion pun keluar dari sana. Membiarkan adiknya berpikir semaunya, asal tidak membeberkan apa yang telah ia lakukan.

Langkahnya terhenti di dekat kamar kedua orang tuanya. Ia bisa melihat jelas bagaimana keduanya yang sibuk berbincang dan juga Artan berada di sana. Diam-diam Arion mendengarkan pembicaraan mereka mengenai Arika.

"Arika udah tujuh belas tahun, Yah, Bun. Apa Ayah sama Bunda bakal tetap biarin dia homeschooling terus-terusan?"

Kedua pasangan yang awalnya sibuk dengan kegiatan masing-masing itupun langsung mengalihkan tatapan pada si sulung Artan.

"Kenapa kamu tiba-tiba bahas ini, Artan?" Darma menatap pantulan dirinya di kaca besar. Melihat apakah pakaiannya sudah benar-benar rapi sekarang. 

"Bunda nggak pernah larang Arika buat disekolahin di luar, Ayah kamu yang terus-terusan nolak keinginan Arika yang satu itu," jelas Lina seraya menatap kedua laki-laki berbeda usia di depannya.

"Ah, Bunda ada acara penting, jadi harus pergi sekarang, sampaikan salam bunda ke Arika ya." Lina menyalami tangan suaminya dan mencium pipi itu sekilas.

Artan tentunya juga menyalami sang bunda dan pasrah menerima kecupan dipipi kanannya. "Hati-hati, Bun."

"Jadi, gimana Yah? Setelah Artan pikir-pikir semalam, kasian juga Arika selalu belajar di rumah sendirian. Dia butuh teman. Apalagi diumurnya yang sekarang. Pasti banyak hal baru yang Arika pengen lakuin, Yah."

Setelah memastikan jika Lina benar-benar keluar dari sana, keduanya kembali terlarut dalam obrolan pagi.

"Ayah juga punya alasan kenapa nggak biarin dia kenal dunia luar. Nanti ayah pikirkan lagi, sekarang ayah harus pergi udah ditunggu sama klien. Oh iya, perusahaan yang kamu pegang gimana, aman?"

Artan menghela napas lelah ketika sang ayah kini justru mengalihkan topik pembicaraan.

"Aman," jawabnya.

"Bagus, ayah senang dengarnya. Kalo bisa perusahaan kita tahun ini menduduki peringkat pertama, mengalahkan keluarga Artawijaya."

"Hm, Artan usahain." Laki-laki itu hendak melangkah keluar dari ruangan besar milik kedua orang tuanya, tetapi penuturan Darma berhasil membuat langkahnya terhenti.

"Kamu bisa libur hari ini, ajak Arika jalan-jalan kemana aja. Awalnya tadi ayah yang mau, tapi nggak bisa. Ayah berangkat dulu." Darma menepuk pundak tegap putranya seraya melangkah menjauh dari sana.

"Soal sekolah Arika, gimana?" tanya Artan sekali lagi memastikan. Tampaknya ia masih belum puas dengan penjelasan Darma.

"Ayah pikir-pikir dulu. Dan kalaupun Arika sekolah, dia nggak akan satu sekolah dengan Arion."

Artan mengernyitkan dahinya bingung, tidak mengerti dengan apa yang ayahnya ucapkan. Apa maksudnya tidak mau menyekolahkan Arika di tempat yang sama seperti Arion sekolah?

Bukankah jika keduanya bersekolah di tempat yang sama, bisa membuat kedekatan mereka bertambah dan Arika pasti tidak akan takut lagi dengan Arion.

Tanpa keduanya sadari, sosok yang namanya disebut barusan tampak berdiri di samping pintu keluar.

"Kenapa harus sekolah yang beda dari Arion?" ucapnya membuat kedua orang laki-laki di sana hampir saja jantungan, karena kemunculannya yang tiba-tiba apalagi dengan penampilan yang bisa dibilang sangat kacau.

Bahkan, Artan bisa mencium bau alkohol dari mulut adiknya.

"Kamu mabuk lagi?"

Arion seolah tidak mendengarkan perkataan abangnya, ia masih setia menatap pada sosok yang katanya adalah kepala keluarga di sana.

"Ayah takut putri ayah itu, Arion apa-apain?" Nada suaranya terdengar jelas sangat mengejek.

Darma seolah tuli dan tidak menganggap kehadiran Arion di sana. Ia justru kembali melanjutkan langkah kakinya dengan santai.

Melihat hal itu, Arion tersenyum tipis. Ternyata ayahnya masih sama saja dan tidak berubah sama sekali. 

"Kenapa kamu mabuk-mabukan gini, Arion? Harusnya kamu sayangi tubuh kamu, bukan malah merusaknya," cerca Artan menatap jengkel pada adik pertamanya ini.

Setiap harinya, selalu saja membuat masalah, seperti sebuah hobi yang harus ia lakukan.

"Kayak Abang nggak pernah nakal aja," balas Arion santai lalu menganggukkan kepala setelah ingat bagaimana abangnya ini menghabiskan masa-masa sekolahnya. "Ah, Arion hampir lupa. Abang emang nggak pernah nakal ya. Anak berprestasi yang selalu dibanggakan ayah bunda."

"Kamu jangan salah, Abang juga pernah nakal, tapi nggak berlebihan kayak yang kamu lakukan sekarang. Berhenti berbuat onar dan belajar dengan benar. Kamu udah kelas dua belas, sebentar lagi lulus."

Tanpa mendengarkan ucapan abangnya, Arion justru pergi dari sana.  

Artan memijit kepalanya yang terasa pusing, karena pagi ini sudah harus dihadapkan dengan sikap aneh anggota keluarganya.

"Jangan lupa sekolah, Yon. Jangan bolos terus!" teriaknya memperingati sang adik yang kini tampak mengangguk seolah mengiyakan perkataan Artan padahal tidak demikian.

"Arika?" Artan mengetuk pintu kamar adiknya seraya memanggil sang pemilik kamar.

"Masuk aja, Bang. Ndak Alika kunci!"

Mendengar itu, Artan pun langsung memutar knop pintu di depannya dan masuk.

"Kamu sakit?" tanyanya ketika melihat sang adik yang berbaring dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Bahkan, hanya kepalanya saja yang terlihat.

Artan bergegas menghampiri adiknya dan duduk di sana, mengecek suhu tubuh Arika yang ternyata sama sekali tidak panas.

"Alika udah jadi vampil Bang."

Spontan Artan menahan tawanya, bagaimana bisa adiknya ini berpikir demikian. "Kok bisa adik abang yang imut ini jadi vampir, hm?"

Arika tidak menjawabnya, melainkan mulai menangis tersedu-sedu. Ia sudah berjanji pada Arion tidak akan menceritakan apa yang terjadi malam tadi. 

"Alika ndak tau, pokoknya sekalang Alika bukan manusia, tapi vampil huaa ...." Tangisnya semakin kencang membuat Artan kebingungan. 

"Udah, jangan nangis dong adik abang. Kamu manusia kok, bukan vampir," ujar Artan menenangkan dan hendak membuka selimut itu, tetapi justru ditahan oleh Arika.

"Ndak boleh dibuka! Abang sana jauh-jauh, jangan dekat Alika. Nanti abang bisa jadi vampil juga!" teriak Arika memenuhi kamar.

"Ya udah kalo gitu, abang jalan-jalan sendiri aja deh. Tadinya mau ngajak kamu, tapi kayaknya kamu nggak mau ya?" ujar Artan seraya membalikkan tubuhnya dan bersiap keluar dari kamar. 

Tinggal satu langkah lagi, maka Artan benar-benar keluar dari sana. Tepat saat itu juga, ia mendengar suara orang terjatuh. Langsung saja Artan menghampiri adiknya yang kini sibuk mengusap kasar air matanya.

"Huaa ... Alika mau ikut jalan-jalan sama Bang Altan!" ucap Arika seraya memeluk tubuh abangnya kuat.

Artan terkekeh, "Tadi katanya nggak boleh dekat-dekat, nanti jadi vampir."

"Alika vampil baik, nggak bakal gigit Abang," ucapnya polos, sukses membuat tawa Artan yang sedari tadi ditahan lepas juga.

Artan benar-benar merasa lucu dengan tingkah adiknya pagi ini.

Setelah tawanya reda, begitu pula dengan tangisan Arika yang tidak lagi terdengar, Artan menatap wajah adiknya dengan senyum menggoda.

"Imutnya ilang deh, karena nangis."

Arika mencebikkan bibirnya, "Alika tetap imut dan cantik!"

Lagi-lagi Artan tertawa. "Iya-iya, adik abang tetap imut dan cantik kok," ucapnya.

"Emangnya Abang nggak kelja ya, kok ngajak Alika jalan-jalan?"

Artan menggeleng, ia menuntun Arika agar berdiri dan merapikan rambut adiknya yang tampak berantakan itu.

"Kamu mau ganti baju dulu atau enggak?"

Arika tampak berpikir, lalu menatap pakaian yang terbalut di tubuhnya saat ini. Sweater polos berwarna kuning dan celana hitam panjang yang longgar.

"Enggak mau, pakai ini aja. Alika malas ganti baju, hehe."

"Ya udah, tapi kamu cuci muka dulu ya. Habis nangis tadi, kan?"

Arika mengangguk dan bergegas menuju kamar mandi. "Abang tunggu bental ya, Alika ndak lama kok!"

"Jangan lari, Arika. Nanti jatuh!"

"Bial cepat Abang," tuturnya yang kini sudah berdiri tepat di depan kamar mandi.

Artan hanya menggelengkan kepalanya, ia kembali melangkah menuju ranjang dan duduk di sana sembari menunggu Arika selesai.

Namun, Artan mencium aroma aneh pada selimut adiknya. Ia seperti tidak asing dengan aroma ini.

Bau alkohol, nggak mungkin Arika minum-minuman itu 'kan? Batinnya bertanya. Tidak sampai semenit pikiran Artan langsung tertuju pada Arion.

Hanya adiknya itu yang suka sekali meminum alkohol dan pulang dalam keadaan mabuk. Apa mungkin Arion masuk ke kamar Arika ketika sedang mabuk?

Artan langsung bangkit dari duduknya dan bergegas keluar kamar, tapi langkahnya harus terhenti karena Arika sudah keluar dari kamar mandi.

"Ayo Bang, kita pelgi jalan-jalan!" ujar Arika dengan begitu ceria dan senyum yang terus menghiasi wajahnya.

"Malam tadi Arion masuk ke kamar kamu?"

Pertanyaan dari abangnya, membuat senyum Arika langsung hilang. Bagaimana bisa abangnya tahu jika Arion masuk ke kamarnya?

Arika menggeleng, "Enggak kok!" jawabnya yakin dengan suara bergetar. Kentara sekali jika ia tengah gugup sekarang karena sudah berkata bohong pada Artan.

"Jangan bohong sama Abang, selimut kamu bau alkohol, Arion pasti masuk ke kamar kamu 'kan?"

_
_
_

PENASARAN GA SAMA LANJUTANNYA?

GIMANA SAMA PART INI?

ADA YANG MAU DISAMPAIN GA,

BUAT ARIKA?

BANG ARTAN?

BANG ARION?

AYAH DARKA?

BUNDA LINA?

LANJUT GA?

SPAM NEXT DI SINI👉

MAU UPDATE KAPAN?

SEE YOU NEXT PART!

[Terima kasih buat vote dan komen kalian yang sangatttt membuat saya  semangat. Dipertahankan ya💗]

[Cerita ini slow up, jadi semoga kalian tetap setia nungguin kelanjutannya]

Dipublikasikan:
Minggu, 20 Februari 2022
20:30

Kam, 26 Januari 2023
21:04

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
3.4M 280K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.7M 136K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
637K 24.9K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...