What should we do?

By Secrettaa

336K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
6 | PECAL AYAM
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

3 | PERMINTAAN ARIKA

16.7K 1.7K 177
By Secrettaa

Kalian baca ini jam berapa?

Hari ini ada cerita menarik apa?

Jangan lupa vote+komen yang banyak yaaa

Follow wp : Secrettaa
Ig : aleeeeeeeee_0019

🌻HAPPY READING🌻

_
_
_

"Alika udah sembuh Bang, kaki Alika bisa dibawa jalan jauh kok. Tadi siang aja Alika jalan-jalan kelual, nggak pa-pa tuh. Telus ya, Alika beli jajan telul gulung pake extla saos, huum lasanya enak banget loh!" Tanpa sadar, Arika justru menceritakan hal yang seharusnya ia rahasiakan dari sang abang.

Perihal aksi nekatnya siang tadi, tetapi sepertinya gadis dengan baju tidur bermotif pisang itu lupa dan tidak menyadari raut wajah sang abang yang sudah berubah.
"Siapa yang izinin my litte sister buat keluar, hm?"

Arika yang awalnya tengah bersiap keluar kamar untuk makan malam bersama seluruh anggota keluarga langsung terkesiap. Menyadari mulutnya yang lagi-lagi hilang kendali.

"Maaf, Bang. Alika tadi nyali pisang sama jajan. Alika juga nggak tahan di lumah telus, bosan soalnya. Maafin Alika ya," mohonnya seraya menunjukkan puppy eyes yang selalu berhasil membuat siapa saja luluh. Begitupula dengan Artan yang sekarang tampak menghela napas lelah.

"Lain kali jangan diulangi, paham?"

Arika langsung menganggukkan kepalanya bersemangat dan berhambur pada pelukan sang abang. "Kendong ya, Bang."

Artan sama sekali tidak menolak permintaan adik tercintanya itu dan langsung menggendong ala koala tubuh yang beratnya saja tidak seberapa.

"Ayah sama Bunda, benelan pulang 'kan Bang?"

Artan menjawab pertanyaan Arika dengan anggukan saja.

"Kalo Bang Alion ... pulang juga, ya?" Kali ini suara Arika terdengar bergetar dan Artan menyadari itu.

"Abang belum tau, kita liat nanti aja ya," balas Artan di sambut anggukan kecil oleh Arika yang terlihat sangat nyaman digendongan abang pertamanya itu.

"Kamu kenapa takut sama Arion?"

Artan bisa merasakan jika Arika menghembuskan napasnya kuat. Seperti kesal atau ketakutan, entahlah ia bingung juga.

"Bang Alion galak. Dia natap Alika tajam telus, Alika 'kan jadi takut," akunya polos tanpa berbohong sama sekali.

Mendengar pengakuan seperti itu dari adiknya, Artan tidak dapat menahan diri untuk tidak mencium pipi chubby milik sang adik. Ia menciumnya sesekali juga menggigit pipi itu gemas, sampai membuat sang empu merasa kesal.

Memang sedari kecil, Arika tidak terlalu dekat dengan saudaranya yang satu itu. Ia lebih suka menghabiskan waktu bersama Artan dibanding Arion.

"Nanti pipi Alika jadi melah-melah, Abang!"

Entah kenapa saat itu juga, bayangan wajah laki-laki penuh luka siang tadi kembali berputar dimemori Arika.

Sedangkan Artan yang menyadari keterdiaman adiknya, langsung mengerutkan dahi bingung.

"Melamunin apa litte sister, hm?"

Spontan Arika menggeleng. "Enggak melamun kok, Bang. Cuma lagi mikilin sesuatu aja."

"Mikirin apa, hm?"

"Siang tadi Alika ketemu cowok di lampu melah, mukanya banyak melah-melah, telus Alika kasih aja plestel dino yang Alika beli di supelmalket. Dia pasti habis belantem deh Bang," jelas Arika dan dengan jahil memegang leher Artan. "Ini apa sih, Bang? Naik tulun gitu, di lehel Alika kok nggak ada?"

Artan menghentikan langkahnya sebentar, menjauhkan tangan mungil sang adik dari lehernya yang sangat menganggu baginya.

"Jangan dipegang terus, geli," tutur Artan membuat Arika langsung menghentikan aksinya.

"Ini namanya jakun."

"Ooh jakun. Jakun itu ... batu ya, Bang?" celetuknya asal.

"Sehari aja nggak buat Abang gemes sama kamu, kayaknya nggak bisa ya? Aneh-aneh aja."

Arika ikut tertawa saat Artan tertawa dan tidak terasa, ternyata mereka sudah sampai di ruang makan. Kedua orang tua Arika sudah duduk di tempat mereka masing-masing, lengkap dengan sebelah tangan yang sibuk memegang benda pipih. Seolah tidak pernah bisa lepas dari benda itu barang sebentar.

Artan mendudukkan Arika di kursi yang tepat menghadap padanya.

"Yah, Bun, kita mau makan, apa nggak bisa kerjaannya nanti dulu?"

Spontan kedua pasangan itu langsung mengalihkan tatapan mereka dan tersenyum menatap kedua anaknya yang ternyata sudah berada di sana.

"Ayah kira kalian belum turun," ujar Darma.

Arika terkekeh mendengar penuturan sang Ayah. "Ayah sama Bunda tellalu sibuk liat hp, sampai nggak sadal kita udah duduk."

"Seru nggak jalan-jalan siang tadi, putri ayah yang cantik, hm?"

Arika dibuat salah tingkah oleh ayahnya, lalu menjawab pertanyaan itu dengan anggukan polos. "Selu Yah, tapi lebih selu lagi kalo make Janet!"

"Lain kali kalo mau jalan-jalan, minta antar sama supir ya. Untung ada bodyguard yang tetap ngikutin kamu, kalo nggak? Kamu mau diculik?"

Arika menggeleng dengan raut wajah berubah sendu. Ia tidak berani menatap orang-orang di sana yang kini memfokuskan tatapan padanya. Bahkan, pisang yang sudah ia ambil tadi hanya dimainkan saja, tanpa mau memakannya.

"Alika minta maaf, kalena pelgi kelual nggak minta izin, tapi tadi udah izin kok sama Bi Siti," jelasnya memberanikan diri menatap ayah dan bunda. Sedangkan Artan hanya diam saja, karena tadi Arika sudah meminta maaf padanya.

"Janji nggak ngulangin lagi?" Lina menatap putrinya yang langsung mengangguk.

"Kalo nggak lupa ya, Bun," tutur Arika polos berhasil mengundang tawa semua orang di sana.

"Ya sudah, sekarang kita makan malam dulu. Nanti lanjut ngobrol lagi."

"Halusnya dali tadi ayah bilang gitu. Pelut Alika udah lapal banget," celetuk Arika yang sekarang sibuk dengan makanan di depannya.

Sesekali Artan menggelap sekitar bibir adiknya yang terlihat kotor. Darma dan Lina yang melihat itu hanya tersenyum saja.

"Pelan-pelan makannya, Arika," nasehat Lina diangguki oleh sang pemilik nama.

"Masakan Bi Siti enak banget!"

Tangan Lina yang awalnya hendak mengambilkan lauk untuk putrinya terhenti saat itu juga. Ia tersenyum maklum.

"Ini Bunda kamu yang masak."

"Eh, selius Bunda yang masak? Alika kila tadi Bi Siti ... ternyata masakan Bunda nggak kalah enak dali masakan Bi Siti," ujarnya dengan mulut penuh berisi makanan. Sehingga pipinya yang memang chubby, kini bertambah chubby.

"Udah, habiskan dulu makanannya, baru ngomong," ujar Artan yang akhirnya membuka suara setelah dari tadi hanya diam menyimak saja.

"Siap, Abang!"

Lina tersenyum menatap Arika yang begitu lahap memakan masakannya. Padahal tadi ia baru pulang kerja dan entah kenapa ingin sekali memasak makanan untuk makan malam keluarganya. Ternyata lelahnya memasak setelah seharian bekerja membuahkan hasil juga.

Keluarga itu kembali menikmati makan malam mereka dalam diam, hanya suara denting sendok saja yang terdengar di sana. Tidak ada lagi yang membuka suara sampai sebuah tarikan dari kursi di samping Arika menghentikan kegiatan makan mereka semua.

"Lanjut aja, kenapa berhenti," ucap orang itu dan dengan santai mengarahkan sendok milik Arika yang sudah terisi nasi beserta lauk pada mulutnya.

"Enak," gumamnya dan mulai mengambil piring serta nasi dan lauk tanpa memedulikan tatapan disekitar.

Sedangkan Arika tampak menahan napas menyadari apa yang baru saja abangnya itu lakukan.

"Baru ingat rumah kamu?" tanya Darma terdengar ketus.

"Hm." Laki-laki dengan tindik di telinga itu tampak mengedikkan bahunya acuh. Menikmati setiap suapan yang terasa lezat. Sesekali menatap perempuan berpipi chubby di sampingnya yang sepertinya tidak nyaman berada di dekatnya.

"Kenapa?" tanyanya tanpa suara pada Arika yang memang terus memperhatikannya sejak awal datang.

Refleks Arika langsung menggelengkan kepala kuat. Tatapan tajam dari pemilik nama lengkap Arion Harsa itu selalu berhasil membuat Arika gugup bukan main. Entah kenapa, bila berdekatan dengan abangnya yang satu ini, Arika merasakan ketakutan. Padahal seharusnya tidak demikian.

Beberapa menit berlalu dengan keheningan karena seluruh anggota keluarga Darma masih asik menikmati hidangan makan malam mereka.

"Janet punya Arika udah selesai diperbaiki. Besok katanya baru diantar ke sini. Ingat ya, kalo bawa Janet jangan ugal-ugalan kayak kemarin, bahaya. Pakai alat pelindung yang lengkap juga."

Arika langsung menampilkan wajah berbinar senang, mendengar kabar bahwa si Janet kesayangannya telah diperbaiki. Rasanya Arika tidak sabar menunggu hari esok.

"Arika?"

"Iya, Yah. Alika dengelin apa kata ayah kok," jawabnya cepat tidak lupa menampilkan senyum manis.

"Umur udah tujuh belas tahun masih aja main sepeda kuning yang usang."

Kata-kata yang keluar dari mulut Arion berhasil membuat senyum Arika hilang seketika. Matanya juga tampak berkaca-kaca.

"Janet bukan sepeda kuning usang, Janet cantik! Janet juga masih balu!!" ucapnya membuat Arion tersenyum tipis.

Tanpa merasa bersalah, Arion beranjak dari duduknya. Meninggalkan ruang makan yang kini dihiasi suara tangis dari Arika.

"Hiks, Bang Altan ...." Arika menatap abang pertamanya dengan wajah yang sudah penuh air mata serta kedua tangan yang terbuka pertanda minta dipeluk.

Artan terkekeh kecil melihat adiknya menangis hanya karena sepeda kuning kesayangan hadiah ulang tahun ke tujuh belasnya yang ia beri nama Janet itu dikatai oleh Arion.

"Udah ya. Adik abang yang imut jangan nangis lagi." Artan menerima pelukan dari adiknya, lalu mengangkat tubuh itu. Mengendongnya sama seperti saat hendak menuju ruang makan tadi.

Tangan kekar Artan terus mengusap punggung bergetar Arika. Sepertinya adiknya ini sangat sedih, tetapi entah kenapa Artan serta kedua orang tuanya justru hendak tertawa melihat tingkah gadis mungil itu.

"Jangan nangis lagi ya, putri ayah." Darma mengecup pipi gembil Arika diikuti oleh Lina yang melakukan hal sama.

"Ayah mau istirahat dulu, kalian jangan begadang," nasehatnya pada kedua anaknya.

"Bunda juga mau istriahat. Arika udahan ya nangisnya, mending makan pisang, nih." Lina memberikan sebuah pisang yang langsung diambil oleh Arika.

"M-makasih Bunda," ucap Arika sesegukan dan kembali mengeratkan pelukannya pada Artan. "Alika mau ke kamal Bang hiks ... ayo kita ke kamal."

"Udahan dulu nangisnya, baru kita ke kamar."

Arika pun berusaha menghentikan tangisannya, meski sangat susah dan berakhir sesegukan.

"Alika udah nggak nangis, ayo ke kamal," ucapnya terputus-putus karena menahan tangis.

Artan pun langsung menuruti keinginan adiknya itu. Ia masih setia mengusap punggung mungil itu, bermaksud menenangkan dan sepertinya setelah beberapa saat, Artan berhasil.

Saat sudah sampai di kamar milik adiknya, Artan mencoba melepaskan pelukan Arika, tapi sepertinya perempuan itu tidak mau melepaskan pelukannya.

"Alika pengen peluk Abang telus. Abang bobo sama Alika ya? Alika takut Bang Alion ke sini," pintanya dengan tatapan memohon.

Artan menghela napas, sebelah tangannya menyisir rambut Arika yang tampak berantakan. "Bang Arion nggak bakal ke sini kok, Arika kunci aja kamarnya kalo takut."

"Abang nggak mau bobo sama Alika?" tanya Arika dengan wajah sedih. Menatap sang abang yang kini tersenyum.

"Sorry little sister. Abang ada kerjaan yang belum selesai. Jadi, Arika tidur sendiri aja ya. Lagipupa adik abang ini kan udah besar, harus berani dong?"

Dengan berat hati dan rasa sedih yang masih ia rasakan, akhirnya Arika melepaskan pelukannya dan mengangguk kecil. "Alika belani kok tidul sendili. Abang jangan begadang ya, Alika sayang abang."

Cup.

Setelah mengecup kedua pipi milik abangnya, Arika langsung merebahkan tubuhnya.

Artan menyelimuti tubuh itu dan mengecup dahi Arika sayang. Walaupun umur Arika sudah menginjak tujuh belas tahun, tapi di mata Artan adiknya ini tetaplah hanya anak kecil dan ia harap Arika selalu bersikap seperti ini.

"Abang juga sayang sama Arika, tidur yang nyenyak ya, mimpi indah."

Baru saja Artan hendak bangkit dari ranjang, Arika justru menahan tangan abangnya itu dan menampilkan wajah yang sekarang terlihat mengantuk.

"Abang, Alika pengen sekolah. Pake selagam kayak olang-olang yang siang tadi Alika liat ... kapan Alika boleh sekolah di lual, dan nggak usah sekolah di lumah lagi?"

Seiring dengan pertanyaannya, kedua mata milik gadis mungil bernama Arika itu pun tertutup sempurna. Membuat Artan menatap sendu pada adik tercintanya.

"Good night, my little sister ...."

Cup!

Artan kembali mengecup puncak kepala Arika serta kedua pipi chubby nya. Semoga saja, besok pagi adiknya ini lupa dengan permintaannya mengenai ingin sekolah.
_
_
_

Selamat malam minggu chingudeul.

SATU KATA BUAT PART INI?

BUAT ARIKA?

BANG ARTAN?

BANG ARION?

AYAH DARMA?

BUNDA LINA?

LANJUT GA?

SPAM NEXT DI SINI👉

MAU UPDATE KAPAN?

SEE YOU NEXT PART!

Dipublikasikan:
Jum'at, 18 Februari 2022
22:35

Kam, 26 Januari 2023
19:43

Continue Reading

You'll Also Like

6.7M 284K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 17.8K 7
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
449K 49.3K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
10.6M 674K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...